• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.2. Kecelakaan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, terdapat 2 kasus kecelakaan kerja yaitu luka ringan pada tangan (Motor Vehicle Crash) dan patah kaki tertimpa pipa. Seluruh pekerja HES menyebutkan bahwa kecelakaan adalah sesuatu hal yang tidak diinginkan atau tidak bisa di prediksi kapan dan dimana

akan terjadi serta mengakibatkan kerugian bagi pekerja maupun peralatannya seperti kerugian materi, kerugian produksi serta kecelakaan juga merupakan kejadian atau insident yang terjadi pada saat melaksanakan pekerjaan.

Menurut Aditama dan Hastuti (2002) Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan dengan kerja di perusahaaan. Hubungan kerja di sini dapat diartikan bahwa kecelakaan dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan, sedangkan berdasarkan UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak diduga semula dan tidak dikehendaki, yang mengacaukan proses yang telah diatur dari suatu aktivitas dan dapat menilmbulkan kerugian baik korban manusia maupun harta benda.

Jika dibandingkan dengan pengertian kecelakaan kerja yang disampaikan oleh Aditama dan Hastuti (2002), maka kecelakaan yang dikatakan pekerja bagian HES di Konsorsium BP3 merupakan kecelakaan akibat kerja atau disebut juga kecelakaan kerja sesuai dengan UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.

Seluruh Pekerja HES juga mengatakan bahwa penyebab kecelakaan kerja yang paling besar diakibatkan oleh human error sebanyak 99 % dan sisanya faktor lingkungan ataupun lainnya, kecelakaan kerja banyak diakibatkan oleh behavior masing - masing pekerja seperti kelalaian, kecerobohan, ketidakdisiplinan, rasa percaya diri yang terlalu tinggi karena merasa sudah lama bekerja, mengantuk, kelelahan dalam bekerja atau memaksakan diri untuk bekerja, serta tidak adanya

pengawasan, kecelakaan kerja juga dapat diakibatkan oleh tools atau alat kerja, Karena jika dalam manajemen atau perusahaan sendiri telah memberikan atau membuat SOP untuk setiap area kerja perusahaan.

Hal ini sesuai dengan yang di sampaikan Heinrich dalam Ramli S (2010) dan Suma'mur (1997) bahwa setiap kecelakaan kerja pasti ada penyebabnya dan penyebab-penyebab kecelakaan paling utama ditemukan tidak pada mesin-mesin paling berbahaya atau zat-zat paling berbahaya, tetapi pada kegiatan- kegiatan biasaa seperti terkantuk, terjatuh, bekerja tidak tepat atau penggunaan perkakas tangan dan tertimpa oleh benda jatuh.

Jika dibandingkan penyebab kecelakaan kerja menurut pekerja HES di konsorsium juga sesuai dengan Anizar (2009) dan Prastyo (2012), dimana persentase penyebab kecelakaan di konsorsium bp3 yang diakibatkan oleh faktor perilaku manusia atau human error atau unsafe action lebih tinggi yakni 99 % dan sisanya diakibatkan oleh faktor unsafe condition (kondisi tidak aman) atau kedua hal tersebut di atas terjadi secara bersamaan.

Dari hasil penelitian diatas juga diketahui bahwa jenis kecelakaan kerja ada banyak kategori, dari yang kategori Minor ( hanya penanganan P3K ataupun hanya sampai tahap First Aid saja, tidak perlu ke rumah sakit), Mayor ( penanganan sampai ke rumah sakit tetapi satu hari langsung bisa pulang), dan paling tinggi disebut Vatality (pekerja dikatakan cacat atau meninggal), selain itu pekerja juga ada mengatakan bahwa jenis kecelakaan kerja juga terbagi menjadi beberapa kategori istilah yaitu Nearmiss, Serious Nearmiss, Insident, Vatality,

MPV (kecelakaan pada kendaraan bermotor atau equipmentnya ataupun tools), dan jenis kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang mengakibatkan cedera atau injury seperti patah kaki, tangan, dan anggota tubuh lainnya, MVC Accident yaitu kecelakaan kendaraan bermotor, tabrakan dengan kendaraan yang lain mengakibatkan kerusakan terus kalau dari lingkungannya seperti tumpahan minyak yang bisa mengakibatkan kecelakaan, lalu Fire Accident atau kebakaran. Letak kelainan/ cedera dominan terletak di tangan dan kaki pekerja, yang mana sifat lukanya itu terjepit, robek dan terluka.

Jika dibandingkan dengan Klasifikasi kecelakaan kerja Klasifikasi Kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) tahun 1962 dalam Anizar (2009), maka klasifikasi-klasifikasi kecelakaan kerja di Konsorsium BP3 memiliki perbedaan dalam penyebutan dan pengkategoriannya, dimana konsorsium bp3 dalam pengkategoriannya memakai istilah nearmiss, serious nearmiss , incident, dan yang tertinggi adalah vatality. Hal ini dikarenakan pengkategorian klasifikasi kecelakaan kerja di Konsorsium BP3 mengacu kepada klien, dalam hal ini kliennya adalah pihak PT. CPI (Chevron Pasific Indonesia).

Ramli (2010) membagi kerugian akibat kecelakaan kerja menjadi 2 kategori, yakni kerugian langsung (direct cost) dan kerugian tidak langsung (indirect cost). Kerugian langsung adalah kerugian akibat kecelakaan yang langsung dirasakan dan membawa dampak seperti biaya pengobatan dan kompensasi, serta Kerusakan sarana produksi. Kerugian tidak langsung adalah kerugian yang tidak terlihat sehingga disebut kerugian tersembunyi seperti kerugian jam kerja, Kerugian Produksi, Kerugian Sosial, Citra dan kepercayaan konsumen.

Jika dibandingkan dengan pengertian kerugian langsung akibat kecelakaan kerja yang disampaikan oleh Ramli (2010), maka kerugian yang terima oleh perusahaan konsorsium BP3 merupakan jenis kerugian langsung dalam bentuk biaya pengobatan, tunjangan/ kompensasi apabila terjadi cedera atau cacat karena tidak semua biaya ditanggung oleh BPJS, dan kerusakan alat kerja atau sarana produksi.

Jika dibandingkan dengan pengertian kerugian tidak langsung akibat kecelakaan kerja yang disampaikan oleh Ramli (2010), maka kerugian yang juga terima oleh perusahaan konsorsium BP3 merupakan jenis kerugian tidak langsung. Konsorsium BP3 mengalami kerugian tidak langsung berupa DAFW atau Days Away From Work (Kehilangan Hari Kerja), , produksi yang harus dihentikan apabila terjadi kejadian kecelakaan kerja, serta reputasi perusahaan akan menurun akibat terjadi kecelakaan kerja tersebut. Reputasi atau penilaian perusahaan akan berdampak terhadap pemenangan tender berikutnya, karena keselamatan kerja merupakan hal pertama dan terpenting dalam pertimbangan pemenanangan tender.

Klasifikasi-klasifikasi ini pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja disebabkan oleh beberapa faktor. Penggolongan-penggolongan ini berguna dalam menunjukkan / menggambarkan bagaimana suatu kecelakaan kerja terjadi dan apa yang mengakibatkan kecelakaan, membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan , dan juga berguna bagi penelaahan tentang kecelakaan lebih lanjut dan terperinci (Suma'mur, 1997).

5.3 Upaya Keselamatan Kerja

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa perusahaan telah melakukan upaya keselamatan kerja di setiap area kerja dalam mencegah dan atau meminimalisir kecelakaan kerja. Kegiatan upaya keselamatan kerja masing - masing berbeda untuk setiap area kerja, hal ini dikarenakan potensi bahaya untuk setiap area kerja berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Kegiatan tersebut antara lain dibuatnya SOP untuk setiap area kerja, adanya pengenalan bahaya - bahaya di tempat kerja (HES Induction), di adakannya training - training baik sebelum maupun seseudah bekerja, hal ini berguna untuk merefresh kembali pengetahuan pekerja akan hazard atau bahaya - bahaya yang ada di area kerjanya. Hal sesuai dengan penelitian Emli (2014) yaitu ρ = 0,021 yang berarti bahwa ada pengaruh standar operational prosedur (SOP) terhadap kejadian kecelakaan kerja. Hasil penelitian dari Lidya (2011) juga menunjukkan kesesuaian yaitu ρ = 0,000 menunjukkan bahwa ada hubungan pelaksanaan standar operational prosedur terhadap kejadian kecelakaan kerja.

Ratnawati (2010) mengatakan bahwa SOP adalah satu set instruksi tertulis yang mendokumentasikan kegiatan atau proses rutin dalam suatu organisasi. Pengembangan dan penggunaan SOP merupakan salah satu faktor kesuksesan sistem kualitas, dimana SOP menyediakan informasi untuk melakukan suatu pekerjaan dengan benar bagi tiap personil, dan mempermudah dalam menerapkan kekonsistenan dalam kualitas dan integritas suatu produk atau hasil akhir.

Konsorsium BP3 juga melakukan penerapan Job Safety Analisys (JSA), pemberian program/ sosialisasi tentang keselamatan kerja, serta dilakukannya analisis kembali apakah training/sharing yang diberikan sudah berjalan dengan baik atau tidak, jika hasilnya tidak sesuai maka training ulang akan dilakukan kepada pekerja tersebut, sampai seluruh pekerja mengerti dan paham sehingga dapat merubah behavior atau perilaku pekerja menjadi lebih safety. Pemberian sanksi atau punishment juga di terapkan oleh perusahaan bagi yang melanggar prosedur - prosedur yang telah ditetapkan oleh perusahaan dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja, serta pemberian reward atau penghargaan bagi pekerja yang bekerja dengan selamat dan komit akan safety di tempat kerja, dalam pemberian sanksi maupun award kepada pekerja , perusahaan juga telah menerapkan prosedur ataupun tahapan pemberiannya.

Meskipun upaya keselamatan kerja ini telah dilakukan oleh perusahaan, kecelakaan kerja masih pernah terjadi yang mana hal ini banyak diakibatkan oleh human error atau kesalahan pekerja itu sendiri.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Lidya (2011) yaitu ρ = 0,000 menunjukkan bahwa ada hubungan pelaksanaan Job Safety Analysis (JSA) terhadap kejadian kecelakaan kerja.

Jika terjadi suatu insident atau kejadian kecelakaan kerja maka upaya keselamatan kerja yang dilakukan oleh perusahaan adalah melakukan RCA (Root Cause Analisis), kegiatannya adalah memberhentikan semua proses produksi dimana insident tersebut terjadi, kemudian dilakukan pencatatan kejadian selama

satu hari tersebut sampai insident itu terjadi, pencatatan ini dilakukan oleh korban dan semua yang ada di sekitar kejadian/insident, selanjutnya akan dilaporkan sesuai dengan tahapannya yang pertama dari si penemu melaporkan ke atasan, atasan melaporkan ke Consultan atau RW, RW melaporkan ke CPI, setelah itu dilaporkan kalau ada cedera maka akan langsung kita di bawa ke rumah sakit CPI, tetapi ditangani terlebih dahulu dengan P3K di perusahaan. Di lokasi kerja juga dilatih beberapa orang yang bertanggung jawab apabila ada cedera pada pekerja, yang akan menangani terlebih dahulu dengan P3K kemudian dibawa ke rumah sakit. Kegiatan selanjutnya adalah dengan melakukan Investigasi kejadian , analisis , dan meeting dari masing - masing perusahaan mengenai mengapa kecelakaan kerja tersebut terjadi dan bagaimana solusinya, kemudian dilakukan review kembali SOP dan JSA nya sehingga kejadian serupa tidak akan terulang kembali.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Gunawan (2006) mengenai peranan manajemen k3 dalam pencegahan kecelakaan kerja konstruksi, yakni pada setiap minggu/bulan, perlu adanya meeting untuk membahas segala hal yang menyangkut pelaksanaan K3 di perusahaan, sehingga semua informasi dan persoalan dapat diketahui oleh seluruh bagian yang terkait.

Hal tersebut diatas juga sejalan dengan pencegahan kecelakaan kerja yang disampaikan Suma'mur P.K ( 2009 ) yang mengatakan bahwa pencegahan kecelakaan berdasarkan pengetahuan tentang sebab kecelakaan. Sebab-sebab kecelakaan pada suatu perusahaan diketahui dengan mengadakan analisis setiap kecelakaan yang terjadi. Metode analisis penyebab kecelakaan harus betul-betul

diketahui dan diterapkan sebagaimana mestinya. Selain analisis mengenai penyebab terjadinya suatu peristiwa kecelakaan, untuk pencegahan kecelakaan kerja sangat penting artinya dilakukannya identifikasi bahaya yang terdapat dan mungkin menimbulkan insiden kecelakaan di perusahaan serta mengases (assessment) besarnya resiko bahaya.

Dari hasil wawancara juga diketahui bahwa kendala - kendala yang terdapat dalam pelaksanaan upaya keselamatan kerja terutama disebabkan oleh perilaku, seperti ketika pekerja diberikan program baru atau di berikan sosialisasi, pekerja tersebut tidak siap menerima program tersebut, kemudian memberontak sehingga berimbas kepada perilaku yang tidak selamat dan juga bisa berdampak kepada yang ada disekitarnya, selain itu kendala dari sisi manajemen HES nya adalah kurang didukung dari material, media, perusahaan mendukung tetapi ada satu sisi mengapa perusahaan tidak mendukung yaitu karena mereka mengganggap memperlambat produktivitas, kalau dilapangan kendalanya yakni PEMKO, pemko itu wajib dilapangan, jadi ketika manajemen HES akan memberikan pelajaran ataupun sosialisasi kepada pemko maka manajemen HES tersebut harus turun langsung kelapangan atau paling tidak pada saat hari libur.

Hal tersebut sesuai dengan peryataan Silalahi (1995) dimana kecelakaan selalu diartikan sebagai kejadian yang tidak dapat diduga, sedangkan kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan.

Kusuma (2011) dalam Iman (2013) mengatakan bahwa apabila perusahaan melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka perusahaan akan memperoleh banyak manfaat.

Hal ini sesuai dengan manfaat pelaksanaan upaya keselamatan kerja yang di peroleh perusahaan Konsorsium BP3 yaitu dari segi produksi semakin meningkat, karna apabila terjadi suatu insident maka produksi akan di hentikan sementara yang berdampak menimbulkan kerugian yang besar kepada perusahaan, angka kecelakaan rendah, penilaian kinerja perusahaan semakin baik dihadapan klien dalam hal keselamatan kerja, hal ini dapat dilihat dari pemberian reward oleh PT. Chevron Pasific Indonesia kepada perusahaan Konsorsium BP3 atas pencapaian keselamatan kerja, sehingga kesempatan untuk memenangkan tender berikutnya menjadi lebih besar, seluruh pekerja sehat dan selamat di tempat kerja dan di rumah.

Dokumen terkait