BAB II. LANDASAN TEORI
B. Kecemasan Menghadapi Perkawinan
Kecemasan disadari atau tidak selalu hadir dalam kehidupan ketika manusia berinteraksi dan berelasi dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia sekitarnya. Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia (Hutagalung, 2007). Daradjat (1996), menyatakan kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seorang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin maupun konflik. Sementara itu, Hurlock (1990) berpendapat bahwa seseorang yang mengalami kecemasan akan memiliki perasaan khawatir, gelisah, kurang percaya diri, merasa tidak mampu, rendah diri, tidak sanggup
menyelesaikan masalah serta perasaan-perasan lain yang tidak
menyenangkan. Kecemasan sering terjadi pada seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang merasa kawatir dan memiliki
perasaan gelisah. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan
bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu
tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan
reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan adalah suatu manifestasi emosi
seseorang yang mengalami tekanan perasaan, pertentangan batin maupun
2. Pengertian kecemasan menghadapi perkawinan
Kecemasan perkawinan berkaitan dengan gambaran seseorang yang
akan dialami setelah memutuskan untuk berumah tangga. Aputra & Husni
(dalam Sihwening, 2003) kecemasan menghadapi perkawinan mengenai
gambaran kehidupan berkeluarga dengan banyak tantangan yang harus
dihadapi, mulai dari soal kebutuhan rumah tangga, kehamilan, merawat
anak dan merawat rumah sampai menyesuaikan diri dengan pihak suami
atau istri. Sihwening (2003), dalam situasi menghadapi perkawinan,
seseorang merasa kurang memahami apa yang harus dilakukan dan
dipersiapkan. Gambaran tentang tugas dan kewajiban yang bertambah atau
mungkin berubah akan diterima setelah berumah tangga.
Kecemasan menghadapi perkawinan berkaitan dengan kesiapan
seseorang ketika akan memasuki dunia perkawinan. Dewi (2006),
kesiapan perkawinan adalah kesediaan seseorang untuk mempersiapkan
diri membentuk suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga.
Seperti yang diungkapkan Hurlock (1990), bahwa persiapan perkawinan
menuju kehidupan berumah tangga adalah tugas penting yang harus
dijalani oleh inidvidu.
Kecemasan menghadapi perkawinan adalah perasaan yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh seorang pria dan seorang wanita ketika
akan menghadapi perkawinan. Hal ini dikarenakan gambaran perkawinan
3. Sumber-sumber kecemasan menghadapi perkawinan
a. Kecemasan menghadapi perkawinan yang dialami seseorang
adalah adanya perubahan yang akan terjadi dari sebelum dan
sesudah perkawinan, (Pervin, 2011).
b. Kecemasan menghadapi perkawian ketika seseorang
mengalami konflik dalam diri sendiri berkaitan dengan
kebutuhan kesenangan, kebutuhan berelasi, dan kebutuhan
beraktualisasi diri (Pervin, 2011)
c. Kecemasan menghadapi perkawinan dialami seseorang ketika
timbul perasaan terikat setelah berumah tangga (Fitzgerald,
1999).
d. Kecamasan menghadapi perkawinan berkaitan dengan
penafkahan terhadap keluarganya setelah perkawinan,
(Kertamuda, 2009).
Sumber-sumber kecemasan menghadapi perkawinan dialami
seseorang karena muncul perasaan tentang adanya perubahan dari
sebelum dan sesudah perkawinan.
4. Hal-hal yang dicemaskan pria dalam menghadapi perkawinan
Fitzgerald (1999), pria memiliki pemahaman tentang perkawinan
dalam intuisi sosial yang bersifat fundamental, mereka mengerti akan
kebutuhan keturunan, membesarkan anak, berumah tangga, serta memiliki
dewasa awal pria dihadapkan pada peranan baru yaitu mulai mencari
pekerjaan yang dirasa dapat menunjang karirnya. Kecemasan pria ketika
sedang mengejar karirnya sampai dengan posisi yang diinginkannya,
disatu sisi ia harus mempersiapkan perkawinan dengan pasangannya.
Fitzgerald (1999) dan Barron (2001) beberapa alasan pria mengalami
kecemasan menghadapi perkawinan, antara lain :
a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan
Kebebasan adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa
tanpa aturan, tanpa kekangan dan merasa tidak digantung oleh orang
lain. Ketika seseorang memutuskan untuk membentuk komitmen maka
akan dihadapkan pada banyak aturan perkawinan. Ada beberapa hal
yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan kehilangan
kebebasan ketika akan menghadapi perkawinan. Baron (2001), salah
satunya adalah kecemasan akan kehidupan keluarga yang terkontrol
atau terikat oleh pasangan. Seseorang merasa bahwa kebebasan
berkumpul atau sekedar hangout dengan teman-teman menjadi
dibatasi. Kehidupan keluarga yang terkontrol oleh pasangan
menyebabkan seseorang merasa ruang lingkup dalam pergaulan
menjadi sangat terbatas.
Seseorang memiliki tanggungjawab untuk tetap menjaga
komitmen perkawinan yang telah disepakati. Komitmen berkaitan pula
dengan perilaku di dalam masyarakat yang harus memiliki kebebasan
pada sosial budaya adalah bahwa efek globalisasi dan ketidaksesuaian
harus disikapi dengan baik. Pada hal inilah seseorang mengalami
kecemasan akan tidak ada flirting. Firlting adalah istilah untuk
menggambarkan ketertarikan seksual atau romantisme. Biasanya ada
obrolan, bahasa tubuh atau kontak fisik singkat yang terlibat dalam
proses ini. Flirting bisa diartikan sebagai usaha untuk menggoda lawan
jenis. Seseorang yang sudah memasuki dunia perkawinan akan
kehilangan kebebasan untuk melirik lawan jenis yang dianggapn lebih
mempesona dibandingkan dengan pasangannya. Seseorang menjadi
tidak dapat menggoda atau berkenalan secara lebih mendalam dengan
teman lawan jenis.
Seseorang mengalami kecemasan akan privasi dengan
pasangan. Setiap orang tentunya memiliki beberapa hal yang tidak
ingin diketahui oleh orang lain termasuk pasangannya. Disaat
seseorang sudah memutuskan untuk membina keluarga maka hal
tersebut dapat berpotensi menjadi permasalahan. Seseorang harus siap
membicarakan segala hal yang dialami dengan pasangannya.
Kecemasan menghadapi perkawinan berkaitan pula dengan
kesiapan seseorang dalam berbagi kehidupan rumah tangga yang telah
dibina. Perkawinan adalah menyatukan dua insan yang berbeda dalam
satu komitmen. Dalam hal ini setiap pasangan harus memahami
konsep berbagi ketika sudah memasuki dunia perkawinan. Seperti
sering terjadi adalah berbagi keuangan. Seseorang terkadang tidak
merasa siap untuk berbagi dengan pasangan. Seseorang tidak memiliki
kesiapan untuk berbagi dengan pasangan maka muncul kecemasan
menghadapi perkawinan.
b. Kecemasan akan kebosanan dengan seksualitas
Seseorang menentukan satu orang yang akan dipilih untuk
menjadi pasangan seumur hidupnya. Komitmen yang telah disepakati
harus ditaati dengan sebaik mungkin oleh kedua belah pihak dan tidak
terkecuali dalam bidang seksualitas. Seorang pria yang pada saat
sebelum membina rumah tangga sering berganti-ganti pasangan
merasakan kecemasan menghadapi perkawinan saat dihadapkan pada
situasi seksualitas yang sama.
c. Kecemasan akan tanggungjawab pada keluarga
Fitgerald (1999), kecemasan bertanggungjawab bukan berarti
seorang pria tidak berani bertanggungjawab dengan komitmen
keluarga yang akan dilalui. Seseorang yang memiliki penghasilan atau
pencaharian nafkah yang baik akan memiliki kecemasan yang lebih
rendah. Sebaliknya, seseorang yang memiliki penghasilan rendah akan
memiliki kecemasan menghadapi kecemasan yang tinggi.
Seorang pria memiliki tanggungjawab untuk memberikan
nafkah pada keluarganya yang menyebabkan ia mengalami kecemasan
akan memberikan nafkah. Walgito (2000) mengemukakan bahwa
kehidupan berkeluarga. Dalam kehidupan seseorang tidak lepas dari
kebutuhan. Seorang pria yang memutuskan untuk membina keluarga
maka harus siap untuk menafkahi pasangannya. Selain itu, seseorang
juga harus siap untuk menafkahi kebutuhan anak-anaknya kelak.
Menafkahi adalah bentuk tanggungjawab hidup ketika sudah berani
memutuskan untuk membina keluarga. Seseorang mengalami
kecemasan menghadapi perkawinan karena adanya perasaan apakah ia
mampu memenuhi nafkah atau tidak.
d. Kecemasan pada karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga
Fitgerald (1999), kecemasan pada karir terhambat oleh
tanggungjawab keluarga. Seorang pria memiliki kecenderungan
bingung memilih antara karir dan membangun keluarga bersama
pasangan. Seseorang yang memiliki jam terbang tinggi dalam karir
akan mengalami kesulitan dalam memperhatikan keluarga. Seseorang
harus memikirkan dan mempertimbangkan dengan baik dalam
mengambil keputusan antara karir dan berumah tangga.
Dari beberapa uraian diatas, beberapa hal yang dicemaskan pria
dalam menghadapi perkawinan yaitu adanya kecemasan akan
kehilangan kebebasan, tanggungjawab pada keluarga, kecemasan akan
kebosanan dengan seksualitas, dan kecemasan pada karir yang
5. Hal-hal yang dicemaskan wanita dalam menghadapi perkawinan
Dalam memasuki tahap perkawinan banyak hal yang membuat
wanita merasakan kecemasan. Aputra dan Husni (1990), gambaran
kehidupan berkeluarga dimulai soal kebutuhan rumah tangga, kehamilan
dan merawat anak, merawat rumah sampai menyesuaikan diri dengan
peran baru. Crittenden (2002), keinginan wanita untuk memenuhi
tugas-tugas perkembangannya, yaitu untuk berumah tangga dan memiliki anak
berbenturan dengan kekawatirannya akan kehilangan kebebasannya.
Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (1990), seorang wanita yang ingin
mencoba berbagai pekerjaan sebelum menentukan pilihan untuk menjadi
seorang wanita karir atau menjadi seorang ibu rumah tangga yang total.
Dewi (2006) dan Kartono (1992),mengemukakan beberapa hal yang
menyebabkan seorang wanita mengalami kecemasan menghadapi
perkawinan, antara lain :
a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan
Dewi (2006), seperti pada pria, wanita juga mengalami
kecemasan menghadapi perkawinan berkaitan dengan kecemasan akan
kehilangan kebebasan. Bagi seorang wanita memasuki dunia
perkawinan harus siap dengan peran baru yang akan ia terima
nantinya.
Peran sebagai seorang istri merupakan tanggungjawab baru
yang diterima wanita setelah memasuki perkawinan. Peran sebagai
Wanita yang pada awalnya berfokus pada diri sendiri kemudian
menjadi berfokus pada suami dan anak-anaknya. Kecemasan akan
perubahan peran inilah yang menyebabkan wanita merasakan
kecemasan menghadapi perkaiwnan.
Memutuskan untuk memasuki dunia perkawinan, seseorang
dituntut untuk dapat berbagi kehidupan dengan pasangannya dalam
segala hal. Seperti contoh berbagi tempat tidur, kamar mandi, dan
bahkan masalah keuangan. Seorang wanita yang biasa hidup sendiri,
mengerjakan sesuatu sendiri akan mengalami kecemasan menghadapi
perkawinan berkaitan dengan keharusan berbagi kehidupan dengan
pasangannya.
b. Kecemasan akan kehamilan dan persalinan
Kehamilan dan persalinan merupakan perjuangan yang
mengandung resiko, maka hal ini dapat menimbulkan kecemasan bagi
wanita. Kartono (1992), mengatakan bahwa seorang wanita nantinya
akan menerima pengalaman hamil yang mengakibatkan timbulnya rasa
tegang, kecemasan, konflik batin dan psikis lainya. Semua keresahan
hati dan konflik batin menjadi akut dan intensif seiring dengan
bertambahnya beban jasmaniah selama kehamilan, lebih-lebih pada
saat mendekati kelahiran bayinya. Bobak (2004) mengatakan bahwa
proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan
terlihat pada seorang wanita yang memiliki gambaran bahwa
kehamilan dan persalinan adalah suatu hal yang menyakitkan.
c. Kecemasan akan kebingungan antara karir dan keluaraga
Pendidikan dan perkembangan dunia pekerjaan yang semakin
maju membuat wanita mempunyai kesempatan yang sama dengan pria
untuk mengembangkan karirnya. Murtiko (dalam Marini, 2007),
semakin banyak wanita yang mempunyai pendidikan tinggi maka
semakin banyak wanita yang bekerja. Banyaknya wanita yang
berambisi untuk mengejar karir mengakibatkan penundaan terhadap
perkawinan (Betz, 1993; Spain & Bianchi, 1996 dalam dewi, 2006).
Bridges (dalam Dewi 2006), mengatakan bahwa meskipun banyak
wanita bekerja yang menunda untuk berumah tangga, mereka tetap
memiliki keinginan untuk membuat suatu komitmen perkawinan
dalam hidup.
Beberapa hal yang dicemaskan wanita dalam menghadapi
perkawinan berdasarkan uraian diatas yaitu adanya kecemasan akan
kehilangan kebebasan, kehamilan dan persalinan, dan kecemasan pada
karir terhambat oleh tanggungjawab keluarga
6. Kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita
Berdasarkan beberapa aspek yang menjadi kecemasan pria dalam
mengadapi perkawinan dan kecemasan wanita dalam menghadapi
a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan
Perkawinan yang sekali dalam seumur hidup menjadi dambaan
setiap seseorang. Disisi lain, tidak semua gambaran perkawinan
dihadapi dengan bahagia, melainkan ada yang mengalami kecemasan
mengahadapi perkawinan. Seseorang memiliki gambaran bahwa
kebebasannya dengan teman-temannya, kebebasan untuk
bersenang-senang, kebebasan dalam berelasi dengan lawan jenis, dan kebebasan
untuk mengambil keputusan menjadi dibatasi.
1) Kecemasan kehilangan waktu bersama teman-teman
Seseorang yang terbiasa hidup bebas akan mengalami
kecemasan kehilangan kebebasan karena disatu sisi harus
memikirkan pasangannya. Seperti contohnya, kebebasan untuk
berkumpul dengan teman-teman atau sekedar hangeout.
Kehidupan keluarga yang terkontrol oleh pasangan
menyebabkan seseorang merasa ruang lingkup dalam pergaulan
menjadi sangat terbatas.
2) Kecemasan kehilangan waktu untuk bersenang-senang
Seseorang yang memiliki jiwa petualang tinggi akan
mengalami kecemasan menghadapi perkawinan. Seseorang
tidak dapat lagi melakukan aktivitas yang tujuannya hanya
3) Kecemasan tidak dapat lagi berelasi dengan lawan jenis
Seseorang yang sudah berumah tangga tidak lagi dapat
menggoda atau berkenalan secara lebih mendalam dengan
lawan jenis. Kehidupan perkawinan menuntut seseorang untuk
tidak secara bebas menjalin relasi dengan lawan jenis.
4) Kecemasan dalam mengambil keputusan menjadi dibatasi
Di dalam perkawinan terdapat dua karakter yang
berbeda yang akan hidup bersama. Salah satu memiliki
keinginan maka hendaknya harus dibicarakan dengan pasangan
terlebih dahulu.
b. Kecemasan akan perubahan peran
Gambaran peranan baru yang akan diterima setelah berumah
tangga itu juga dapat menimbulkan kecemasan pada pria dan wanita.
1) Kecemasan perubahan peran sebagai suami/istri
Perkawinan membawa perubahan peran bagi seorang
pria menjadi suami dan seorang wanita menjadi istri.
2) Kecemasan perubahan peran sebagai orang tua
Memasuki dunia perkawinan, pasangan suami istri
yang memiliki anak berubah peran menjadi orang tua.
Menemani, mendidik dan membimbing anak-anaknya
3) Kecemasan perubahan peran sebagai anggota masyarakat
Pada mulanya seseorang tidak terlibat langsung
didalam masyarakat, namun setelah berumah tangga harus
berhubungan langsung dengan masyarakat. Keluarga yang
dibina hidup dalam masyarakat, sehingga inidvidu
menerima tugas perubahan peran menjadi bagian dari
masyarakat.
c. Kecemasan akan karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga
1) Kecemasan jenjang karir yang terhambat
Seseorang yang telah bekerja pasti mempertimbangkan
perjalanan karirnya sebelum memutuskan untuk berumah
tangga. Hal ini disebabkan karena beberapa perusahaan tidak
ada peningkatan jenjang karir setelah berumah tangga.
Sementara itu, di dalam mengejar jenjang karir yang
diinginkan akan terhambat oleh kehidupan rumahtangganya.
2) Kecemasan waktu untuk keluarga
Seseorang yang telah memutuskan untuk berumah
tangga harus menyadari bahwa ia memiliki keluarga.
Seseorang harus dapat menyisihkan waktu untuk pasangan dan
anak-anaknya. Terkadang ketika seseorang sibuk bekerja maka
3) Kecemasan kesulitan membagi waktu
Seseorang yang pada awalnya bekerja untuk dirinya
sendiri dan tidak memikirkan waktu untuk keluarga. Pada saat
setelah berumah tangga mau tidak mau seseorang dituntut
untuk dapat membagi waktu dengan adil antara karir dan
keluarga.
d. Kecemasan akan tanggungjawab keluarga
1) Kecemasan memenuhi biaya pendidikan anak
Pada jaman yang semakin modern ini pendidikan dirasa
sangat penting, bahkan dari anak usia dini sudah dipersiapkan
untuk masuk dalam dunia pendidikan. Membiayai pendidikan
ini tentu tidaklah murah seiring dengan meningkatnya biaya
hidup yang semakin mahal. Orang tua dituntut untuk
menyediakan biaya pendidikan sampai anak tamat sekolah atau
sampai selesai di perguruan tinggi.
2) Kecemasan menafkahi keluarga
Seseorang yang sudah memutuskan untuk berumah
tangga, seseorang harus siap dengan tanggungjawab menafkahi
keluarganya. Nafkah berkaitan dengan kelangsungan hidup
anggota keluarga.
3) Kecemasan menyediakan tempat tinggal
Seseorang harus keluar dari rumah orangtuanya ketika
mempersiapkan tempat tinggal yang akan ditempati setelah
melangsungkan perkawinan. Seorang wanita harus siap untuk
hidup bersama dengan suaminya di rumah sendiri.
4) Kecemasan biaya kesehatan keluarga
Keluarga terbentuk dari beberapa inidvidu yang hidup
bersama dalam satu rumah yang terdiri dari bapak, ibu, dan
anak. Dalam kelangsungan hidup seseorang tidak lepas sari
kesehatan, keluarga dituntut untuk menyediakan biaya
kesehatan bagi anggota keluarganya.
C. Perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita