• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal."

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif komparatif. Subjek dalam penelitian ini adalah individu yang melakukan persiapan perkawinan yang berjumlah 70 orang. Metode pengambil sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survei dengan menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Model skala yang digunakan adalah model Likert. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik uji independent sample t-test (uji t).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal, dibuktikan dari nilai t hitung sebesar 3,444 dengan nilai probabilitas sebesar 0,001< 0,05, sehingga penelitian ini berhasil membuktikan hipotesis yang diajukan. Diketahui pula bahwa pria memiliki kecemasan menghadapi perkawinan lebih tinggi daripada wanita, dibuktikan dari nilai mean pada pria lebih tinggi daripada nilai mean pada wanita (119,67>109).

.

(2)

ABSTRACT

This research was a comparative quantitative research. The subjects were 70 individual in early adulthood stage and preparing for their marriage. Purposive sampling method was used in sampling gathering process, and the data gathering process was using survey method with validated and reliability tested Pre Marital Anxiety Scale. Likert Scale was used as model scale, and Independent Sample T-test is used as data analysis technique.

The research shows that there were difference in Pre-marital anxiety between men and women in early adulthood stage, the result shows 3.444 points on t value with 0.001<0.05 probability value, that validated the hypothesis. Men suffers higher pre-marital anxiety compared to women, proven from higher average point in pre-marital anxiety (119.67 > 109)

.

(3)

i

PADA PRIA DAN WANITA DEWASA AWAL

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Oleh:

Ristiana Shinta Dewi NIM : 089114093

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)
(5)
(6)

iv MOTTO

“Jadilah seperti sungai yang mengalir,

Hening di kala malam. Tak Usah takut pada kegelapan.

Pantulkan bintang-bintang. Jelmakan pula awan-awan,

Sebab awan itulah air, tiada beda dengan sungai, Maka pantulkan juga dengan suka cita, Di kedalamanmu sendiri yang tenteram.”

“Tidak ada yang kebetulan,

yang memang terjadi, ya memang harus terjadi.

(7)

v HALAMAN PERSEMBAHAN

(8)
(9)

vii

PADA PRIA DAN WANITA DEWASA AWAL

Ristiana Shinta Dewi ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal.

Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif komparatif. Subjek dalam penelitian ini adalah individu yang melakukan persiapan perkawinan yang berjumlah 70 orang. Metode pengambil sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survei dengan menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Model skala yang digunakan adalah model Likert. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik uji independent sample t-test (uji t).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal, dibuktikan dari nilai t hitung sebesar 3,444 dengan nilai probabilitas sebesar 0,001< 0,05, sehingga penelitian ini berhasil membuktikan hipotesis yang diajukan. Diketahui pula bahwa pria memiliki kecemasan menghadapi perkawinan lebih tinggi daripada wanita, dibuktikan dari nilai mean pada pria lebih tinggi daripada nilai mean pada wanita (119,67>109).

.

(10)

viii

EARLY ADULTHOOD MEN & WOMEN Ristiana Shinta Dewi

ABSTRACT

The research was aimed to seek the observe difference in pre-marital anxiety between man and woman in early adulthood.

This research was a comparative quantitative research. The subjects were 70 individual in early adulthood stage and preparing for their marriage. Purposive sampling method was used in sampling gathering process, and the data gathering process was using survey method with validated and reliability tested Pre Marital Anxiety Scale. Likert Scale was used as model scale, and Independent Sample T-test is used as data analysis technique.

The research shows that there were difference in Pre-marital anxiety between men and women in early adulthood stage, the result shows 3.444 points on t value with 0.001<0.05 probability value, that validated the hypothesis. Men suffers higher marital anxiety compared to women, proven from higher average point in pre-marital anxiety (119.67 > 109)

.

(11)
(12)

x

Segala puji, hormat dan syukur penulis panjarkan selama proses penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan

selesai tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas

Sanata Dharma sekaligus dosen pembimbing skripsi. Terimakasih sudah mendampingi di

akhir-akhir keputusasaan mengerjakan skripsi.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi. M.Si selaku Ketua Program Studi Psikologi, Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah

membimbing selama penulis kuliah.

3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak

memberikan bimbingan, koreksi, pengetahuan, dan saran dalam penulisan skripsi ini. Terima

kasih juga untuk kesabarannya membimbing penulis.

4. Ibu Sylvia Carolina MYM., M.si dan Ibu Debri Pristinella, M.si selaku Dosen Penguji

Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, koreksi, pengetahuan, dan saran dalam

penulisan skripsi ini. Terima kasih juga kesabarannya membimbing penulis.

5. Ibu Agnes Indar Etikawati, M.Si., Psikolog selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah

membimbing selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi Sanata Dharma.

6. Semua Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah

membagikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis.

7. Mas Muji, Mas Gandung, Mas Doni, Bu Nanik dam Pak Gie yang sudah membantu penulis

(13)

xi

untuk segala dukungan, kesabaran, manja, dan doa yang tulus kalian berikan untukku.

Semoga aku mampu mewujudkan impian kalian py my.

9. My beloved brothers Bernardus Kris, Hans Yosafat Arin, dan Yohan Tri W dan My beloved sisters Mama Debri, Mama Jeslyne, Mama Dio. Ini ungkapan kecil dari kalian yang selalu

membuatku ngerasa mak-jlepp “ayow de, tinggal kamu, ditunggu semuanya”.

10. Mas Antmariez, meski hanya sebentar terimakasih sudah mengajariku banyak hal tentang

hidup di awal aku mulai berproses skipsi. Terbanglah Elang, menjadi garda depan gereja,

Laskar Kristus. Doaku menyertaimu.

11. Sahabat sekaligus saudara, Embun darma, Putri Danish, Marlisa Putri, Ratieh Sekar, De uut,

Beb Tutie, Terimakasih ya sudah bersedia menjadi tempat bercerita disaat galau melanda.

Teman masa kecilku sampai sekarang menjadi “konco gendeng” Alf. Angga Jiwan, nuwun

yo jo sudah selalu merespon rewelku.

12. Sahabatku yang sekarang sudah hidup masing-masing, Intan ayu, Budi Hartono, Irene Putri,

Margareta Tiwi, dan Caecilia Intan. Huuaaa…Rindu moment bersama kalian. Terimakasih

sudah menjadi sahabat di almamater ini.

13. Teman-teman dari OMK Saint Sthepans Gereja Santa Maria Ratu Bayat, Karang Taruna

Palwaki Manggala Konang, dan Little Family (Junie, Gilang, Putri), terimakasih untuk

canda tawanya.

14. Seluruh subjek pengisian skala dari gereja di Klaten, dan subjek yang dari Solo dan Jogja,

yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih sudah membantu mengisi skala saya.

15. Teman-teman Psikologi angkatan 2008, tidak terasa kita sudah mulai terpisah. Senang bisa

(14)

xii

doa dan kerja samanya selama ini.

Penulis menyadari juga bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih

jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya

membangun. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 23 Maret 2015

(15)

xiii

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI... xiii

DAFTAR TABEL ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. LANDASAN TEORI ... 6

A. Perkawinan ... 6

(16)

xiv

b. Peran pria dan wanita di dalam masyarakat ... 8

B. Kecemasan Menghadapi Perkawinan ... 9

1. Pengertian kecemasan menghadapi perkawinan ... 10

2. Sumber-sumber kecemasn menghadapi perkawinan ... 11

3. Hal –hal yang dicemaskan pria dalam menghadapi perkawinan ... 11

a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan ... 12

b. Kecemasan akan kebosanan dengan seksualitas ... 14

c. Kecemasan akan tanggungjawab pada keluarga ... 14

d. Kecemasan karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga .. 15

4. Hal – hal yang dicemaskan wanita dalam menghadapi perkawinan .. 16

a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan ... 16

b. Kecemasan akan kehamilan dan persalinan ... 17

c. Kecemasan akan kebingungan antara karir dan keluarga ... 18

5. Kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita ... 18

a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan ... 19

1) Kecemasan kehilangan waktu bersama teman-teman ... 19

2) Kecemasan kehilangan waktu untuk bersenang-senang ... 19

3) Kecemasan tidak dapat lagi berrelasi dengan lawan jenis ... 20

4) Kecemasan dalam mengambil keputusan menjadi dibatasi .... 20

b. Kecemasan akan perubahan peran ... 20

1) Kecemasan perubahan peran sebagai suami/istri ... 20

(17)

xv

c. Kecemasan akan karir yang terhambat oleh tanggungjawab

keluarga ... 21

1) Kecemasan jenjang karir yang terhambat ... 21

2) Kecemasan waktu untuk keluarga ... 21

3) Kecemasan kesulitan membagi waktu ... 22

d. Kecemasan oleh tanggungjawab keluarga ... 22

1) Kecemasan memenuhi biaya pendidikan anak ... 22

2) Kecemasan menafkahi keluarga ... 22

3) Kecemasan menyediakan tempat tinggal ... 22

4) Kecemasan biaya kesehatan keluarga ... 23

C. Perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal ... 23

D. Hipotesis ... 25

BAB III. METODE PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian... 26

B. Identifikasi Variabel... 26

C. Definisi Operasional ... 26

1. Kecemasan Menghadapi Perkawinan ... 26

2. Pria dan Wanita Dewasa Awal... 27

D. Subjek Penelitian ... 27

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 28

(18)

xvi

2. Uji Coba Alat Ukur ... 31

a. Proses Pengambilan Data ... 31

b. Seleksi Item ... 33

G. Reliabilitas ... 37

H. Metode Analisis Data ... 38

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39

A. Pelaksanaan Penelitian ... 39

B. Deskripsi Data Penelitian ... 40

1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 40

2. Deskripsi Data Penelitian ... 43

C. Analisis Data Penelitian ... 44

1. Hasil Uji Hipotesis ... 44

a. Uji Normalitas dan Homogenitas... 44

b. Uji t ... 46

2. Hasil Analisis Tambahan ... 47

a. Kategori... 47

b. Analisis Tiap Aspek Kecemasan Menghadapi Perkawinan... 48

D. Pembahasan... 51

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54

A. Kesimpulan ... 54

B. Saran ... 54

(19)

xvii

(20)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Blue Print Kecemasan Menghadapi Perkawinan... 29

Tabel 2. Skor Item Favorable dan Unfavorable Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan ... 30

Tabel 3. Distribusi Item Kecemasan Menghadapi Perkawinan ... 30

Tabel 4. Item yang Baik dan Item yang Gugur ... 35

Tabel 5. Spesifikasi Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Item yang Gugur ... 36

Tabel 6. Tabel Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan untuk Penelitian . 37 Tabel 7. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40

Tabel 8. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Kota Tinggal Subjek ... 40

Tabel 9. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan Subjek... 41

Tabel 10. Diskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia Subjek………..41

Tabel 11. Deskripsi data Subjek berdasarkan jenis kelamin dan usia ... 42

Tabel 12. Mean Empiris dan Mean Teoritis ... 43

Tabel 13. Hasil Uji Normalitas ... 45

Tabel 14. Hasil Uji Homogenitas... 46

Tabel 15. Hasil Uji Hipotesis ... 46

Tabel 16. Kategori Kecemasan Menghadapi Perkawinan pada Pria dan Wanita ... 49

(21)

xix

Lampiran I. Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Uji Coba ... 59

Lampiran II. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Uji Coba ... 65

Lampiran III. Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Untuk Penelitian... 67

Lampiran IV. Reliabilitas Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Untuk Penelitian... 73

Lampiran V. Data Karakteristik Responden ... 74

Lampiran VI. Data Kategorisasi ... 76

Lampiran VII. Rangkuman Data Penelitian ... 78

Lampiran VIII. Hasil Uji Karakteristik Responden ... 79

Lampiran IX. Data Kategorisasi ... 80

Lampiran X. Uji Deskriptif ... 81

Lampiran XI. Hasil Uji Kategorisasi ... 82

Lampiran XII. Hasil Uji kategorisasi ... 83

Lampiran XIII. Hasil Uji Normalitas ... 84

Lampiran XIV. Hasil Uji Homogenitas ... 85

Lampiran XV. Hasil Uji One Sample T Test ... 86

Lampiran XIII. Hasil Uji Independent T Test ... 87

(22)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makluk individu dan makluk sosial yang tidak dapat

hidup sendiri. Pada awalnya terlahir ditengah-tengah keluarga, mulai

berdinamika dan mendapatkan teman-teman baru ditengah masyarakat, dan

akhirnya membentuk keluarga sendiri bersama pasangannya yang diawali

dengan perkawinan.

Dalam kehidupan ini seseorang tidak lepas dari tugas

perkembangannya yaitu dalam menentukan pasangan hidup yang sesuai

dengan keinginan sendiri dan keluarga. Hal ini biasa dialami oleh pria atau

wanita yang menginjak usia dewasa awal. Periode dewasa awal merupakan

masa terpenting bagi individu dimana dirinya dituntut untuk menyesuaikan

diri terhadap pola-pola hidup dan harapan yang baru (Hurlock, 1997), serta

menjalankan peran-peran yang baru dan tumbuh menjadi pribadi yang matang

(Duvall dan Miller, 1985). Tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal

mencakup mendapatkan pekerjaan, memilih teman hidup, belajar hidup

bersama suami atau istri, membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak

dan mengelola rumah tangga (Hurlock, 1997). Pada usia masa dewasa awal

seseorang dihadapkan pada kodrat alam yaitu untuk hidup bersama dalam

(23)

Perkawinan adalah suatu hal yang didambakan oleh sebagian besar

manusia dalam mewujudkan kebahagiaan. Secara umum perkawinan sama

artinya dengan mempersatukan dua orang dengan latar belakang berbeda

untuk seumur hidup, dimana perubahan akan selalu terjadi dan masalah akan

sering muncul. Menurut Rasjid (dalam Ani 2010), perkawinan merupakan

jalan mulia, merupakan pertalian dalam kehidupan manusia untuk saling

tolong menolong dalam kebaikan. Di dalam perkawinan yang dibutuhkan

tidak hanya hubungan biologis semata melainkan harus diperhitungkan

kesiapan fisik, psikis, maupun materi seseorang untuk masuk gerbang

perkawinan dan apabila tidak siap akan menimbulkan kecemasan (Wijayanto,

2007).

Dalam menghadapi perkawinan, persiapan menuju perkawinan

menjadi suatu hal yang sangat penting dilakukan oleh pasangan. Kesiapan

berumah tangga juga merupakan hal yang sangat penting agar tugas-tugas

perkembangan dalam perkawinan dapat terpenuhi (Duvall dan Miller, 1985).

Persiapan ini yang nantinya bisa menjadi salah satu pondasi dalam

membangun perkawinan yang kokoh. Banyak hal yang perlu diperhatikan,

antara lain masalah keuangan, kecocokan dengan anggota keluarga pasangan

dengan calon mertua dan terutama adalah kesiapan mental secara pribadi.

Seseorang mempersiapkan diri menuju gerbang perkawinan suatu hal

(24)

gelisah, kurang percaya diri, merasa tidak mampu, rendah diri, tidak sanggup menyelesaikan masalah serta perasaan-perasan lain yang tidak menyenangkan.

Individu mengalami kecemasan menghadapi perkawinan didukung

oleh gambaran seseorang ketika akan memasuki dunia rumah tangga. Di

dalam hidup berkeluarga terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi

sebagai suatu bentuk tahap kehidupan baru. Mulai dari memasuki sebagai

seseorang dewasa dan pergantian status dari lajang menjadi seorang suami

atau istri yang menuntut adanya penyesuaian diri terus-menerus sepanjang

perkawinan (Hurlock, 2002).

Menurut Aputra dan Husni (1990), gambaran kehidupan berkeluarga

dimulai soal kebutuhan rumah tangga, kehamilan dan merawat anak, merawat

rumah sampai menyesuaikan diri dengan peran baru. Pada seorang pria adanya

tuntutan terhadap keadaan sosial ekonomi dalam menghadapi perkawinan

merupakan tantangan tersendiri pada umumnya. Pria umumnya lebih diberi

kepercayaan untuk menyandang peran sebagai kepala keluarga, pelindung

serta pencari nafkah utama dalam keluarganya. Sementara itu menurut

Crittenden (2002), keinginan wanita untuk memenuhi tugas-tugas

perkembangannya, yaitu untuk berumah tangga dan memiliki anak

berbenturan dengan kekawatirannya akan kehilangan kebebasannya. Hurlock

(1990) mengatakan, seorang wanita yang ingin mencoba berbagai pekerjaan

sebelum menentukan pilihan untuk menjadi seorang wanita karir atau menjadi

(25)

Gambaran tentang dunia rumah tangga yang dialami seorang pria dan

wanita menimbulkan kecemasan menghadapi perkawinan. Di sisi lain, dalam

menghadapi perkawinan seorang pria dan seorang wanita ada juga begitu

merasa bahagia. Perbedaan inilah yang membuat peneliti tertarik untuk

meneliti apakah terdapat perbedaan kecemasan dalam menghadapi perkawinan

pada pria dan wanita dewasa awal.

B. Rumusan masalah

Apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria

dan wanita dewasa awal?

C. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi

perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal.

D. Manfaat penelitian

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian

psikologi keluarga khususnya menyangkut kecemasan menghadapi

perkawinan serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian

selanjutnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan untuk

melakukan penelitian lebih lanjut dengan variabel yang berbeda.

2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi dan

(26)

tentang perkawinan pada pasangan yang mengalami kecemasan

menghadapi perkawinan. Sementara itu, untuk subjek sendiri penelitian

ini diharapkan dapat membantu memberikan referensi tentang hal-hal apa

saja yang harus dipersiapkan sebelum memutuskan untuk berumah

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Perkawinan

1. Pengertian Perkawinan

Kecemasan pada umumnya muncul ketika orang tidak memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang akan ia lakukan. Individu yang menginjak usia dewasa seseorang dituntut untuk masuk kedalam sebuah kehidupan rumah tangga. Pada saat yang sama mereka pada umumnya juga tidak dipersiapkan untuk punya gambaran yang jelas tentang kehidupan perkawinan, oleh sebab itu banyak orang dewasa awal yang mengalami kecemasan menghadapi perkawinan.

Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang

menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis. Pasal 1

UU perkawinan tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri,

dengan tujuan membentuk keluarga, yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa. Gilarso (2001), perkawinan adalah

persekutuan hidup antara seorang pria dengan wanita dalam masyarakat.

Persekutuan atas dasar cinta kasih dengan persetujuan bebas dari

keduanya. Hal ini dikarenakan perkawinan merupakan salah satu

peristiwa yang didambakan dalam kehidupan manusia. Secara umum

(28)

perkawinan adalah suatu ikatan yang sah antara pria dengan wanita untuk

membentuk sebuah keluarga baru.

a. Peran pria dan wanita di dalam keluarga

Menurut Hurlock (1999), seorang pria dan wanita dewasa awal

harus dapat berperan sebagai pasangan yang memuaskan dengan

pasangannya dan orang tua yang terbaik bagi anak-anaknya. Seseorang

yang pada mulanya melakukan sesuatu hal untuk dirinya sendiri akan

berbeda setelah masuk pada dunia perkawinan. Gambaran peran yang

akan disandang seseorang ketika memasuki perkawinan menurut

Dariyo (2003), yaitu seseorang memiliki tugas membentuk, membina,

dan mengembangkan kehidupan rumah tangganya. Selain itu, memiliki

tugas membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak hingga

tumbuh berkembang menjadi seseorang yang dewasa dan mandiri.

Menurut Kertamuda (2009), seorang pria memiliki

tanggungjawab penafkahan bagi kelangsungan kehidupan keluarganya.

Di dalam masyarakat, seorang pria yang berperan sebagai suami, ayah,

sekaligus sebagai kepala keluarga. Sebagai kepala keluarga memiliki

tugas memenuhi kebutuhan anggota keluarganya.

Seorang pria dan seorang wanita juga mengalami kecemasan

menghadapi perkawinan berkaitan dengan hilangnya kebebasan dalam

hidupnya. Seseorang tidak lagi dapat secara bebas menentukan arah

dan perjalanan hidupnya sendiri tanpa diganggu ataupun mengganggu

(29)

Berkaitan dengan karir yang terhambat dengan tanggungjawab

keluarga juga salah satu faktor yang menyebabkan seseorang

mengalami kecemasan menghadapi perkawinan. Santrock (2012),

ketika wanita menunjukkan minat yang lebih besar untuk

mengembangkan karirnya, maka cenderung menunda usia

perkawinannya dan menunda keinginannya untuk memiliki anak. Pada

saat memutuskan untuk berumah tangga, seseorang tidak dapat lagi

secara fokus dalam berkarir. Pikiran dan tenaga seseorang menjadi

terbagi antara keinginannya untuk mengejar karir dengan

tanggungjawabnya dalam keluarga.

b. Peran pria dan wanita di dalam masyarakat

Dariyo (2003), warga negara yang baik adalah dambaan bagi

setiap orang yang ingin hidup tenang, damai, dan bahagia di

tengah-tengah masyarakat. Seseorang di dalam masyarakat memiliki tuntutan

yang harus dipenuhi sesuai dengan norma sosial budaya yang berlaku

di masyarakat. Seorang pria dan wanita di dalam masyarakat memiliki

tuntutan tugas perkembangan yaitu untuk mencari pasangan hidup.

Keluarga baru yang hidup di dalam masyarakat dituntut untuk

mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat.

Seperti contohnya, ikut terlibat dalam kegiatan gotong royong,

kerjabakti membersihkan lingkungan, memperbaiki jalan, dan

(30)

ketertiban dan kemanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar

tidak tercela dimata masyarakat.

B. Kecemasan Menghadapi Perkawinan 1. Kecemasan

Kecemasan disadari atau tidak selalu hadir dalam kehidupan ketika manusia berinteraksi dan berelasi dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia sekitarnya. Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia (Hutagalung, 2007). Daradjat (1996), menyatakan kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seorang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin maupun konflik. Sementara itu, Hurlock (1990) berpendapat bahwa seseorang yang mengalami kecemasan akan memiliki perasaan khawatir, gelisah, kurang percaya diri, merasa tidak mampu, rendah diri, tidak sanggup

menyelesaikan masalah serta perasaan-perasan lain yang tidak

menyenangkan. Kecemasan sering terjadi pada seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang merasa kawatir dan memiliki

perasaan gelisah. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan

bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu

tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan

reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan adalah suatu manifestasi emosi

seseorang yang mengalami tekanan perasaan, pertentangan batin maupun

(31)

2. Pengertian kecemasan menghadapi perkawinan

Kecemasan perkawinan berkaitan dengan gambaran seseorang yang

akan dialami setelah memutuskan untuk berumah tangga. Aputra & Husni

(dalam Sihwening, 2003) kecemasan menghadapi perkawinan mengenai

gambaran kehidupan berkeluarga dengan banyak tantangan yang harus

dihadapi, mulai dari soal kebutuhan rumah tangga, kehamilan, merawat

anak dan merawat rumah sampai menyesuaikan diri dengan pihak suami

atau istri. Sihwening (2003), dalam situasi menghadapi perkawinan,

seseorang merasa kurang memahami apa yang harus dilakukan dan

dipersiapkan. Gambaran tentang tugas dan kewajiban yang bertambah atau

mungkin berubah akan diterima setelah berumah tangga.

Kecemasan menghadapi perkawinan berkaitan dengan kesiapan

seseorang ketika akan memasuki dunia perkawinan. Dewi (2006),

kesiapan perkawinan adalah kesediaan seseorang untuk mempersiapkan

diri membentuk suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan

seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga.

Seperti yang diungkapkan Hurlock (1990), bahwa persiapan perkawinan

menuju kehidupan berumah tangga adalah tugas penting yang harus

dijalani oleh inidvidu.

Kecemasan menghadapi perkawinan adalah perasaan yang tidak

menyenangkan yang dialami oleh seorang pria dan seorang wanita ketika

akan menghadapi perkawinan. Hal ini dikarenakan gambaran perkawinan

(32)

3. Sumber-sumber kecemasan menghadapi perkawinan

a. Kecemasan menghadapi perkawinan yang dialami seseorang

adalah adanya perubahan yang akan terjadi dari sebelum dan

sesudah perkawinan, (Pervin, 2011).

b. Kecemasan menghadapi perkawian ketika seseorang

mengalami konflik dalam diri sendiri berkaitan dengan

kebutuhan kesenangan, kebutuhan berelasi, dan kebutuhan

beraktualisasi diri (Pervin, 2011)

c. Kecemasan menghadapi perkawinan dialami seseorang ketika

timbul perasaan terikat setelah berumah tangga (Fitzgerald,

1999).

d. Kecamasan menghadapi perkawinan berkaitan dengan

penafkahan terhadap keluarganya setelah perkawinan,

(Kertamuda, 2009).

Sumber-sumber kecemasan menghadapi perkawinan dialami

seseorang karena muncul perasaan tentang adanya perubahan dari

sebelum dan sesudah perkawinan.

4. Hal-hal yang dicemaskan pria dalam menghadapi perkawinan

Fitzgerald (1999), pria memiliki pemahaman tentang perkawinan

dalam intuisi sosial yang bersifat fundamental, mereka mengerti akan

kebutuhan keturunan, membesarkan anak, berumah tangga, serta memiliki

(33)

dewasa awal pria dihadapkan pada peranan baru yaitu mulai mencari

pekerjaan yang dirasa dapat menunjang karirnya. Kecemasan pria ketika

sedang mengejar karirnya sampai dengan posisi yang diinginkannya,

disatu sisi ia harus mempersiapkan perkawinan dengan pasangannya.

Fitzgerald (1999) dan Barron (2001) beberapa alasan pria mengalami

kecemasan menghadapi perkawinan, antara lain :

a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan

Kebebasan adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa

tanpa aturan, tanpa kekangan dan merasa tidak digantung oleh orang

lain. Ketika seseorang memutuskan untuk membentuk komitmen maka

akan dihadapkan pada banyak aturan perkawinan. Ada beberapa hal

yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan kehilangan

kebebasan ketika akan menghadapi perkawinan. Baron (2001), salah

satunya adalah kecemasan akan kehidupan keluarga yang terkontrol

atau terikat oleh pasangan. Seseorang merasa bahwa kebebasan

berkumpul atau sekedar hangout dengan teman-teman menjadi

dibatasi. Kehidupan keluarga yang terkontrol oleh pasangan

menyebabkan seseorang merasa ruang lingkup dalam pergaulan

menjadi sangat terbatas.

Seseorang memiliki tanggungjawab untuk tetap menjaga

komitmen perkawinan yang telah disepakati. Komitmen berkaitan pula

dengan perilaku di dalam masyarakat yang harus memiliki kebebasan

(34)

pada sosial budaya adalah bahwa efek globalisasi dan ketidaksesuaian

harus disikapi dengan baik. Pada hal inilah seseorang mengalami

kecemasan akan tidak ada flirting. Firlting adalah istilah untuk

menggambarkan ketertarikan seksual atau romantisme. Biasanya ada

obrolan, bahasa tubuh atau kontak fisik singkat yang terlibat dalam

proses ini. Flirting bisa diartikan sebagai usaha untuk menggoda lawan

jenis. Seseorang yang sudah memasuki dunia perkawinan akan

kehilangan kebebasan untuk melirik lawan jenis yang dianggapn lebih

mempesona dibandingkan dengan pasangannya. Seseorang menjadi

tidak dapat menggoda atau berkenalan secara lebih mendalam dengan

teman lawan jenis.

Seseorang mengalami kecemasan akan privasi dengan

pasangan. Setiap orang tentunya memiliki beberapa hal yang tidak

ingin diketahui oleh orang lain termasuk pasangannya. Disaat

seseorang sudah memutuskan untuk membina keluarga maka hal

tersebut dapat berpotensi menjadi permasalahan. Seseorang harus siap

membicarakan segala hal yang dialami dengan pasangannya.

Kecemasan menghadapi perkawinan berkaitan pula dengan

kesiapan seseorang dalam berbagi kehidupan rumah tangga yang telah

dibina. Perkawinan adalah menyatukan dua insan yang berbeda dalam

satu komitmen. Dalam hal ini setiap pasangan harus memahami

konsep berbagi ketika sudah memasuki dunia perkawinan. Seperti

(35)

sering terjadi adalah berbagi keuangan. Seseorang terkadang tidak

merasa siap untuk berbagi dengan pasangan. Seseorang tidak memiliki

kesiapan untuk berbagi dengan pasangan maka muncul kecemasan

menghadapi perkawinan.

b. Kecemasan akan kebosanan dengan seksualitas

Seseorang menentukan satu orang yang akan dipilih untuk

menjadi pasangan seumur hidupnya. Komitmen yang telah disepakati

harus ditaati dengan sebaik mungkin oleh kedua belah pihak dan tidak

terkecuali dalam bidang seksualitas. Seorang pria yang pada saat

sebelum membina rumah tangga sering berganti-ganti pasangan

merasakan kecemasan menghadapi perkawinan saat dihadapkan pada

situasi seksualitas yang sama.

c. Kecemasan akan tanggungjawab pada keluarga

Fitgerald (1999), kecemasan bertanggungjawab bukan berarti

seorang pria tidak berani bertanggungjawab dengan komitmen

keluarga yang akan dilalui. Seseorang yang memiliki penghasilan atau

pencaharian nafkah yang baik akan memiliki kecemasan yang lebih

rendah. Sebaliknya, seseorang yang memiliki penghasilan rendah akan

memiliki kecemasan menghadapi kecemasan yang tinggi.

Seorang pria memiliki tanggungjawab untuk memberikan

nafkah pada keluarganya yang menyebabkan ia mengalami kecemasan

akan memberikan nafkah. Walgito (2000) mengemukakan bahwa

(36)

kehidupan berkeluarga. Dalam kehidupan seseorang tidak lepas dari

kebutuhan. Seorang pria yang memutuskan untuk membina keluarga

maka harus siap untuk menafkahi pasangannya. Selain itu, seseorang

juga harus siap untuk menafkahi kebutuhan anak-anaknya kelak.

Menafkahi adalah bentuk tanggungjawab hidup ketika sudah berani

memutuskan untuk membina keluarga. Seseorang mengalami

kecemasan menghadapi perkawinan karena adanya perasaan apakah ia

mampu memenuhi nafkah atau tidak.

d. Kecemasan pada karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga

Fitgerald (1999), kecemasan pada karir terhambat oleh

tanggungjawab keluarga. Seorang pria memiliki kecenderungan

bingung memilih antara karir dan membangun keluarga bersama

pasangan. Seseorang yang memiliki jam terbang tinggi dalam karir

akan mengalami kesulitan dalam memperhatikan keluarga. Seseorang

harus memikirkan dan mempertimbangkan dengan baik dalam

mengambil keputusan antara karir dan berumah tangga.

Dari beberapa uraian diatas, beberapa hal yang dicemaskan pria

dalam menghadapi perkawinan yaitu adanya kecemasan akan

kehilangan kebebasan, tanggungjawab pada keluarga, kecemasan akan

kebosanan dengan seksualitas, dan kecemasan pada karir yang

(37)

5. Hal-hal yang dicemaskan wanita dalam menghadapi perkawinan

Dalam memasuki tahap perkawinan banyak hal yang membuat

wanita merasakan kecemasan. Aputra dan Husni (1990), gambaran

kehidupan berkeluarga dimulai soal kebutuhan rumah tangga, kehamilan

dan merawat anak, merawat rumah sampai menyesuaikan diri dengan

peran baru. Crittenden (2002), keinginan wanita untuk memenuhi

tugas-tugas perkembangannya, yaitu untuk berumah tangga dan memiliki anak

berbenturan dengan kekawatirannya akan kehilangan kebebasannya.

Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (1990), seorang wanita yang ingin

mencoba berbagai pekerjaan sebelum menentukan pilihan untuk menjadi

seorang wanita karir atau menjadi seorang ibu rumah tangga yang total.

Dewi (2006) dan Kartono (1992),mengemukakan beberapa hal yang

menyebabkan seorang wanita mengalami kecemasan menghadapi

perkawinan, antara lain :

a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan

Dewi (2006), seperti pada pria, wanita juga mengalami

kecemasan menghadapi perkawinan berkaitan dengan kecemasan akan

kehilangan kebebasan. Bagi seorang wanita memasuki dunia

perkawinan harus siap dengan peran baru yang akan ia terima

nantinya.

Peran sebagai seorang istri merupakan tanggungjawab baru

yang diterima wanita setelah memasuki perkawinan. Peran sebagai

(38)

Wanita yang pada awalnya berfokus pada diri sendiri kemudian

menjadi berfokus pada suami dan anak-anaknya. Kecemasan akan

perubahan peran inilah yang menyebabkan wanita merasakan

kecemasan menghadapi perkaiwnan.

Memutuskan untuk memasuki dunia perkawinan, seseorang

dituntut untuk dapat berbagi kehidupan dengan pasangannya dalam

segala hal. Seperti contoh berbagi tempat tidur, kamar mandi, dan

bahkan masalah keuangan. Seorang wanita yang biasa hidup sendiri,

mengerjakan sesuatu sendiri akan mengalami kecemasan menghadapi

perkawinan berkaitan dengan keharusan berbagi kehidupan dengan

pasangannya.

b. Kecemasan akan kehamilan dan persalinan

Kehamilan dan persalinan merupakan perjuangan yang

mengandung resiko, maka hal ini dapat menimbulkan kecemasan bagi

wanita. Kartono (1992), mengatakan bahwa seorang wanita nantinya

akan menerima pengalaman hamil yang mengakibatkan timbulnya rasa

tegang, kecemasan, konflik batin dan psikis lainya. Semua keresahan

hati dan konflik batin menjadi akut dan intensif seiring dengan

bertambahnya beban jasmaniah selama kehamilan, lebih-lebih pada

saat mendekati kelahiran bayinya. Bobak (2004) mengatakan bahwa

proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan

(39)

terlihat pada seorang wanita yang memiliki gambaran bahwa

kehamilan dan persalinan adalah suatu hal yang menyakitkan.

c. Kecemasan akan kebingungan antara karir dan keluaraga

Pendidikan dan perkembangan dunia pekerjaan yang semakin

maju membuat wanita mempunyai kesempatan yang sama dengan pria

untuk mengembangkan karirnya. Murtiko (dalam Marini, 2007),

semakin banyak wanita yang mempunyai pendidikan tinggi maka

semakin banyak wanita yang bekerja. Banyaknya wanita yang

berambisi untuk mengejar karir mengakibatkan penundaan terhadap

perkawinan (Betz, 1993; Spain & Bianchi, 1996 dalam dewi, 2006).

Bridges (dalam Dewi 2006), mengatakan bahwa meskipun banyak

wanita bekerja yang menunda untuk berumah tangga, mereka tetap

memiliki keinginan untuk membuat suatu komitmen perkawinan

dalam hidup.

Beberapa hal yang dicemaskan wanita dalam menghadapi

perkawinan berdasarkan uraian diatas yaitu adanya kecemasan akan

kehilangan kebebasan, kehamilan dan persalinan, dan kecemasan pada

karir terhambat oleh tanggungjawab keluarga

6. Kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita

Berdasarkan beberapa aspek yang menjadi kecemasan pria dalam

mengadapi perkawinan dan kecemasan wanita dalam menghadapi

(40)

a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan

Perkawinan yang sekali dalam seumur hidup menjadi dambaan

setiap seseorang. Disisi lain, tidak semua gambaran perkawinan

dihadapi dengan bahagia, melainkan ada yang mengalami kecemasan

mengahadapi perkawinan. Seseorang memiliki gambaran bahwa

kebebasannya dengan teman-temannya, kebebasan untuk

bersenang-senang, kebebasan dalam berelasi dengan lawan jenis, dan kebebasan

untuk mengambil keputusan menjadi dibatasi.

1) Kecemasan kehilangan waktu bersama teman-teman

Seseorang yang terbiasa hidup bebas akan mengalami

kecemasan kehilangan kebebasan karena disatu sisi harus

memikirkan pasangannya. Seperti contohnya, kebebasan untuk

berkumpul dengan teman-teman atau sekedar hangeout.

Kehidupan keluarga yang terkontrol oleh pasangan

menyebabkan seseorang merasa ruang lingkup dalam pergaulan

menjadi sangat terbatas.

2) Kecemasan kehilangan waktu untuk bersenang-senang

Seseorang yang memiliki jiwa petualang tinggi akan

mengalami kecemasan menghadapi perkawinan. Seseorang

tidak dapat lagi melakukan aktivitas yang tujuannya hanya

(41)

3) Kecemasan tidak dapat lagi berelasi dengan lawan jenis

Seseorang yang sudah berumah tangga tidak lagi dapat

menggoda atau berkenalan secara lebih mendalam dengan

lawan jenis. Kehidupan perkawinan menuntut seseorang untuk

tidak secara bebas menjalin relasi dengan lawan jenis.

4) Kecemasan dalam mengambil keputusan menjadi dibatasi

Di dalam perkawinan terdapat dua karakter yang

berbeda yang akan hidup bersama. Salah satu memiliki

keinginan maka hendaknya harus dibicarakan dengan pasangan

terlebih dahulu.

b. Kecemasan akan perubahan peran

Gambaran peranan baru yang akan diterima setelah berumah

tangga itu juga dapat menimbulkan kecemasan pada pria dan wanita.

1) Kecemasan perubahan peran sebagai suami/istri

Perkawinan membawa perubahan peran bagi seorang

pria menjadi suami dan seorang wanita menjadi istri.

2) Kecemasan perubahan peran sebagai orang tua

Memasuki dunia perkawinan, pasangan suami istri

yang memiliki anak berubah peran menjadi orang tua.

Menemani, mendidik dan membimbing anak-anaknya

(42)

3) Kecemasan perubahan peran sebagai anggota masyarakat

Pada mulanya seseorang tidak terlibat langsung

didalam masyarakat, namun setelah berumah tangga harus

berhubungan langsung dengan masyarakat. Keluarga yang

dibina hidup dalam masyarakat, sehingga inidvidu

menerima tugas perubahan peran menjadi bagian dari

masyarakat.

c. Kecemasan akan karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga

1) Kecemasan jenjang karir yang terhambat

Seseorang yang telah bekerja pasti mempertimbangkan

perjalanan karirnya sebelum memutuskan untuk berumah

tangga. Hal ini disebabkan karena beberapa perusahaan tidak

ada peningkatan jenjang karir setelah berumah tangga.

Sementara itu, di dalam mengejar jenjang karir yang

diinginkan akan terhambat oleh kehidupan rumahtangganya.

2) Kecemasan waktu untuk keluarga

Seseorang yang telah memutuskan untuk berumah

tangga harus menyadari bahwa ia memiliki keluarga.

Seseorang harus dapat menyisihkan waktu untuk pasangan dan

anak-anaknya. Terkadang ketika seseorang sibuk bekerja maka

(43)

3) Kecemasan kesulitan membagi waktu

Seseorang yang pada awalnya bekerja untuk dirinya

sendiri dan tidak memikirkan waktu untuk keluarga. Pada saat

setelah berumah tangga mau tidak mau seseorang dituntut

untuk dapat membagi waktu dengan adil antara karir dan

keluarga.

d. Kecemasan akan tanggungjawab keluarga

1) Kecemasan memenuhi biaya pendidikan anak

Pada jaman yang semakin modern ini pendidikan dirasa

sangat penting, bahkan dari anak usia dini sudah dipersiapkan

untuk masuk dalam dunia pendidikan. Membiayai pendidikan

ini tentu tidaklah murah seiring dengan meningkatnya biaya

hidup yang semakin mahal. Orang tua dituntut untuk

menyediakan biaya pendidikan sampai anak tamat sekolah atau

sampai selesai di perguruan tinggi.

2) Kecemasan menafkahi keluarga

Seseorang yang sudah memutuskan untuk berumah

tangga, seseorang harus siap dengan tanggungjawab menafkahi

keluarganya. Nafkah berkaitan dengan kelangsungan hidup

anggota keluarga.

3) Kecemasan menyediakan tempat tinggal

Seseorang harus keluar dari rumah orangtuanya ketika

(44)

mempersiapkan tempat tinggal yang akan ditempati setelah

melangsungkan perkawinan. Seorang wanita harus siap untuk

hidup bersama dengan suaminya di rumah sendiri.

4) Kecemasan biaya kesehatan keluarga

Keluarga terbentuk dari beberapa inidvidu yang hidup

bersama dalam satu rumah yang terdiri dari bapak, ibu, dan

anak. Dalam kelangsungan hidup seseorang tidak lepas sari

kesehatan, keluarga dituntut untuk menyediakan biaya

kesehatan bagi anggota keluarganya.

C. Perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita

dewasa awal

Pada pria dan wanita ketika memasuki masa dewasa awal dihadapkan

dengan tugas-tugas perkembangan hidup berkeluarga yang merupakan tugas

terpenting dalam hidupnya. Di dalam situasi menghadapi perkawinan,

seseorang sering merasa kurang memahami apa yang harus dilakukan dan

dipersiapkannya. Tidak adanya kejelasan apa yang akan terjadi setelah

berumah tangga menyebabkan seseorang merasakan kecemasan menghadapi

perkawinan. Kecemasan menghadapi perkawinan ini pada umumnya berarti

bahwa seseorang merasa tugas dan kewajibannya akan bertambah atau

bahkan berubah setelah berumah tangga.

Kecemasan menghadapi perkawinan yang dialami salah satunya yaitu

(45)

terbiasa hidup, bebas dan memiliki jiwa petualang yang tinggi. Setelah

memutuskan untuk berumah tangga pria berfikir bahwa kebebasannya

bersama teman-teman, kesenangan dalam melakukan hobi, berelasi dengan

lawan jenis, dan kebebasan dalam mengambil keputusan akan menjadi

dibatasi. Sedangkan seorang wanita yang terbiasa hidup dengan aturan dalam

keluarga tidak terlalu mengalami kecemasan kehilangan kebebasan.

Kecemasan perubahan peran juga menjadi faktor yang membuat

seorang pria dan wanita mengalami kecemasan menghadapi perkawinan.

Peran baru yang akan diterima sebagai suami/istri dan menjadi orang tua bagi

anak-anaknya dan bagian dari anggota masyarakat. Seorang pria dan wanita

yang pada mulanya melakukan sesuatu hanya utnuk dirinya sendiri kini harus

berubah peran setelah berumah tangga.

Seseorang akan mengalami kecemasan akan kebingungan antara karir

dan keluarga. Disatu sisi ia ingin mengejar karirnya berada pada posisi yang

diinginkan namun disisi lain ia harus memikirkan untuk berumah tangga.

Sehingga muncullah kecemasan tidak dapat mengembangkan karirnya setelah

berkeluarga. Selain itu, seseorang cemas jika nantinya tidak dapat

memeperhatikan keluarganya secara penuh.

Perkawinan tidak lepas dari sebuah tanggungjawab pada keluarga

yang dibina bersama pasangan. Seseorang tidak lepas dari kebutuhan

sehari-hari yang harus dipenuhi, baik itu ketika masih sendiri atau ketika sudah

(46)

memenuhi biaya pendidikan anak, menafkahi keluarga, menyediakan tempat

tinggal, dan biaya kesehatan keluarga.

D. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan landasan teori yang telah dikemukan

maka hipotesis penelitian ini adalah: adanya perbedaan kecemasan

menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal. Berdasarkan

aspek kecemasan akan kehilangan kebebasan, seorang pria akan mengalami

kecemasan lebih tinggi dibandingkan oleh seorang wanita. Pada kecemasan

akan perubahan peran, pria dan wanita dewasa awal memiliki tingkat

kecemasan yang sama. Sementara itu, kecemasan akan karir terhambat akan

tanggungjawab pada keluarga akan lebih tinggi dialami oleh seorang wanita

dibandingkan pria. Dan kecemasan akan tanggungjawab pada keluarga akan

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

kuantitatif komparatif. Penelitian kuantitatif komparatif bertujuan untuk

mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada

pria dan wanita dewasa awal.

B. Identifikasi Variabel

Variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan menghadapi

perkawinan antara pria dan wanita dewasa awal. Variabel independen atau

bebas (x) adalah pria dan wanita dewasa awal. Sedangkan variabel dependen

atau tergantung (y) adalahkecemasan menghadapi perkawinan.

C. Definisi Operasional

1. Kecemasan Menghadapi Perkawinan

Kecemasan menghadapi perkawinan merupakan suatu perasaan

tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang untuk membentuk

keluarga baru. Hal ini berkaitan dengan persiapan perkawinan dan

gambaran kehidupan keluarga dengan banyaknya tantangan yang harus

dihadapi. Tingkat kecemasan menghadapi perkawinan subjek diungkap

(48)

Aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur kecemasan menghadapi

perkawinan subjek terdiri dari kecemasan akan kehilangan kebebasan,

kecemasan akan perubahan peran, kecemasan akan karir yang terhambat

oleh tanggungjawab keluarga, dan kecemsan akan tanggungjawab

keluarga. Tinggi rendahnya tingkat kecemasan mengahdapi perkawinan

subjek ditentukan oleh total nilai yang diperoleh. Semakin tinggi nilai

yang didapatkan subjek maka semakin tinggi juga kecemasan

menghadapi perkawinan yang dimiliki oleh subjek. Sebaliknya rendah

nilai yang didapatkan subjek maka semakin rendah juga kecemasan

menghadapi perkawinan yang dimiliki oleh subjek.

2. Pria dan Wanita Dewasa Awal

Dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap

pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru, seperti

menjadi suami istri, orang tua, dan mencari nafkah. Masa deawa awal

dimulai umur 18 tahun sampai dengan kira-kira umur 40 tahun.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah seseorang yang melakukan

persiapan perkawinan yang berjumlah 70 orang. Metode pengambil sampel

dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Pada metode ini, pemilihan

subjek didasarkan atas ciri atau karakteristik yang sudah diketahui

(49)

1. Seseorang berumur dari 18 tahun sampai 40 tahun.

2. Seseorang yang sudah berpacaran dan mempersiapkan perkawinan.

3. Bertempat tinggal di Solo, Klaten, Yogyakarta.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survei

dengan menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan. Model

skala yang digunakan adalah model Likert. Pernyataan yang digunakan dalam

skala merupakan skala terstruktur. Jawaban sudah disediakan dan subjek

hanya memilih satu jawaban yang sesuai dengan kondisi diri subjek (Azwar,

2011). Skala ini digunakan untuk mengukur kecemasan menghadapi

perkawinan seseorang berdasarkan 4 aspek kecemasan menghadapi

perkawinan.

Berdasarkan keempat aspek tersebut, penulis menyusun 40 butir

pernyataan yang terdiri dari 20 item pernyataan favorable dan 20 item

pernyataan unfavorable yang akan digunakan dalam skala uji coba.

Keseimbangan jumlah item dikarenakan peneliti menganggap bahwa nilai

(50)
[image:50.595.100.504.136.625.2]

Tabel 1

Blue Print Kecemasan Menghadapi Perkawinan

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Item Persen Item Persen Item Persen

1 Kecemasan akan kehilangan kebebasan

5 12,5% 5 12,5% 10 25%

2 Kecemasan akan perubahan peran

5 12,5% 5 12,5% 10 25%

3 Kcemasan akan karir yang

terhambat oleh tanggungjawab keluarga

5 12,5% 5 12,5% 10 25%

4 Kecemasan akan tanggung jawab keluarga

5 12,5% 5 12,5% 10 25%

Jumlah 20 50% 20 50% 40 100%

Skala ini berisi pernyataan-pernyataan dengan empat alternatif jawab,

yaitu “sangat setuju”, “setuju”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”.

Subjek diminta untuk memilih salah satu dari empat alternatif jawaban

tersebut. Penilaian untuk pernyataan yang dipilih subjek adalah sebagai

(51)
[image:51.595.99.513.102.645.2]

Tabel 2

Skor Item Favorable dan Unfavorable Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan

Alternatif Jawaban Skor

Favorable Unfavorable

Sangat Setuju 4 1

Setuju 3 2

Tidak Setuju 2 3 Sangat Tidak Setuju 1 4

Semakin tinggi skor subjek, maka semakin tinggi kecemasan

menghadapi perkawinan subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor subjek,

maka semakin rendah kecemasan menghadapi perkawinan subjek.

Tabel 3

Distribusi Item Kecemasan Mengahadapi Perkawinan

No Aspek Favorable Unfavorable

1 Kecemasan akan kehilangan

kebebasan

4, 10, 16, 24, 31 2, 30, 35, 38, 40

2 Kecemasan akan perubahan peran

1, 8, 15, 19, 37 3, 6, 20, 22, 33

3 Kcemasan akan karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga

5, 11, 13, 23, 39 17, 25, 27, 32, 36

4 Kecemasan akan tanggung jawab keluarga

(52)

F. Validitas dan Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas

Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh

mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi

ukurnya. Menurut Azwar (2011) pengujian validitas berfungsi untuk

mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang

akurat dan sesuai dengan tujuan ukurnya.

Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi.

Validitas ini ditunjukkan untuk melihat sejauh mana item-item dapat

mewakili komponen dalam keseluruhan kawanan isi objek yang ingin

diukur dan sejauh mana item-item mencerminkan ciri perilaku yang

hendak diukur. Validitas yang diukur dengan pengujian terhadap isi alat

ukur dengan analisis rasional atau profesional judgment oleh dosen

pembimbing, yaitu dengan mengadakan evaluasi untuk memeriksa

kualitas item sebagai dasar untuk seleksi

2. Uji Coba Alat Ukur

a. Proses Pengambilan Data

Uji coba alat ukur skala Kecemasan menghadapi perkawinan

yang berjumlah 40 item dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2014 –

30 Juli 2014. Pengambilan data uji coba (try out) skala kecemasan

(53)

yang sama dengan subjek penelitian. Proses pengambilan data adalah

sebagai berikut :

1. Membuat skala

Peneliti menyusun skala kecemasan menghadapi

perkawinan berdasarkan teori yang telah dibuat.

2. Bimbingan

Peneliti melakukan bimbingan kepada dosen pembimbing

untuk mengoreksi dan mendapatkan hasil yang baik dari

skala tersebut.

3. Mengajukan permohonan pada sekretariat gereja untuk

melakukan penelitian.

Peneliti menghubungi petugas secretariat gereja dan

menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan

berkaitan dengan subjek.

4. Pengambilan data

Sesuai waktu yang telah dijadwalkan peneliti melakukan

tryout pada skala yang telah dibuat dengan cara

memberikan skala pada pasangan yang sudah

mempersiapkan perkawinan di gereja tersebut.

5. Olah data dan seleksi item

Peneliti melakukan olah data berdasarkan skala tryout

yang telah diisi oleh responden dan melakukan seleksi

(54)

6. Konsultasi pada dosen pembimbing

Selama proses olah data dan seleksi item, peneliti tetap

melakukan bimbingan pada dosen pembimbing agar

mendapatkan hasil yang baik dengan skala yang tersebut.

7. Mengambil data skala penelitian

Peneliti kembali mengambil data dengan menggunakan

skala penelitian ke gereja yang telah ditentukan

respondennya.

8. Olah data

Peneliti melakukan olah data berdasarkan hasil dari skala

yang telah diisi oleh responden untuk mengetahui hasil

dari rumusan masalah yang diungkapkan.

b. Seleksi Item

Dalam melakukan seleksi item skala psikologi, parameter

yang paling penting adalah indeks daya beda atau indeks daya

diskriminasi item. Daya diskriminasi item adalah sejauh mana item

mampu membedakan seseorang yang memiliki yang tidak memiliki

atribut yang akan diukur (Azwar, 2011). Pada penelitian ini, peneliti

menggunakan batasan ≥ 0,30 dalam melakukan seleksi item. Jadi,

semua pernyataan yang memiliki korelasi dengan skor skala kurang

daripada 0,30 dapat disisihkan dan pernyataan yang akan diikutkan

(55)

yang dimiliki korelasi diatasi 0,30 dengan pengertian semakin tinggi

koefisien korelasi yang mendekati angka 1,00 maka semakin baik

pula konsistensinya (Azwar, 2011).

Penelitian menggunakan rumus koefisien korelasi yang

dihitung dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 for

Windows. Peneliti membuang item yang nilainya dibawa 0,30.

Hasil analisis pengukuran skala kecemasan mengahadapi

perkawinan menunjukkan bahwa dari 40 item yang diuji, terdapat 36

item yang baik dan 4 item yang tidak baik. Item-item yang baik lebih

besar dibandingkan dengan item-item yang tidak baik, jumlah item

baik yang tersisa pada setiap aspek dianggap masih dapat mewakili

(56)
[image:56.595.95.508.103.583.2]

Tabel 4

Item yang Baik dan Item yang Buruk

No Aspek

ItemFavorable ItemUnfavorable

Item Baik Item Gugur Item Baik Item Gugur 1 Kecemasan akan kehilangan kebebasan 4,10,

24, 31 16

2, 30, 35, 38, 40 - 2 Kecemasan akan perubahan peran

1, 8, 15,

19, 37 -

3, 6,

22, 33 20

3

Kcemasan akan karir yang

terhambat oleh tanggungjawab keluarga

5, 11,

13, 39 23

17, 25, 27, 32, 36 - 4 Kecemasan akan tanggung jawab keluarga

2, 7, 18,

21, 28 -

9, 14,

29, 34 26

Pengujian skala kecemasan menghadapi perkawinan

mendapat item yang baik dan item yang gugur. Item-item yang

gugur akan dibuang dan tidak ikut serta dalam skala kecemasan

(57)
[image:57.595.98.509.119.659.2]

Tabel 5

Spesifikasi Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Item yang Gugur

No Aspek Item

Favorable

Item

Unfavorable Jumlah

1 Kecemasan akan kehilangan kebebasan

16 1

2 Kecemasan akan perubahan peran

- 20 1

3 Kecemasan akan karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga

23 - 1

4 Kecemasan akan tanggung jawab keluarga

- 26 1

Jumlah 2 2 4

Item-item yang gugur berasal dari 4 aspek Kecemasan

menghadapi perkawinan yaitu 1 item favorable kecemasan akan

kehilangan kebebasan yaitu pada item no 16. Aspek kecemasan akan

perubahan peran terdapat 1 item unfavorable yang gugur yaitu pada

item no 20. Selain itu, pada aspek kecemasan akan karir yang

terhambat oleh tanggungjawab keluarga terdapat 1 item favorable

yang gugur yaitu item pada nomor 23. Aspek kecemasan akan

tanggung jawab keluarga terdapat 1 item unfavorable yang gugur

yaitu pada no 26. Tabel spesifikasi untuk skala kecemasan

(58)
[image:58.595.100.508.121.591.2]

Tabel 6

Tabel Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan untuk Penelitian

No Aspek Item

Favorable

Item

Unfavorable Total

1 Kecemasan akan kehilangan kebebasan

4,10, 24,31 2, 30, 35, 38,

40 9

2 Kecemasan akan perubahan peran

1, 8, 15, 19, 37

3, 6,

22, 33 9 3 Kcemasan akan

karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga

5, 11, 12, 39

17, 25, 27, 32, 36 9

4 Kecemasan akan tanggung jawab keluarga

23, 7, 18,

21, 28 9, 14, 29, 34 9

Jumlah

18 18 36

G. Reliabilitas

Reliabilitas mengacu pada konsistensi hasil ukur. Taraf reliabilitas

dapat diartikan sebagai taraf sejauh mana suatu alat ukur dapat menunjukkan

konsistensi hasil pengukuran yang diperlihatkan dalam ketepatan dan

ketelitian hasil. Rumus yang digunakan dalam mencari reliabilitas adalah

dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach yang penyajiannya tunggal

(single trial adminitration) dihitung dengan bantuan program SPSS version 16.0 for Windows. Nilai reliabilitas skala dianggap memuaskan apabila

koefisien alpha mendekat 0,90.

(59)

memiliki koefisien Alpha Cronbach 0,953. Hasil tersebut menunjukkan

bahwa skala tersebut reliabel.

H. Metode Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif berdasarkan

data yang telah diperoleh dari hasil penelitian. Analisis data pada penelitian

ini menggunakan teknik uji independent sample t-test (uji t). Metode yang

digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu dengan cara

membandingkan dua kelompok subjek dengan mencari perbedaan mean

antara meditator dan non meditator. Program yang dipakai untuk melakukan

(60)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Penelitian

Pengambilan data penelitian ini kurang lebih dilakukan selama satu

bulan, sejak tanggal 05 Oktober 2014 sampai dengan 05 November 2014.

Waktu pengambilan data termasuk cukup lama karena peneliti kesulitan

dengan kriteria dan kesediaan dari subjek sendiri. Subjek penelitian adalah

seseorang yang melakukan persiapan perkawinan dengan karakteristik

seseorang berumur dari 18 tahun sampai 40 tahun, sudah berpacaran dan

mempersiapkan perkawinan, dan bertempat di Solo, Klaten, Yogyakarta.

Penelitian dilakukan dengan cara menyebar 70 skala kecemasan

menghadapi perkawinan yang telah disusun oleh peneliti, secara langsung

diberikan kepada subjek penelitian. Peneliti kemudian meminta bantuan

teman-teman yang menjadi jembatan antara peneliti dengan subjek yang

terkait. Setelah itu skala yang kembali 70 dan semua skala memenuhi kriteria

yang ditentukan peneliti sebanyak 70. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari

35 seseorang yang berjenis kelamin pria dan 35 seseorang yang berjenis

(61)

B. Deskripsi Data Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini terdiri dari seseorang laki-laki dan

perempuan yang mengalami kecemasan menghadapi perkawinan pada

pria dan wanita dewasa awal. Berikut tabel deskripsi subjek penelitian

[image:61.595.100.512.243.686.2]

berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 7

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

Pria 40 50

Wanita 40 57,1 Total 70 100,0

Tabel di atas menunjukkan bahwa seseorang dengan jenis

kelamin pria sebanyak 35 orang (50%) dan seseorang dengan jenis

kelamin wanita sebanyak 35 orang (50%).

Sementara itu, subjek yang digunakan dalam penelitian ini

diambil dari beberapa kota. Berikut tabel deskripsi subjek penelitian

berdasarkan kota tinggal subjek:

Tabel 8

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Kota Tinggal Subjek

Kota Tinggal

Subjek Frekuensi

Persentase (%)

Solo 23 32,9

Klaten 19 27,1

Yogyakarta 28 40,0 Total 70 100,0

Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian yang tinggal

(62)

di kota Klaten sebanyak 19 orang (27,1%), dan subjek penelitian yang

tinggal di kota Yogyakarta sebanyak 28 orang (40%).

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari berbagai

[image:62.595.98.514.227.649.2]

bidang pekerjaan di beberapa kota Solo, Klaten, dan Yogyakarta. Berikut

tabel deskripsi subjek penelitian berdasarkan pekerjaannya.

Tabel 9

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan Subjek Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)

PNS 8 11,4

Karyawan 33 47,1

Wiraswasta 20 28,6

Lain-lain 9 12,9

Total 70 100,0

Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek dengan pekerjaan PNS

sebanyak 8 orang (11,4%), subjek dengan pekerjaan sebagai karyawan

sebanyak 33 orang (47,1%), responden dengan pekerjaan wiraswasta

sebanyak 20 orang (28,6%), dan subjek dengan pekerjaan lain-lain

sebanyak 9 orang (12,9%).

Deskripsi karakteristik responden berdasarkan usia disajikan

pada tabel berikut ini:

Tabel 10

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan Subjek Usia Frekuensi Persentase (%)

(63)

Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek yang berusia antara

18-20 tahun sebanyak 10 orang (14,3%), subjek yang berusia antara 21-25

tahun sebanyak 17 orang (24,3%), subjek yang berusia antara 26-30

tahun sebanyak 19 orang (27,1%), subjek yang berusia antara 31-35

tahun sebanyak 15 orang (21,4%), dan subjek yang berusia antara 36-40

tahun sebanyak 9 orang (12,9%).

Selanjutnya untuk mengetahui keterkaitan antara jenis kelamin

[image:63.595.99.509.250.579.2]

dan usia responden disajikan pada tabel di bawah ini:

Tabel 11

Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia

Usia

Jenis_Kelamin

Pria % Wanita % Total % 18-20 tahun 3 4,3 7 10,0 10 14,3 21-25 tahun 7 10,0 10 14,3 17 24,3 26-30 tahun 10 14,3 9 12,9 19 27,1 31-35 tahun 9 12,9 6 8,6 15 21,4 36-40 tahun 6 8,6 3 4,3 9 12,9 Total 35 50 35 50 70 100

Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek dengan jenis kelamin

pria yang berusia antara 18-20 tahun sebanyak 3 orang (4,3%) dan

berjenis kelamin wanita sebanyak 7 orang (10%). Subjek dengan jenis

kelamin pria yang berusia antara 21-25 tahun sebanyak 7 orang (10%)

dan berjenis kelamin wanita sebanyak 10 orang (14,3%). Subjek dengan

jenis kelamin pria yang berusia antara 26-30 tahun sebanyak 10 orang

(64)

dengan jenis kelamin pria yang berusia antara 31-35 tahun sebanyak 9

orang (12,9%) dan berjenis kelamin wanita sebanyak 6 orang (8,6%).

Subjek dengan jenis kelamin pria yang berusia antara 36-40 tahun

sebanyak 6 orang (8,6%) dan berjenis kelamin wanita sebanyak 3 orang

(4,3%).

2. Deskripsi Data Penelitian

Deskripsi data penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran

kecenderungan subjek menjawab dan untuk mengetahui apakah subjek

penelitian mengalami kecemasan menghadapi perkawinan yang tinggi

dan rendah. Hal tersebut dilakukan dengan membandingkan mean teoritis

(MT) dan mean empiris (ME). MT dihitung dengan cara manual dan

didapatkan hasil yaitu 90. Sementara untuk ME dihitung menggunakan

[image:64.595.99.518.185.600.2]

one sampel t-test dengan menggunakan SPSS versi 16.0 for windows. Tabel 12

Mean Empiris dan Mean Teoritis

Jenis Kelamin

N Mean Empiris

Mean Teoritis

t p

Pria 35 119,69 90 57,357 ,000 Wanita 35 109,00 90 47,471 ,000

Dari hasil tersebut, dapat dilihat subjek dengan jenis kelamin pria

memiliki t hitung sebesar 57,357 dengan probabilitas 0,000 (

Gambar

Tabel 1 Kecemasan Menghadapi Perkawinan
Tabel 2 Favorable dan Unfavorable
Tabel 4 Item yang Baik dan Item yang Buruk
Tabel 5 Spesifikasi Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Daftar Lampiran ... Latar Belakang ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Anatomi Organ Reproduksi Wanita ... Rongga Panggul ... Organ Reproduksi

Hipotesis yang diajukan adalah ada perbedaan tingkat kecemasan menghadapi pasien antara perawat pria dan wanita menikah di rumah sakit jiwa, dengan asumsi kecemasan perawat

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Kecemasan Pada Warga binaan Pemasyarakatan ... Pengertian kecemasan ...

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan kecemasan menghadapi pernikahan pada wanita dewasa awal, tingkat kematangan emosi pada wanita

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang Masalah ... Rumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Sistematika Penulisan ... Kinerja Karyawan .... Pengertian

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang ... Rumusan Masalah ... Batasan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Penelitian Terdahulu ... Kajian Pustaka ...

DAFTAR LAMPIRAN ... Latar Belakang ... Perumusan Masalah ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... LANDASAN TEORI ... Kriteria Remaja ... Media Massa ... Jenis-jenis

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada tingkat kecemburuan terhadap pasangan pada wanita dan pria usia dewasa