ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif komparatif. Subjek dalam penelitian ini adalah individu yang melakukan persiapan perkawinan yang berjumlah 70 orang. Metode pengambil sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survei dengan menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Model skala yang digunakan adalah model Likert. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik uji independent sample t-test (uji t).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal, dibuktikan dari nilai t hitung sebesar 3,444 dengan nilai probabilitas sebesar 0,001< 0,05, sehingga penelitian ini berhasil membuktikan hipotesis yang diajukan. Diketahui pula bahwa pria memiliki kecemasan menghadapi perkawinan lebih tinggi daripada wanita, dibuktikan dari nilai mean pada pria lebih tinggi daripada nilai mean pada wanita (119,67>109).
.
ABSTRACT
This research was a comparative quantitative research. The subjects were 70 individual in early adulthood stage and preparing for their marriage. Purposive sampling method was used in sampling gathering process, and the data gathering process was using survey method with validated and reliability tested Pre Marital Anxiety Scale. Likert Scale was used as model scale, and Independent Sample T-test is used as data analysis technique.
The research shows that there were difference in Pre-marital anxiety between men and women in early adulthood stage, the result shows 3.444 points on t value with 0.001<0.05 probability value, that validated the hypothesis. Men suffers higher pre-marital anxiety compared to women, proven from higher average point in pre-marital anxiety (119.67 > 109)
.
i
PADA PRIA DAN WANITA DEWASA AWAL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
Oleh:
Ristiana Shinta Dewi NIM : 089114093
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv MOTTO
“Jadilah seperti sungai yang mengalir,
Hening di kala malam. Tak Usah takut pada kegelapan.
Pantulkan bintang-bintang. Jelmakan pula awan-awan,
Sebab awan itulah air, tiada beda dengan sungai, Maka pantulkan juga dengan suka cita, Di kedalamanmu sendiri yang tenteram.”
“Tidak ada yang kebetulan,
yang memang terjadi, ya memang harus terjadi.
v HALAMAN PERSEMBAHAN
vii
PADA PRIA DAN WANITA DEWASA AWAL
Ristiana Shinta Dewi ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal.
Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian kuantitatif komparatif. Subjek dalam penelitian ini adalah individu yang melakukan persiapan perkawinan yang berjumlah 70 orang. Metode pengambil sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survei dengan menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Model skala yang digunakan adalah model Likert. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik uji independent sample t-test (uji t).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal, dibuktikan dari nilai t hitung sebesar 3,444 dengan nilai probabilitas sebesar 0,001< 0,05, sehingga penelitian ini berhasil membuktikan hipotesis yang diajukan. Diketahui pula bahwa pria memiliki kecemasan menghadapi perkawinan lebih tinggi daripada wanita, dibuktikan dari nilai mean pada pria lebih tinggi daripada nilai mean pada wanita (119,67>109).
.
viii
EARLY ADULTHOOD MEN & WOMEN Ristiana Shinta Dewi
ABSTRACT
The research was aimed to seek the observe difference in pre-marital anxiety between man and woman in early adulthood.
This research was a comparative quantitative research. The subjects were 70 individual in early adulthood stage and preparing for their marriage. Purposive sampling method was used in sampling gathering process, and the data gathering process was using survey method with validated and reliability tested Pre Marital Anxiety Scale. Likert Scale was used as model scale, and Independent Sample T-test is used as data analysis technique.
The research shows that there were difference in Pre-marital anxiety between men and women in early adulthood stage, the result shows 3.444 points on t value with 0.001<0.05 probability value, that validated the hypothesis. Men suffers higher marital anxiety compared to women, proven from higher average point in pre-marital anxiety (119.67 > 109)
.
x
Segala puji, hormat dan syukur penulis panjarkan selama proses penulisan skripsi ini.
Penulis juga menyadari bahwa tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan
selesai tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Tarsisius Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Sanata Dharma sekaligus dosen pembimbing skripsi. Terimakasih sudah mendampingi di
akhir-akhir keputusasaan mengerjakan skripsi.
2. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi. M.Si selaku Ketua Program Studi Psikologi, Fakultas
Psikologi Universitas Sanata Dharma sekaligus dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing selama penulis kuliah.
3. Bapak V. Didik Suryo Hartoko, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah banyak
memberikan bimbingan, koreksi, pengetahuan, dan saran dalam penulisan skripsi ini. Terima
kasih juga untuk kesabarannya membimbing penulis.
4. Ibu Sylvia Carolina MYM., M.si dan Ibu Debri Pristinella, M.si selaku Dosen Penguji
Skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, koreksi, pengetahuan, dan saran dalam
penulisan skripsi ini. Terima kasih juga kesabarannya membimbing penulis.
5. Ibu Agnes Indar Etikawati, M.Si., Psikolog selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah
membimbing selama penulis kuliah di Fakultas Psikologi Sanata Dharma.
6. Semua Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma yang telah
membagikan pengetahuan dan ilmunya kepada penulis.
7. Mas Muji, Mas Gandung, Mas Doni, Bu Nanik dam Pak Gie yang sudah membantu penulis
xi
untuk segala dukungan, kesabaran, manja, dan doa yang tulus kalian berikan untukku.
Semoga aku mampu mewujudkan impian kalian py my.
9. My beloved brothers Bernardus Kris, Hans Yosafat Arin, dan Yohan Tri W dan My beloved sisters Mama Debri, Mama Jeslyne, Mama Dio. Ini ungkapan kecil dari kalian yang selalu
membuatku ngerasa mak-jlepp “ayow de, tinggal kamu, ditunggu semuanya”.
10. Mas Antmariez, meski hanya sebentar terimakasih sudah mengajariku banyak hal tentang
hidup di awal aku mulai berproses skipsi. Terbanglah Elang, menjadi garda depan gereja,
Laskar Kristus. Doaku menyertaimu.
11. Sahabat sekaligus saudara, Embun darma, Putri Danish, Marlisa Putri, Ratieh Sekar, De uut,
Beb Tutie, Terimakasih ya sudah bersedia menjadi tempat bercerita disaat galau melanda.
Teman masa kecilku sampai sekarang menjadi “konco gendeng” Alf. Angga Jiwan, nuwun
yo jo sudah selalu merespon rewelku.
12. Sahabatku yang sekarang sudah hidup masing-masing, Intan ayu, Budi Hartono, Irene Putri,
Margareta Tiwi, dan Caecilia Intan. Huuaaa…Rindu moment bersama kalian. Terimakasih
sudah menjadi sahabat di almamater ini.
13. Teman-teman dari OMK Saint Sthepans Gereja Santa Maria Ratu Bayat, Karang Taruna
Palwaki Manggala Konang, dan Little Family (Junie, Gilang, Putri), terimakasih untuk
canda tawanya.
14. Seluruh subjek pengisian skala dari gereja di Klaten, dan subjek yang dari Solo dan Jogja,
yang tidak bisa disebutkan satu persatu. Terimakasih sudah membantu mengisi skala saya.
15. Teman-teman Psikologi angkatan 2008, tidak terasa kita sudah mulai terpisah. Senang bisa
xii
doa dan kerja samanya selama ini.
Penulis menyadari juga bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya
membangun. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Yogyakarta, 23 Maret 2015
xiii
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN MOTTO ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
ABSTRAK ... vii
ABSTRACT ... viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ILMIAH ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI... xiii
DAFTAR TABEL ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. LANDASAN TEORI ... 6
A. Perkawinan ... 6
xiv
b. Peran pria dan wanita di dalam masyarakat ... 8
B. Kecemasan Menghadapi Perkawinan ... 9
1. Pengertian kecemasan menghadapi perkawinan ... 10
2. Sumber-sumber kecemasn menghadapi perkawinan ... 11
3. Hal –hal yang dicemaskan pria dalam menghadapi perkawinan ... 11
a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan ... 12
b. Kecemasan akan kebosanan dengan seksualitas ... 14
c. Kecemasan akan tanggungjawab pada keluarga ... 14
d. Kecemasan karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga .. 15
4. Hal – hal yang dicemaskan wanita dalam menghadapi perkawinan .. 16
a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan ... 16
b. Kecemasan akan kehamilan dan persalinan ... 17
c. Kecemasan akan kebingungan antara karir dan keluarga ... 18
5. Kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita ... 18
a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan ... 19
1) Kecemasan kehilangan waktu bersama teman-teman ... 19
2) Kecemasan kehilangan waktu untuk bersenang-senang ... 19
3) Kecemasan tidak dapat lagi berrelasi dengan lawan jenis ... 20
4) Kecemasan dalam mengambil keputusan menjadi dibatasi .... 20
b. Kecemasan akan perubahan peran ... 20
1) Kecemasan perubahan peran sebagai suami/istri ... 20
xv
c. Kecemasan akan karir yang terhambat oleh tanggungjawab
keluarga ... 21
1) Kecemasan jenjang karir yang terhambat ... 21
2) Kecemasan waktu untuk keluarga ... 21
3) Kecemasan kesulitan membagi waktu ... 22
d. Kecemasan oleh tanggungjawab keluarga ... 22
1) Kecemasan memenuhi biaya pendidikan anak ... 22
2) Kecemasan menafkahi keluarga ... 22
3) Kecemasan menyediakan tempat tinggal ... 22
4) Kecemasan biaya kesehatan keluarga ... 23
C. Perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal ... 23
D. Hipotesis ... 25
BAB III. METODE PENELITIAN ... 26
A. Jenis Penelitian... 26
B. Identifikasi Variabel... 26
C. Definisi Operasional ... 26
1. Kecemasan Menghadapi Perkawinan ... 26
2. Pria dan Wanita Dewasa Awal... 27
D. Subjek Penelitian ... 27
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 28
xvi
2. Uji Coba Alat Ukur ... 31
a. Proses Pengambilan Data ... 31
b. Seleksi Item ... 33
G. Reliabilitas ... 37
H. Metode Analisis Data ... 38
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 39
A. Pelaksanaan Penelitian ... 39
B. Deskripsi Data Penelitian ... 40
1. Deskripsi Subjek Penelitian ... 40
2. Deskripsi Data Penelitian ... 43
C. Analisis Data Penelitian ... 44
1. Hasil Uji Hipotesis ... 44
a. Uji Normalitas dan Homogenitas... 44
b. Uji t ... 46
2. Hasil Analisis Tambahan ... 47
a. Kategori... 47
b. Analisis Tiap Aspek Kecemasan Menghadapi Perkawinan... 48
D. Pembahasan... 51
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 54
A. Kesimpulan ... 54
B. Saran ... 54
xvii
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blue Print Kecemasan Menghadapi Perkawinan... 29
Tabel 2. Skor Item Favorable dan Unfavorable Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan ... 30
Tabel 3. Distribusi Item Kecemasan Menghadapi Perkawinan ... 30
Tabel 4. Item yang Baik dan Item yang Gugur ... 35
Tabel 5. Spesifikasi Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Item yang Gugur ... 36
Tabel 6. Tabel Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan untuk Penelitian . 37 Tabel 7. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin ... 40
Tabel 8. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Kota Tinggal Subjek ... 40
Tabel 9. Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan Subjek... 41
Tabel 10. Diskripsi Data Subjek Berdasarkan Usia Subjek………..41
Tabel 11. Deskripsi data Subjek berdasarkan jenis kelamin dan usia ... 42
Tabel 12. Mean Empiris dan Mean Teoritis ... 43
Tabel 13. Hasil Uji Normalitas ... 45
Tabel 14. Hasil Uji Homogenitas... 46
Tabel 15. Hasil Uji Hipotesis ... 46
Tabel 16. Kategori Kecemasan Menghadapi Perkawinan pada Pria dan Wanita ... 49
xix
Lampiran I. Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Uji Coba ... 59
Lampiran II. Reliabilitas dan Seleksi Item Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Uji Coba ... 65
Lampiran III. Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Untuk Penelitian... 67
Lampiran IV. Reliabilitas Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Untuk Penelitian... 73
Lampiran V. Data Karakteristik Responden ... 74
Lampiran VI. Data Kategorisasi ... 76
Lampiran VII. Rangkuman Data Penelitian ... 78
Lampiran VIII. Hasil Uji Karakteristik Responden ... 79
Lampiran IX. Data Kategorisasi ... 80
Lampiran X. Uji Deskriptif ... 81
Lampiran XI. Hasil Uji Kategorisasi ... 82
Lampiran XII. Hasil Uji kategorisasi ... 83
Lampiran XIII. Hasil Uji Normalitas ... 84
Lampiran XIV. Hasil Uji Homogenitas ... 85
Lampiran XV. Hasil Uji One Sample T Test ... 86
Lampiran XIII. Hasil Uji Independent T Test ... 87
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia adalah makluk individu dan makluk sosial yang tidak dapat
hidup sendiri. Pada awalnya terlahir ditengah-tengah keluarga, mulai
berdinamika dan mendapatkan teman-teman baru ditengah masyarakat, dan
akhirnya membentuk keluarga sendiri bersama pasangannya yang diawali
dengan perkawinan.
Dalam kehidupan ini seseorang tidak lepas dari tugas
perkembangannya yaitu dalam menentukan pasangan hidup yang sesuai
dengan keinginan sendiri dan keluarga. Hal ini biasa dialami oleh pria atau
wanita yang menginjak usia dewasa awal. Periode dewasa awal merupakan
masa terpenting bagi individu dimana dirinya dituntut untuk menyesuaikan
diri terhadap pola-pola hidup dan harapan yang baru (Hurlock, 1997), serta
menjalankan peran-peran yang baru dan tumbuh menjadi pribadi yang matang
(Duvall dan Miller, 1985). Tugas-tugas perkembangan masa dewasa awal
mencakup mendapatkan pekerjaan, memilih teman hidup, belajar hidup
bersama suami atau istri, membentuk suatu keluarga, membesarkan anak-anak
dan mengelola rumah tangga (Hurlock, 1997). Pada usia masa dewasa awal
seseorang dihadapkan pada kodrat alam yaitu untuk hidup bersama dalam
Perkawinan adalah suatu hal yang didambakan oleh sebagian besar
manusia dalam mewujudkan kebahagiaan. Secara umum perkawinan sama
artinya dengan mempersatukan dua orang dengan latar belakang berbeda
untuk seumur hidup, dimana perubahan akan selalu terjadi dan masalah akan
sering muncul. Menurut Rasjid (dalam Ani 2010), perkawinan merupakan
jalan mulia, merupakan pertalian dalam kehidupan manusia untuk saling
tolong menolong dalam kebaikan. Di dalam perkawinan yang dibutuhkan
tidak hanya hubungan biologis semata melainkan harus diperhitungkan
kesiapan fisik, psikis, maupun materi seseorang untuk masuk gerbang
perkawinan dan apabila tidak siap akan menimbulkan kecemasan (Wijayanto,
2007).
Dalam menghadapi perkawinan, persiapan menuju perkawinan
menjadi suatu hal yang sangat penting dilakukan oleh pasangan. Kesiapan
berumah tangga juga merupakan hal yang sangat penting agar tugas-tugas
perkembangan dalam perkawinan dapat terpenuhi (Duvall dan Miller, 1985).
Persiapan ini yang nantinya bisa menjadi salah satu pondasi dalam
membangun perkawinan yang kokoh. Banyak hal yang perlu diperhatikan,
antara lain masalah keuangan, kecocokan dengan anggota keluarga pasangan
dengan calon mertua dan terutama adalah kesiapan mental secara pribadi.
Seseorang mempersiapkan diri menuju gerbang perkawinan suatu hal
gelisah, kurang percaya diri, merasa tidak mampu, rendah diri, tidak sanggup menyelesaikan masalah serta perasaan-perasan lain yang tidak menyenangkan.
Individu mengalami kecemasan menghadapi perkawinan didukung
oleh gambaran seseorang ketika akan memasuki dunia rumah tangga. Di
dalam hidup berkeluarga terdapat banyak konsekuensi yang harus dihadapi
sebagai suatu bentuk tahap kehidupan baru. Mulai dari memasuki sebagai
seseorang dewasa dan pergantian status dari lajang menjadi seorang suami
atau istri yang menuntut adanya penyesuaian diri terus-menerus sepanjang
perkawinan (Hurlock, 2002).
Menurut Aputra dan Husni (1990), gambaran kehidupan berkeluarga
dimulai soal kebutuhan rumah tangga, kehamilan dan merawat anak, merawat
rumah sampai menyesuaikan diri dengan peran baru. Pada seorang pria adanya
tuntutan terhadap keadaan sosial ekonomi dalam menghadapi perkawinan
merupakan tantangan tersendiri pada umumnya. Pria umumnya lebih diberi
kepercayaan untuk menyandang peran sebagai kepala keluarga, pelindung
serta pencari nafkah utama dalam keluarganya. Sementara itu menurut
Crittenden (2002), keinginan wanita untuk memenuhi tugas-tugas
perkembangannya, yaitu untuk berumah tangga dan memiliki anak
berbenturan dengan kekawatirannya akan kehilangan kebebasannya. Hurlock
(1990) mengatakan, seorang wanita yang ingin mencoba berbagai pekerjaan
sebelum menentukan pilihan untuk menjadi seorang wanita karir atau menjadi
Gambaran tentang dunia rumah tangga yang dialami seorang pria dan
wanita menimbulkan kecemasan menghadapi perkawinan. Di sisi lain, dalam
menghadapi perkawinan seorang pria dan seorang wanita ada juga begitu
merasa bahagia. Perbedaan inilah yang membuat peneliti tertarik untuk
meneliti apakah terdapat perbedaan kecemasan dalam menghadapi perkawinan
pada pria dan wanita dewasa awal.
B. Rumusan masalah
Apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria
dan wanita dewasa awal?
C. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi
perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal.
D. Manfaat penelitian
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah kajian
psikologi keluarga khususnya menyangkut kecemasan menghadapi
perkawinan serta dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi penelitian
selanjutnya. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan untuk
melakukan penelitian lebih lanjut dengan variabel yang berbeda.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan refleksi dan
tentang perkawinan pada pasangan yang mengalami kecemasan
menghadapi perkawinan. Sementara itu, untuk subjek sendiri penelitian
ini diharapkan dapat membantu memberikan referensi tentang hal-hal apa
saja yang harus dipersiapkan sebelum memutuskan untuk berumah
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Perkawinan
1. Pengertian Perkawinan
Kecemasan pada umumnya muncul ketika orang tidak memiliki gambaran yang jelas tentang apa yang akan ia lakukan. Individu yang menginjak usia dewasa seseorang dituntut untuk masuk kedalam sebuah kehidupan rumah tangga. Pada saat yang sama mereka pada umumnya juga tidak dipersiapkan untuk punya gambaran yang jelas tentang kehidupan perkawinan, oleh sebab itu banyak orang dewasa awal yang mengalami kecemasan menghadapi perkawinan.
Dalam bahasa Indonesia, perkawinan berasal dari kata “kawin” yang
menurut bahasa artinya membentuk keluarga dengan lawan jenis. Pasal 1
UU perkawinan tahun 1974 menyatakan bahwa perkawinan adalah ikatan
lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri,
dengan tujuan membentuk keluarga, yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa. Gilarso (2001), perkawinan adalah
persekutuan hidup antara seorang pria dengan wanita dalam masyarakat.
Persekutuan atas dasar cinta kasih dengan persetujuan bebas dari
keduanya. Hal ini dikarenakan perkawinan merupakan salah satu
peristiwa yang didambakan dalam kehidupan manusia. Secara umum
perkawinan adalah suatu ikatan yang sah antara pria dengan wanita untuk
membentuk sebuah keluarga baru.
a. Peran pria dan wanita di dalam keluarga
Menurut Hurlock (1999), seorang pria dan wanita dewasa awal
harus dapat berperan sebagai pasangan yang memuaskan dengan
pasangannya dan orang tua yang terbaik bagi anak-anaknya. Seseorang
yang pada mulanya melakukan sesuatu hal untuk dirinya sendiri akan
berbeda setelah masuk pada dunia perkawinan. Gambaran peran yang
akan disandang seseorang ketika memasuki perkawinan menurut
Dariyo (2003), yaitu seseorang memiliki tugas membentuk, membina,
dan mengembangkan kehidupan rumah tangganya. Selain itu, memiliki
tugas membesarkan, mendidik, dan membina anak-anak hingga
tumbuh berkembang menjadi seseorang yang dewasa dan mandiri.
Menurut Kertamuda (2009), seorang pria memiliki
tanggungjawab penafkahan bagi kelangsungan kehidupan keluarganya.
Di dalam masyarakat, seorang pria yang berperan sebagai suami, ayah,
sekaligus sebagai kepala keluarga. Sebagai kepala keluarga memiliki
tugas memenuhi kebutuhan anggota keluarganya.
Seorang pria dan seorang wanita juga mengalami kecemasan
menghadapi perkawinan berkaitan dengan hilangnya kebebasan dalam
hidupnya. Seseorang tidak lagi dapat secara bebas menentukan arah
dan perjalanan hidupnya sendiri tanpa diganggu ataupun mengganggu
Berkaitan dengan karir yang terhambat dengan tanggungjawab
keluarga juga salah satu faktor yang menyebabkan seseorang
mengalami kecemasan menghadapi perkawinan. Santrock (2012),
ketika wanita menunjukkan minat yang lebih besar untuk
mengembangkan karirnya, maka cenderung menunda usia
perkawinannya dan menunda keinginannya untuk memiliki anak. Pada
saat memutuskan untuk berumah tangga, seseorang tidak dapat lagi
secara fokus dalam berkarir. Pikiran dan tenaga seseorang menjadi
terbagi antara keinginannya untuk mengejar karir dengan
tanggungjawabnya dalam keluarga.
b. Peran pria dan wanita di dalam masyarakat
Dariyo (2003), warga negara yang baik adalah dambaan bagi
setiap orang yang ingin hidup tenang, damai, dan bahagia di
tengah-tengah masyarakat. Seseorang di dalam masyarakat memiliki tuntutan
yang harus dipenuhi sesuai dengan norma sosial budaya yang berlaku
di masyarakat. Seorang pria dan wanita di dalam masyarakat memiliki
tuntutan tugas perkembangan yaitu untuk mencari pasangan hidup.
Keluarga baru yang hidup di dalam masyarakat dituntut untuk
mampu menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial di masyarakat.
Seperti contohnya, ikut terlibat dalam kegiatan gotong royong,
kerjabakti membersihkan lingkungan, memperbaiki jalan, dan
ketertiban dan kemanan masyarakat dengan mengendalikan diri agar
tidak tercela dimata masyarakat.
B. Kecemasan Menghadapi Perkawinan 1. Kecemasan
Kecemasan disadari atau tidak selalu hadir dalam kehidupan ketika manusia berinteraksi dan berelasi dengan diri sendiri, orang lain, dan dunia sekitarnya. Sensasi kecemasan sering dialami oleh hampir semua manusia (Hutagalung, 2007). Daradjat (1996), menyatakan kecemasan merupakan manifestasi dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang terjadi ketika seorang sedang mengalami tekanan perasaan dan pertentangan batin maupun konflik. Sementara itu, Hurlock (1990) berpendapat bahwa seseorang yang mengalami kecemasan akan memiliki perasaan khawatir, gelisah, kurang percaya diri, merasa tidak mampu, rendah diri, tidak sanggup
menyelesaikan masalah serta perasaan-perasan lain yang tidak
menyenangkan. Kecemasan sering terjadi pada seseorang dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan seseorang merasa kawatir dan memiliki
perasaan gelisah. Menurut Freud (dalam Alwisol, 2005:28) mengatakan
bahwa kecemasan adalah fungsi ego untuk memperingatkan individu
tentang kemungkinan datangnya suatu bahaya sehingga dapat disiapkan
reaksi adaptif yang sesuai. Kecemasan adalah suatu manifestasi emosi
seseorang yang mengalami tekanan perasaan, pertentangan batin maupun
2. Pengertian kecemasan menghadapi perkawinan
Kecemasan perkawinan berkaitan dengan gambaran seseorang yang
akan dialami setelah memutuskan untuk berumah tangga. Aputra & Husni
(dalam Sihwening, 2003) kecemasan menghadapi perkawinan mengenai
gambaran kehidupan berkeluarga dengan banyak tantangan yang harus
dihadapi, mulai dari soal kebutuhan rumah tangga, kehamilan, merawat
anak dan merawat rumah sampai menyesuaikan diri dengan pihak suami
atau istri. Sihwening (2003), dalam situasi menghadapi perkawinan,
seseorang merasa kurang memahami apa yang harus dilakukan dan
dipersiapkan. Gambaran tentang tugas dan kewajiban yang bertambah atau
mungkin berubah akan diterima setelah berumah tangga.
Kecemasan menghadapi perkawinan berkaitan dengan kesiapan
seseorang ketika akan memasuki dunia perkawinan. Dewi (2006),
kesiapan perkawinan adalah kesediaan seseorang untuk mempersiapkan
diri membentuk suatu ikatan lahir dan batin antara seorang pria dengan
seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga.
Seperti yang diungkapkan Hurlock (1990), bahwa persiapan perkawinan
menuju kehidupan berumah tangga adalah tugas penting yang harus
dijalani oleh inidvidu.
Kecemasan menghadapi perkawinan adalah perasaan yang tidak
menyenangkan yang dialami oleh seorang pria dan seorang wanita ketika
akan menghadapi perkawinan. Hal ini dikarenakan gambaran perkawinan
3. Sumber-sumber kecemasan menghadapi perkawinan
a. Kecemasan menghadapi perkawinan yang dialami seseorang
adalah adanya perubahan yang akan terjadi dari sebelum dan
sesudah perkawinan, (Pervin, 2011).
b. Kecemasan menghadapi perkawian ketika seseorang
mengalami konflik dalam diri sendiri berkaitan dengan
kebutuhan kesenangan, kebutuhan berelasi, dan kebutuhan
beraktualisasi diri (Pervin, 2011)
c. Kecemasan menghadapi perkawinan dialami seseorang ketika
timbul perasaan terikat setelah berumah tangga (Fitzgerald,
1999).
d. Kecamasan menghadapi perkawinan berkaitan dengan
penafkahan terhadap keluarganya setelah perkawinan,
(Kertamuda, 2009).
Sumber-sumber kecemasan menghadapi perkawinan dialami
seseorang karena muncul perasaan tentang adanya perubahan dari
sebelum dan sesudah perkawinan.
4. Hal-hal yang dicemaskan pria dalam menghadapi perkawinan
Fitzgerald (1999), pria memiliki pemahaman tentang perkawinan
dalam intuisi sosial yang bersifat fundamental, mereka mengerti akan
kebutuhan keturunan, membesarkan anak, berumah tangga, serta memiliki
dewasa awal pria dihadapkan pada peranan baru yaitu mulai mencari
pekerjaan yang dirasa dapat menunjang karirnya. Kecemasan pria ketika
sedang mengejar karirnya sampai dengan posisi yang diinginkannya,
disatu sisi ia harus mempersiapkan perkawinan dengan pasangannya.
Fitzgerald (1999) dan Barron (2001) beberapa alasan pria mengalami
kecemasan menghadapi perkawinan, antara lain :
a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan
Kebebasan adalah suatu keadaan dimana seseorang merasa
tanpa aturan, tanpa kekangan dan merasa tidak digantung oleh orang
lain. Ketika seseorang memutuskan untuk membentuk komitmen maka
akan dihadapkan pada banyak aturan perkawinan. Ada beberapa hal
yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan kehilangan
kebebasan ketika akan menghadapi perkawinan. Baron (2001), salah
satunya adalah kecemasan akan kehidupan keluarga yang terkontrol
atau terikat oleh pasangan. Seseorang merasa bahwa kebebasan
berkumpul atau sekedar hangout dengan teman-teman menjadi
dibatasi. Kehidupan keluarga yang terkontrol oleh pasangan
menyebabkan seseorang merasa ruang lingkup dalam pergaulan
menjadi sangat terbatas.
Seseorang memiliki tanggungjawab untuk tetap menjaga
komitmen perkawinan yang telah disepakati. Komitmen berkaitan pula
dengan perilaku di dalam masyarakat yang harus memiliki kebebasan
pada sosial budaya adalah bahwa efek globalisasi dan ketidaksesuaian
harus disikapi dengan baik. Pada hal inilah seseorang mengalami
kecemasan akan tidak ada flirting. Firlting adalah istilah untuk
menggambarkan ketertarikan seksual atau romantisme. Biasanya ada
obrolan, bahasa tubuh atau kontak fisik singkat yang terlibat dalam
proses ini. Flirting bisa diartikan sebagai usaha untuk menggoda lawan
jenis. Seseorang yang sudah memasuki dunia perkawinan akan
kehilangan kebebasan untuk melirik lawan jenis yang dianggapn lebih
mempesona dibandingkan dengan pasangannya. Seseorang menjadi
tidak dapat menggoda atau berkenalan secara lebih mendalam dengan
teman lawan jenis.
Seseorang mengalami kecemasan akan privasi dengan
pasangan. Setiap orang tentunya memiliki beberapa hal yang tidak
ingin diketahui oleh orang lain termasuk pasangannya. Disaat
seseorang sudah memutuskan untuk membina keluarga maka hal
tersebut dapat berpotensi menjadi permasalahan. Seseorang harus siap
membicarakan segala hal yang dialami dengan pasangannya.
Kecemasan menghadapi perkawinan berkaitan pula dengan
kesiapan seseorang dalam berbagi kehidupan rumah tangga yang telah
dibina. Perkawinan adalah menyatukan dua insan yang berbeda dalam
satu komitmen. Dalam hal ini setiap pasangan harus memahami
konsep berbagi ketika sudah memasuki dunia perkawinan. Seperti
sering terjadi adalah berbagi keuangan. Seseorang terkadang tidak
merasa siap untuk berbagi dengan pasangan. Seseorang tidak memiliki
kesiapan untuk berbagi dengan pasangan maka muncul kecemasan
menghadapi perkawinan.
b. Kecemasan akan kebosanan dengan seksualitas
Seseorang menentukan satu orang yang akan dipilih untuk
menjadi pasangan seumur hidupnya. Komitmen yang telah disepakati
harus ditaati dengan sebaik mungkin oleh kedua belah pihak dan tidak
terkecuali dalam bidang seksualitas. Seorang pria yang pada saat
sebelum membina rumah tangga sering berganti-ganti pasangan
merasakan kecemasan menghadapi perkawinan saat dihadapkan pada
situasi seksualitas yang sama.
c. Kecemasan akan tanggungjawab pada keluarga
Fitgerald (1999), kecemasan bertanggungjawab bukan berarti
seorang pria tidak berani bertanggungjawab dengan komitmen
keluarga yang akan dilalui. Seseorang yang memiliki penghasilan atau
pencaharian nafkah yang baik akan memiliki kecemasan yang lebih
rendah. Sebaliknya, seseorang yang memiliki penghasilan rendah akan
memiliki kecemasan menghadapi kecemasan yang tinggi.
Seorang pria memiliki tanggungjawab untuk memberikan
nafkah pada keluarganya yang menyebabkan ia mengalami kecemasan
akan memberikan nafkah. Walgito (2000) mengemukakan bahwa
kehidupan berkeluarga. Dalam kehidupan seseorang tidak lepas dari
kebutuhan. Seorang pria yang memutuskan untuk membina keluarga
maka harus siap untuk menafkahi pasangannya. Selain itu, seseorang
juga harus siap untuk menafkahi kebutuhan anak-anaknya kelak.
Menafkahi adalah bentuk tanggungjawab hidup ketika sudah berani
memutuskan untuk membina keluarga. Seseorang mengalami
kecemasan menghadapi perkawinan karena adanya perasaan apakah ia
mampu memenuhi nafkah atau tidak.
d. Kecemasan pada karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga
Fitgerald (1999), kecemasan pada karir terhambat oleh
tanggungjawab keluarga. Seorang pria memiliki kecenderungan
bingung memilih antara karir dan membangun keluarga bersama
pasangan. Seseorang yang memiliki jam terbang tinggi dalam karir
akan mengalami kesulitan dalam memperhatikan keluarga. Seseorang
harus memikirkan dan mempertimbangkan dengan baik dalam
mengambil keputusan antara karir dan berumah tangga.
Dari beberapa uraian diatas, beberapa hal yang dicemaskan pria
dalam menghadapi perkawinan yaitu adanya kecemasan akan
kehilangan kebebasan, tanggungjawab pada keluarga, kecemasan akan
kebosanan dengan seksualitas, dan kecemasan pada karir yang
5. Hal-hal yang dicemaskan wanita dalam menghadapi perkawinan
Dalam memasuki tahap perkawinan banyak hal yang membuat
wanita merasakan kecemasan. Aputra dan Husni (1990), gambaran
kehidupan berkeluarga dimulai soal kebutuhan rumah tangga, kehamilan
dan merawat anak, merawat rumah sampai menyesuaikan diri dengan
peran baru. Crittenden (2002), keinginan wanita untuk memenuhi
tugas-tugas perkembangannya, yaitu untuk berumah tangga dan memiliki anak
berbenturan dengan kekawatirannya akan kehilangan kebebasannya.
Seperti yang diungkapkan oleh Hurlock (1990), seorang wanita yang ingin
mencoba berbagai pekerjaan sebelum menentukan pilihan untuk menjadi
seorang wanita karir atau menjadi seorang ibu rumah tangga yang total.
Dewi (2006) dan Kartono (1992),mengemukakan beberapa hal yang
menyebabkan seorang wanita mengalami kecemasan menghadapi
perkawinan, antara lain :
a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan
Dewi (2006), seperti pada pria, wanita juga mengalami
kecemasan menghadapi perkawinan berkaitan dengan kecemasan akan
kehilangan kebebasan. Bagi seorang wanita memasuki dunia
perkawinan harus siap dengan peran baru yang akan ia terima
nantinya.
Peran sebagai seorang istri merupakan tanggungjawab baru
yang diterima wanita setelah memasuki perkawinan. Peran sebagai
Wanita yang pada awalnya berfokus pada diri sendiri kemudian
menjadi berfokus pada suami dan anak-anaknya. Kecemasan akan
perubahan peran inilah yang menyebabkan wanita merasakan
kecemasan menghadapi perkaiwnan.
Memutuskan untuk memasuki dunia perkawinan, seseorang
dituntut untuk dapat berbagi kehidupan dengan pasangannya dalam
segala hal. Seperti contoh berbagi tempat tidur, kamar mandi, dan
bahkan masalah keuangan. Seorang wanita yang biasa hidup sendiri,
mengerjakan sesuatu sendiri akan mengalami kecemasan menghadapi
perkawinan berkaitan dengan keharusan berbagi kehidupan dengan
pasangannya.
b. Kecemasan akan kehamilan dan persalinan
Kehamilan dan persalinan merupakan perjuangan yang
mengandung resiko, maka hal ini dapat menimbulkan kecemasan bagi
wanita. Kartono (1992), mengatakan bahwa seorang wanita nantinya
akan menerima pengalaman hamil yang mengakibatkan timbulnya rasa
tegang, kecemasan, konflik batin dan psikis lainya. Semua keresahan
hati dan konflik batin menjadi akut dan intensif seiring dengan
bertambahnya beban jasmaniah selama kehamilan, lebih-lebih pada
saat mendekati kelahiran bayinya. Bobak (2004) mengatakan bahwa
proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan
terlihat pada seorang wanita yang memiliki gambaran bahwa
kehamilan dan persalinan adalah suatu hal yang menyakitkan.
c. Kecemasan akan kebingungan antara karir dan keluaraga
Pendidikan dan perkembangan dunia pekerjaan yang semakin
maju membuat wanita mempunyai kesempatan yang sama dengan pria
untuk mengembangkan karirnya. Murtiko (dalam Marini, 2007),
semakin banyak wanita yang mempunyai pendidikan tinggi maka
semakin banyak wanita yang bekerja. Banyaknya wanita yang
berambisi untuk mengejar karir mengakibatkan penundaan terhadap
perkawinan (Betz, 1993; Spain & Bianchi, 1996 dalam dewi, 2006).
Bridges (dalam Dewi 2006), mengatakan bahwa meskipun banyak
wanita bekerja yang menunda untuk berumah tangga, mereka tetap
memiliki keinginan untuk membuat suatu komitmen perkawinan
dalam hidup.
Beberapa hal yang dicemaskan wanita dalam menghadapi
perkawinan berdasarkan uraian diatas yaitu adanya kecemasan akan
kehilangan kebebasan, kehamilan dan persalinan, dan kecemasan pada
karir terhambat oleh tanggungjawab keluarga
6. Kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita
Berdasarkan beberapa aspek yang menjadi kecemasan pria dalam
mengadapi perkawinan dan kecemasan wanita dalam menghadapi
a. Kecemasan akan kehilangan kebebasan
Perkawinan yang sekali dalam seumur hidup menjadi dambaan
setiap seseorang. Disisi lain, tidak semua gambaran perkawinan
dihadapi dengan bahagia, melainkan ada yang mengalami kecemasan
mengahadapi perkawinan. Seseorang memiliki gambaran bahwa
kebebasannya dengan teman-temannya, kebebasan untuk
bersenang-senang, kebebasan dalam berelasi dengan lawan jenis, dan kebebasan
untuk mengambil keputusan menjadi dibatasi.
1) Kecemasan kehilangan waktu bersama teman-teman
Seseorang yang terbiasa hidup bebas akan mengalami
kecemasan kehilangan kebebasan karena disatu sisi harus
memikirkan pasangannya. Seperti contohnya, kebebasan untuk
berkumpul dengan teman-teman atau sekedar hangeout.
Kehidupan keluarga yang terkontrol oleh pasangan
menyebabkan seseorang merasa ruang lingkup dalam pergaulan
menjadi sangat terbatas.
2) Kecemasan kehilangan waktu untuk bersenang-senang
Seseorang yang memiliki jiwa petualang tinggi akan
mengalami kecemasan menghadapi perkawinan. Seseorang
tidak dapat lagi melakukan aktivitas yang tujuannya hanya
3) Kecemasan tidak dapat lagi berelasi dengan lawan jenis
Seseorang yang sudah berumah tangga tidak lagi dapat
menggoda atau berkenalan secara lebih mendalam dengan
lawan jenis. Kehidupan perkawinan menuntut seseorang untuk
tidak secara bebas menjalin relasi dengan lawan jenis.
4) Kecemasan dalam mengambil keputusan menjadi dibatasi
Di dalam perkawinan terdapat dua karakter yang
berbeda yang akan hidup bersama. Salah satu memiliki
keinginan maka hendaknya harus dibicarakan dengan pasangan
terlebih dahulu.
b. Kecemasan akan perubahan peran
Gambaran peranan baru yang akan diterima setelah berumah
tangga itu juga dapat menimbulkan kecemasan pada pria dan wanita.
1) Kecemasan perubahan peran sebagai suami/istri
Perkawinan membawa perubahan peran bagi seorang
pria menjadi suami dan seorang wanita menjadi istri.
2) Kecemasan perubahan peran sebagai orang tua
Memasuki dunia perkawinan, pasangan suami istri
yang memiliki anak berubah peran menjadi orang tua.
Menemani, mendidik dan membimbing anak-anaknya
3) Kecemasan perubahan peran sebagai anggota masyarakat
Pada mulanya seseorang tidak terlibat langsung
didalam masyarakat, namun setelah berumah tangga harus
berhubungan langsung dengan masyarakat. Keluarga yang
dibina hidup dalam masyarakat, sehingga inidvidu
menerima tugas perubahan peran menjadi bagian dari
masyarakat.
c. Kecemasan akan karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga
1) Kecemasan jenjang karir yang terhambat
Seseorang yang telah bekerja pasti mempertimbangkan
perjalanan karirnya sebelum memutuskan untuk berumah
tangga. Hal ini disebabkan karena beberapa perusahaan tidak
ada peningkatan jenjang karir setelah berumah tangga.
Sementara itu, di dalam mengejar jenjang karir yang
diinginkan akan terhambat oleh kehidupan rumahtangganya.
2) Kecemasan waktu untuk keluarga
Seseorang yang telah memutuskan untuk berumah
tangga harus menyadari bahwa ia memiliki keluarga.
Seseorang harus dapat menyisihkan waktu untuk pasangan dan
anak-anaknya. Terkadang ketika seseorang sibuk bekerja maka
3) Kecemasan kesulitan membagi waktu
Seseorang yang pada awalnya bekerja untuk dirinya
sendiri dan tidak memikirkan waktu untuk keluarga. Pada saat
setelah berumah tangga mau tidak mau seseorang dituntut
untuk dapat membagi waktu dengan adil antara karir dan
keluarga.
d. Kecemasan akan tanggungjawab keluarga
1) Kecemasan memenuhi biaya pendidikan anak
Pada jaman yang semakin modern ini pendidikan dirasa
sangat penting, bahkan dari anak usia dini sudah dipersiapkan
untuk masuk dalam dunia pendidikan. Membiayai pendidikan
ini tentu tidaklah murah seiring dengan meningkatnya biaya
hidup yang semakin mahal. Orang tua dituntut untuk
menyediakan biaya pendidikan sampai anak tamat sekolah atau
sampai selesai di perguruan tinggi.
2) Kecemasan menafkahi keluarga
Seseorang yang sudah memutuskan untuk berumah
tangga, seseorang harus siap dengan tanggungjawab menafkahi
keluarganya. Nafkah berkaitan dengan kelangsungan hidup
anggota keluarga.
3) Kecemasan menyediakan tempat tinggal
Seseorang harus keluar dari rumah orangtuanya ketika
mempersiapkan tempat tinggal yang akan ditempati setelah
melangsungkan perkawinan. Seorang wanita harus siap untuk
hidup bersama dengan suaminya di rumah sendiri.
4) Kecemasan biaya kesehatan keluarga
Keluarga terbentuk dari beberapa inidvidu yang hidup
bersama dalam satu rumah yang terdiri dari bapak, ibu, dan
anak. Dalam kelangsungan hidup seseorang tidak lepas sari
kesehatan, keluarga dituntut untuk menyediakan biaya
kesehatan bagi anggota keluarganya.
C. Perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada pria dan wanita
dewasa awal
Pada pria dan wanita ketika memasuki masa dewasa awal dihadapkan
dengan tugas-tugas perkembangan hidup berkeluarga yang merupakan tugas
terpenting dalam hidupnya. Di dalam situasi menghadapi perkawinan,
seseorang sering merasa kurang memahami apa yang harus dilakukan dan
dipersiapkannya. Tidak adanya kejelasan apa yang akan terjadi setelah
berumah tangga menyebabkan seseorang merasakan kecemasan menghadapi
perkawinan. Kecemasan menghadapi perkawinan ini pada umumnya berarti
bahwa seseorang merasa tugas dan kewajibannya akan bertambah atau
bahkan berubah setelah berumah tangga.
Kecemasan menghadapi perkawinan yang dialami salah satunya yaitu
terbiasa hidup, bebas dan memiliki jiwa petualang yang tinggi. Setelah
memutuskan untuk berumah tangga pria berfikir bahwa kebebasannya
bersama teman-teman, kesenangan dalam melakukan hobi, berelasi dengan
lawan jenis, dan kebebasan dalam mengambil keputusan akan menjadi
dibatasi. Sedangkan seorang wanita yang terbiasa hidup dengan aturan dalam
keluarga tidak terlalu mengalami kecemasan kehilangan kebebasan.
Kecemasan perubahan peran juga menjadi faktor yang membuat
seorang pria dan wanita mengalami kecemasan menghadapi perkawinan.
Peran baru yang akan diterima sebagai suami/istri dan menjadi orang tua bagi
anak-anaknya dan bagian dari anggota masyarakat. Seorang pria dan wanita
yang pada mulanya melakukan sesuatu hanya utnuk dirinya sendiri kini harus
berubah peran setelah berumah tangga.
Seseorang akan mengalami kecemasan akan kebingungan antara karir
dan keluarga. Disatu sisi ia ingin mengejar karirnya berada pada posisi yang
diinginkan namun disisi lain ia harus memikirkan untuk berumah tangga.
Sehingga muncullah kecemasan tidak dapat mengembangkan karirnya setelah
berkeluarga. Selain itu, seseorang cemas jika nantinya tidak dapat
memeperhatikan keluarganya secara penuh.
Perkawinan tidak lepas dari sebuah tanggungjawab pada keluarga
yang dibina bersama pasangan. Seseorang tidak lepas dari kebutuhan
sehari-hari yang harus dipenuhi, baik itu ketika masih sendiri atau ketika sudah
memenuhi biaya pendidikan anak, menafkahi keluarga, menyediakan tempat
tinggal, dan biaya kesehatan keluarga.
D. Hipotesis
Berdasarkan kajian pustaka dan landasan teori yang telah dikemukan
maka hipotesis penelitian ini adalah: adanya perbedaan kecemasan
menghadapi perkawinan pada pria dan wanita dewasa awal. Berdasarkan
aspek kecemasan akan kehilangan kebebasan, seorang pria akan mengalami
kecemasan lebih tinggi dibandingkan oleh seorang wanita. Pada kecemasan
akan perubahan peran, pria dan wanita dewasa awal memiliki tingkat
kecemasan yang sama. Sementara itu, kecemasan akan karir terhambat akan
tanggungjawab pada keluarga akan lebih tinggi dialami oleh seorang wanita
dibandingkan pria. Dan kecemasan akan tanggungjawab pada keluarga akan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif komparatif. Penelitian kuantitatif komparatif bertujuan untuk
mengetahui apakah ada perbedaan kecemasan menghadapi perkawinan pada
pria dan wanita dewasa awal.
B. Identifikasi Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah kecemasan menghadapi
perkawinan antara pria dan wanita dewasa awal. Variabel independen atau
bebas (x) adalah pria dan wanita dewasa awal. Sedangkan variabel dependen
atau tergantung (y) adalahkecemasan menghadapi perkawinan.
C. Definisi Operasional
1. Kecemasan Menghadapi Perkawinan
Kecemasan menghadapi perkawinan merupakan suatu perasaan
tidak menyenangkan yang dialami oleh seseorang untuk membentuk
keluarga baru. Hal ini berkaitan dengan persiapan perkawinan dan
gambaran kehidupan keluarga dengan banyaknya tantangan yang harus
dihadapi. Tingkat kecemasan menghadapi perkawinan subjek diungkap
Aspek-aspek yang digunakan untuk mengukur kecemasan menghadapi
perkawinan subjek terdiri dari kecemasan akan kehilangan kebebasan,
kecemasan akan perubahan peran, kecemasan akan karir yang terhambat
oleh tanggungjawab keluarga, dan kecemsan akan tanggungjawab
keluarga. Tinggi rendahnya tingkat kecemasan mengahdapi perkawinan
subjek ditentukan oleh total nilai yang diperoleh. Semakin tinggi nilai
yang didapatkan subjek maka semakin tinggi juga kecemasan
menghadapi perkawinan yang dimiliki oleh subjek. Sebaliknya rendah
nilai yang didapatkan subjek maka semakin rendah juga kecemasan
menghadapi perkawinan yang dimiliki oleh subjek.
2. Pria dan Wanita Dewasa Awal
Dewasa awal merupakan periode penyesuaian diri terhadap
pola-pola kehidupan yang baru dan harapan-harapan sosial baru, seperti
menjadi suami istri, orang tua, dan mencari nafkah. Masa deawa awal
dimulai umur 18 tahun sampai dengan kira-kira umur 40 tahun.
D. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah seseorang yang melakukan
persiapan perkawinan yang berjumlah 70 orang. Metode pengambil sampel
dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Pada metode ini, pemilihan
subjek didasarkan atas ciri atau karakteristik yang sudah diketahui
1. Seseorang berumur dari 18 tahun sampai 40 tahun.
2. Seseorang yang sudah berpacaran dan mempersiapkan perkawinan.
3. Bertempat tinggal di Solo, Klaten, Yogyakarta.
E. Metode dan Alat Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah metode survei
dengan menggunakan Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan. Model
skala yang digunakan adalah model Likert. Pernyataan yang digunakan dalam
skala merupakan skala terstruktur. Jawaban sudah disediakan dan subjek
hanya memilih satu jawaban yang sesuai dengan kondisi diri subjek (Azwar,
2011). Skala ini digunakan untuk mengukur kecemasan menghadapi
perkawinan seseorang berdasarkan 4 aspek kecemasan menghadapi
perkawinan.
Berdasarkan keempat aspek tersebut, penulis menyusun 40 butir
pernyataan yang terdiri dari 20 item pernyataan favorable dan 20 item
pernyataan unfavorable yang akan digunakan dalam skala uji coba.
Keseimbangan jumlah item dikarenakan peneliti menganggap bahwa nilai
Tabel 1
Blue Print Kecemasan Menghadapi Perkawinan
No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah Item Persen Item Persen Item Persen
1 Kecemasan akan kehilangan kebebasan
5 12,5% 5 12,5% 10 25%
2 Kecemasan akan perubahan peran
5 12,5% 5 12,5% 10 25%
3 Kcemasan akan karir yang
terhambat oleh tanggungjawab keluarga
5 12,5% 5 12,5% 10 25%
4 Kecemasan akan tanggung jawab keluarga
5 12,5% 5 12,5% 10 25%
Jumlah 20 50% 20 50% 40 100%
Skala ini berisi pernyataan-pernyataan dengan empat alternatif jawab,
yaitu “sangat setuju”, “setuju”, “tidak setuju”, dan “sangat tidak setuju”.
Subjek diminta untuk memilih salah satu dari empat alternatif jawaban
tersebut. Penilaian untuk pernyataan yang dipilih subjek adalah sebagai
Tabel 2
Skor Item Favorable dan Unfavorable Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan
Alternatif Jawaban Skor
Favorable Unfavorable
Sangat Setuju 4 1
Setuju 3 2
Tidak Setuju 2 3 Sangat Tidak Setuju 1 4
Semakin tinggi skor subjek, maka semakin tinggi kecemasan
menghadapi perkawinan subjek. Sebaliknya, semakin rendah skor subjek,
maka semakin rendah kecemasan menghadapi perkawinan subjek.
Tabel 3
Distribusi Item Kecemasan Mengahadapi Perkawinan
No Aspek Favorable Unfavorable
1 Kecemasan akan kehilangan
kebebasan
4, 10, 16, 24, 31 2, 30, 35, 38, 40
2 Kecemasan akan perubahan peran
1, 8, 15, 19, 37 3, 6, 20, 22, 33
3 Kcemasan akan karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga
5, 11, 13, 23, 39 17, 25, 27, 32, 36
4 Kecemasan akan tanggung jawab keluarga
F. Validitas dan Uji Coba Alat Ukur 1. Validitas
Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh
mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi
ukurnya. Menurut Azwar (2011) pengujian validitas berfungsi untuk
mengetahui apakah skala psikologi mampu menghasilkan data yang
akurat dan sesuai dengan tujuan ukurnya.
Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi.
Validitas ini ditunjukkan untuk melihat sejauh mana item-item dapat
mewakili komponen dalam keseluruhan kawanan isi objek yang ingin
diukur dan sejauh mana item-item mencerminkan ciri perilaku yang
hendak diukur. Validitas yang diukur dengan pengujian terhadap isi alat
ukur dengan analisis rasional atau profesional judgment oleh dosen
pembimbing, yaitu dengan mengadakan evaluasi untuk memeriksa
kualitas item sebagai dasar untuk seleksi
2. Uji Coba Alat Ukur
a. Proses Pengambilan Data
Uji coba alat ukur skala Kecemasan menghadapi perkawinan
yang berjumlah 40 item dilaksanakan pada tanggal 18 Juni 2014 –
30 Juli 2014. Pengambilan data uji coba (try out) skala kecemasan
yang sama dengan subjek penelitian. Proses pengambilan data adalah
sebagai berikut :
1. Membuat skala
Peneliti menyusun skala kecemasan menghadapi
perkawinan berdasarkan teori yang telah dibuat.
2. Bimbingan
Peneliti melakukan bimbingan kepada dosen pembimbing
untuk mengoreksi dan mendapatkan hasil yang baik dari
skala tersebut.
3. Mengajukan permohonan pada sekretariat gereja untuk
melakukan penelitian.
Peneliti menghubungi petugas secretariat gereja dan
menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan
berkaitan dengan subjek.
4. Pengambilan data
Sesuai waktu yang telah dijadwalkan peneliti melakukan
tryout pada skala yang telah dibuat dengan cara
memberikan skala pada pasangan yang sudah
mempersiapkan perkawinan di gereja tersebut.
5. Olah data dan seleksi item
Peneliti melakukan olah data berdasarkan skala tryout
yang telah diisi oleh responden dan melakukan seleksi
6. Konsultasi pada dosen pembimbing
Selama proses olah data dan seleksi item, peneliti tetap
melakukan bimbingan pada dosen pembimbing agar
mendapatkan hasil yang baik dengan skala yang tersebut.
7. Mengambil data skala penelitian
Peneliti kembali mengambil data dengan menggunakan
skala penelitian ke gereja yang telah ditentukan
respondennya.
8. Olah data
Peneliti melakukan olah data berdasarkan hasil dari skala
yang telah diisi oleh responden untuk mengetahui hasil
dari rumusan masalah yang diungkapkan.
b. Seleksi Item
Dalam melakukan seleksi item skala psikologi, parameter
yang paling penting adalah indeks daya beda atau indeks daya
diskriminasi item. Daya diskriminasi item adalah sejauh mana item
mampu membedakan seseorang yang memiliki yang tidak memiliki
atribut yang akan diukur (Azwar, 2011). Pada penelitian ini, peneliti
menggunakan batasan ≥ 0,30 dalam melakukan seleksi item. Jadi,
semua pernyataan yang memiliki korelasi dengan skor skala kurang
daripada 0,30 dapat disisihkan dan pernyataan yang akan diikutkan
yang dimiliki korelasi diatasi 0,30 dengan pengertian semakin tinggi
koefisien korelasi yang mendekati angka 1,00 maka semakin baik
pula konsistensinya (Azwar, 2011).
Penelitian menggunakan rumus koefisien korelasi yang
dihitung dengan bantuan program komputer SPSS version 16.0 for
Windows. Peneliti membuang item yang nilainya dibawa 0,30.
Hasil analisis pengukuran skala kecemasan mengahadapi
perkawinan menunjukkan bahwa dari 40 item yang diuji, terdapat 36
item yang baik dan 4 item yang tidak baik. Item-item yang baik lebih
besar dibandingkan dengan item-item yang tidak baik, jumlah item
baik yang tersisa pada setiap aspek dianggap masih dapat mewakili
Tabel 4
Item yang Baik dan Item yang Buruk
No Aspek
ItemFavorable ItemUnfavorable
Item Baik Item Gugur Item Baik Item Gugur 1 Kecemasan akan kehilangan kebebasan 4,10,
24, 31 16
2, 30, 35, 38, 40 - 2 Kecemasan akan perubahan peran
1, 8, 15,
19, 37 -
3, 6,
22, 33 20
3
Kcemasan akan karir yang
terhambat oleh tanggungjawab keluarga
5, 11,
13, 39 23
17, 25, 27, 32, 36 - 4 Kecemasan akan tanggung jawab keluarga
2, 7, 18,
21, 28 -
9, 14,
29, 34 26
Pengujian skala kecemasan menghadapi perkawinan
mendapat item yang baik dan item yang gugur. Item-item yang
gugur akan dibuang dan tidak ikut serta dalam skala kecemasan
Tabel 5
Spesifikasi Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan Item yang Gugur
No Aspek Item
Favorable
Item
Unfavorable Jumlah
1 Kecemasan akan kehilangan kebebasan
16 1
2 Kecemasan akan perubahan peran
- 20 1
3 Kecemasan akan karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga
23 - 1
4 Kecemasan akan tanggung jawab keluarga
- 26 1
Jumlah 2 2 4
Item-item yang gugur berasal dari 4 aspek Kecemasan
menghadapi perkawinan yaitu 1 item favorable kecemasan akan
kehilangan kebebasan yaitu pada item no 16. Aspek kecemasan akan
perubahan peran terdapat 1 item unfavorable yang gugur yaitu pada
item no 20. Selain itu, pada aspek kecemasan akan karir yang
terhambat oleh tanggungjawab keluarga terdapat 1 item favorable
yang gugur yaitu item pada nomor 23. Aspek kecemasan akan
tanggung jawab keluarga terdapat 1 item unfavorable yang gugur
yaitu pada no 26. Tabel spesifikasi untuk skala kecemasan
Tabel 6
Tabel Skala Kecemasan Menghadapi Perkawinan untuk Penelitian
No Aspek Item
Favorable
Item
Unfavorable Total
1 Kecemasan akan kehilangan kebebasan
4,10, 24,31 2, 30, 35, 38,
40 9
2 Kecemasan akan perubahan peran
1, 8, 15, 19, 37
3, 6,
22, 33 9 3 Kcemasan akan
karir yang terhambat oleh tanggungjawab keluarga
5, 11, 12, 39
17, 25, 27, 32, 36 9
4 Kecemasan akan tanggung jawab keluarga
23, 7, 18,
21, 28 9, 14, 29, 34 9
Jumlah
18 18 36
G. Reliabilitas
Reliabilitas mengacu pada konsistensi hasil ukur. Taraf reliabilitas
dapat diartikan sebagai taraf sejauh mana suatu alat ukur dapat menunjukkan
konsistensi hasil pengukuran yang diperlihatkan dalam ketepatan dan
ketelitian hasil. Rumus yang digunakan dalam mencari reliabilitas adalah
dengan menggunakan koefisien Alpha Cronbach yang penyajiannya tunggal
(single trial adminitration) dihitung dengan bantuan program SPSS version 16.0 for Windows. Nilai reliabilitas skala dianggap memuaskan apabila
koefisien alpha mendekat 0,90.
memiliki koefisien Alpha Cronbach 0,953. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa skala tersebut reliabel.
H. Metode Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode analisis kuantitatif berdasarkan
data yang telah diperoleh dari hasil penelitian. Analisis data pada penelitian
ini menggunakan teknik uji independent sample t-test (uji t). Metode yang
digunakan untuk menguji hipotesis penelitian yaitu dengan cara
membandingkan dua kelompok subjek dengan mencari perbedaan mean
antara meditator dan non meditator. Program yang dipakai untuk melakukan
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan data penelitian ini kurang lebih dilakukan selama satu
bulan, sejak tanggal 05 Oktober 2014 sampai dengan 05 November 2014.
Waktu pengambilan data termasuk cukup lama karena peneliti kesulitan
dengan kriteria dan kesediaan dari subjek sendiri. Subjek penelitian adalah
seseorang yang melakukan persiapan perkawinan dengan karakteristik
seseorang berumur dari 18 tahun sampai 40 tahun, sudah berpacaran dan
mempersiapkan perkawinan, dan bertempat di Solo, Klaten, Yogyakarta.
Penelitian dilakukan dengan cara menyebar 70 skala kecemasan
menghadapi perkawinan yang telah disusun oleh peneliti, secara langsung
diberikan kepada subjek penelitian. Peneliti kemudian meminta bantuan
teman-teman yang menjadi jembatan antara peneliti dengan subjek yang
terkait. Setelah itu skala yang kembali 70 dan semua skala memenuhi kriteria
yang ditentukan peneliti sebanyak 70. Subjek dalam penelitian ini terdiri dari
35 seseorang yang berjenis kelamin pria dan 35 seseorang yang berjenis
B. Deskripsi Data Penelitian 1. Deskripsi Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini terdiri dari seseorang laki-laki dan
perempuan yang mengalami kecemasan menghadapi perkawinan pada
pria dan wanita dewasa awal. Berikut tabel deskripsi subjek penelitian
[image:61.595.100.512.243.686.2]berdasarkan jenis kelamin.
Tabel 7
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)
Pria 40 50
Wanita 40 57,1 Total 70 100,0
Tabel di atas menunjukkan bahwa seseorang dengan jenis
kelamin pria sebanyak 35 orang (50%) dan seseorang dengan jenis
kelamin wanita sebanyak 35 orang (50%).
Sementara itu, subjek yang digunakan dalam penelitian ini
diambil dari beberapa kota. Berikut tabel deskripsi subjek penelitian
berdasarkan kota tinggal subjek:
Tabel 8
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Kota Tinggal Subjek
Kota Tinggal
Subjek Frekuensi
Persentase (%)
Solo 23 32,9
Klaten 19 27,1
Yogyakarta 28 40,0 Total 70 100,0
Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek penelitian yang tinggal
di kota Klaten sebanyak 19 orang (27,1%), dan subjek penelitian yang
tinggal di kota Yogyakarta sebanyak 28 orang (40%).
Subjek yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari berbagai
[image:62.595.98.514.227.649.2]bidang pekerjaan di beberapa kota Solo, Klaten, dan Yogyakarta. Berikut
tabel deskripsi subjek penelitian berdasarkan pekerjaannya.
Tabel 9
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan Subjek Pekerjaan Frekuensi Persentase (%)
PNS 8 11,4
Karyawan 33 47,1
Wiraswasta 20 28,6
Lain-lain 9 12,9
Total 70 100,0
Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek dengan pekerjaan PNS
sebanyak 8 orang (11,4%), subjek dengan pekerjaan sebagai karyawan
sebanyak 33 orang (47,1%), responden dengan pekerjaan wiraswasta
sebanyak 20 orang (28,6%), dan subjek dengan pekerjaan lain-lain
sebanyak 9 orang (12,9%).
Deskripsi karakteristik responden berdasarkan usia disajikan
pada tabel berikut ini:
Tabel 10
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Pekerjaan Subjek Usia Frekuensi Persentase (%)
Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek yang berusia antara
18-20 tahun sebanyak 10 orang (14,3%), subjek yang berusia antara 21-25
tahun sebanyak 17 orang (24,3%), subjek yang berusia antara 26-30
tahun sebanyak 19 orang (27,1%), subjek yang berusia antara 31-35
tahun sebanyak 15 orang (21,4%), dan subjek yang berusia antara 36-40
tahun sebanyak 9 orang (12,9%).
Selanjutnya untuk mengetahui keterkaitan antara jenis kelamin
[image:63.595.99.509.250.579.2]dan usia responden disajikan pada tabel di bawah ini:
Tabel 11
Deskripsi Data Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
Usia
Jenis_Kelamin
Pria % Wanita % Total % 18-20 tahun 3 4,3 7 10,0 10 14,3 21-25 tahun 7 10,0 10 14,3 17 24,3 26-30 tahun 10 14,3 9 12,9 19 27,1 31-35 tahun 9 12,9 6 8,6 15 21,4 36-40 tahun 6 8,6 3 4,3 9 12,9 Total 35 50 35 50 70 100
Tabel di atas menunjukkan bahwa subjek dengan jenis kelamin
pria yang berusia antara 18-20 tahun sebanyak 3 orang (4,3%) dan
berjenis kelamin wanita sebanyak 7 orang (10%). Subjek dengan jenis
kelamin pria yang berusia antara 21-25 tahun sebanyak 7 orang (10%)
dan berjenis kelamin wanita sebanyak 10 orang (14,3%). Subjek dengan
jenis kelamin pria yang berusia antara 26-30 tahun sebanyak 10 orang
dengan jenis kelamin pria yang berusia antara 31-35 tahun sebanyak 9
orang (12,9%) dan berjenis kelamin wanita sebanyak 6 orang (8,6%).
Subjek dengan jenis kelamin pria yang berusia antara 36-40 tahun
sebanyak 6 orang (8,6%) dan berjenis kelamin wanita sebanyak 3 orang
(4,3%).
2. Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data penelitian dilakukan untuk mengetahui gambaran
kecenderungan subjek menjawab dan untuk mengetahui apakah subjek
penelitian mengalami kecemasan menghadapi perkawinan yang tinggi
dan rendah. Hal tersebut dilakukan dengan membandingkan mean teoritis
(MT) dan mean empiris (ME). MT dihitung dengan cara manual dan
didapatkan hasil yaitu 90. Sementara untuk ME dihitung menggunakan
[image:64.595.99.518.185.600.2]one sampel t-test dengan menggunakan SPSS versi 16.0 for windows. Tabel 12
Mean Empiris dan Mean Teoritis
Jenis Kelamin
N Mean Empiris
Mean Teoritis
t p
Pria 35 119,69 90 57,357 ,000 Wanita 35 109,00 90 47,471 ,000
Dari hasil tersebut, dapat dilihat subjek dengan jenis kelamin pria
memiliki t hitung sebesar 57,357 dengan probabilitas 0,000 (