viii ABSTRAK
PERBEDAAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR
BERDASARKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD PADA PELAJARAN IPS SISWA KELAS IV SD
Jhoni
Universitas Sanata Dharma 2015
Model pembelajaran konvensional (ceramah) belum efektif digunakan dalam proses pembelajaran IPS di SD, karena proses pembelajaran yang terpusat pada guru, sehingga siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran, siswa hanya sebagai pendengar dan guru sebagai sumber pembelajaran sehingga menyebabkan motivasi dan hasil belajar peserta didik yang kurang maksimal. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model cooperative learning tipe STAD karena dalam proses pembelajarannya, siswa dilibatkan secara aktif untuk saling membantu, dan berkerjasama dalam tim serta saling memotivasi untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah ada perbedaan antara motivasi belajar IPS siswa kelas IV yang mengikuti model
cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model
pembelajaran konvensional dan(2) apakah ada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
Metode penelitian menggunakan quasi eksperimental design tipe
nonquivalent control group. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN
Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang berjumlah 20 siswa sebagai kelompok eksperimen, dan siswa kelas IV SDN Blunyaharjo Tegal Rejo yang berjumlah 20 siswa sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, observasi, dan tes. Analisis data menggunakan uji Independent T test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe
STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung lebih besar daripada ttabel (3,830>2,042),
apabila dibandingkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5% (0,000<0,05); dan (2) terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung lebih besar daripada ttabel (3,002>2,042), apabila
dibandingkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,005 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5% (0,005<0,05).
ix
ABSTRACT
THE DIFFERENCES OF MOTIVATION AND LEARNING ACHIEVEMENT ON SOCIAL SUBJECT LEARNING OF GRADE IV STUDENTS OF ELEMENTARY SCHOOL BASED ON COOPERATIVE LEARNING OF
STAD TYPE STAD type research which the students actively involved to help each other in a team and build the motivation. This research aims to determine 1) the differences of motivation on Social Subject learning of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method and 2) the differences of learning achievement of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method.
The method of this research was quasi experimental design of nonquivalent control group type. The subjects were grade IV students of State Elementary School Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta with a total of 20 students as the experimental groups and grade IV students of State Elementary School Blunyaharjo Tegal Rejo with a total of 20 students as the control groups. Data analyses technique used was Independent T test.
The results showed that 1) there were differences of motivation on Social Subject learning of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method. This evidenced with tcount was greater than ttable (3,830>2,042), thus compared the significance value of 0.000 was lower than significance level of 5% (0,000<0,05); and 2) there were differences of learning achievement of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method. This evidenced with tcount was greater than ttable (3,002>2,042), thus compared the significance value of 0.005 was lower than significance level of 5% (0,000<0,05).
PERBEDAAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR
BERDASARKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD
PADA PELAJARAN IPS SISWA KELAS IV SD
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Oleh :
JHONI
NIM: 111134267
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini penulis persembahkan kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus serta Bunda Maria yang selalu menyertai, mendampingi
dan melimpahkan rahmat-Nya setiap saat.
2. Kedua orang tua tercinta, beserta seluruh keluarga besar yang selalu memberi
semangat serta memotivasi penulis selama menempuh perkuliahan dan
selama proses penyusunan skripsi.
3. Semua teman-teman PGSD angkatan 2011, teman-teman kos yang tak bisa
penulis sebutkan satu-persatu yang selalu memberi semangat serta dukunagan
kepada penulis.
4. Keluarga besar SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang telah
mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.
v
MOTTO
“Aku senantiasa mengucap syukur kepada Allahku
karena kamu atas kasih karunia Allah yang
dianugerahkan-Nya kepada kamu dalam Kristus Yesus. Sebab karena Dia
kamu telah menjadi kaya dalam segala hal: dalam segala
macam perkataan dan macam pengetahuan, sesuai dengan
kesaksian tentang Kristus, yang telah diteguhkan di antara
kamu”.
1 Korintus 1 : 4-7
“Bentangan layar yang kita atur, dan bukan arah
angin yang menentukan kemana arah kita”
(Ella Wheeler Wilcox)
“Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia”
viii ABSTRAK
PERBEDAAN MOTIVASI DAN HASIL BELAJAR
BERDASARKAN MODEL COOPERATIVE LEARNING TIPE STAD PADA PELAJARAN IPS SISWA KELAS IV SD
Jhoni
Universitas Sanata Dharma 2015
Model pembelajaran konvensional (ceramah) belum efektif digunakan dalam proses pembelajaran IPS di SD, karena proses pembelajaran yang terpusat pada guru, sehingga siswa tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran, siswa hanya sebagai pendengar dan guru sebagai sumber pembelajaran sehingga menyebabkan motivasi dan hasil belajar peserta didik yang kurang maksimal. Pada penelitian ini, peneliti menggunakan model cooperative learning tipe STAD karena dalam proses pembelajarannya, siswa dilibatkan secara aktif untuk saling membantu, dan berkerjasama dalam tim serta saling memotivasi untuk mencapai tujuan pembelajarannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) apakah ada perbedaan antara motivasi belajar IPS siswa kelas IV yang mengikuti model
cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model
pembelajaran konvensional dan(2) apakah ada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
Metode penelitian menggunakan quasi eksperimental design tipe
nonquivalent control group. Subjek penelitian adalah siswa kelas IV SDN
Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta yang berjumlah 20 siswa sebagai kelompok eksperimen, dan siswa kelas IV SDN Blunyaharjo Tegal Rejo yang berjumlah 20 siswa sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, observasi, dan tes. Analisis data menggunakan uji Independent T test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) terdapat perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe
STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
Hal ini ditunjukkan dari nilai thitung lebih besar daripada ttabel (3,830>2,042),
apabila dibandingkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5% (0,000<0,05); dan (2) terdapat perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV yang mengikuti model pembelajaran konvensional. Hal ini
ditunjukkan dari nilai thitung lebih besar daripada ttabel (3,002>2,042), apabila
dibandingkan dengan nilai signifikansi sebesar 0,005 lebih kecil dari nilai taraf signifikansi 5% (0,005<0,05).
ix
ABSTRACT
THE DIFFERENCES OF MOTIVATION AND LEARNING ACHIEVEMENT ON SOCIAL SUBJECT LEARNING OF GRADE IV STUDENTS OF ELEMENTARY SCHOOL BASED ON COOPERATIVE LEARNING OF
STAD TYPE STAD type research which the students actively involved to help each other in a team and build the motivation. This research aims to determine 1) the differences of motivation on Social Subject learning of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method and 2) the differences of learning achievement of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method.
The method of this research was quasi experimental design of nonquivalent control group type. The subjects were grade IV students of State Elementary School Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta with a total of 20 students as the experimental groups and grade IV students of State Elementary School Blunyaharjo Tegal Rejo with a total of 20 students as the control groups. Data analyses technique used was Independent T test.
The results showed that 1) there were differences of motivation on Social Subject learning of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method. This evidenced with tcount was greater than ttable
(3,830>2,042), thus compared the significance value of 0.000 was lower than significance level of 5% (0,000<0,05); and 2) there were differences of learning achievement of grade IV students between cooperative learning of STAD type and conventional method. This evidenced with tcount was greater than ttable
(3,002>2,042), thus compared the significance value of 0.005 was lower than significance level of 5% (0,000<0,05).
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Esa karena
atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis diberi kesehatan, kekuatan, serta
semangat dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Perbedaan Motivasi dan
Hasil Belajar Berdasarkan Model Cooperative Learning tipe STAD Pada
Pelajaran IPS Siswa Kelas IV SD” dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Strata 1 Program Studi Pendidikan Guru Sekolah
Dasar. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan terselesaikan
dengan baik tanpa ada bantuan dan dukunagan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa yang selalu menyertai serta melimpahkan rahmat-Nya
kepada penulis selama proses penyelesaian karya ilmiah ini.
2. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. G. Ari Nugrahanta, S.J., S.S., BST., M.A., selaku Ketua Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
4. Drs. Puji Purnomo, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, masukan, nasehat dan motivasi kepada penulis
selama menyelesaikan karya ilmiah ini.
5. Laurensia Aptik Evanjeli, S.Psi., M.A., selaku dosen pembimbing II yang
xii
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN ... vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xviii
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 7
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Definisi Operasional... 8
xiii
A. Kajian Pustaka ... 9
1. Motivasi ... 9
a. Pengertian Motivasi ... 9
2. Motivasi Belajar ... 10
a. Pengertian Motivasi Belajar ... 10
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi ... 11
c. Fungsi Motivasi ... 15
d. Macam-macam Motivasi ... 17
e. Prinsip-prinsip Motivasi ... 18
3. Hasil Belajar ... 21
a. Pengertian Hasil Belajar ... 21
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar ... 22
4. Pendekatan Cooperative Learning ... 24
a. Pengertian Cooperative Learning ... 24
b. Unsur-unsur Cooperative Learning ... 25
c. Tujuan Cooperative Learning ... 27
5. Cooperative Learning tipe STAD ... 28
a. Pengertian Cooperative Learning tipe STAD ... 28
b. Langkah-langkah Cooperative Learning tipe STAD... 30
c. Kelebihan Cooperative Learning tipe STAD ... 33
d. Kelemahan Cooperative Learning tipe STAD... 34
6. Ilmu Pengetahuan Sosial ... 35
xiv
b. Tujuan Mata Peajaran IPS di SD/MI... 37
c. Materi Pelajaran IPS... 39
B. Peneitian Yang Relevan... 40
C. Kerangka Berpikir ... 43
D. Hipotesis ... 46
BAB III METODE PENEITIAN ... 47
A. Jenis Peneitian ... 47
B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 49
1. Tempat Penelitian ... 49
2. Waktu peneitian ... 50
C. Popuasi dan Sampel... 51
1. Populasi ... 51
2. Sampel ... 52
E. Variabe Penelitian ... 52
F. Instrumen Penelitian ... 54
G. Metode Pengumpuan Data ... 57
H. Vaiditas dan Reliabilitas ... 59
1. Uji Vaiditas ... 60
2. Reliabilitas ... 70
H. Teknik Anaisis Data ... 71
1. Uji Normailas ... 71
2. Uji Homogenitas ... 72
xv
a. Uji Perbedaan Motivasi Belajar IPS Siswa IV SD... 72
b. Uji Perbedaan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD... 73
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 75
A. Deskripsi Hasil Penelitian ... 75
1. Deskripsi Data Penelitian ... 75
a. Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SD ... 76
1) Data Pre-test Kelas Eksperimen... 76
2) Data Pre-test Kelas Kontrol... 76
3) Data Post-test Kelas Eksperimen... 77
4) Data Post-test Kelas Kontrol... 77
5) Data Peningkatan Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SD... 78
b. Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD ... 79
1) Data Pre-test Kelsa Eksperimen ... 79
2) Data Pre-test Kelas Kontrol ... 79
3) Data Post-test Kelas Eksperimen ... 79
4) Data Post-test Kelas Kontrol ... 80
5) Data Peningkatan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IVSD... 80
2. Prasarat Analisis Data ... 81
a. Uji Normalitas Sebaran ... 81
b. Uji Homogenitas Variansi ... 82
xvi
a. Hipotesis Pertama ... 83
b. Hipotesis Kedua ... 85
B. Pembahasa ... 86
1. Pembahasan Hasil Motivasi Belajar IPS Siswa Kelas IV SD.... 86
2. Pembahasan Hasil Belajar IPS Siswa Kelas IV SD ... 88
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ... 90
A. Kesimpulan ... 90
B. Keterbatasan Penelitian ... 91
C. Saran ... 91
DAFTAR PUSTAKA ... 92
xvii
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 50
Tabel 3.2 Kisi-kisi Skala Motivasi ... 55
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Tes ... 56
Tabel 3.4 Skor Skala Motivasi Belajar ... 58
Tabel 3.5 Lembar Pedoman Observasi ... 58
Tabel 3.6 Uji Validitas Skala Motivasi Belajar ... 61
Tabel 3.7 Validitas Isi Lembar Skala Motivasi Belajar ... 63
Tabel 3.8 Validasi Siabus Pembelajaran ... 65
Tabel 3.9 Validasi RPP ... 66
Tabel 3.10 Validasi Instrumen Tes Hasil Belajar ... 67
Tabel 3.11 Validasi Lembar Observasi ... 69
Tabel 3.12 Reliabilitas Instrumen Penelitian... 71
Tabel 4.1 Hasil Perhitungan Peningkatan Motivasi Belajar IPS... 77
Tabel 4.2 Hasil Perhitungan Peningkatan Hasil Belajar IPS ... 80
Tabel 4.3 Analisis Uji Normalitas Sebaran ... 81
Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Variansi ... 82
Tabel 4.5 Hasil Uji t Motivasi Belajar IPS Siswa ... 83
xviii
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 2.1 Kerangka Perbandingan Penelitian Sebelumnya ... 42
Gambar 3.1 Pengaruh Perlakuan ... 48
xix
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1. Rangkuman Data Penelitian Motivasi Belajar Siswa ... 95
Lampiran 2. Rangkuman Data Penelitian Hasil Belajar Siswa ... 100
Lampiran 3. Siabus Pembelajaran ... 107
Lampiran 4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran... 111
Lampiran 5. Lembar Skala Motivasi Belajar... 118
Lampiran 6. Lembar Tes Siswa ... 123
Lampiran 7. Hasil Uji Viliditas dan Reliabilitas MotivasiBelajar ... 130
Lampiran 8. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Hasil Belajar... 135
Lampiran 9. Pretest dan Posttest Motivasil Belajar Kelas Eksperimen... 142
Lampiran 10. Pretest dan Posttest Motivasil Belajar Kelas Kontrol... 149
Lampiran 11. Pretest dan PosttesHasil Belajar Kelompok Eksperimen... 156
Lampiran 12. Pretest dan PosttesHasil Belajar Kelompok Kontrol ... 167
Lampiran 13. Validasi Perangkat Pembelajaran... 178
Lampiran 14. Lembar Kerja Siswa... 191
Lampiran 15. Surat Ijin Penelitian... 197
Lampiran 16. Surat Keterangan Penelitian... 199
Lampiran 17. Foto-foto Penelitian ... 201
1 BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini dibahas latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional.
A. Latar Belakang
Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang
sangat fundamental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang
pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian pendidikan
itu sangat tergantung pada proses belajar yang dialami oleh peserta didik,
baik ketika peserta didik ada di sekolah maupun di lingkungan rumah atau
keluarga sendiri (Syah, 2004:89). Pendidikan merupakan tahapan kegiatan
yang bersifat kelembagaan seperti sekolah atau madrasah yang
dipergunakan untuk menyempurnakan perkembangan individu dalam
menguasai pengetahuan serta kebiasaan, sikap dan sebagainya. Anak yang
belum dewasa memerlukan bimbingan dan pertolongan dari pihak lain
(orang dewasa) untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas. Pendidikan
yang berkualitas dapat diperoleh dari suatu lembaga (sekolah atau
madrasah) karena di dalamnya terdapat kurikulum, tujuan pendidikan yang
hendak dicapai dan yang terpenting terdapat tenaga pendidik, yakni guru.
Guru mempunyai peran yang sangat penting dalam pendidikan karena guru
Selain itu, guru juga mempunyai kewajiban untuk ikut berpartisipasi
dalam menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan pendidikan.
Guru merupakan komponen pembelajaran yang berperan langsung dalam
proses pembelajaran. Dalam proses belajar mengajar, guru mempunyai tugas
untuk mendorong, membimbing, dan memberi fasilitas bagi peserta didik
untuk mencapai tujuan belajarnya. Guru mempunyai tanggung jawab untuk
melihat segala sesuatu yang terjadi di dalam kelas serta membantu proses
perkembangan peserta didik (Slameto, 2003:97). Hamalik (2013:108)
berpendapat bahwa guru bertanggung jawab melaksanakan sistem
pembelajaran agar dapat berhasil dengan baik. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh guru dalam melaksanakan sistem pembelajaran yang baik
dan untuk membangkitkan motivasi belajar peserta didik yaitu dengan
mengajarkan beberapa mata pelajaran yang termasuk dalam muatan
pendidikan sesuai dengan kurikulum yang ada. Di Indonesia ada banyak
muatan pendidikan wajib yang dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah.
Salah satu dari beberapa muatan pendidikan itu adalah Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial (IPS).
Istilah Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) pertama kali
dikenal di Indonesia sejak tahun 1970-an. Di negara-negara lain Ilmu
Pengetahuan Sosial juga dikenal dengan istilah “Social studies”. Istilah
social studies ini tak lain merupakan hasil kesepakatan dari para ahli atau
pakar di Indonesia dalam seminar Civic Education di Tawangmangu, Solo.
pendidikan nasional pada kurikulum 1975. Pasal 33 UU Sisdiknas
menyatakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan muatan wajib yang harus
ada dalam kurikulum pendidikan dasar dan menengah. Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS) merupakan nama mata pelajaran di tingkat sekolah dasar dan
menengah atau nama program studi di perguruan tinggi (Supriya,
2012:1920). Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di sekolah dasar
perlu diajarkan kepada peserta didik untuk melatih keterampilan sosial
peserta didik.
Pada kenyataannya Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dianggap sebagai
pelajaran yang menakutkan dan sulit bagi peserta didik karena cara
mengajar yang monoton dan hampir tanpa ada variasi kreatif dalam
pembelajaran sehingga membuat peserta didik merasa bosan dengan
kegiatan belajar di kelas, ditambah lagi kurangnya motivasi peserta didik
untuk mengikuti proses pembelajaran serta hasil belajar peserta didik yang
kurang memuaskan.
Permasalahan-permasalahan di atas terjadi dalam pembelajaran IPS
di SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta. Berdasarkan observasi
awal peneliti di SDN Sendangadi 2 Mlati Sleman Yogyakarta, proses
pembelajaran belum mencerminkan misi dan tujuan dari mata pelajaran IPS.
Hal ini tercermin dari model pembelajaran yang digunakan oleh guru di
sekolah tersebut yang masih bersifat konvensional (ceramah), dimana dalam
menyajikan materi, guru menggunakan model pembelajaran yang bersifat
sedangkan peserta didik lebih banyak sebagai penerima. Hal ini
mengakibatkan kurangnya pemahaman peserta didik terhadap materi yang
dijelaskan oleh guru, sehingga hasil belajar peserta didik masih sangat
rendah atau kurang maksimal. Hal ini bisa dilihat dari hasil tes, baik itu
dalam pengerjaan tugas-tugas ataupun pekerjaan rumah yaitu hasil ulangan
yang diperoleh peserta didik rata-rata nilai tes yang diperoleh yaitu: 6,0
dengan variasi nilai yang terendah yaitu 5,0 dan yang tertinggi yaitu 8,0 dari
jumlah keseluruhan peserta didik. Rata-rata persentase peserta didik yang
lulus KKM adalah 65%. Persentase hasil belajar peserta didik tersebut,
merupakan keluaran (output) dari proses belajar mengajar yang
menggunakan model konvensional/metode ceramah yang hanya terpusat
pada guru tanpa memberi kebebasan kepada peserta didik untuk terlibat aktif
dalam proses pembelajaran.
Djamarah dan Zain (1996) berpendapat bahwa metode pembelajaran
konvensional adalah metode pembelajaran tradisional atau disebut juga
dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah dipergunakan
sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan peserta didik dalam proses
belajar dan pembelajaran. Pembelajaran pada metode konvesional, peserta
didik lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan
melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal kepada peserta
didik. Teknik atau cara yang sering digunakan oleh guru pada pembelajaran
konvensional antara lain yaitu metode ceramah, metode tanya jawab,
membuat peserta didik berhasil dan memiliki motivasi yang tinggi dalam
pembelajarannya.
Harapan yang selalu diinginkan oleh setiap guru adalah sejumlah
bahan pelajaran yang disampaikan dapat dikuasai oleh setiap anak didiknya
secara tuntas. Hal ini dirasa cukup sulit mengingat setiap peserta didik tidak
hanya sebagai individu yang memiliki segala keunikan, tetapi mereka juga
sebagai makhluk sosial dengan latar belakang yang berbeda. Berhasil atau
tidaknya Paradigma pendidikan berbasis kompetensi mencakup kurikulum,
pedagogi dan penilaian yang menekankan pada standar dan hasil kurikulum
berisi bahan ajar yang akan diberikan kepada peserta didik melalui proses
pembelajaran di sekolah sangatlah tergantung pada model atau metode
pembelajaran yang digunakan oleh guru.
Berbagai model pembelajaran dikembangkan untuk mengantisipasi
pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu
diantaranya adalah model pembelajaran secara kelompok (kooperatif).
Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kinerja peserta didik dalam
tugas-tugas akademik, unggul dalam membantu peserta didik untuk
memahami konsep-konsep sulit dan membantu peserta didik menumbuhkan
kemampuan berpikir kritis dan saling membantu serta bekerja sama dalam
kelompoknya. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan model
cooperative learning tipe STAD. Alasan peneliti menggunakan model
tersebut, karena dalam penerapannya yakni dalam proses belajar mengajar
serta sangat cocok digunakan dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah
untuk membangkitkan motivasi belajar antar peserta didik. Slavin (dalam
Isjoni, 2013: 74) berpendapat bahwa tipe kooperatif STAD ini menekankan
pada adanya aktivitas dan interaksi di antara siswa untuk saling memotivasi
dan saling membantu dalam menguasai materi pembelajaran guna mencapai
prestasi yang maksimal. Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa model
pembelajaran kooperatif sangat sesuai digunakan dalam proses
pembelajaran di sekolah.
Dari latar belakang di atas, peneliti merumuskan judul penelitian
yaitu “Perbedaan Motivasi dan Hasil Belajar Berdasarkan Model
Cooperative Learning tipe STAD Pada Pelajaran IPS Siswa Kelas IV SD”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah ada perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa kelas IV SD
yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa
kelas IV SD yang mengikuti model pembelajaran konvensional?
2. Apakah ada perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV SD yang
mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa kelas IV
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian sebagai
berikut :
1. Untuk mengetahui perbedaan motivasi belajar IPS antara siswa kelas IV
SD yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa
kelas IV SD yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
2. Untuk mengetahui perbedaan hasil belajar IPS antara siswa kelas IV SD
yang mengikuti model cooperative learning tipe STAD dengan siswa
kelas IV SD yang mengikuti model pembelajaran konvensional.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peserta Didik
Proses penelitian ini diharapkan dapat membangkitkan motivasi
dan hasil belajar peserta didik serta menambah pengalaman belajar baru
yang menyenangkan bagi peserta didik.
2. Bagi Sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi sekolah
dan guru sebagai pertimbangan untuk menciptakan pembelajaran
menggunakan model Cooperative Learning Tipe STAD.
3. Bagi Peneliti
Proses dan hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan peneliti dalam bidang ilmu pendidikan, serta
E. Definisi Operasional
Istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini dijabarkan pada
definisi operasional sebagai berikut :
1. Motivasi belajar adalah segala sesuatu yang menggerakkan serta
mengarahkan peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar demi
mencapai prestasi belajar.
2. Hasil belajar adalah kemampuan dan keterampilan yang diperoleh
peserta didik dari proses pembelajaran yang sudah dilakukan mencakup
kemampuan kognitif.
3. Cooperative Learning merupakan model pembelajaran dalam
kelompok-kelompok kecil yang memberikan kesempatan kepada setiap anggota
kelompok untuk saling berinteraksi dan berkerja sama guna memahami
suatu materi atau bahan pembelajaran.
4. Cooperative Learning Tipe STAD merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana yang dalam
pelaksanaannya terdiri dari kelompok-kelompok kecil berjumlah 4-6
orang siswa.
5. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah suatu disiplin ilmu sosial atau
bidang kajian sosial kemasyarakatan yang mempelajari manusia pada
9 BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini peneliti menjabarkan segala sesuatu yang mendasari teori
penelitian yaitu: kajian pustaka, penelitian yang relevan, kerangka berpikir dan
hipotesis.
A. Kajian Pustaka
1. Motivasi
a. Pengertian Motivasi
Sardiman (2008:73) menjelaskan bahwa motif diartikan
sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk melakukan
sesuatu kegiatan atau aktivitas. Motif dapat dikatakan sebagai daya
penggerak dari dalam diri subjek untuk melakukan aktivitas tertentu
demi mencapai suatu tujuan yang ingin dicapainya. Motivasi
berawal dari kata “motif” yang artinya daya penggerak yang telah
menjadi aktif dalam diri individu. Ada banyak tokoh yang telah
mengemukakan teori tentang motivasi dan memiliki pandangan
yang berbeda-beda tetapi mengarah pada suatu tujuan yang sama
yaitu aktiviatas yang dilakukan seseorang untuk mencapai tujuan
yang ingin dicapai, diantaranya; Slavin yang dikutip oleh Anni., dkk
(2006:156), menjelaskan bahwa motivasi merupakan proses internal
secara terus-menerus. Sejalan dengan Slavin yang dikutip oleh
Anni.,dkk, Slameto (2010:170) menjelaskan bahwa motivasi
merupakan suatu proses yang menentukan tingkat kegiatan,
intensitas, konsistensi, serta arah umum dari tingkah laku manusia.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa
motivasi merupakan daya penggerak yang mendorong serta
memberi arahan tingkah laku seseorang dalam bertindak serta
melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan.
2. Motivasi Belajar
a. Pengertian Motivasi Belajar
Motivasi bagi siswa dapat mengembangkan aktivitas dan
inisiatif, serta dapat mengarahkan ketekunan dalam melakukan
kegiatan belajar. Di dalam belajar banyak siswa yang kurang
termotivasi terhadap pelajaran termasuk didalamnya adalah aktivitas
praktek maupun teori untuk mencapai suatu tujuannya. Ada
beberapa pengertian motivasi belajar sebagai berikut:
Sani (2013:49) menjelaskan bahwa motivasi belajar adalah
segala sesuatu yang dapat memotivasi peserta didik atau individu
untuk melakukan kegiatan belajar. Lebih lanjut Sani menjelaskan
bahwa motivasi merupakan kondisi yang menimbulkan prilaku,
mengarahkan perilaku, atau mempertahankan intensitas perilaku
2014:156) berpendapat bahwa dalam kegiatan belajar, motivasi
dapat dikatakan sebagai keseluruhan daya penggerak dalam diri
individu yang menimbulkan kegiatan belajar, yang menjamin
kelangsungan kegiatan belajar, dan yang memberi arah pada
kegiatan belajar sehingga tujuan yang dikehendaki akan tercapai.
Khodijah (2014:156-157) mengemukakan motivasi belajar
merupakan faktor psikis yang bersifat non intelektual. Peranan yang
khas dari motivasi belajar adalah bertumbuhnya gairah, perasaan
dan semangat untuk belajar. Lebih lanjut Khodijah menjelaskan
bahwa motivasi belajar adalah dorongan yang menjadi penggerak
dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan belajar dan
mencapai tujuan yaitu mencapai prestasi.
Dari beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
motivasi belajar adalah segala sesuatu yang menggerakkan serta
mengarahkan peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar demi
mencapai prestasi belajar.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Motivasi
Dimyati dan Mudjiono (2010:97-100) menjelaskan ada
beberapa faktor yang mempengaruhi motivasi belajar yaitu :
1) Cita-cita atau aspirasi siswa
Cita-cita dapat berlangsung dalam waktu sangat lama,
seseorang” akan memperkuat semangat belajar dan
mengarahkan pelaku belajar.
2) Kemampuan Belajar
Kemampuan belajar meliputi beberapa aspek psikis
yang terdapat dalam diri siswa. Misalnya pengamatan,
perhatian, ingatan, daya pikir, dan fantasi. Siswa yang taraf
perkembangan berpikirnya konkrit (nyata) tidak sama dengan
siswa yang berpikir secara operasioanl (berdasarkan
pengamatan yang dikaitkan dengan kemampuan daya nalarnya).
Jadi siswa yang mempunyai belajar tinggi, biasanya lebih
termotivasi dalam belajar, karena siswa seperti itu lebih sering
memperoleh sukses oleh karena kesuksesan memperkuat
motivasinya.
3) Kondisi Jasmani dan Rohani Siswa
Siswa adalah makhluk yang terdiri dari kesatuan
psikofisik. Jadi kondisi siswa yang mempengaruhi motivasi
belajar berkaitan dengan kondisi fisik dan kondisi psikologis,
tetapi biasanya guru lebih cepat melihat kondisi fisik, karena
lebih jelas menunjukkan gejalanya dari pada kondisi psikologis.
4) Kondisi Lingkungan Kelas
Kondisi lingkungan merupakan unsur-unsur yang
juga lingkungan individu pada umumnya ada tiga yaitu
lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat.
5) Unsur-unsur Dinamis Belajar
Unsur-unsur dinamis dalam belajar adalah unsur-unsur
yang keberadaannya dalam proses belajar yang tidak stabil,
kadang lemah dan bahkan hilang sama sekali.
6) Upaya Guru Membelajarkan Siswa
Upaya yang dimaksud adalah bagaimana guru
mempersiapkan diri dalam membelajarkan siswa mulai dari
penguasaan materi, cara menyampaikannya, menarik perhatian
siswa.
Slameto (2010:54-71) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi motivasi belajar adalah sebagai berikut :
1) Kesehatan
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan beserta
bagian-bagiannya atau bebas dari penyakit. Kesehatan adalah
keadaan atau hal sehat. Kesehatan seseorang berpengaruh
terhadap belajarnya. Seseorang dapat belajar dengan baik
haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin
dengan cara selalu mengindahkan ketentuan-ketentuan tentang
bekerja, belajar, istirahat, tidur makan, olahraga, rekreasi dan
2) Perhatian
Perhatian adalah keaktifan jiwa yang dipertinggi, jiwa
itu pun semata-mata tertuju pada suatu objek (benda/hal) atau
sekumpulan objek. Siswa harus mempunyai perhatian terhadap
bahan pelajaran yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak
menjadi perhatian siswa, maka timbulah kebosanan dan tidak
lagi suka belajar. Siswa dapat belajar dengan baik melalui
pelajaran yang disesuaikan dengan hobi atau bakatnya.
3) Minat
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk
memperhatikan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang
diminati seseoarang, diperhatikan terus-menerus yang disertai
dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena
perhatian sifatnya sementara (tidak dalam waktu yang lama)
dan belum tentu diikuti dengan perasaan senang, sedangkan
minat selalu diikuti dengan perasaan senang dan dari itu
diperoleh kepuasan.
4) Bakat
Bakat merupakan kemampuan untuk belajar.
Kemampuan itu baru terealisasi menjadi kecakapan yang nyata
sesudah belajar atau berlatih. Bakat itu mempengaruhi belajar,
jika bahan pelajaran yang dipelajari sesuai dengan bakatnya,
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
faktor-faktor yang mempengaruhi belajar yaitu faktor-faktor intrinsik dan faktor-faktor
ekstrinsik. Yang termasuk dalam faktor intrinsik adalah kesehatan,
perhatian, minat, dan bakat, sedangkan yang termasuk dalam faktor
ekstrinsik adalah metode mengajar, alat pelajaran, dan kondisi
lingkungan.
c. Fungsi Motivasi Belajar
Sardiman (2003:85) mengemukakan bahwa dalam kaitannya
dengan belajar, motivasi memiliki fungsi yaitu sebagai daya
penggerak untuk melakukan kegiatan belajar. Lebih lanjut Sardiman
membagi fungsi motivasi sebagai berikut :
1) Mendorong manusia untuk berbuat. Jadi motivasi sebagai
penggerak atau motor yang melepaskan energi motivasi dalam
hal ini merupakan motor penggerak yang akan digerakkan.
2) Menentukan arah perbuatan yakni ke arah tujuan yang akan
dicapai. Jadi motivasi dapat memberi arah kegiatan yang harus
dikerjakan agar sesuai dengan tujuannya.
3) Menyeleksi perbuatan yakni menentukan perbuatan yang harus
dikerjakan yang sesuai untuk mencapai tujuan dengan
menyisihkan perbuatan yang tidak bermanfaat bagi tujuan
Sejalan dengan Sardiman, Purwanto (2009:70-71)
berpendapat bahwa ada beberapa fungsi motivasi yaitu sebagai
berikut:
1) Motif itu mendorong manusia untuk berbuat atau bertindak.
Motif itu berfungsi sebagai penggerak atau sebagai motor yang
memberikan energi (kekuatan) kepada seseorang untuk
melakukan suatu tugas.
2) Motif itu menentukan arah perbuatan yakni ke arah perwujudan
suatu tujuan atau cita-cita. Motivasi mencegah penyelewengan
dari jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan itu.
Makin jelas tujuan itu, makin jelas pula terbentang jalan yang
harus ditempuh.
3) Motif menyeleksi perbuatan kita. Artinya menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang harus dilakukan, yang serasi,
guna mencapai tujuan itu dengan menyampingkan perbuatan
yang tak bermanfaat bagi tujuan itu.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
fungsi motivasi dalam belajar adalah sebagai pendorong dan
pengarah seseorang atau siswa pada aktivitas mereka dalam
d. Macam-macam Motivasi
Gunarsa (2004:50-51) menjelaskan bahwa motivasi secara
umum dibedakan menjadi dua macam yaitu motivasi intrinsik dan
motivasi ekstrinsik. Adapun uraian kedua pengertian motivasi
intrinsik dan ekstrinsik menurut Gunarsa di bawah ini sebagai
berikut:
1) Motivasi Intrinsik merupakan dorongan atau kehendak yang
kuat yang berasal dari dalam diri seseorang. Semakin kuat
motivasi instrinsik yang dimiliki oleh seseorang, semakin besar
kemungkinan Ia memperlihatkan tingkah laku yang kuat untuk
mencapai tujuan.
2) Motivasi Ekstrinsik adalah dorongan segala sesuatu yang
diperoleh dari luar diri seseorang. Motivasi ekstrinsi diperoleh
melalui pengamatan sendiri, melalui saran, anjuran, atau
dorongan dari orang lain. Sehingga Faktor dari luar diri
(eksternal) seseorang mempengaruhi penampilan atau tingkah
laku seseorang, yaitu dalam menentukan menampilkan, sikap
gigih, dan tidak cepat putus asa dalam mencapai tujuannya.
Sejalan dengan Gunarsa, Sardiman (2008:89-91) membagi
motivasi menjadi dua macam yakni motivasi intrinsik dan motivasi
ekstrinsik tetapi tidak menguraikan secara rinci namun hanya
menjabarkan secara umum. Adapun uraian pengertian dari motivasi
1) Motivasi intrinsik adalah motif-motif yang menjadi aktif atau
tidak perlu dirangsang dari luar individu, karena dalam diri
individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.
2) Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan
berfungsinya karena adanya perangsang dari luar.
Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
motivasi ada dua yaitu motivasi yang muncul dari dalam diri
individu (intrinsik) dan motivasi yang muncul diri luar diri
individu (ekstrinsik). Motivasi intrinsik memiiki sifat permanen
karena sudah ada di dalam diri setiap orang (individu) sedangkan
motivasi ekstrinsik bisa ada ketika seseorang mendapat rangsangan
(stimulus) dari luar dirinya.
e. Prinsip-prinsip Motivasi
Khodijah (2014:157) menguraikan beberapa prinsip
motivasi belajar antara lain sebagai berikut:
1) Motivasi sebagai penggerak yang mendorong aktivitas belajar.
2) Motivasi intrinsik lebih utama daripada ekstrinsik dalam
belajar.
3) Motivasi berupa pujian lebih baik daripada hukuman.
4) Motivasi berhubungan erat dengan kebutuhan belajar.
5) Motivasi dapat memupuk optimisme dalam belajar.
Dari beberapa prinsip-prinsip motivasi yang diuraikan oleh
Khodijah di atas, Hamalik (2013:114-115) memiliki pandangan yang
berbeda, tetapi ada beberapa atau sebagian dari prinsip motivasi
menurut kedua tohoh yang sama atau saling terkait. Adapun
prinsip-prinsip motivasi yang dikemukakan oleh Hamalik adalah sebagai
berikut:
1) Pujian lebih efektif daripada hukuman.
2) Para siswa mempunyai kebutuhan psikologis (yang bersifat
dasar) yang perlu mendapat kepuasan.
3) Motivasi yang bersumber dari dalam diri individu lebih efektif
daripada motivasi yang berasal dari luar.
4) Tingkah laku (perbuatan) yang serasi (sesuai dengan
keinginan) perlu dilakukan penguatan (reinforcement).
5) Motivasi mudah menjalar kepada orang lain.
6) Pemahaman yang jelas terhadap tujuan-tujuan akan
merangsang motivasi belajar.
7) Tugas-tugas yang dibebankan oleh diri sendiri akan
menimbulkan minat yang lebih besar untukmelaksanakannya
daripada tugas yang dipaksakan dari luar.
8) Ganjaran yang berasal dari luar kadang-kadang diperlukan dan
cukup efektif untuk merangsang minat belajar.
9) Teknik dan prosedur pembelajaran yang bervariasi adalah
10) Minat khusus yang dimiliki oleh siswa bermanfaat dalam
belajar dan pembelajaran.
11) Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk merangsang minat
belajar bagi siswa yang lamban, ternyata tidak bermakna
ternyata tidak bermakna bagi siswa yang tergolong pandai,
karena ada perbedaan tingkat kemampuan.
12) Kecemasan dan frustasi yang lemah kadang-kadang dapat
membantu siswa belajar menjadi lebih baik.
13) Kecemasan yang serius akan menyebabkan kesulitan belajar,
dan menganggu perbuatan belajar siswa, karena perhatiannya
akan terarah pada hal lain.
14) Tugas-tugas yang terlampau sulit dikerjakan dapat
menyebabkan frustasi pada siswa, bahkan dapat
mengakibatkan demoralisasi dalam belajar, yakni perbuatan
yang tidak wajar (misal: mencontoh).
15) Masing-masing siswa memiliki kadar emosi yang berbeda satu
dengan yang lainnya.
16) Pengaruh kelompok umumnya lebih efektif dalam motivasi
belajar dibandingkan dengan paksaan orang dewasa.
17) Motivasi yang kuat erat hubungannya dengan kreativitas.
Dari beberapa prinsip motivasi yang dikemukakan oleh dua
penting yang melandasi segala aktivitas/kegiatan pembelajaran yang
dilakukan oleh peserta didik di sekolah.
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Sudjana (2005:5) menjelaskan bahwa hasil belajar siswa
pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku dan sebagai umpan
balik dalam upaya memperbaiki proses belajar mengajar. Tingkah
laku sebagai hasil belajar dalam pengertian luas mencakup bidang
kognitif, afektif dan psikomotorik. Sejalan dengan Sudjana, Susanto
(2014:5) menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan
perubahan-perubahan yang terjadi pada diri peserta didik, baik yang
menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil
dari kegiatan belajarnya. Sudjana dan Susanto menguraikan hasil
belajar secara umum tetapi tidak menguraikan secara spesifik. Ada
beberapa tokoh yang memiliki pandangan berbeda diantaranya;
Tirtonegoro (2001:43) mengemukakan bahwa hasil belajar adalah
penilaian dari hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam
bentuk simbol, angka, huruf maupun kalimat yang dapat
mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap siswa dalam
periode tertentu. Sejalan dengan Tirtonegoro, Widoyoko (2013:1)
mengemukakan bahwa hasil belajar terkait dengan pengukuran,
menggunakan tes maupun non-tes. Pengukuran, penilaian dan
evaluasi bersifat hirarki. Evaluasi didahului dengan penilaian
(assessment), sedangkan penilaian didahului dengan pengukuran.
Djamarah (2008:23) mengungkapkan hasil belajar adalah hasil yang
diperoleh berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan diri
individu sebagai hasil dari aktivitas dalam belajar.
Dari beberapa pengertian yang dikemukankan oleh beberapa
tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
kemampuan dan keterampilan yang diperoleh peserta didik dari
proses pembelajaran yang sudah dilakukan mencakup kemampuan
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Penelitian ini fokus pada
kemampuan kognitif peserta didik.
b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Wasliman (dalam Susanto, 2014:12) menjelaskan bahwa
hasil belajar yang diperoleh peserta didik dipengaruhi beberapa
faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Secara terperinci
uraian tentang faktor internal dan faktor eksternal sebagai berikut:
1) Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam
diri peserta didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya.
2) Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri
peserta didik yang mempengaruhi hasil belajarnya yaitu
mendapat perhatian khusus dari orang tua, kebiasaan sehari-hari
mendapat perlakuan kurang baik dari orang tua), dan kondisi
ekonomi.
Wasliman dan Dukin (dalam Susanto, 2014:13-14)
menjelaskan bahwa terdapat sejumlah aspek yang mempengaruhi
proses dan hasil pembelajaran siswa dilihat dari faktor guru, yaitu:
1) Teacher formative experience, jenis kelamin serta pengalaman
hidup guru yang menjadi latar belajang sosial mereka.
2) Teacher training experience, meliputi pengalaman yang
berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan
guru, misalnya pengalaman latihan prosesional, tingkat
pendidikan, dan pengalaman jabatan.
3) Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan
dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap
profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan dan
intelegensi guru, motivasi dan kemampuan guru dalam
pengelolaan pembelajaran, termasuk kemampuan
merencanakan pembelajaran dan evaluasi maupun penguasaan
materi pembelajaran yang akan diajarkan.
Dari beberapa pengertian di atas dapat diketahui ada
beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar peserta didik
4. Pendekatan Cooperative Learning
a. Pengertian Cooperative Learning
Isjoni (2013:20) mendefinisikan bahwa pembelajaran
kooperatif sebagai suatu pendekatan dimana peserta didik
berkerjasama antara satu dengan yang lain dalam kelompok belajar
yang kecil untuk menyelesaikan tugas individu atau kelompok yang
diberikan oleh guru. Sejalan dengan Isjoni, Jhonson (dalam Isjoni,
2013:23) berpendapat bahwa istilah pembelajaran kooperatif dalam
pengertian bahasa Indonesia yaitu mengelompokkan siswa di
dalam kelas ke dalam suatu kelompok kecil agar dapat berkerja
sama dengan kemampuan maksimal yang mereka miliki dan saling
memahami satu sama lain dalam kelompok tersebut.
Suprijono (2013:54) menjelaskan bahwa pembelajaran
kooperatif adalah konsep yang lebih luas mencakup semua jenis
kerja sama kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin
oleh guru atau diarahkan oleh guru. Lebih lanjut Suprijono
menjelaskan bahwa dalam pembelajaran kooperatif, guru sebagai
pemberi arah, guru bertugas untuk menetapkan
pertanyaan-pertanyaan, menyediakan bahan-bahan dan merancang informasi
untuk membantu peserta didik dalam menyelesaikan masalah yang
dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada
Berdasarkan penjelasan para ahli di atas, dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
dalam kelompok-kelompok kecil yang memberikan kesempatan
kepada setiap anggota kelompok untuk saling berinteraksi dan
berkerja sama guna memahami suatu materi atau bahan
pembelajaran.
b. Unsur-unsur Cooperative Learning
Arends dan Ibrahim (dalam Isjoni, 2013:25) menjelaskan
unsur-unsur dasar dalam pembelajaran kooperatif adalah sebagai
berikut: (1) Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa
“sehidup sepenanggungan”, (2) Setiap siswa memiliki tanggung
jawab terhadap siswa lainnya dalam kelompoknya disamping
tanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dalam mempelajari
materi yang dihadapi, (3) Semua anggota didalam kelompoknya
memiliki tujuan yang sama, (4) siswa membagi tugas dan tanggung
jawab yang sama diantara anggota kelompok, (5) setiap siswa akan
diberikan evaluasi atau penghargaan yang akan berpengaruh
terhadap evaluasi seluruh anggota kelompok, (6) Siswa berbagi
kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk
belajar bersama selama proses belajarnya, (7) Siswa akan diminta
mempertanggung jawabkan secera individual materi yang ditangani
Roger dan Johnson (dalam Suprijono, 2013:58), berpendapat
untuk mencapai hasil belajar yang maksimal, ada lima unsur dalam
model pembelajaran kooperatif yang harus diterapkan yaitu:
1) Saling ketergantungan positif (positive interdependence).
Dalam pembelajaran kooperatif, pendidik hendaknya mamu
menciptakan suasana yang mendorong agar siswa merasa saling
memnutuhkan satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini yang
dimaksud saling ketergantungan positif yaitu saling
ketergantungan mencapai tujuan, saling ketergantungan
menyelesaikan tugas, saling ketergantungan mencari bahan atau
sumber belajar, saling ketergantungan peran dan saling
ketergantungan hadiah.
2) Interaksi Promotif (face to face promotive interaction). Dalam
pembelajaran kooperatif, setiap anggota kelompok diharapkan
mampu berinteraksi dengan anggota kelompok yang lain
seperti: saling membantu secara efektif dan efisien, saling
memberi informasi bersama secara lebih efektif dan efisien,
saling mengingatkan, serta saling memotivasi untuk
memperoleh keberhasilan bersama.
3) Tanggung jawab perseorangan (personal responsibility). Dalam
pembelajaran kooperatif, semua anggota kelompok diajarkan
untuk saling membagi tanggung jawab. Setiap anggota
4) Komunikasi antaranggota (interpersonal skill). Dalam
pembelajaran kooperatif, unsur-unsur komunikasi antaranggota
kelompok ini sangat penting karena dapat melatih keterampilan
sosial setiap anggota kelompok misalnya: saling mengenal dan
mempercayai teman, mampu berkomunikasi, saling menerima
dan saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik
secara kondusif.
5) Pemrosesan kelompok (group processing). Proses pemerosesan
kelompok ini adalah suatu upaya yang digunakan sebagai
evaluasi dari semua rangkaian kegiatan kelompok yang
bertujuan untuk meningkatkan efektivitas setiap anggota dalam
memberikan konstribusi terhadap kegiatan kolaborasi untuk
mencapai tujuan kelompok.
Dari beberapa pengertian di atas dapat dipahami bahwa
pembelajaran kooperatif dibedakan dari pembelajaran lainnya
karena memiliki ciri-ciri khusus dalam pelaksanaannya
pembelajaran kooperatif dilaksanakan secara sistematis dan harus
memenuhi beberapa unsur sebagaimana telah diuraikan di atas.
c. Tujuan Cooperative Learning
Isjoni (2013:9) berpendapat bahwa tujuan utama penerapan
pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar
saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada
orang laian untuk mengemukakan gagasan atau menyampaikan
pendapat mereka secara berkelompok.
Suprijono (2013:61) menjelaskan bahwa tujuan
pembelajaran kooperatif dikembangkan yaitu untuk mencapai hasil
belajar berupaprestasi akademik, toleransi, menerima keragaman,
dan pengembangan keterampilan sosial. Lebih lanjut Suprijono
menekankan bahwa untuk mencapai hasil belajar itu model
pembelajaran kooperatif menuntut kerja sama dan interdependensi
peserta didik dalam struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur
reward-nya.
Dari penjelasan yang dikemukakan oleh para ahli di atas,
dapat dipahami bahwa tujuan pembelajaran kooperatif yaitu untuk
mengembangkan keterampilan peserta didik mencakup bidang
kognitif, afektif, dan psikomotoriknya.
5. Cooperative Learning tipe STAD
a. Pengertian Cooperative Learning Tipe STAD
Cooperative Learning tipe STAD (Student Teams
Achievement Divisions) pertama kali dikembangkan oleh Robert
Slavin dan teman-temannya di Universitas John Hopkin.
Aqib (2014:20) pembelajaran kooperatif Student Teams
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Dalam model
pembelajaran ini, siswa dibentuk ke dalam kelompok/tim kecil yang
beranggotakan 4-5 orang siswa. Kelompok dibentuk secara
campuran (heterogen) dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin,
suku, status sosial, agama, dan lain sebagainya. Setiap
siswa/anggota kelompok saling berkerjasama serta berinteraksi guna
mencapai tujuan bersama. Sejalan dengan Aqib, Trianto (2010:68)
mengemukakan pembelajaran kooperatif STAD merupakan salah
satu jenis dari model pembelajaran kooperatif dengan menggunakan
kelompok-kelompok kecil dengan jumlah anggota tiap kelompok
4-5 orang siswa SD secara heterogen. Diawali dengan penyampaian
tujuan pembelajaran, penyampaian materi, kegiatan kelompok, kuis,
dan penghargaan kelompok. Slavin (dalam Trianto, 2010:68-69)
juga menyatakan pada STAD siswa ditempatkan dalam tim belajar
beranggota 4-5 orang yang merupakan campuran menurut tingkat
prestasi, jenis kelamin, dan suku.
Lebih lanjut Slavin (dalam Rusman, 2011:214) memaparkan
bahwa, “Gagasan utama di belakang STAD adalah memacu siswa
agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk
menguasai keterampilan yang diajarkan guru”.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli di atas, dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe STAD
kelompok-kelompok yang heterogen (tingkat prestasi, jenis kelamin, budaya,
dan suku) yang terdiri dari 4-5 siswa. Kegiatan pembelajarannya
diawali dengan penyampaian tujuan pembelajaran, penyampaian
materi, kegiatan kelompok, kuis, dan penghargaan kelompok. Ciri
terpenting dalam model pembelajaran kooperatif STAD adalah kerja
tim.
b. Langkah-Langkah Cooperative Learning tipe STAD
Isjoni (2013:74) menguraikan beberapa langkah-langkah
dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:
1) Tahap penyajian materi, dalam tahap ini guru memulai
menyampaikan indikator yang harus dicapai hari itu dan
memotivasi rasa ingin tahu peserta didik tentang materi yang
akan dipelajari.
2) Tahap kerja kelompok, pada tahap ini setiap siswa diberi
lembar tugas sebagai bahan yang akan dipelajari.
3) Tahap tes individu, pada tahap ini guru memberi tes kepada
setiap peserta didik (individu). Tujuan dari tes individu yaitu
untuk mengetahui keberhasilan yang telah dicapai oleh peserta
didik.
4) Tahap perhitungan skor perkembangan individu, pada tahap ini
perhitungan skor individu dapat dihitung dari skor awal,
lanjut Isjoni menjelaskan, penghitungan skor kelompok
dilakukan dengan cara menjumlahkan masing-masing
perkembangan skor individu dan hasilnya dibagi sesuai dengan
jumlah anggota kelompok. Berbeda dengan Isjoni,
Aqib (2014:20) menguraikan beberapa langkah-langkah dalam
pembelajaran kooperatif tipe STAD sebagai berikut:
1) Membentuk kelompok yang anggotanya sebanyak 4 orang
secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin,
suku dan lain-lain).
2) Guru menyajikan pelajaran.
3) Guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh
anggota-anggota kelompok. Anggotanya tahu menjelaskan pada
anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti.
4) Guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa. Pada saat
menjawab kuis tidak boleh saling membantu.
5) Memberi evaluasi.
6) Kesimpulan.
Menurut Rusman (2011:215-216) menguraikan
langkah-langkah model pembelajaran kooperatif STAD, sebagai berikut:
1) Penyampaian tujuan dan motivasi.
Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada
2) Pembagian kelompok.
Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok, dimana
setiap kelompoknya terdiri dari 4-5 siswa yang
memprioritaskan heterogenitas kelas dalam prestasi akademik,
jenis kelamin, ras, atau etnik.
3) Presentasi dari guru.
Guru menyampaikan materi pelajaran dengan terlebih
dahulu menjelaskan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada
pertemuan tersebut serta pentingnya pokok bahasan tersebut
dipelajari.
4) Kegiatan belajar dalam tim (kerja tim).
Siswa bekerja dalam kelompok yang telah dibentuk.
Kerja tim merupakan ciri terpenting dari pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
5) Kuis (evaluasi).
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis
(evaluasi) tentang materi yang dipelajari dan juga melakukan
penilaian terhadap presentasi hasil kerja masing-masing
kelompok.
6) Penghargaan prestasi atas keberhasilan kelompok.
Berdasarkan langkah-langkah model pembelajaran
kelompok kontrol menggunakan langkah-langkah model
pembelajaran kooperatif STAD seperti tercantum di atas.
c. Kelebihan Cooperative Learning Tipe STAD
Kelebihan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut
Hamdayama (2014:118) yaitu:
1) Siswa berkerja sama dalam mencapai tujuan dengan
menjunjung tinggi norma-nmorma kelompok.
2) Siswa aktif membantu dan memotivasi semangat untuk berhasil
bersama.
3) Aktif berperan sebagai tutor sebaya untuk lebih meningkatkan
keberhasilan kelompok.
4) Interaksi antar siswa seiring dengan peningkatan kemampuan
mereka dalam berpendapat.
5) Meningkatkan kecakapan individu.
6) Meningkatkan kecakapan kelompok.
7) Tidak bersifat kompetitif.
8) Tidak memiliki rasa dendam.
Roestiyah (dalam Sanjaya, 2011) menyebutkan beberapa
kelebihan model pembelajaran kooperatif STAD, sebagai berikut:
1) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menggunakan
2) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih intensif
mengadakan penyelidikan mengenai suatu masalah.
3) Mengembangkan bakat kepemimpinan dan mengajarkan
keterampilan berdiskusi.
4) Memungkinkan guru untuk lebih memperhatikan siswa sebagai
individu dan kebutuhan belajarnya.
5) Siswa lebih aktif bergabung dalam pelajaran dan siswa lebih
aktif dalam diskusi.
6) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan
rasa menghargai, menghormati pribadi temannya, dan
menghargai pendapat orang lain.
d. Kelemahan Cooperative Learning tipe STAD
Kelemahan pembelajaran kooperatif tipe STAD menurut
Hamdayama (2014:118) yaitu:
1) Konstribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang.
2) Siswa berprestasi tinggi akan mengarah pada kekecewaan
karena anggota yang pandai lebih dominan dalam proses
pembelajaran.
3) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk siswa sehingga
4) Membutuhkan waktu yang lebih lama untuk guru sehingga pada
umumnya guru tidak mau menggunakan pembelajaran
kooperatif STAD.
5) Membutuhkan kemampuan khusus guru sehingga tidak semua
guru dapat melakukan pembelajaran kooperatif STAD.
6) Menuntut sifat tertentu dari siswa, misalnya sifat suka berkerja
sama.
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
a. Pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial
Hakikat Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) menurut Susanto
(2014:137) adalah ilmu pengetahuan yang mengkaji berbagai
disiplin ilmu sosial yang humaniora serta kegiatan dasar manusia
yang dikemas secara ilmiah untuk memberikan wawasan dan
pemahaman yang mendalam kepada peserta didik, khususnya di
tingkat dasar dan menengah. Lebih lanjut Susanto menjelaskan
hakikat IPS adalah untuk mengembangkan konsep pemikiran yang
berdasarkan realita kondisi sosial yang ada dilingkungan siswa,
sehingga dengan memberikan pendidikan IPS diharapkan dapat
melahirkan warga negara yang baik dan bertanggung jawab terhadap
bangsa dan negaranya.
IPS merupakan bidang studi baru karena dikenal sejak
Sosial terdapat beberapa istilah seperti Ilmu Sosial (social sciences),
Studi Sosial (social studies), dan IPS. Sanusi (dalam Hidayati,
2004:5) memberikan batasan tentang Ilmu Sosial sebagai berikut,
“Ilmu sosial terdiri dari disiplin-disiplin ilmu pengetahuan sosial
yang bertaraf akademis dan biasanya dipelajari pada tingkat
perguruan tinggi yang makin lanjut dan makin ilmiah”. Gross
(dalam Hidayati, 2004:5) juga mengemukakan Ilmu Sosial
merupakan disiplin intelektual yang mempelajari manusia sebagai
makhluk sosial yang secara alamiah memusatkan pada manusia
sebagai anggota masyarakat dan kelompok atau masyarakat yang
dibentuk.
Berbeda dengan Ilmu Sosial, Sumaatmadja (dalam
Gunawan, 2011:19) mengemukakan bahwa, “Studi sosial bukan
merupakan suatu bidang keilmuan atau disiplin akademis,
melainkan lebih merupakan suatu bidang pengkajian tentang gejala
dan masalah sosial”. Gunawan (2011:36) mengemukakan bahwa
IPS adalah suatu bahan kajian yang terpadu yang merupakan
penyederhanaan, adaptasi, seleksi, dan modifikasi yang
diorganisasikan dari konsep-konsep dan keterampilan sejarah,
geografi, sosiologi, antropologi, dan ekonomi.
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas,
bidang kajian sosial kemasyarakatan yang mempelajari manusia
pada konteks sosialnya atau manusia sebagai anggota masyarakat.
b. Tujuan Mata Pelajaran IPS di SD/MI
Secara umum, tujuan pengajaran IPS diantaranya
dikemukakan oleh The Multi of Performance Based Teacher
Education di AS pada tahun 1973, sebagai berikut (Gunawan,
2011:20) :
1) Mengetahui dan mampu menerapkan konsep-konsep ilmu sosial
yang penting, generalisasi (konsep dasar), dan teori-teori
kepada situasi dan data baru.
2) Memahami dan mampu menggunakan beberapa struktur dari
suatu disiplin atau antar disiplin untuk digunakan sebagai bahan
analisis data baru.
3) Mengetahui teknik-teknik penyelidikan dan metode-metode
penjelasannya yang dipergunakan dalam studi sosial secara
bervariasi serta mampu menerapkannya sebagai teknik
penelitian dan evaluasi suatu informasi.
4) Mampu mempergunakan cara berpikir yang lebih tinggi sesuai
dengan tujuan dan tugas yang didapatnya.
5) Memiliki keterampilan dalam memecahkan permasalahan
(Problem Solving).