• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3. Kecemasan

Sesudah Dilakukan Terapi Musik

Berdasarkan hasil penelitian pertama sampai kesembilan sebelum dan sesudah diberikan terapi musik menunjukkan sebagian rata-rata nilai matematika siswa yang berbeda-beda sebelum dan sesudah dilakukan terapi musik di kelas V SD Negeri No. 060886 dan SD Negeri No. 060889 Medan. 2.4. Kecemasan Belajar Matematika SD Negeri No. 060886 dan SD Negeri

No. 060889 Medan Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Musik

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri No. 060886 Medan sebelum dilakukan terapi musik ketika belajar

matematika siswa tersebut izin ke toilet karena cemas, takut ketika disuruh menyelesaikan soal matematika, menunduk bila guru bertanya, takut dihukum bila tidak dapat menyelesaikan soal matematika, berkeringat, gugup ketika belajar matematika.

Setelah dilakukan terapi musik kecemasan siswa menjadi berkurang, prestasi belajar mereka meningkat, kondisi mereka menjadi lebih baik ketika mempelajari matematika. Hal ini berarti terapi musik sangat mempengaruhi tingkat pembelajaran siswa terhadap pembelajaran matematika dan juga dapat mempengaruhi tingkat kecemasan siswa terhadap matematika yang ada dalam diri mereka.

Pada sekolah SD Negeri No.060889 Medan sebelum dilakukan terapi musik merasa gugup, ketakutan, gemetar, keringatan masih sangat tinggi. Tetapi setelah dilakukan terapi musik tingkat merasa gugup, ketakutan, keringatan siswa telah menurun, siswa semakin lebih santai dan lebih senang belajar matematika. Hal ini berarti bahwa terapi musik juga sangat berpengaruh bagi siswa untuk menghadapi pelajaran matematika karena dengan adanya terapi musik,tingkat kecemasan siswa semakin berkurang.

Kecemasan yang terlalu berlebihan akan mempengaruhi kehidupan akademik siswa dan berakibat pada rendahnya motivasi siswa, kemampuan koping, strategi yang buruk dalam belajar, evaluasi diri yang negatif, kesulitan berkonsentrasi serta persepsi kesehatan yang buruk reaksi yang muncul akibat kecemasan ada tiga hal yaitu reaksi emosional (reaksi yang berupa perasaan takut yang kuat dan disadari), reaksi kognitif (perasaan takut yang disadari dan meluas

yang mengganggu kemampuan individu untuk berfikir jernih, memecahkan masalah, dan memenuhi tuntutan dari lingkungannya (Nurlaila, 2011).

2.5. Kecemasan Belajar Matematika Berdasarkan Nilai Belajar Matematika SD Negeri No. 060886 dan SD Negeri No. 060889 Medan Sebelum dan Sesudah Dilakukan Terapi Musik

Aspek ini berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang harus diselesaikan seseorang dari tuntutan sederhana, moderat sampai yang membutuhkan performansi maksimal (sulit). Aspek tersebut memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dicoba atau yang akan dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukan dan akan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakannya (Nurlaila, 2011).

Berdasarkan hasil penelitian pada setiap pertemuan pertama sampai kesembilan di kelas V SD Negeri No. 060886 dan kelas V SD Negeri No. 060889 Medan diperoleh nilai P < 0,05. Hal ini berarti terapi musik berpengaruh terhadap hasil belajar matematika. Kendalanya guru membiarkan peneliti menguasai kelas, sehingga kelas sedikit rebut tetapi walaupun begitu guru tetap mengontrol siswanya.

Proses belajar mengajar tidak dapat melepaskan diri dari test. Selain untuk evaluasi, itu juga merupakan salah satu cara untuk memotivasi dan membimbing siswa dalam belajar. Sebagian percaya bahwa test yang sering menghasilkan

kebiasaan belajar yang baik. Sebagian orang berpendapat bahwa test sering kali menimbulkan kecemasan dan mengganggu belajar (Slameto, 2003).

Saran yang dapat membantu pelaksanaan test tanpa cemas yaitu: test harus dimasukkan bukan untuk menghukum siswa yang gagal tetapi mencapai harapan-harapan guru dan orangtua, hindari menentukan berhasil atau tidaknya siswa hanya dari hasil satu test, membuat catatan pribadi pada setiap lembar jawaban test yang menyarankan siswa untuk tetap berusaha dengan baik atau harus meningkatkan usahanya, yakinkan bahwa setiap pertanyaan mengukur hal yang penting yang telah diajarkan kepada siswa, hindari pelaksanaan ujian tanpa pemberitahuan, jadwalkan pertemuan-pertemuan pribadi dengan siswa sesering mungkin untuk mengurangi kecemasan dan untuk mengarahkan belajar apabila perlu, hindari membanding-bandingkan siswa karena dapat menyinggung perasaan, tekankanlah kelebihan-kelebihan siswa bukan kelemahannya, rahasiakan nilai-nilai siswa dari siswa lainnya (Slameto, 2003). Terapi musik efektiv dalam menurunkan kecemasan matematika pada siswa (Susanti, 2011)

2.6. Perbedaan Kecemasan Belajar Matematika Setelah Terapi Musik Berdasarkan Nilai Matematika Pada Kelas V SD Negeri No.060886 dan SD Negeri No.060889 Medan

Berdasarkan uji independent t-test pada dua sekolah diperoleh nilai P >

0,05. Hal ini berarti jenis terapi musik yang diberikan tidak ada perbedaan yang signifikan antara SD Negeri No.060886 dan SD Negeri No.060889 (Ho gagal ditolak).

Jenis terapi musik yang diberikan pada sekolah SD Negeri No.060886 yaitu barok. Musik barok dianggap sebagai musik yang ”membelai”, menimbulkan rasa tenang dan nyaman. Musik barok menggambarkan nuansa keindahan karya ciptaan Ilahi yang penuh keseimbangan. Musik barok membangkitkan suasana positif dalam bermain. Musik barok cenderung mendorong anak untuk berani mengeksplorasi dalam suasana yang menggembirakan. Jadi dengan mendengar musik barok dapat meningkatkan kreatif anak dengan imajinasi (Satiadarma, 2004). Musik barok adalah musik yang paling cocok untuk belajar, mengulang, dan saat berkonsentrasi (Setyawan, 2006). Terapi yang diberikan pada sekolah SD Negeri No.060889 adalah jenis musik pop yaitu coboy junior. musik pop sebagai musik yang mudah diperoleh, berorientasi pada komersil, menekankan pada chorus atau ulangan lagu yang mengesankan dan lirik yang menyenangkan dengan tema romantis. Estetika musik pop pada dasarnya konservatif. Menurut Frith (dalam Shuker 2005) musik pop berkaitan dengan nada yang popular dan pengekspresian perasaan sehari-hari seperti cinta, kehilangan, dan cemburu.

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 20 orang siswa di setiap sekolah di kelas V SD Negeri No. 060886 Medan dan kelas V SD Negeri No. 060889 Medan sebelum dan sesudahdilakukan terapi musik dari tanggal 18 Maret sampai dengan 22 April Medan maka disimpulkan :

1. Berdasarkan karakteristik responden pada penelitian dikelas V SD Negeri No. 060886 adalah mayoritas laki-laki, urutan anak kesatu dan ketiga, jumlah saudara ke empat, pekerjaan orangtua wiraswasta dan suku jawa. Karakteristik responden pada penelitian dikelas V SD Negeri No. 060889 adalah mayoritas perempuan, urutan anak ketiga, jumlah saudara ke tiga, pekerjaan orangtua wiraswasta dan suku jawa.

2. Berdasarkan tingkat kecemasan dikelas V SD Negeri No. 060886 dan kelas V SD Negeri No. 060889 Medan sebelum diberi terapi musik mengalami cemas berat, setelah dilakukan terapi musik cemas siswa berkurang menjadi cemas sedang dan sebagian cemas berat.

3. Berdasarkan kecemasan siswa belajar matematika berdasarkan nilai matematika dikelas V SD Negeri No. 060886 dan kelas V SD Negeri No. 060889 Medan sebelum dilakukan terapi musik menunjukkan rata-rata nilai lebih rendah dibanding dengan hasil nilai matematika setelah dilakukan terapi musik.

4. Berdasarkan kecemasan dikelas V SD Negeri No. 060886 dan kelas V SD Negeri No. 060889 Medan sebelum dan setelah dilakukan terapi musik mengalami ternyata berpengaruh terhadap kecemasan belajar matematika. 5. Berdasarkan hasil belajaar matematika dikelas V SD Negeri No. 060886 dan

kelas V SD Negeri No. 060889 Medan sebelum dan setelah dilakukan terapi musik mengalami ternyata berpengaruh terhadap kecemasan belajar matematika.

6. Berdasarkan perbedaan nilai matematika terhadap kecemasan siswa belajar matematika setelah dilakukan terapi musik menunjukkan hasil uji statistik diperoleh nilai P= 0,347 (p>0,05) berarti tidak ada perbedaan antara di kelas V SD Negeri No. 060886 dan kelas V SD Negeri No. 060889 Medan.

2. Saran

Adapun saran dari hasil penelitian ini adalah: 2.1. Guru

Disarankan kepada guru matematika agar menggunakan terapi musik sebagai metode untuk mengurangi kecemasan belajar matematika.

2.2. Peneliti Selanjutnya

- Diharapkan peneliti selanjutnya memperhatikan penyebab yang mempengaruhi kecemasan siswa belajar matematika.

- Diharapkan peneliti selanjutnya menggunakan instrumen yang lebih rinci untuk mengukur kecemasan belajar matematika.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi Musik

2.1.1. Definisi Terapi Musik

Terapi musik adalah penggunaan musik sebagai alat terapi untuk memperbaiki, memelihara, dan meningkatkan keadaan mental, fisik dan emosi. Terapi musik adalah cara yang mudah dan yang bermanfaat positif bagi tubuh, psikis, serta meningkatkan daya ingat dan hubungan sosial (Djohan, 2006). Musik adalah segala sesuatu yang menyenangkan, mendatangkan kecerian, mempunyai irama (ritme), melodi, timbre (warna suara) tertentu untuk membantu tubuh dan pikiran saling bekerja sama. Musik memberikan nuansa yang bersifat menghibur, menumbuhkan suasana yang menenangkan dan menyenangkan seseorang (Sari, 2005).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rusmawati & Dewi (2011) bahwa waktu yang digunakan bagi siswa SD 50 menit selama 6 kali pertemuan digunakan pada anak gangguan ADHD. Menurut pusat riset terapi musik 2011 ada dua sesi yang perlu dilakukan setiap hari. Pertama adalah sesi pemprograman pikiran, yaitu meluangkan waktu 5-10 menit setiap hari untuk melakukan proses pemprograman ulang pikiran yang disesuaikan dengan tujuan dan masalahnya masing-masing.

Kedua adalah mendengarkan file audio yang dibuat dengan teknologi terapi musik dan brainwave entrainment selama 30 menit. Tujuan dari sesi ini adalah untuk menstimulasi otak dan tubuh. Berdasarkan pertimbangan tersebut,

maka peneliti menggunakan waktu 30 menit untuk melakukan terapi musik bagi siswa terhadap kecemasan belajar matematika yang dilakukan selama tiga minggu dimana satu minggu tiga kali pertemuan.

2.1.2. Jenis Terapi Musik

Perkembangan dan kemajuan teknologi juga semakin meningkatkan jenis-jenis musik. Jenis-jenis-jenis musik yang sudah diteliti yang dapat dimanfaatkan untuk merangsang otak adalah (Satiadarma, 2004) :

2.1.2.1.Musik Klasik

Musik klasik dapat berguna untuk merangsang otak, dimana semakin banyak yang diserap otak maka semakin beragam kemampuan manusia. Masyarakat hendaknya waspada akan keterbatasan musik dalam memberikan dampak khusus pada individu. Secara umum, beberapa jenis musik klasik dianggap memiliki dampak yang relatif oleh beberapa orang. Musik klasik memilki kesan dan dampak psikologi yang relatif sama, seperti menimbulkan kesan rileks, santai dan memberikan dampak menenangkan (Satiadarma, 2004).

Para peneliti menganggap bahwa musik klasik yang memicu otak untuk menyelesaikan masalah secara cepat. Oleh karena itu mendengar musik klasik kemungkinan dapat memberikan dampak yang berbeda pada otak daripada mendengarkan jenis musik yang lain (Sari, 2005).

2.1.2.2.Musik Barok

Musik barok dianggap sebagai musik yang ”membelai”, menimbulkan rasa tenang dan nyaman. Musik barok menggambarkan nuansa keindahan karya

positif dalam bermain. Musik barok cenderung mendorong anak untuk berani mengeksplorasi dalam suasana yang menggembirakan. Jadi dengan mendengar musik barok dapat meningkatkan kreatif anak dengan imajinasi (Satiadarma, 2004). Musik barok adalah musik yang paling cocok untuk belajar, mengulang, dan saat berkonsentrasi (Setyawan, 2006).

2.1.2.3.Musik Nature Sound

Musik nature sound merupakan bentuk penggabungan dari musik klasik dengan pendengaran suara-suara alam, seperti suara ombak lautan atau gemersik pepohonan. Iringan musik dapat membangkitkan asosiasi stimulasi sebagai sarana memperkuat imajinasi atau khayalan (Satiadarma, 2004).

2.1.2.4.Ayat Suci

Musik ayat suci dapat dilakukan dengan pembacaan doa dan pembacaan ayat-ayat suci yang dapat mengarahkan konsentrasi untuk berkomunikasi dengan alam semesta atau lingkungan sekitar. Ritual musik dengan ayat-ayat dan doa dapat mengikat emosional antara anggota, karena nyanyian ayat dan doa dapat merasakan pesan-pesan ilahi tentang kehidupan. Melalui lantunan bacaan sejak masa kecil, anak lebih mampu merasakan dan meresapi pesan yang terkandung dalam kitab suci. Musik memiliki peranan penting dan beragam guna untuk menciptakan suasana tentram dalam proses perkembangan fungsi kognitif. Jadi, melalui pendidikan serta pembinaan musik dan aktivitas musikal, pertumbuhan nalar anak dapat diarahkan secara lebih optimal (Satiadarma, 2004).

2.1.2.5. Musik Pop

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) musik pop adalah musik dengan irama yang sederhana sehingga mudah dikenal dan disukai oleh orang umum. Shuker (2005) juga mendefinisikan musik pop sebagai musik yang mudah diperoleh, berorientasi pada komersil, menekankan pada chorus atau ulangan lagu yang mengesankan dan lirik yang menyenangkan dengan tema romantis. Estetika musik pop pada dasarnya konservatif. Menurut Frith (dalam Shuker 2005) musik pop berkaitan dengan nada yang popular dan pengekspresian perasaan sehari-hari seperti cinta, kehilangan, dan cemburu.

2.1.3. Manfaat Musik

Musik dapat bermanfaat untuk merangsang dan mengaktifkan fungsi otak secara fisik. Musik adalah pengatur yang baik untuk membentuk tubuh dan pikiran untuk saling bekerjasama. Musik berguna untuk memberi pengulangan yang menguatkan pembelajaran dan memberi ketukan yang berirama yang membantu koordinasi, memberi pola yang membimbing guna mengantisipasi apa yang terjadi, memberi kata-kata yang menyatukan bahasa dan kemampuan membaca, memberi melodi yang menarik hati dan perhatian dengan kegembiraan, musik dapat membuat hati menjadi tenang, dan juga memberikan rangsangan (Sari, 2005).

Musik juga dapat mempengaruhi intelegensi dalam memberikan efek yang positif terhadap bagaimana hubungan dan struktur otak, kemampuan untuk koordinasi baik itu mental maupun fisik, dalam fungsi daya ingat, pemahaman

matematika, kreativitas personal, keterampilan sosial, kesehatan dan fisik (Sheppard, 2007).

2.1.4. Rangsangan dan Efek Musik Terhadap Fungsi Otak

Musik secara aktif dapat berpengaruh pada perkembangan mental dan fisiologis otak yang membantu pembentukan jalur- jalur syaraf yang berhubungan dalam otak dengancara mendorong terbentuknya hubungan antarsel otak. Contohnya saluran informasi saluran informasi utama diantara kedua belahan otak yang dikenal sebagai corpus callosum, tumbuh lebih besar sebagai hasil dari stimulasi musik. Hal ini menghasilkan hubungan yang lebih efisien di antara kedua bagian otak, kemudian menghasilkan koordinasi yang lebih baik antara belahan kiri dan kanan otak. Dengan demikian terbentuklah proses mental dan fisik yang yang baik termasuk di dalamnya koordinasi tangan dan kemampuan melakukan berbagai macam tugas.

Seorang bayi yang belum dilahirkan mengalami pertumbuhan 100.000 sel saraf dalam otak setiap menitnya dan pada saat otak sudah dewasa didalamnya terdapat lebih dari 100 miliar sel. Sembilan puluh persen sel tidak banyak bekerja, tugasnya adalah melekatkan diri pada neuron yang merupakan sel otak yang melakukan semua pekerjaan. Setiap neuron terdiri dari sebuah saluran pusat yang disebut dengan nukleus. Nukleus adalah kontak pengontrol yang mengirimkan sinyal pada jalur-jalurnya (Sheppard, 2007).

Musik dapat mempengaruhi rangsangan fungsi otak yang meliputi fungsi ingatan, belajar, bahasa, mendengar dan berbicara. Kemudian musik juga mampu membantu seseorang untuk meningkatkan konsentrasi, menenangkan pikiran,

serta memberi ketenangan dan membantu seseorang untuk melakukan motivasi pada diri sendiri. Merangsang rekognisi (mengenali kembali) juga salah satu cara yang cukup kompleks yang dapat merangsang penginderaan yang akan disampaikan keotak dengan menggunakan sinyal saraf, lalu otak menganalisa sinyal yang dikirim oleh penginderaan (Satiadarma, 2004).

Musik menimbulkan gelombang vibrasi yang menimbulkan stimulasi pada gendang pendengaran. Stimulasi di transmisikan susunan syaraf pusat di sentral otak yang merupakan gudang ingatan, lalu hypothalamus mengatur segala sesuatunya untuk mengaitkan music dengan respon ttertentu (Setyawan, 2006). Jika seseorang yang mendengar irama musik, maka individu akan merespon dengan berbagai macam reaksi misalnya merangsang berfikir ritmis. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa musik mengandung irama atau ritmis ketika seseorang mendengar musik. Maka seseorang akan mengawali proses berpikir secara ritmis seperti mengikuti irama musik, bergerak kecil dengan irama musik (Satiadarma, 2004).

2.2. Anak Usia Sekolah

2.2.1.Definisi Anak Usia Sekolah

Usia sekolah biasanya berumur 6-12 tahun, dengan jenjang paling dasar pada pendidikan formal di Indonesia yang didasarkan 6 tahun mulai kelas 1 sampai 6. Diusia ini anak mulai belajar bersosialisasi dengan teman sebaya, belajar mengenai budaya baik itu budaya sendiri maupun budaya orang lain. Bila dilihat secara fisiologis, maka di usia ini anak mulia tanggal gigi susu pertama dan

berakhir ketika anak mengalami pubertas yang mendapat gigi yang permanen. Disinilah masa pertumbuhan anak yang pesat (Wong, 2009).

Usia sekolah merupakan usia anak dimana anak mulai berkenalan dengan ragam musik di lingkungan sosialnya secara lebih luas. Pada tahap inilah proses perkembangan anak yang ditandai dari percepatan perkembangan motorik, kognitif, dan sosial. Anak yang mengikuti persiapan pada usia prasekolah dalam pendidikan formal cenderung membuat anak berkembang lebih cepat daripada sebelumnya. Usia sekolah merupakan usia yang baik untuk belajar bermain musik. Sesungguhnya musik merupakan bentuk rangsangan yang menyenangkan. Perasaan terpaksa sering timbul akibat beberapa hal, seperti sikap orang tua yang memaksakan belajar memainkan alat musik tertentu, sikap guru musik yang kurang tanggap terhadap proses perkembangan anak, dan kecemasan guru akan kemungkinan gagal memberikan pendidikan musik dengan baik (Satiadarma, 2004).

2.2.2. Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah

Dilihat dari perkembangan biologis, maka anak usia sekolah terjadi perubahan proporsional, kematangan sistem, prapubertas. Ketika perubahan proporsional dimana anak mulai lebih anggun bila dibandingkan dengan usia prasekolah. Perubahan nyata yang dapat diindikasikan terbaik peningkatan kematangan pada anak yaitu penurunan lingkar kepala, penurunan lingkar pinggang. Kematangan sistem gastrointestinal pada anak usia sekolah tidak perlu diberi makan seteliti ketika masih prasekolah. Prapubertas biasanya terjadi pada masa praremaja. Disinilah mulai tampak perbedaan antara wanita dengan pria

menjadi jelas. Praremaja terjadi karakteristik yang tumpang tindih antara masa kanak-kanak pertengahan dan awal masa remaja (Wong, 2008).

2.2.2.1. Perkembangan Fisik Anak Usia Sekolah

Perkembangan psikososial menurut Freud yaitu dimana anak-anak membina hubungan kerjasama dengan teman seusianya dan mulai tertarik dengan lawan jenis (Kozier, 2011). Menurut Erikson individu berkembang mulai untuk menciptakan, mengembangkan, dan memanipulasi sesuatu. Rasa pencapaian melibatkan kemampuan untuk bekerjasama, bersaing dengan orang lain, dan melakukan koping dengan masyarakat (Wong, 2008).

2.2.2.2. Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah

Perkembangan kognitif pada anak mengalami kemajuan dari apa yang mereka lihat sampai alasan mengapa penilaian tersebut diberikan. Kemampuan untuk mengingat simbol dan menggunakan simpanan memori mengenai pengalaman masa lalu. Salah satu tugas kognitif yang utama yaitu menguasai konsep konservasi (Wong, 2008).

2.2.2.3. Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah

Perkembangan moral dimana anak mulai berfikir yang logis melalui tahap perkembangan kesadaran diri dan standar moral. Anak usia sekolah lebih mampu menilai suatu tindakan berdasarkan niat dibandingkan akibat yang dihasilkannya. Peraturan dan penilaian tidak lagi bersifat mutlak. Anak mampu mengerti dan menerima bagaimana memperlakukan orang lain seperti bagaimana mereka inginkan (Wong, 2008).

2.2.2.4. Perkembangan Spiritual Anak Usia Sekolah

Perkembangan spiritual pada anak usia sekolah mempunyai batasan berfikir yang masih konkret, tetapi pelajar yang baik dan memiliki kemauan besar untuk mengenal Tuhan. Mereka tertarik dengan konsep neraka dan surga dan dengan perkembangan kesadaran diri dan perhatian terhadap peraturan. Bila melakukan kesalahan maka diberi hukuman (Wong, 2008).

2.3.Kecemasan

2.3.1. Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah keadaan tegang yang memuncak dimana dapat menimbulkan gelisah dan kehilangan kendali akibat adanya penilaian yang subjektif dari proses komunikasi interpersonal (Nasir, 2011). Kecemasan dialami oleh semua orang dalam menjalani kehidupannya dan ini merupakan suatu yang wajar karena setiap orang memiliki keinginan yang dapat berjalan dengan lancar (Purba, 2012).

Kecemasan yang terjadi pada anak-anak menurut Alessandro dan Huth (2002) merupakan sesuatu yang biasa atau normal terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Walaupun kecemasan merupakan sesuatu yang biasa terjadi pada anak-anak, namun jika apa yang dialami bertentangan dengan rutinitas mereka sehari-hari maka dalam proses penanganannya mereka memerlukan bantuan dokter anak-anak atau psikolog anak-anak-anak-anak. Berbagai contoh sumber kecemasan bagi anak-anak- anak yang berkait dengan rutinitas mereka antara lain ketika berpisah dengan orang tua, ketika menerima rapot di sekolah, ketika bertemu guru yang galak,

ketika memasuki lingkungan baru, ketika disuruh tampil ke depan kelas, ketika disuruh sebagai petugas upacara dan lain sebagainya (Sheppard, 2007).

2.3.2. Penyebab Kecemasan

Penyebab kecemasan pada individu berdasarkan teori yaitu teori psikoanalitik, interpersonal, perilaku, biologi, kajian keluarga. Menurut Freud dari teori psikoanalitik ini konflik yang terjadi antara dua eleman pribadi Id dan Super ego dimana Id mewakili insting sedangkan super ego menggambarkan hati nurani seseorang dan dikembangkan oleh norma budaya seseorang. Teori interpersonal timbul karena adanya penerimaan dan penolakan yang berhubungan dengan trauma masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang mengakibatkan seseorang tidak berdaya. Teori perilaku dimana frustasi yang dapat mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Teori biologi mengatakan bahwa otak mengandung reseptor khusus yang mungkin mengatur kecemasan. Keluarga juga mempengaruhi kecemasan dari seseorang, misalnya keluarga yang bersifat otoriter (Purba, 2012).

2.3.3.Tingkatan Cemas

Peplau membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkatan mulai dari ringan, sedang, berat dan juga panik. Disetiap tingkatan memiliki karakteristik yang berbeda-beda tergantung dengan bagaimana dia dapat menerima kondisi tersebut yang ada (Purba, 2012).

Kecemasan ringan dapat menciptakan kondisi yang sedikit mengarah pada kemampuan persepsi, pembelajaran, dan produktif. Sebagian juga mungkin masih perasaan gelisah untuk mencari informasi dan mengajukan pertanyaan. Bila cemas

sedang maka meningkatkan stasus gairah kesatu titik ketika mengekspresikan tegang, cemas, khawatir (Kozier, 2011).

Kecemasan berat cenderung memusatkan pada suatu terinci dan spesifik dan tidak dapat dipikirkan oleh hal lain, perilakunya ditujukan untuk mengurangi ketegangan dan memiliki banyak pemusatan pemikiran. Sedangkan panik berhubungan dengan ketakutan, teror. Orang yang panik tidak dapat melakukan sesuatu walaupun ada pengarahan. Bila panik maka terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional (Purba, 2012)

Dokumen terkait