• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kecemasan

2.1.1 Pengertian dan Batasan Kecemasan

Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai kenyataan, kepribadian masih tetap utuh atau tidak mengalami keretakan kepribaadian normal (Hawari, 2008).

Kecemasan adalah perasaan yang menetap berupa ketakutan atau kecemasan yang merupakan respon terhadap kecemasan yang akan datang. Hal tersebut dapat merupakan perasaan yang ditekan kedalam bawah alam sadar bila terjadi peningkatan akan adanya bahaya dari dalam. Kecemasan bukanlah suatu panyakit melainkan suatu gejala. Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu panjang dan sebagian besar tergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-perstiwa atau situasi-situasi khusus dapat menpercepat munculnya kecemasan tetapi setelah terbentuk pola dasar yang menunjukan reaksi rasa cemas pada pengalaman hidup seseorang (Ibrahim, 2007).

Kecemasan adalah keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan gelisah dan aktivasi sistem saraf autonom dalam merespon ancaman yang tidak jelas. Kecemasan akibat terpejan pada peristiwa traumatik yang dialami individu yang mengalami, menyaksikan atau menghadapi satu atau beberapa

peristiwa yang melibatkan kematian aktual atau ancaman kematian atau cidera serius atau ancaman fisik diri sendiri (Doenges, 2006).

Kecemasan adalah respon subjektif terhadap stres, ciri-ciri kecemasan adalah keperihatinan, kesulitan, ketidakpastian atau ketakutan yang terjadi akibat ancaman yang nyata atau dirasakan (Isaacs, 2004).

Kecemasan merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan sesuatu diluar dirinya dan mekanisme diri yang digunakan dalam mengatasi permasalahan (Asmadi, 2009).

2.1.2 Angka Kejadian Kecemasan

Menurut Ibrahim (2007), kriteria diagnosis untuk gangguan kecemasan karena kondisi medis meliputi:

a. Kecemasan yang menonjol, serangan panik, obsesi, atau kompulsi yang menguasai gejala klinis.

b. Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium bahwa gangguan adalah akibat langsung dari kondisi medis umum. c. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain

(misalnya gangguan penyesuaian dengan kecemasan, dimana stresor adalah suatu kondisi medis umum yang serius).

d. Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, perjalanan atau fungsi penting lain.

Manifestasi klinis, Gejala utamanya adalah kecemasan, ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan kewaspadaan kognitif. Ketegangan motorik sering

dimanifestasi oleh sesak nafas, keringat berlebihan, palpitasi dan gejala gastrointestinal. Gejala lain adalah mudah tersinggung dan mudah dikejutkan (Manjoer, 2000).

Kecemasan pada tingkat fisiologik atau kecemasan yang sudah mempengaruhi atau terwujud pada gejala fisik terutama pada fungsi saraf. Misalnya tidak dapat tidur, jantung berdebar-debar, keluar keringat dingin berlebih, sering gemetar, perut mual, dan yang lainnya.

Tingkatan ansietas adalah sebagai berikut :

a. Ansietas ringan, berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari

dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan meningkatkan persepsi.

b. Ansietas sedang, memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang

penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah.

c. Ansietas berat, sangat mengurangi persepsi seseorang yang cenderung

memusatkan pada sesuatu yang terinci, spesifik dan tidak dapat berpikir tentang hal lain.

d. Tingkat panik dari ansietas, berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror. Karena mengalami kehilangan kendali, orang yang mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan.

2.1.3 Cara Mengukur Kecemasan

Menurut Hawari (2008), untuk mengetahui sejauh mana derajat kecemasan seseorang apakah ringan, sedang, berat atau berat sekali digunakan alat ukur yang

dikenal dengan nama Hamilton Rating Scale For Anxiety (HRS-A). Alat ukur ini terdiri dari 14 kelompok gejala yang masing-masing kelompok dirinci lagi dengan gejala-gejala yang lebih spesifik. Masing-masing kelompok gejala diberi penilaian angka (score) antara 0-4, yang artinya nilai 0 berarti tidak ada gejala, nilai 1 gejala ringan, nilai 2 gejala sedang, nilai 3 gejala berat, dan nilai 4 gejala berat sekali. Masing-masing nilai angka (score) dari ke-14 kelompok gejala tersebut dijumlahkan dan dari hasil penjumlahan tersebut dapat diketahui derajat kecemasan seseorang yaitu Total nilai (score) < 14 tidak ada kecemasan, nilai 14-20 kecemasan ringan, nilai 21-27 kecemasan sedang, nilai 28-41 kecemasan berat dan nilai 42-56 kecemasan berat.

Tabel 2.1. Alat Ukur HRS-A (Hamilton Rating Scale For Anxiety)

No Gejala kecemasan Nilai Angka (skor)

1. 2. 3. 4. Perasaan cemas a. Cemas b.Firasat buruk

c. Takut akan pikiran sendiri d.Mudah tersinggung Ketegangan

a. Merasa tegang b.Lesu

c. Tidak bisa istirahat tenang d.Mudah terkejut e. Mudah menangis f. Gemetar g.Gelisah Ketakutan a. Pada gelap b.Pada orang asing c. Ditinggal sendiri Gangguan tidur a.Sukar tidur

b.Terbangun malam hari

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

0 1 2 3 4

5 6. 7. 8. 9. 10. 11.

c.Tidur tidak nyenyak d.Bangun dengan lesu

e.Banyak mimpi-mimpi (mimpi buruk) Gangguan kecerdasan

a. Sukar konsentrasi b.Daya ingat menurun c. Daya ingat buruk Perasaan depresi (murung) a. Hilangnya minat

b.Sedih

c. Bangun dini hari

d.Perasaan berubah-rubah Gejala somatik/fisik (otot) a.Sakit dan nyeri di otot-otot b.Kaku

c.Kedutan otot d.Gigi gemerutuk e.Suara tidak stabil

Gejala somatik/fisik (sensorik) a. Tinitus (telinga berdenging) b. Penglihatan kabur

c. Muka merah atau pucat d. Merasa lemas

Gejala kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah)

a.Takikardia (denyut jantung cepat) b.Berdebar-debar

c.Nyeri di dada

d.Denyut nadi mengeras

e.Rasa lesu/lemas seperti mau pingsan Gejala respiratori (pernafasan)

a.Rasa tertekan atau sempit didada b.Rasa tercekik

c.Sering menarik nafas d.Nafas pendek/sesak

Gejala gastrointestinal (pencernaan) a.Sulit menelan

b.Perut melilit

c.Gangguan pencernaan

d.Nyeri sebelum atau sesudah makan

0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 Tabel 2. 1 (Lanjutan)

12.

13.

14.

e.Rasa penuh dan kembung f. Mual atau muntah

g.Buang air besar lembek atau konstipasi Gejala urogenital (perkemihan)

a. Sering buang air kecil

b.Tidak dapat menahan air seni Gejala autonom

a. Mulut kering b.Muka merah c. Mudah berkeringat d.Kepala terasa berat Tingkah laku a.Gelisah b.Tidak tenang c.Jari gemetar d.Kerut kening e.Muka tegang f. Otot tegang/mengeras 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 0 1 2 3 4 2.2 Informed Consent

2.2.1 Pengertian Informed Consent

Menurut Permenkes Republik Indonesia nomor 585/Menkes/Per/IX/ 1989 Informed consent atau Persetujuan Tindakan Medis adalah persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga atas dasar penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut.

Persetujuan Tindakan Medis adalah terjemahan yang dipakai untuk istilah informed consent, Informed artinya telah diberitahukan, telah disampaikan, atau telah diinformasikan. Consent artinya persetujuan yang diberikan kepada seseorang untuk berbuat sesuatu (Hanafiah & Amir, 2008).

Informed Consent adalah suatu izin atau pernyataan setuju dari pasien yang diberikan dengan bebas dan rasional sesudah mendapat informasi dari dokter dan yang sudah dimengerti (Guwandi, 1994).

Menurut Sampurna dalam proceding seminar lokakarya yang dikutip oleh IDI (2005), yang mengatakan Informed Consent adalah suatu proses yang menunjukan komunikasi yang efektif antara dokter dengan pasien dan bertemunya pemikiran tentang apa yang akan dan apa yang tidak akan dilakukan tehadap pasien.

2.2.2 Tujuan dan Fungsi Persetujuan Tindakan Medis

Menurut Guwandi (2004), fungsi dari Persetujuan Tindakan Medis antara lain: 1) promosi dari hak otonomi perorangan, 2) proteksi dari pasien dan subjek, 3) mencegah terjadinya penipuan atau paksaan, 4) menimbukan ransangan kepada profesi medik untuk mengadakan introspeksi terhadap diri sendiri, 5) promosi dari keputusan-keputusan yang rasional, 6) keterlibatan masyarakat dalam memajukan prinsip otonomi sebagai suatu nilai sosial dan mengadakan dalam pengawasan penyelidikan biomedik.

Dasar hukum Persutujuan Tindakan Medis adalah hubungan dokter dengan pasien yang atas dasar kepercayaan, tujuannya adalah memberikan perlindungan pasien tehadap tindakan dokter yang sebenarnya tidak diperlukan dimana secara medik tidak ada dasar pembenaran yang dilakukan tanpa sepengetahuan pasien dan memberikan perlindungan hukum kepada dokter terhadap suatu kegagalan dan bersifat negatif, karena setiap prosedur medik melekat suatu risiko (Affandi dkk, 2005).

Tujuan dan fungsi Persetujuan Tindakan Medis adalah:

a. Persetujuan Tindakan Medis dimaksudkan sebagai alat untuk memungkinkan penentu nasib sendiri dan berfungsi sebagai jaminan untuk terpenuhi hak dan informasi dalam suatu hubungan medik/kesehatan.

b. Persetujuan Tindakan Medis ini juga dimaksudkan untuk melindungi hak individu pasien dari tindakan tidak sah oleh dokter dan dapat melindungi dokter dari tuntutan pelanggaran hak pribadi pasien tersebut.

c. Persetujuan Tindakan Medis dapat menjadi doktrin hukum apabila adanya kewajiban dokter untuk memberi informasi dan kewajiban untuk mendapatkan persetujuan mempunyai dasar hukum tertentu.

d. Persetujuan Tindakan Medis dapat diartikan sebagai perwujudan prinsip mengutamakan pasien, tanpa mengabaikan kepentingan dokter, maka Persetujuan Tindakan Medis secara tertulis dari pasien dapat dijadikan alat bukti untuk membebaskan dokter dari tuntutan resiko yang mungkin timbul dari tindakan medik yang dilakukan. Karena itu, Persetujuan Tindakan Medis bertujuan supaya dokter dapat menghindari resiko sekecil apapun atau demi kepentingan pasien. 2.2.3 Bentuk Persetujuan Tindakan Medis

Ada dua bentuk Persetujuan Tindakan Medis yaitu: 1. Tersirat atau dianggap telah diberikan (Implied consent)

a. keadaan normal b. keadaan darurat

2. Dinyatakan (Expressed consent) a. lisan

b. tulisan

Implied consent adalah persetujuan yang diberikan pasien secara tersirat, tanpa pernyataan tegas. Isyarat persetujuan ini dilihat dokter dari sikap dan tindakan pasien. Tindakan dokter yang biasa dilakukan atau sudah diketahui umum. Misal pengambilan darah untuk pemeriksaan laboratorium, melakukan suntikan pada pasien, dan melakukan penjahitan. Implied consent adalah bila pasien dalam keadaan gawat darurat (emergency) sedang dokter memerlukan tindakan segera, sementara pasien dalam keadaan tidak bisa memberikan persetujuan dan keluarga tidak di tempat, dokter dapat melakukan tindakan medis terbaik menurut dokter (Permenkes No 585 tahun1989, pasal 11). Jenis persetujuan ini disebut sebagai Presumed consent. Artinya, bila pasien dalam keadaan sadar, dianggap akan menyetujui tindakan yang akan dilakukan dokter.

Expressed consent adalah persetujuan yang dinyatakan secara lisan atau tulisan, bila yang akan dilakukan lebih dari prosedur pemeriksaan dan tindakan yang biasa. Dalam keadaan demikian, sebaliknya kepada pasien disampaikan terlebih dahulu tindakan apa yang akan dilakukan supaya tidak sampai terjadi salah pengertian. Misalnya, pemeriksaan dalam rektal atau pemeriksaan dalam vagina, mencabut kuku dan tindakan lain yang melebihi prosedur pemeriksaan dan tindakan umum. Pada saat ini, belum diperlukan pernyataan tertulis, persetujuan secara lisan sudah mencukupi. Namun, bila tindakan yang akan dilakukan mengandung risiko

seperti tindakan pembedahan, sebaliknya didapatkan Persetujuan Tindakan Medis secara tertulis (Hanafiah & Amir, 2008).

2.2.4 Informasi

Bagian yang terpenting dalam pembicaraan mengenai informed consent tentulah mengenai informasi. Menurut Depdiknas, 2005 informasi identik dengan pemberitahuan, kabar atau berita tentang sesuatu, identik dengan jalan masuk. informasi berasal dari kata informare yang sebenarnya berarti memberi bentuk. Informasi adalah pemberitahuan tentang sesuatu agar orang dapat membentuk pendapat berdasarkan sesuatu yang diketahui.

Kata informasi diambil dari bahasa latin informationem yang berarti ”garis besar, konsep atau ide” informasi merupakan kata benda dari informare yang berarti aktivitas dalam ”pengetahuan yang dikomunikasikan”. Informasi adalah pengetahuan yang didapatkan dari pembelajaran, pengalaman, atau instruksi. Namun demikian istilah ini memiliki banyak arti bergantung kontek, dan secara umum berhubungan erat dengan konsep seperti arti, pengetahuan, komunikasi, kebenaran, dan rangsangan mental.Dewasa ini setiap anggota masyarakat dan institusi membutuhkan informasi. Siapa yang lebih cepat menguasai informasi, dialah yang kemungkinan suksesnya akan lebih besar. Pendapat ini memang benar adanya, setiap orang berhak mendapatkan informasi yang jelas dan benar tentang berbagai aspek terutama berkaitan dengan masalah kesehatan (Andhi, 2008).

Seorang pasien membutuhkan informasi, informasi yang diberikan kepada pasien dapat meliputi arti yang sangat luas yaitu segala pengetahuan yang dapat

diberikan kepada pasien sehingga dapat juga diartikan sebagai pemberian pengetahuan. Sedangakan yang dimaksud dengan bimbingan dan tuntutan kepada pasien merupakan suatu metode penerangan kepada pasien yang bermaksud untuk menolong pasien melalui komunikasi dalam menghadapi beban psikis yang mungkin timbul karena perawatan serta akibat-akibatnya agar pasien mampu menghadapi atau mengatasinya. Adapun yang dimaksud dengan pendidikan pasien adalah memberikan bantuan penerangan kepada pasien mengenai segala kemungkinan yang terjadi, sehingga pasien siap dalam menghadapi dan menyesuaikan dengan keadaan dirinya. Instruksi kepada pasien dapat tertulis dan dapat pula tidak, dan dapat gerakan tangan yang dilakukan pada pemeriksaan selama proses penyembuhan (Astuti, 2009).

Menurut Bloom yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), proses dalam penyampaian informasi sampai dapat dipahami oleh seseorang tergantung pada kemahiran intelektualnya. Untuk menagkap rangsangan atau stimulus dari orang lain yang sangat dipengaruhi oleh karakteristik dari orang yang bersangkutan. Faktor karakteristik orang digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap individu mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda-beda. Hal ini disebabakan karena adanya ciri-ciri individu yang berbeda-beda.

Untuk dapat mengerti ataupun paham tentang informasi yang disampaikan seseorang kepada orang lain haruslah melalui beberapa proses antara lain:

1. Sensasi

Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan paenguraian verbal, simbolis, atau konseptual, dan terutama sekali berhubungan

dengan kegiatan alat indra. Fase ini yang paling berperan untuk dapat mencerna informasi adalah alat-alat indra.

2. Persepsi

Adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Banyak hal yang mempengaruhi persepsi seseorang seperti pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosional dan latar belakang budaya.

3. Memori

Memori adalah sistem yang sangat berstruktur,yang menyebabkan Organisme merekam fakta tentang dunia dan mengunakan pengetahuan untuk membimbing prilaku.

4. Berfikir

Adalah proses untuk menarik kesimpulan untuk membuat keputusan. Dengan berfikir seseorang akan dapat menyimpulkan arti dari ransangan yang diterimanya melalui indera yang menangkap ransangan tersebut (Arikunto, 2006).

Fungsi utama dan pertama dari informasi adalah menyampaikan pesan atau menyebarluaskan informasi kepada orang lain yang bersifat mendidik. Artinya, dari penyebarluasan informasi itu diharapkan para penerima informasi akan menambah pengetahuan tentang sesuatu yang ingin dia ketahui (Liliweri, 2008).

Pada pasien pra operasi sangat perlu mendapatkan informasi yang sejelas-jelasnya dan selengkapnya yaitu informasi tentang perlunya tindakan medis yang bersangkutan dan resiko yang ditimbulkannya. Informasi yang harus diberikan adalah

tentang keuntungan dan kerugian atau faktor resiko dari tindakan medis yang akan dilaksanakan. Namun jika dokter banyak memberikan informasi tentang resiko, terdapat kemungkinan akan mempengaruhi mental pasien yang sangat awam dan dalam keadaan sakit atau takut yang bisa-bisa mengarah pada kegagalan sebelum dilakukan tindakan medis (Astuti, 2009).

Menurut Astuti (2009), isi informasi medis yang dikemukakan adalah: a. Diagnosa

b. Terapi dengan kemungkinan alternatif terapi c. Tentang cara kerja dan pengalaman dokter d. Resiko

e. Kemungkinan perasaan sakit ataupun perasaan lainnya (misalnya, gatal-gatal) f. Keuntungan terapi

g. Prognosis

Hal-hal yang perlu diketahui pasien praoperasi untuk mengurangi kecemasan adalah : a. Pengenalan staf

b. Lama waktu perawatan di rumah sakit c. Pengetahuan tentang operasi

d. Persiapan sebelum operasi e. Pembiusan

f. Perawatan sesudah operasi g. Pengobatan

i. Kapan pasien boleh bangun dari tempat tidur setelah operasi (Roper, 2002). 2.2.5 Informasi yang Harus Disampaikan

Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 168 ayat 1 ‘’Untuk menyelenggarakan Upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi kesehatan, ayat 2 ‘’ Informasi kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui sistem informasi dan melalui lintas sektor, ayat 3 ‘’ Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. Dalam Pasal 169 Pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat .

Sedangkan Informasi yang perlu disampaikan kepada pasien atau keluarga adalah informasi mengenai apa yang perlu disampaikan, kapan disampaikan, siapa yang harus menyampaikan dan informasi mana yang harus disampaikan, tentu segala sesuatu yang berkaitan dengan penyakit pasien. Tindakan apa yang akan dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan dijalani pasien baik diagnostik maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau keluarga dapat memahaminya. Hal ini mencakup bentuk, tujuan, risiko, manfaat dari terapi yang akan dilaksanakan dan alternatif terapi. Mengenai kapan disampaikan bergantung pada waktu yang tersedia setelah dokter memutuskan akan melakukan tindakan invasif. Pasien atau keluarga harus diberi waktu yang cukup untuk menentukan keputusannya. Yang menyampaikan informasi, bergantung pada jenis tindakan yang akan dilakukan dalam tindakan

bedah dan tindakan invasif lainnya harus diberikan oleh dokter yang akan melakukan tindakan. Penyampaian informasi ini memerlukan kebijaksanaan dari dokter yang akan melakukan tindakan tersebut atau petugas yang ditunjuk. Mengenai informasi mana yang harus disampaikan haruslah selengkap-lengkapnya, kecuali dokter menilai informasi tersebut dapat merugikan kepentingan kesehatan pasien atau pasien menolak diberikan informasi, bila perlu, informasi dapat diberikan kepada keluarga pasien (Hanafiah & Amir, 2008).

Dokter yang akan melakukan tindakan medik mempunyai tanggung jawab utama memberikan informasi dan penjelasan yang diperlukan. Apabila berhalangan, informasi dan penjelasan yang harus diberikan dapat diwakilkan kepada dokter lain dengan sepengetahuan dokter yang bersangkutan. informasi dan penjelasan disampaikan disampaikan secara lisan, sedangkan secara tulisan dilakukan hanya sebagai pelengkap penjelasan yang telah disampaikan secara lisan. Cara penyampaian dan isi informasi disesuaikan dengan tingkat pendidikan serta kondisi dan situasi pasien ( Guwandi, 2004).

2.2.6 Hak dan Kewajiban Pasien a. Hak untuk menentukan nasib sendiri

Dalam Hospital Patients Charter yang disepakati dalam sidang pleno memuat hal-hal yang berhubungan dengan pasien yaitu dikatakan bahwa pasien berhak untuk memilih dokternya secara bebas. Pasien berhak untuk menerima atau menolak pengobatan sesudah pasien menerima informasi yang jelas. Pasien berhak untuk mengakiri atau memutuskan dengan dokter tersebut. Dengan kata lain dokter

tidak berhak untuk mencegah atau melarang jika pasien hendak berobat kepada dokter yang lain. Dalam kenyataan dokter dan pasien melihat suatu keadaan dari sudut pandang yang bebeda, Disatu pihak tindakan medis terhadap seseorang yang tidak didasarkan pada informasi yang adekuat akan mencemarkan atau menganggu pribadi orang tersebut. Dipihak lain untuk menentukan nasib sendiri yang mengandung hak untuk berkembang dalam masyarakat tidak dapat diwujudkan apabila individu tidak memperoleh informasi yang cukup yang berhubungan langsung dengan kepentingan jasmani dan rohaninya.

b. Hak atas informasi

Hak untuk menentukan nasib sendiri tidak akan terwujud secara optimal jika tidak didampingi hak atas informasi, Karena keputusan akhir mengenai penentuan nasibnya sendiri itu dapat diberikan jika untuk pengambilan keputusan tersebut memperoleh informasi yang lengkap tentang segala untung dan ruginya apabila suatu keputusan telah diambil.

Selain dari kedua hak tersebut, hak-hak pasien yang lain adalah sebagai berikut: a. Hak memberikan persetujuan tindakan medis

Persetujuan tindakan medis atau Informed consent merupakan hal yang sangat prinsip dalam profesi kedokteran jika ditinjau dari sudut hukum perdata ataupun pidana.

Walaupun pada dasarnya setiap dokter dianggap memiliki kemampuan yang sama untuk melakukan tindak medis dalam bidang masing-masing, pasien tetap berhak memilih dokter atau rumah sakit yang dikehendaki.

c. Hak atas rahasia medis

Yaitu segala sesuatu yang disampaikan oleh pasien (secara sadar dan tidak sadar) kepada dokter dan segala sesuatu yang diketahui oleh dokter sesuatu mengobati dan merawat pasien. Etika kedokteran mengatakan behwa rahasia ini harus dihormati oleh dokter, bahkan setelah pasien itu meninggal.

d. Hak untuk menolak pengobatan atau perawatan serta tindakan medis

Dokter atau rumah sakit tidak boleh memaksa pasien untuk menerima suatu tindakan medis tertentu, tetapi dokter harus menjelaskan risiko atau kemungkinan yang terjadi jika tindakan medis itu tidak dilakukan. Apabila setelah menerima penjelasan pasien tetap menolak, pasien harus menandatangani penolakan itu. e. Hak atas pendapat kedua (second opinion)

Usaha mendapatkan second opinion dari dokter lain, maka dokter pertama tidak perlu tersinggung, demikian pula dengan keputusan pasien setelah mendapatkan second opinion.

f. Hak untuk mengetahui isi rekam medis

Pasien adalah pemilik berkas rekam medis serta bertanggung jawab sepenuhnya atas rekam medis tersebut. Apabila pasien menghendaki keluarga atau pengacara untuk mengetahui isi rekam medis tersebut, pasien harus membuat izin tertulis atau surat kuasa untuk itu. Berdasarkan izin itu, dokter atau rumah sakit dapat

memberikan ringkasan atau foto kopi rekam medis tersebut meskipun dokter atau rumah sakit harus tetap menjaga rekam medis tersebut dari orang yang tidak berhak.

Kewajiban-kewajiban pasien adalah sebagai berikut : a. Kewajiban memberikan informasi medis.

b. Kewajiban mentaati petunjuk.

c. Kewajiban memenuhi aturan-aturan pada sarana kesehatan. d. Kewajiban memberikan imbalan jasa kepada dokter. e. Kewajiban berterus terang.

f. Kewajiban menyimpan rahasia pribadi dokter yang diketahui. 2.2.7 Persetujuan Tindakan Medis

Inti dari persetujuan adalah persetujuan haruslah didapat sesudah pasien mendapat informasi yang adekuat. Hal yang diperhatikan bahwa yang berhak memberikan persetujuan tindakan adalah pasien yang sudah dewasa (di atas 21 tahun atau sudah menikah) dan dalam keadaan sehat mental. Dalam banyak Persetujuan Tindakan Medis yang ada selama ini, penanda tanganan persetujuan ini lebih sering dilakukan oleh keluarga pasien. Hal ini berkaitan dengan kesangsian terhadap kesiapan mental pasien sehingga beban demikian diambil alih oleh keluarga pasien atau atas alasan lain. Untuk pasien di bawah umur 21 tahun, dan pasien-pasien gangguan jiwa yang menandatangani adalah orang tua/wali/keluarga terdekat. Untuk pasien dalam keadaan tidak sadar, atau pingsan serta tidak didampingi oleh keluarga

terdekat dan secara medik berada dalam keadaan gawat darurat yang memerlukan tindakan medik segera, tidak diperlukan persetujuan dari siapa pun.

Dokumen terkait