• Tidak ada hasil yang ditemukan

KECENDERUNGAN PEMBELAJARAN

Pada dasarnya setiap pembelajaran yang dilakukan dapat dipotret kecenderungan/ orientasinya dalam membentuk perilaku belajar siswa. Silver, Strong, dan Perini (2007) menggunakan istilah learning style, apa yang akan dikembangkan dari siswa dalam proses pembelajaran.

Learning style dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat)

macam, yakni: mastery (kemahiran), understanding

(pemahaman), interpersonal (hubungan social), self-expressive (ekspresi diri).

Orientasi pembelajaran mastery adalah peningkatan kemampuan siswa untuk mengingat dan menghafal prosedur dan informasi. Bentuk kegiatan pembelajaran yang mengarah pada mastery, antara lain: drill, latihan, dan ceramah. Dalam

mastery ini, yang dipentingkan adalah siswa bisa menjawab

soal (success) meskipun tidak tahu mengapa jawabannya seperti itu, siswa bisa menggunakan prosedur untuk menyelesaikan soal (meskipun tidak tahu mengapa prosedur tersebut yang digunakan), dan penyampaian materi terselesaikan (meskipun siswa hanya hafal).

Praktik pembelajaran yang berorientasi pada mastery ini, biasanya dilakukan dengan langkah-langkah: (1) guru “sedikit” menjelaskan materi matematika dengan menekankan pada prosedur, (2) memberikan contoh soal dan cara mengerjakannya (sering dengan memberikan cara singkat atau disebut “trik”) dan tidak dijelaskan munculnya cara singkat tersebut, (3) memberikan soal latihan yang “mirip” dengan contoh, (4) memberikan soal latihan di buku, dan (5) memberikan tes. Penekanan utama dalam tipe pembelajaran mastery ini adalah keterampilan mengerjakan soal. Siswa dilatih berkali-kali untuk mengerjakan soal yang mirip sedemikian hingga hafal prosedur penyelesaiannya.

Praktik pembelajaran dengan mastery ini memiliki beberapa kelemahan, antara lain: (1) siswa sulit untuk mentansfer keterampilannya untuk menyelesaikan masalah lain, (2) siswa mudah lupa, dan (3) siswa sering mengalami kesalahan dalam memahami konsep dan menyelesaikan masalah. Siswa yang sudah terampil mengerjakan soal yang diberikan oleh gurunya masih tidak bisa (atau sering mengalami kesulitan) apabila soalnya diubah dalam bentuk lain, meskipun perubahannya hanya “sedikit”. Ketika guru menyampaikan bahwa luas daerah segitiga rumusnya “setengah alas dikalikan tinggi” biasa ditulis L = ½ a x t. Guru memberikan gambar dan menekankan bahwa sisi bagian bawah (horisontal) sebagai alas dan sisi vertikal sebagai tinggi.

Guru: anak-anak segitiga diperoleh dari persegi panjang yang

dipotong melalui diagonalnya. Misalkan suatu persegi panjang, panjangnya disebut alas (a) dan lebarnya disebut tinggi (t), maka segitiga yang terbentuk merupakan separoh dari persegi panjang. Sehingga luasnya setengah alas dikali

tinggi. anak-anak diingat ya, luas daerah segitiga adalah setengah alas dikalikan tinggi.

Setelah memberikan penjelasan sedikit, guru langsung memberikan beberapa contoh soal.

Soal:

Tentukan luas daerah segitiga berikut!

G: untuk menjawab soal-soal tersebut, kita bisa melakukan dengan

memasukkan bilangan-bilangan itu ke rumus L = ½ a x t. Nomor 1, luasnya L = ½ x 6 x 4 = 12. Nomor 2, L = ½ x 5 x 4 = 10. Nomor 3 luasnya L = ½ x 8 x 5 = 20.

Dalam pembelajaran yang berorientasi pada mastery, mungkin murid akan mudah menyelesaikan luas daerah segitiga yang mirip dengan gambar yang diberikan oleh gurunya. Namun akan menjadi masalah apabila siswa dihadapkan pada soal yang melibatkan segitiga tidak siku-siku seperti berikut.

Kelemahan kedua adalah siswa mudah lupa. Setelah selesai belajar luas daerah segitiga dengan menghafal rumus L = ½ a x t. Guru melanjutkan menjelaskan rumus luas daerah trapesium L = ½ (a+b) x t dan memberikan banyak latihan. Seringkali siswa menjadi lupa konsep luas daerah segitiga yang sudah pernah dipelajari. Kesalahan ketiga, siswa sering kesulitan memahami dan menyelesaikan masalah. Apabila segitinya seperti gambar di bawah ini, masih banyak siswa yang memahaminya alasnya 8 cm dan tingginya 5 cm.

Orientasi pembelajaran understanding adalah mengembangkan kemampuan siswa bernalar, menggunakan bukti dan logika. Dalam understanding, dikembangkan rasa

ingin tahu siswa (curiosity), sehingga bisa menggunakan logika untuk berdebat dan menemukan berdasarkan ide-ide yang dipelajari . Bentuk kegiatan yang mengarah ke

understanding, antara lain: membaca dengan pemahaman,

debat, project, belajar mandiri, dan membuat argument. Kekuatan dari understanding adalah siswa tertantang untuk berpikir dan menjelaskan ide-idenya.

Sebagai contoh, pembelajaran yang mengarah pada understanding bisa digambarkan sebagai berikut. Seorang guru ingin menanamkan konsep “bilangan negatif dikalikan bilangan negatif hasilnya bilangan positif”. Guru membangun pemahaman siswa melalui pola.

Guru: anak-anak perhatikan pola bilangan berikut.

Setiap turun satu baris hasil kalinya berkurang 4, pikirkan berapa hasil perkalian 4 x -1 = ...; 4 x -2 = ...; dan 4 x -3 = ...?

Siswa akan berpikir bahwa dari nol “berkurang 4” akan menghasilkan 4; dari 4 “berkurang 4” menjadi 8; dan dari -8 “berkurang 4” menjadi -12. Sehingga diperoleh hasil 4 x -1 = -4; 4 x -2 = -8; dan 4 x – 3 = -12.

Siswa akan berpikir bahwa setiap turun satu, hasil perkalian berkurang 3, sehingga dari 6 “berkurang 3” akan menghasilkan 3; dari 3 “berkurang 3” menjadi 0; dari 0 “berkurang 3” menjadi -3; dari -3 “berkurang 3” menjadi -6; dan dari -6 “berkurang 3” menjadi -9. Sehingga diperoleh hasil 3 x 1 = 3; 3 x 0 = 0; 3 x -1 = -3; 3 x -2 = -6; dan 3 x – 3 = -9. Kegiatan guru bisa dilanjutkan dengan mengingatkan kembali “hukum komutatif”, bahwa 4 x 3 = 3 x 4 dan dilanjutkan dengan menanyakan kepada siswa bagaimana penerapan hukum komutatif pada perkalian 3 x 4 = .... dan -3 x -3 = ...

Dengan menggunakan pola yang sudah dibahas, siswa akan tahu bahwa -3 x 4 = -12 dan -3 x 3 = -9.

Guru: anak-anak lanjutkan perkalian berikut dengan memanfaatkan

pola bilangan berikut.

Setiap turun satu baris hasil kalinya bertambah 3, pikirkan berapa hasil perkalian -3 x -1 = ... dan -3 x -2 = ...?

Dengan pola tersebut akan diperoleh -3 x -1 = 3 dan -3 x -2 = 6. Dengan kata lain “bilangan negatif dikalikan bilangan negatif menghasilkan bilangan positif”.

Orientasi pembelajaran interpersonal adalah menumbuhkan hubungan (relationship) siswa dengan siswa lain (atau masyarakat) dengan membentuk kelompok, persekutuan, latihan bersama. Dalam interpersonal, siswa dikondisikan untuk belajar dalam kehidupan masyarakat. Bentuk kegiatan yang mengarah ke interpersonal antara lain: diskusi, aktifitas kooperatif, dan role playing.

Orientasi pembelajaran self-expressive adalah mengembangkan kemampuan siswa untuk berimajinasi dan mencipta sesuatu yang baru (originality). Siswa didorong untuk mengembangkan abstraksi dan menggunakannya untuk eksplorasi ide-ide baru. Bentuk kegiatan yang mencerminkan self-expressive antara lain: aktifitas kreatif, open ended, non rutin problems, berpikir alternative, dan problem posing.

Dalam membelajarkan siswa tentang sifat bangun datar (segi empat) , bisa dilakukan dengan praktik. Siswa diberikan beberapa potongan kawat/lidi dengan panjang ada yang sama dan ada yang berbeda. Pembelajaran dilakukan dalam beberapa langkah:

Langkah 1:

Siswa diminta mengambil 4 (empat) lidi yang panjangnya berbeda dan membentuknya menjadi segiempat.

G: Buat segiempat sebanyak-banyaknya dari empat lidi tersebut dan

hasilnya gambarkan di kertas yang disediakan!

Dalam tugas ini, siswa bisa membentuk bangun segiempat yang berbeda-beda.

Guru bisa melanjutkan dengan memberi nama bangun yang terbentuk, bahwa bangun yang dibentuk dari 4 sisi, disebut segi empat.

Langkah 2:

Siswa diminta mengambil 4 (empat) lidi dan guru meminta siswa membuat segiempat sebanyak-banyaknya dari empat lidi

tersebut dengan HANYA SEPASANG SISINYA dibuat sejajar dan hasilnya gambarkan di kertas yang disediakan!

Dalam tugas ini, siswa bisa membentuk bangun segiempat secara berbeda-beda.

G: Cari sifat yang sama dan yang berbeda dari ketiga gambar

tersebut!

Siswa akan mengidentifikasi sifat yang sama bahwa ketiga bangun tersebut memiliki empat sisi dan hanya memiliki sepasang sisi yang sejajar.

Bangun yang memiliki empat sisi dan HANYA memiliki sepasang sisi sejajar disebut TRAPESIUM.

Langkah 3:

Siswa diminta mengambil 4 (empat) lidi, sepasang-sepasang lidi (2 lidi panjangnya sama dan 2 lidi yang lain panjangnya sama).

G: Buat segiempat sebanyak-banyaknya dari empat lidi tersebut dan

Dalam tugas ini, siswa bisa membentuk bangun segiempat secara berbeda-beda, antara lain:

Selanjutnya guru bisa meminta siswa untuk mencari kesamaan dan perbedaan ketiga bangun tersebut. Hasil kesamaan dan perbedaan dapat dituliskan dalam tabel:

Unsur (a) (b) (c)

Sisi Memiliki dua pasang sisi sama panjang Memiliki dua pasang sisi sama panjang Memiliki dua pasang sisi sama panjang Dua pasang sisinya sejajar

Dua pasang sisi sejajar Sisi berdekatan sama panjang Sudut Sudut-sudut-nya siku-siku Memiliki dua pasang sudut sama besar Memiliki sepasang sudut sama besar Bangun datar (a) disebut persegi panjang. Bangun datar (b) disebut jajar genjang. Bangun datar (c) disebut layang-layang.

Kegiatan tersebut bisa dilanjutkan untuk membangun sifat-sifat bangun datar yang lain, seperti belah ketupat dan persegi.

Keempat kecenderungan tersebut digambarkan oleh Silver dalam bidang berbentuk kuadran seperti berikut.

Lebih jauh Silver dkk (2007) menegaskan bahwa setiap pembelajaran memiliki kecenderungan ke salah satu kuadran, namun tidak ada pembelajaran yang mengembangkan hanya pada satu kuadran saja. Sebagai contoh pembelajaran langsung dengan sintaks: (1) guru menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa, (2) mendemonstrasikan pengetahuan atau keterampilan, (3) membimbing latihan soal, (4) mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik, dan (5) memberikan latihan soal lanjutan dan penerapannya. Dari kegiatan pembelajaran langsung ini, memiliki kecenderungan ke mastery. Namun dalam mendemonstrasikan mungkin juga ada understanding. Karena itu kecenderungan pembelajaran langsung bisa digambarkan seperti berikut.

Pembelajaran Student Teams Achievement Divisions (STAD) dikembangkan oleh Slavin (1995) dengan langkah-langkah: (1) siswa dibentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis kelamin, suku, dan sebagainya); (2) guru menyajikan materi pelajaran; (3) guru memberikan tugas kepada kelompok; (4) anggota yang sudah mengerti diminta untuk menjelaskan kepada anggota yang lain sampai semua anggota mengerti; (5) guru memberikan kuis/pertanyaan kepada seluruh siswa secara individu; (6) guru mengoreksi hasil kuis; (7) guru mengumumkan hasil kuis dan pemenangnya; dan (8) guru bersama siswa membuat kesimpulan. Langkah-langkah STAD tersebut memiliki kecenderungan ke kuadran

interpersonal dan mastery, sedangkan understanding dan self expressive relatif sedikit. Karena itu bisa digambar seperti

berikut. Mastery Interpersonal Understanding Self-Expressive S uc ce s C uriosit y Or igi na li ty R elations hi p

Dokumen terkait