• Tidak ada hasil yang ditemukan

Arus adalah pergerakan air non periodik yang disebabkan oleh bantuan dari luar. Bantuan itu antara lain; angin, perubahan tekanan udara dan perbedaan suhu secara horizontal di perairan (Wetzel 2001). Arus merupakan faktor fisika yang mempengaruhi kehidupan akuatik terutama organisme benthik.

Menurut Welch (1980), kecepatan arus dapat dibagi menjadi arus sangat cepat (lebih dari 100 cm/detik), arus cepat (50-100 cm/detik), arus sedang (25-50 cm/detik), arus lambat (10-25 cm/detik) dan arus sangat lambat (kurang dari 10 cm/detik). Kecepatan arus sangat penting dalam perairan mengalir baik secara langsung maupun tidak langsung. Kecepatan arus mempengaruhi tipe dasar sungai dan jumlah endapan yang ada. Adanya batuan besar di antara kerikil dapat menyebabkan karakter sungai yang merupakan habitat organisme. Avertebrata mempunyai kebutuhan yang berbeda terhadap kecepatan arus untuk tujuan mencari makan dan respirasi (Hynes 1963).

Organisme yang menghuni perairan berarus deras (50-100 cm/detik) ditandai dengan mempunyai semacam kait sebagai alat untuk menempel pada permukaan yang kasar atau batuan. Ada juga yang memproduksi sekresi untuk menempelkan diri ke batuan, misalnya Glososomatidae dan Lepidostomatidae.

Sebagian Tricoptera membangun kepompongnya di batu atau butiran pasir yang besar untuk meningkatkan berat tubuh agar tidak terseret arus deras (Sudaryanti 1995).

Tipe Substrat

Tipe dasar perairan dibedakan menjadi tipe eroding yang terdiri dari batuan kerikil dan tipe depositing yang berupa liat atau lumpur. Kondisi yang berbeda diantaranya adalah bentuk pasir (Hynes 1963). Menurut Odum (1993), substrat dasar perairan yang berupa batu-batu pipih dan batu kerikil merupakan lingkungan hidup yang baik bagi benthos, sehingga akan mempengaruhi kelimpahan benthos menjadi lebih besar dan beragam. Ketika tipe substrat membentuk lumpur, karakteristik avertebratanya adalah Tubificidae, Chironomidae, Prosobranciata, Unionidae dan Sphaeridae (Hynes 1972).

Karakteristik Limbah Tahu

Tahu merupakan produk olahan dari kacang kedelai. Pengolahan kacang kedelai menjadi tahu biasanya termasuk sebagai industri rumahan dan dilakukan secara tradisional. Prinsip pembuatan tahu adalah menggumpalkan protein dari susu kedelai hasil ekstraksi kedelai yang telah dihancurkan dan ditambah air. Bahan penggumpal yang lazim digunakan ialah batu tahu (CaSO4) atau cioko, asam cuka (CH3COOH), dan MgSO4 (Pusbangtepa 1989 diacu dalam Ayu 2008).

Limbah pembuatan tahu berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah padat biasanya dimanfaatkan untuk bahan baku tempe gembus dan makanan ternak (Kastyanto 1994). Limbah cair biasanya tidak dimanfaatkan lagi dan dibuang ke lingkungan. Jumlah limbah cair diperkirakan 15-20 liter per kg kedelai (Haryono 1997). Karakteristik limbah cair tahu secara umum seperti tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5 Karakteristik limbah cair tahu (Haryono 1997)

Parameter Kadar

pH 2-5

BOD 5000-7000 mg/l

COD 7000-12000 mg/l

Warna Putih Keruh

Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode ex-post-facto, yaitu metode yang merujuk pada perlakuan atau manipulasi variabel (parameter kualitas air) yang telah nyata terjadi di lapangan (fenomena alami) sehingga peneliti tidak perlu memberi perlakuan lagi tetapi hanya melihat efeknya pada variabel (kualitas air sungai dan makroavertebrata benthik) (Sudjana 1989). Dasar pendekatan sistematik penelitian adalah hubungan kausal tuntas dari objek yang dinilai, yaitu limbah organik indutri pembuatan tahu-tempe terhadap keberadaan makroavertebrata benthik yang terdapat di tiap stasiun pengamatan.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sungai Ancar bagian tengah sampai muara yang berada di bagian barat Kota Mataram yaitu meliputi Kecamatan Dasan Agung, Kekalik Jaya dan Ampenan Selatan. Sungai Ancar merupakan salah satu sungai induk di Nusa Tenggara Barat (Gambar 2) dan memiliki panjang total kurang lebih 26,7 km. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai Agustus 2009 yaitu mengambil musim kemarau.

Penentuan Lokasi dan Titik Sampling

Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan dugaan telah terjadinya pencemaran berat yang dikarenakan oleh limbah industri pembuatan tahu-tempe. Lokasi pengambilan contoh air sungai ditentukan berdasarkan letaknya terhadap titik masukan limbah industri pembuatan tahu-tempe yang ada di perairan Sungai Ancar. Dengan dasar tata letaknya stasiun tersebut, ditentukan lima lokasi pengambilan contoh air di aliran utama Sungai Ancar. Lokasi tersebut adalah: Stasiun 1 : Jalan Majapahit (komplek UNRAM), merupakan daerah sebelum terkena limbah

limbah tahu-tempe

Stasiun 3 : Kekalik Gerisak, merupakan pusat utama masukan limbah tahu-tempe.

Stasiun 4 : Arya Banjar Getas (ABG), merupakan daerah yang mendapatkan masukan limbah tahu-tempe terakhir.

Stasiun 5 : Muara Sungai Ancar.

Untuk sampling kualitas air limbah dari industri pembuat tahu-tempe digunakan sistem restricted random sampling. Sistem ini mengambil sampel dari populasi yang telah dikelompokkan terlebih dahulu (Nasir 2005). Mulanya populasi pengrajin dibagi berdasarkan lokasi pembuatan dan sampel ditarik dari satu pengrajin masing-masing lokasi dengan cara mengundi. Lokasi yang diambil adalah Kekalik Timur, Kekalik Barat dan Kekalik Gerisak.

Gambar 2. Denah lokasi penelitian.

Sumber : modifikasi Google earth 20 maret 2010

Teknik Sampling

Pelaksanaan penelitian untuk pengumpulan data terdiri atas dua tahap, yaitu penelitian di lapangan dan pensortiran makroavertebrata bentik serta pengukuran beberapa kualitas air di laboratorium. Pengambilan makroavertebrata bentik dan kualitas air dilakukan seminggu sekali sebanyak 6 kali pengambilan.

Jaring tangan/D frame-net dengan ukuran (20 x 30 cm, ukuran mata jaring 500 m) digunakan untuk mengambil contoh makroavertebrta benthik dengan teknik traveling kick-net sampling, yaitu mengaduk-aduk dasar sungai menggunakan kaki di sepanjang jalur yang direncanakan. Daerah sungai yang dijadikan lokasi sampling meliputi panjang 5-10 m dan melihat keterwakilan zona. Waktu untuk tiap pengambilan sampel sekitar 10-20 menit. Untuk stasiun 5 pengambilan sampel langsung menyelam ke dasar mengambil dengan luasan transek 20 x 30 cm. Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut: (1) contoh makroavertebrata bentik diambil menggunakan jaring tangan , dimasukkan dalam wadah plastik dan diawetkan dalam alkohol 70%, (2) dibawa ke laboratorium, dipisahkan antara kotoran dengan makroavertebrata benthik dan (3) diidentifikasi makroavertebrata bentik sampai tingkat famili, bila memungkinkan sampai tingkat genus atau species dengan buku identifikasi Edmonson (1959), Quigley (1977), Pennak (1978), dan McCaffery (1981) .

Pengambilan contoh kualitas air sungai dilakukan bersama-sama pada lokasi pengambilan contoh makroavertebrata. Pengambilan contoh air dilakukan dengan Kemmerer water sampler.

Teknik Pengukuran Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air sungai dan limbah tahu-tempe yang diukur meliputi parameter fisika dan kimia. Alat dan metode pengukuran parameter kualitas perairan sungai dan kualitas air limbah pengolahan tahu-tempe masing-masing tersaji pada Tabel 6 dan Tabel 7.

Tabel 6 Parameter dan metode pengukuran kualitas air sungai

No Parameter Satuan Metode/Alat Tempat

Bukan Kualitas Air

1 Kecepatan Arus m/det Pelampung/stopwatch Lapangan

2 Kedalaman air m Tongkat penduga Lapangan

Faktor Fisika

3 Suhu OC Thermometer Lapangan

4 Total padatan tersuspensi (TSS) mg/l Gravimetrik Laboratorium Faktor Kimia 5 pH - pH metrik Lapangan 6 Oksigen terlarut (DO) mg/l Titrimetrik Lapangan

7 Amonia (NH3) mg/l Spektrofotometrik Laboratorium

8 COD mg/l Spektrofotometrik Laboratorium

9 BOD5 mg/l Titrimetrik Laboratorium

Sedimen

10 Tipe substrat - Grain size analysis Laboratorium

Tabel 7 Parameter dan metode pengukuran kualitas air limbah pembuatan tahu-tempe

No Parameter Satuan Metode Tempat

Bukan Kualitas Air

1 Volume limbah Liter volumetrik Lapangan

Faktor Fisika

2 Suhu OC Thermometrik Lapangan

3 Total padatan

tersuspensi (TSS) mg/l Gravimetrik Laboratorium Faktor Kimia

4 pH - pH metrik Lapangan

5 COD mg/l Spektrofotometrik Laboratorium

Analisa Data

Penentuan perkiraan beban pencemar dan kapasitas asimilasi

Merujuk pada penelitian Rafni (2004), beban pencemar merupakan fungsi dari volume limbah pada suatu segmen dan konsentrasi parameter yang diamati dengan persamaan sebagai berikut:

BP = Q x Ci x 10-9...(1) (Rafni 2004) Keterangan:

BP = Beban Pencemar (ton/hari) Q = Volume Limbah (Liter/hari)

Ci = Konsentrasi parameter ke i max (mg/l) 10-9 = Konversi mg ke ton

Kapasitas asimilasi sebuah perairan merupakan ukuran untuk melihat seberapa besar beban pencemar yang dapat diterima oleh suatu perairan. Perhitungan nilai kapasitas asimilasi sungai menggunakan metode Streeter-Phelps. Pemodelan Streeter-Phelps hanya terbatas pada dua fenomena yaitu proses pengurangan oksigen terlarut (deoksigenasi) akibat aktivitas bakteri dalam mendegradasikan bahan organik yang ada dalam air dan proses peningkatan oksigen terlarut (reaerasi) yang disebabkan turbulensi pada aliran sungai (KepMen LH No.110 Tahun 2003). Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

1. Penentuan suhu, DO dan BOD setelah pencampuran Suhu/DO/BODcamp = sungai bah sungai sungai bah bah Debit Debit BOD DO Suhu Debit BOD DO suhu Debit lim lim lim / / / / ' . 5 1 K cam p e BOD Lo

2. Penentuan defisit DO setelah pencampuran

DO jenuh pada suhu campuran ditentukan lebih dahulu Defisit DO pada keadaan awal (Do) = DOjenuh- DOcamp

3. Pengkoreksian konstanta laju reaksi terhadap suhu campuran K'T K'20 1.047 T 20 K'2T K'220 1.016 T 20 4. Penentuan tc dan xc sungai v tc xc Lo K K K Do K K K K tc ' ' ' 1 ' ' ln ' ' 1 2 2 2 5. Penentuan Dc Lo e Ktc K K Dc ' 2 ' '

menentukan DO pada tc = DOjenuh- Dc

jika bernilai minus (-) maka cari nilai BOD yang diperbolehkan

6. Penentuan BOD maksimum pada air limbah sesuai dengan baku mutu DO Dall = DOjenuh – DObaku mutu

bah sungai sungai sungai bah m aks bah K m aks all all D BOD Debit Debit Debit BOD BOD e La BOD K K D Do K K K D La lim lim ' lim ' . 5 2 418 . 0 2 1 ' ' log 1 ' ' ' 1 log log

Analisa struktur komunitas 1. Kepadatan makroavertebrata

Kepadatan jenis makroavertebrata didefinisikan sebagai jumlah individu satu jenis per stasiun, biasanya dalam satuan meter persegi (Odum 1993). Dapat dihitung dari persamaan berikut:

Ki = b a

x 10 000

Dimana:

Ki : Kepadatan makroavertebrata jenis ke-i (individu/m2)

ai : Jumlah individu mkaroavertebrata jenis ke-i pada setiap bukaan jaring tangan

b : Luas yang tercacah jaring tangan 10 000 : nilai konversi dari cm2 ke m2

2. Indeks dominansi/ indeks Simpson

Indeks ini digunakan untuk mengetahui dominansi jenis biota yang diteliti. Dominansi jenis dihitung berdasarkan rumus indeks dominansi Simpson, yaitu

C = Σ Pi 2 Pi = ni / N Dimana :

ni = jumlah individu ke-i

N = jumlah individu dari seluruh jenis yang ada dalam contoh

3. Indeks keanekaragaman/ indeks Shannon & Weiner

Indeks ini digunakan untuk mengetahui keanekaragaman hayati biota yang diteliti. Indeks keanekaragaman dihitung berdasarkan rumus Shannon & Weiner ( Abel 1989). s l LnPi Pi H 1 N ni Pi Dimana :

Pi = kelimpahan relatif dari jenis biota ke-i yang besarnya 0,0 – 1,0 ni = jumlah sel suatu jenis

S = jumlah jenis biota dalam contoh

4. Indeks keseragaman

Keseragamanan adalah komposisi individu tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas (Krebs 1989). Hal ini didapat dengan cara membandingkan indeks keanekaragaman dengan nilai indeks maksimumnya, yaitu:

m aksim al H H E ' '

Dari perbandingan tersebut maka akan didapat suatu nilai yang besarnya antara 0 dan 1. Semakin rendah nilai E akan semakin rendah pula keseragaman populasi spesies. Nilai E yang besar maka populasi menunjukkan keseragaman yaitu bila jumlah individu setiap spesies dapat dikatakan sama atau tidak jauh beda (Krebs 1989). Nilai E mendekati 0 artinya sebaran individu tidak merata.

5. Kebiasaan makan

Mengelompokkan makroavertebrata benthik berdasarkan kebiasaan makannya. Adapun pengelompokan berdasarkan studi literatur dari Cummins (1974).

Analisa Penentuan Tingkat Pencemaran dengan SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Number Average Level)

SIGNAL 2 merupakan indeks biotik yang sederhana untuk makroavertebrata, dikembangkan pertama kali di Australia pada Sungai Hawkesbury-Nepean (Chessman 2003a). Indeks ini merupakan adaptasi dari indeks ASPT (Average Score Per Taxon) versi dari BMWP (Biological Monitoring Working Party) yang digunakan oleh Inggris. Adapun langkah-langkah dalam perhitungan nilai SIGNAL 2 adalah sebagai berikut seperti contoh pada Tabel 8:

- Mengidentifikasi jenis makroavertebrata yang ditemukan hingga tingkat famili atau ordo, kemudian diberi skor 1 – 10 berdasarkan penetapan jenis famili yang ditemukan.

- Penentuan faktor pembobotan dari jumlah individu yang ditemukan pada tiap famili dari makroavertebrata yang ditemukan berdasarkan Tabel 9.

- Nilai faktor pembobotan yang telah dihitung dikalikan dengan skor dari tiap famili yang ditemukan, kemudian hasil perkalian itu dijumlahkan secara keseluruhan.

- Hasil penjumlahan perkalian tersebut dibagi jumlah total faktor pembobotan, dan didapatkan nilai SIGNAL 2 yang biasanya berkisar antara 3 – 7 (Chessman 2003b)

- Nilai SIGNAL 2 yang didapatkan diplotkan dalam grafik yang dihubungkan dengan jumlah famili yang ditemukan, contohnya ada pada Gambar 3.

- Dari grafik tersebut diperkirakan keberadaan nilai SIGNAL 2 tersebut dalam suatu kuadran. Penentuan kuadran berdasarkan pada keadaan geografis dari tempat pengambilan sampel makroavertebrata. Kuadran yang diperoleh dapat diketahui kriteria lingkungannya. Penentuan kuadran ada pada Gambar 4.

Tabel 8 Contoh perhitungan SIGNAL 2 Famili Avertebrata yang dikoleksi pada stasiun Nilai Sensitivitas SIGNAL 2 Jumlah dari contoh Faktor Pembobotan Nilai X Faktor Pembobotan Atyidae 3 8 3 9 Baetidae 5 15 4 20 Caenidae 4 12 4 16 Chironomidae (subfamili Chirominae) 3 22 5 15 Chironomidae (subfamili Orthocladiinae) 4 16 4 16 Coenagrionodae 2 4 2 4 Corixidae 2 2 1 2 Dytiscidae 2 3 2 4 Hydrophilidae 2 5 2 4 Hydropsychidae 6 35 5 30 Leptoceridae 6 12 4 24 Notonectidae 1 7 3 3 Physidae 1 6 3 3 Planorbidae 2 1 1 2 Simuliidae 5 42 5 25 Total 48 177

Skor SIGNAL= Total nilai sensitivitas X Faktor Pembobotan/Total Faktor Pembobotan

= 177/48 = 3.7

Tabel 9 Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman 2003b)

Jumlah Individu Faktor Pembobotan

1 – 2 1

3 – 5 2

6 – 10 3

11 – 20 4

SIGNAL 2 0 3.5 7 0 10 20 JUMLAH FAMILI S K O R S IG N A L 2

Gambar 3 Penentuan kuadran untuk nilai SIGNAL 2.

Dari Gambar 3, kuadran 1 menggambarkan nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili makroavertebrata. Jumlah famili yang tinggi menunjukkan keanekaragaman keadaan fisik habitat yang tinggi dan tidak terdapat faktor tekanan ekologis. Tingginya nilai SIGNAL 2 menunjukkan kekeruhan, salinitas dan kandungan nutrien yang rendah.

Kuadran 2 menggambarkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan jumlah famili makroavertebrata yang tinggi. Jumlah famili yang tinggi menunjukkan keanekaragaman keadaan fisik habitat yang tinggi dan tidak terdapat faktor tekanan ekologis. Nilai SIGNAL 2 yang rendah menunjukkan tingginya kekeruhan, salinitas dan nutrien dibandingkan dengan kuadran 1. Pada kuadran ini keadaan sungai telah berubah dari kondisi alaminya, disebabkan telah ada pengaruh dari aktivitas manusia dan kegiatan pertanian.

Kuadran 3 menggambarkan nilai SIGNAL 2 dan rendahnya jumlah famili makroavertebrata. Sungai yang berada pada kuadran 3 diindikasikan telah tercemar. Rendahnya jumlah famili disebabkan beberapa makroavertebrata memiliki toleransi yang berbeda-beda terhadap polusi. Nilai SIGNAL 2 digunakan untuk merespon beberapa kualitas air yang berbeda-beda seperti terjadi penyuburan karena bahan organik, nutrien, dan salinitas. Bila nilai SIGNAL 2 masih tinggi menunjukkan bahwa kondisi tercemar sedang.

Kuadran 4 menunjukkan nilai SIGNAL 2 yang rendah dan juga jumlah famili makroavertebrata yang rendah. Perairan yang berada pada kuadran 4 diindikasikan telah tercemar berat, karena tingginya pengaruh aktivitas manusia.

Gambar 4 Pemplotan dari nilai SIGNAL 2 dan jumlah jenis makroavertebrata untuk stasiun contoh. Contoh pada penggunaan versi Ordo-Klas-Phylum dan data dari Tabel 7.

Analisa parameter kualitas Air 1. Analisa deskriptif

Data-data yang diperoleh selama penelitian dianalisa secara deskriptif, yaitu menyajikan data dalam tabel maupun dengan grafik. Dari tabel dan grafik yang terbangun dilihat kecendrungan/trend data dari stasiun 1 sampai stasiun 5. Selain itu, data minimal dan/atau maksimal dibandingkan dengan PP No. 82 tahun 2001 untuk air golongan 3 serta literatur yang mendukung.

Hasil stasiun contoh (dari Tabel 7)

2. Rancangan acak lengkap

Analisa sidik ragam yang digunakan adalah analisa sidik ragam satu arah atau rancangan acak lengkap (RAL) dengan stasiun sebagai perlakuan dan ada 6 kali ulangan, sehingga terdapat 30 unit data.

Beberapa data parameter hasil penelitian dapat saja tidak menyebar normal (nilai ragam lebih besar dari rerata masing-masing nilai parameter kualitas air tiap stasiun), oleh karena itu digunakan transformasi data dalam bentuk log (nilai +1). Dengan transformasi ini diharapkan nilai ragam yang diperoleh menjadi lebih kecil dari rerata sehingga data yang didapat akan menyebar normal dan dapat dilakukan uji statistik.

Data yang telah ditransformasikan akan menghasilkan nilai rerata dan ragam dalam bentuk log, yang kemudian diolah dengan software SPSS 15. Hasil analisa akan disajikan dalam bentuk tabel sidik ragam atau tabel ANOVA (Tabel 10). Pengaruh masukan limbah terhadap konsentrasi beberapa parameter kualitas air yang diukur dapat dilihat dengan uji hipotesis antara lain:

H0: α1=...= αa = 0 ; masukan limbah tidak berpengaruh terhadap konsentrasi parameter kualitas air X1, X2, X3, X4 dan X5.

H1: αi≠ 0 ; masukan limbah berpengaruh terhadap konsentrasi parameter kualitas air X1, X2, X3, X4 dan X5.

Apabila nilai F hitung lebih besar dari nilai F tabel pada tingkat kepercayaan 95% maka H0 ditolak dan terima H1 , namun bila sebaliknya maka H0 diterima dan H1 ditolak.

Tabel 10 Analisa sidik ragam

Sumber keragaman Derajat bebas (DB) Jumlah kuadrat (JK) Kuadrat tengah (KT) Fhitung Ftabel Perlakuan p-1 JKP KTP KTP/KTS F(0,05;DBP;DBS) Galat/sisa p(n-1) JKS KTS Total pn-1 JKT

Kesimpulan yang didapat pada tabel ANOVA sebagai berikut:

Jika Fhitung > Ftabel : maka tolak H0, berarti minimal ada satu perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0,05. Jika Fhitung < Ftabel : maka terima H0, berarti tidak ada perlakuan yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf kepercayaan 0,05. Apabila terdapat perbedaan nyata diantara perlakuan, maka dilakukan uji lanjut BNJ (Beda Nyata Jujur).

3. Uji lanjut BNJ (Beda Nyata Jujur) / Tukey

Uji BNJ atau disebut juga dengan uji Tukey merupakan pengujian perbandingan berbagai kelompok rata-rata. Uji Tukey menggunakan statistic range studentized untuk membuat semua perbandingan berpasangan antar group dan menentukan tingkat kesalahan kelompok percobaan untuk membuat perbandingan berpasangan. Hipotesis untuk BNJ adalah sebagai berikut : H0: μ1=

μ2; H1 : μ1 ≠ μ2, denngan μ adalah rataan umum. Nilai BNJ dinyatakan dengan rumus : n KTS dbsisa P q BNJ , Keterangan:

BNJ = beda nyata jujur P = jumlah perlakuan dbsisa = derajat bebas sisa KTS = kuadrat tengah sisa n = jumlah ulangan

q = nilai tabel student (P, dbsisa, α)

Kriteria pengambilan keputusan adalah jika beda absolut dari dua perlakuan lebih besar dari BNJ (|Yi-Yj|) > BNJ ) maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan

tersebut berbeda nyata pada taraf α (tolak H0) (Steel & Torrie 1991). 4. Analisis Komponen Utama

Analisis Komponen Utama (PCA: Principal Component Analysis) merupakan salah satu teknik ordinasi yang memproyeksikan dispersi matrik data multi dimensional dalam satu bidang datar dengan cara mereduksi ruang, maka diperoleh sumbu-sumbu baru yang mempresentasikan secara optimal sebagian

besar variabilitas data matriks dimensional, sehingga dapat ditemukan hubungan antara variabel dan hubungan antar objek.

Analisa komponen utama berfungsi untuk : (1) mengidentifikasi peubah baru yang mendasari data peubah ganda, (2) mengurangi banyaknya dimensi himpunan peubah biasanya terdiri dari peubah yang banyak dan saling berkorelasi, menjadi peubah baru yang tidak berkorelasi dengan mempertahankan sebanyak mungkin keragaman dalam data dan menghilangkan peubah-peubah asal yang mempunyai sumbangan informasi kecil. Dengan demikian hasil analisa komponen utama tidak direalisasikan dari nilai-nilai parameter inisial tetapi dari indeks sintetik yang diperoleh dari korelasi linier parameter-parameter inisial (Legendre & Legendre 1983 diacu dalam Setiawan 2008).

Untuk memetakan beberapa kualitas air dengan stasiun pengamatan maka masing-masing kelompok data dibuat dalam matriks data. Dan untuk parameter kualitas air apa saja yang identik dengan tiap-tiap stasiun dilakukan pendekatan sidik peubah ganda yang dianalisa dengan menggunakan analisa komponen utama melalui perangkat lunak Statistica 6.

Analisa keterkaitan makroavertebrata dengan parameter kualitas air 1. koefisien korelasiPearson

Untuk korelasi antara kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air pada tiap stasiun digunakan analisa koefisien korelasi Pearson. Analisa korelasi digunakan untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara makroavertebrata benthik dengan parameter kualitas air. Menurut Hasan (2008), koefisien korelasi Pearson diinterprestasikan sebagai berikut:

r ≈ 0 = tidak ada korelasi 0 < r < 0,2 = sangat lemah 0,2 < r < 0,4 = lemah 0,4 < r < 0,7 = cukup

0,7 < r < 0,9 = kuat r ≈ 1 = sempurna Parameter kualitas air yang dianalisa adalah ; TSS, BOD, COD, DO dan NH3, dengan kepadatan makroavertebrata benthik, Tubificidae, Glossiphonidae, Chironomidae dan Thiaridae. Analisa dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS 15.

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di bagian hilir Sungai Ancar. Stasiun pengambilan sampel ada lima titik. Adapun deskripsi mengenai lokasi masing-masing sebagai berikut:

Stasiun 1 : Berlokasi di lingkungan Universitas Mataram (UNRAM). Stasiun ini belum mendapat masukan dari industri kecil pembuatan tahu-tempe. Kanan-kiri sempadan sungai ditumbuhi pohon. Rata-rata naungan sekitar 30 % dan pada beberapa titik naungan sampai 70%.

Stasiun 2 : Lokasi berada Kelurahan Kekalik Jaya (Swadaya). Bantaran sungai merupakan perumahan penduduk. Stasiun ini mendapat masukan limbah pembuatan tahu-tempe pertama kali.

Stasiun 3 : Stasiun ini berada di tengah-tengah pemukiman penduduk yang memproduksi tahu-tempe. Lingkungan ini dikenal dengan Kekalik Gerisak dan termasuk Kelurahan Kekalik Jaya. Masukan limbah berasal dari Kekalik Gerisak sendiri dan Kekalik Timur.

Stasiun 4 : Lokasi stasiun berada di wilayah Arya Banjar Getas (ABG). Aliran sungai melalui areal persawahan. Naungan pada stasiun ini sekitar 20%. Termasuk kelurahan Ampenan Selatan. Limbah yang masuk berasal dari Kekalik Barat. Stasiun 5 : Stasiun ini merupakan akhir aliran Sungai Ancar dan

berada di wilayah Kelurahan Ampenan Selatan. Naungan berkisar 40%. Beberapa bagian perairannya ditumbuhi tanaman air berupa kangkung air. Outlet muara lebih tinggi dari permukaan air laut sehingga air tawar yang mengalir ke arah laut. Saat pasang tertinggi air laut bisa bercampur di muara sehingga yang dominan adalah air tawar. Cuplikan kondisi tiap stasiun dapat dilihat pada Lampiran 1.

Karakteristik Limbah Cair Tahu

Tahun 1970an industri rumahan pembuatan tahu-tempe mulai bermunculan di wilayah Kekalik. Industri rumahan ini tiap tahunnya semakin berkembang. Sungai Ancar mempunyai kontribusi yang besar dalam perkembangan industri ini, yaitu sebagai sumber air pada awalnya.

Pembuatan tahu-tempe selain menghasilkan produk juga menghasilkan limbah. Limbah pembuatan tahu berupa limbah cair dan limbah padat. Limbah padat biasanya dimanfaatkan untuk bahan baku tempe gembus dan makanan ternak (Kastyanto 1994), sedang limbah cair biasanya tidak dimanfaatkan lagi dan dibuang ke lingkungan. Jumlah limbah cair diperkirakan 15-20 liter per kg kedelai (Haryono 1997).

Proses pembuatan tahu di Lombok berbeda dengan yang ada di Jawa. Perbedaannya ada pada bahan penggumpal. Bila di Pulau Jawa bahan penggumpal berupa asam cuka, sedang dalam pembuatan tahu di pulau Lombok menggunakan

”air tua”. Air tua merupakan air laut yang tidak mengkristal pada pembuatan

Dokumen terkait