• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3. KECERDASAN SPIRITUAL 1. Pengertian Kecerdasan Spiritual

2.4.1. Kecerdasan Emosional danServant Leadership

Dalam kaitan dengan kepemimpinan, kecerdasan emosional memainkan peran yang sangat penting dalam menentukan efektivitas pemimpin. Seorang pemimpin yang efektif menggunakan pengaruh hubungan interpersonal dengan baik. Hal ini sejalan dengan Astuti (2007) yang telah melakukan penelitian terhadap pemimpin The Executive Club Jakarta, metode yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan pengumpulan data melalui studi kepustakaan, wawancara dan kuesioner yang di isi oleh 50 responden. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kecerdasan emosional dan efektivitas kepemimpinan sebesar 51,70%, sedangkan sisanya 48,30% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain. Umiyati (2006) dalam penelitiannya yang difokuskan terhadap para pimpinan Pusdiklat Regional Depdagri Yogyakarta menemukan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dengan efektivitas kepemimpinan sebesar 0,403 atau 40,3%.

Amirusi (2009) melakukan penelitian terhadap 41 kepala sekolah di Sekolah Dasar Negeri Kabupaten Sampang, menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian korelasional (correlation research) menemukan bahwa aspek-aspek kecerdasan emosional yaitu kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial secara simultan berpengaruh signifikan terhadap keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dasar negeri di Kabupaten Sampang dengan koefisien korelasi bersama (R) sebesar 0,729 dan koefisien determinasi atau R Square (R2) sebesar 53,2%. Artinya kecerdasan emosional (kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati dan keterampilan

sosial) dapat menjelaskan korelasi sebesar 53,2% terhadap keefektifan kepemimpinan kepala sekolah dasar negeri di Kabupaten Sampang. Sementara sisanya sebesar 46,8% menandakan masih ada variabel lain di luar pembahasan penelitian.Wong dan Law (2002) menguji pengaruh kecerdasan emosional pemimpin dan bawahan terhadap kinerja dan sikap. Hasilnya menunjukkan bahwa kecerdasan emosional bawahan berdampak pada kinerja dan kepuasan kerja, demikian juga kecerdasan emosional pemimpin berdampak pada kepuasan dan perilaku pemimpin dalam menjalankan peran kepemimpinan. Selain itu, hasil penelitian lain menunjukkan kecerdasan emosional sangat menentukan kesuksesan manusia dalam membangun interaksi sosial (Bar-on, 2006; Brackett, Warner dan Bosco, 2005); meningkatkan efektivitas kerja (Fabiola 2005); bahkan kecerdasan emosional telah terbukti menjadi prediktor potensial efektivitas kepemimpinan (Goleman, 2000, Duning 2000; Cooper dan Sawaf, 2002).

Jordan, Askanasy, Hartel, dan Hooper (2002) melakukan penelitian tentang hubungan kecerdasan emosional dan efektivitas tim, dan fokus tujuan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kecerdasan emosional dari anggota tim tercermin dari awal kinerja kelompok. Kelompok yang memiliki kecerdasan emosional yang rendah menunjukkan kinerja kelompok yang rendah sementara kelompok yang memiliki kecerdasan emosional yang tinggi kinerja kelompok yang tinggi pula. Darling dan Walker (2001) dalam penelitiannya menemukan bahwa kecerdasan emosional sangat berperan dalam menentukan efektivitas pemimpin dalam mengelola konflik. Fenwick (2003) menemukan bahwa

kecerdasan emosional memainkan peran penting terhadap kesiapan seseorang dalam mencipta dan berinovasi.

Kellett, Humphrey, dan Sleeth (2002) dalam penelitiannya menemukan empati merupakan prediktor penting dalam timbulnya kepemimpinan. Empati merupakan ciri kunci yang menampilkan perilaku servant leadership dalam melayani, memberdayakan, dan melemparkan visi kepada para pengikut. Empati adalah mempertimbangkan perasaan para pengikut, dan kemudian membuat keputusan yang bijaksana yang menggeser perasaan-perasaan menjadi respon. Dan yang terpenting empati memungkinkan resonansi, jika tidak ada empati maka pemimpin akan bertindak dengan cara yang disonansi (Goleman, Boyatzis, dan McKEE, 2005).

Selanjutnya Rapisarda (2002) mengemukakan pemimpin yang dapat merasakan perasaan orang lain akan lebih memiliki kemampuan mengembangkan ikatan emosional dengan orang lain. Pemimpin pelayan yang peduli dengan perasaan pengikut akan menfasilitasi pertukaran kuasa timbal-balik yang memungkinkan pengikut masuk ke dalam visi bersama sehingga pengikut merasa dihargai, dilayani dan solusi yang paling efektif dapat dicapai untuk kebaikan yang lebih besar. Page dan Wong (2000) menyatakan servant leader yang cerdas secara emosi akan lebih tertarik kepada hasil yang bermanfaat bagi orang lain seperti halnya dirinya sendiri. Para servant leader melayani untuk kebaikan orang lain dengan tidak mencari pengakuan tetapi belajar dari pengikut, melayani melampaui kepentingan pribadi dan melihat kepemimpinan sebagai tanggung jawab dan bukan melihat kepemimpinan sebagai posisi.

Selanjutnya Schutte (2001) dalam penelitiannya menemukan hubungan yang erat antara kecerdasan emosional dengan pelayanan. 2.4.2. Kecerdasan Spiritual dan Servant Leadership

Reave (2005) melakukan tinjauan literatur menemukan kecerdasan spiritual secara konsisten mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Servant leader yang cerdas secara spiritual akan menunjukkan nilai-nilai spiritual melalui, integritas, kepercayaan, pengaruh transformasi etika, komunikasi yang jujur, kerendahan hati sekaligus menunjukkan perilaku spiritual melalui menghormati dan menghargai orang lain, memperlakukan orang lain dengan lebih baik, mengungkapkan kepedulian dan perhatian, mendengarkan secara responsif, menghargai kontribusi orang lain, dan terlibat dalam praktek spiritual. Delbecq (1999) melaporkan pengaruh dari sebuah kursus pengembangan spiritual untuk pemimpin-pemimpin bisnis yang terdiri dari 9 CEO dan 9 MBA di Silicon Valley. Kursus tersebut berfokus pada integrasi kepemimpinan bisnis sebagai sebuah panggilan, mendengarkan suara batin di tengah pergolakan, integrasi diri untuk menanggapi tantangan-tantangan serta hambatan dalam kepemimpinan. Delbecq melaporkan feedback yang positif dari kebanyakan partisipan tentang pengaruh kursus ini dalam praktek kepemimpinan bisnis mereka.

Selanjutnya hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan pentingnya kecerdasan spiritual dalam kehidupan manusia diantaranya: kecerdasan spiritual erat kaitannya dengan tujuan hidup, kepuasan, dan kesehatan (George, Larson, Koening, dan McCullough, 2000); membuat seseorang bertahan hidup lebih lama (Elmer, Lori, McDonald, Douglas, Friedman, dan Haris, 2003);

membuat seseorang memaknai masalah dan mengatasi trauma dengan lebih baik (Emmons, 2000); dan memiliki tingkat depresi yang rendah (McDonald, douglas, Friedman, dan Haris, 2002).

Hasil penelitian Hendrik dan Luderman (1997) menunjukkan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang memiliki kualitas kecerdasan spiritual yang baik. Pemimpin yang cerdas secara spiritual memiliki integritas, terbuka, menerima kritik, rendah hati, mengenal dirinya sendiri dengan baik, memahami orang lain dengan baik, terinspirasi oleh visi, dan selalu mengupayakan yang terbaik bagi diri mereka sendiri maupun bagi orang lain. Demikian juga Samiyanto (2011) melalui hasil penelitiannya menunjukkan bahwa tingkat kecerdasan spiritual pemimpin (manajer) berpengaruh secara positif signifikan terhadap perilaku servant leadership manajer. Semakin tinggi tingkat kecerdasan spiritual manajer akan berpengaruh pada meningkatnya perilaku servant leadership. khususnya perilaku cinta kasih dan rasa kemanusiaan, kepercayaan, pemberian kewenangan kepada anggota, perhatian terhadap visi organisasi dan anggota, dan kesederhanaan. Andree & Kristyanti (2007) melakukan penelitian tentang gambaran peranan kecerdasan spiritual dalam pengambilan keputusan seorang pemimpin terhadap dua orang manajerial tingkat atas masing-masing manajer diwakili oleh satu orang pengikutnya, menggunakan model penelitian kualitatif, pengambilan data dengan metode wawancara. Hasil wawancara di interpretasi dengan analisis induktif dan pendekatan holistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua pemimpin memiliki kualitas kecerdasan spiritual yang dibutuhkan dalam menjalankan organisasinya yang ditunjukkan melalui adanya visi,

makna dan nilai yang di anut oleh masing-masing pemimpin. Visi, makna dan nilai di peroleh para pemimpin dalam kehidupannya sehari-hari yang dipelajari dari lingkungan sekitarnya. Kedua pemimpin yang menjadi responden terlihat mengandalkan kecerdasan spiritual dalam pengambilan keputusan. Dua faktor utama dari kecerdasan spiritual yang sangat terlihat peranannya dalam pengambilan keputusan adalah visi pemimpin untuk organisasinya serta nilai hidup yang dipegang teguh.

Dokumen terkait