• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEOR

2. Kecerdasan Ganda

a. Pengertian kecerdasan ganda

Kata kecerdasan sering dimaknai dengan inteligensi, kemampuan, atau bahkan keahlian. Ketika ada pernyataan yang menyatakan inteligensi seseorang maka yang dimaksud adalah suatu kecerdasan, kemampuan, atau keahlian yang dimiliki seseorang. Kendati demikian, beberapa pengertian inteligensi pada kenyataannya telah hadir dan dipakai sehari-hari.

Menurut Gardner (dalam Ula, 2013:82) inteligensi adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan mengasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Definisi tersebut jelas menegaskan bahwa sebuah inteligensi bukanlah hanya semata-mata kemampuan untuk menjawab soal-soal dan tes tertulis. Akan tetapi lebih kepada kemampuan untuk memecahkan persoalan nyata dalam berbagai macam kondisi kehidupan.

Gardner (dalam Suparno, (2004:17) mendefinisikan inteligensi sebagai kemampuan memecahkan persoalan dan mengasilkan produk dalam suatu seting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Dalam pengertian di atas sangat jelas bahwa intelegensi bukan hanya kemampuan seseorang untuk menjawab suatu tes IQ dalam kamar tertutup yang lepas dari lingkungannya. Intelegensi memuat

kemampuan untuk memecahkan persoalan yang nyata dalam situasi yang bermacam-macam.

Menurut Chatib (2009:76), kecerdasan seseorang adalah proses kerja otak seseorang sampai orang itu menemukan kondisi akhir terbaiknya. Kadang-kadang kondisi akhir terbaik seseorang tidak terbatas pada satu kondisi saja. Menurut Munif, dengan mengetahui multiple intelligences seawal mungkin, seseorang dapat menemukan kondisi akhir terbaiknya secara lebih cepat. Selain itu, pengetahuan tentang multiple intelligences dapat mendorong orang itu untuk bergerak dan menemukan kondisi akhir terbaik berikutnya.

Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa inteligensi adalah kemampuan potensial umum untuk belajar dan bertahan hidup, yang dicirikan dengan kemampuan untuk belajar, kemampuan untuk berpikir abstrak, dan kemampuan memecahkan masalah.

b. Kriteria Suatu Inteligensi

Menurut Gardner (dalam Suparno, 2004:21) suatu kemampuan di sebut intelegensi bila menunjukkan suatu kemahiran dan keterampilan seseorang untuk memecahkan persoalan dan kesulitan yang ditemukan dalam hidupnya. Selanjutnya dapat pula menciptakan suatu produk baru, dan bahkan menciptakan persoalan berikutnya yang memungkinkan pengembangan pengetahuan baru. Jadi, dalam

kemampuan itu ada unsur pengetahuan dan keahlian. Kemampuan itu sungguh mempunyai dampak, yaitu dapat memecahkan persoalan yang dialami dalam kehidupan nyata. Namun, tidak berhenti di situ, pengetahuan juga dapat menciptakan persoalan-persoalan lebih lanjut berdasarkan persoalan yang dipecahkan, untuk mengembangkan pengetahuan yang lebih maju dan canggih. Dalam menjalankan fungsinya, inteligensi dipengaruhi oleh beberapa faktor. Berikut ini beberapa faktor yang mempengaruhi inteligensi:

a) Gen atau Keturunan

Seseorang yang memiliki orangtua yang keduanya atau salah satunya cerdas dan berinteligensi tinggi maka tidak menutup kemungkinan orang itu berinteligensi tinggi pula. Namun, jika kedua orangtua tidak berinteligensi tinggi, mungkin juga ada gen resesif (tersembunyi) yang tiba-tiba muncul, yang kemudian menjadikan anak memiliki inteligensi yang lebih dibandingkan kedua orangtuanya.

b) Pengalaman

Ada benarnya tentang sebuah pepatah yang menyatakan bahwa pengalaman adalah guru yang terbaik. Dengan berdasarkan pada pengalaman yang dimilki, tingkat inteligensi akan berbanding lurus dengan pengalaman. Bisa jadi, dengan semakin beragamnya pengalaman yang dimilki maka

intelegensi akan meningkat. Sebaliknya, jika memiliki pengalaman yang kurang inteligensi akan mengalami sedikit rangsangan sehingga berdampak pada tingkat inteligensi itu sendiri. Inteligensi akan cenderung statis dan kurang meningkat.

c) Latihan

Semakin sering seseorang melatih diri dan kemampuannya maka inteligensinya pun semakin tinggi. Jika seseorang tidak membiasakan diri untuk berlatih, tidak menutup kemungkinan kemampuan dan inteligensi yang dimiliki sebelumnya akan tetap, berkurang atau bahkan perlahan memudar.

d) Lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor ekstern yang dapat berpengaruh pada intelegensi seseorang. Apabila lingkungan yang ditinggali seseorang. Apabila lingkungan yang ditinggali seseorang mendukung dan menyediakan rangsangan untuk mengembangkan inteligensi yang dimiliki maka inteligensinya pun akan semakin meningkat. Demikian juga sebaliknya, apabila lingkungan tidak mendukung seseorang untuk meningkatkan inteligensinya, tentu saja intelegensi yang dimiliki orang tersebut tidak akan

berkembang. Untuk itulah, hal yang sangat penting bagi kita untuk senantiasa memberi rangsangan bagi diri kita, bagi anak- anak, dan peserta didik demi mengembangkan inteligensi. Hal ini bisa dibangun dengan mencoba memberikan dan melakukan kebisaan-kebiasaan yang dapat menggugah inteligensi. Dengan demikian, lingkungan akan benar-benar dapat mendukung peningkatan intelegensi setiap individu. e) Reward and Punishment

Seperti halnya dalam teori belajar yang menyebutkan bahwa reward and punishment dapat memengaruhi semangat dan minat belajar seseorang, dalam inteligensi pun berlaku demikian. Adanya reward and punishment dapat menggugah seseorang untuk mengembangkan inteligensi yang dimilki sebelumnya. Ketika seseorang mendapatkan reward atas inteligensi yang dimilikinya, kecendrungan untuk meningkatkan inteligensinya akan muncul. Hal ini tentu saja disebabkan keinginan orang itu untuk mendapatkan reward lagi, atau paling tidak ia kan tergugah untuk menunjukkan prestasi yang lebih baik lagi. Demikian juga jika ada punishment sebagai konsekuensi akan inteligensi yang ada,

kecendrungan untuk memperbaiki serta meningkatkan inteligensi pun akan tumbuh, karena seseorang tentunya tidak

ingin mendapat punishment yang kedua kalinya sehingga ia akan terdorong untuk berupaya meningkatkan inteligensinya sendiri.

f) Pola makan dan asupan gizi

Tidak dapat dimungkiri, makanan yang masuk ke dalam tubuh juga berpengaruh terhadap kondisi organ tubuh, tak terkecuali organ yang berkaitan erat dengan pembentukan serta pengembangan inteligensi. Dengan demikian secara otomatis, makanan dan asupan gizi ikut memengaruhi inteligensi. Jika makanan yang dikonsumsi berupa makanan yang nilai gizinya cukup dan seimbang, inteligensi pun dapat berkembang. Sebaliknya, jika asupan makanan tidak mendukung untuk peningkatan inteligensi, tentu saja inteligensi akan sulit berkembang pesat.

c. Macam-Macam Kecerdasan Ganda

Adapun macam-macam kecerdasan ganda yang diidentifikasi oleh Gardner adalah sebagai berikut:

a) Kecerdasan Linguistik

Kecerdasan linguistik, yang disebut oleh sebagian pendidik dan penulis sebagai kecerdasan verbal, berbeda dari kecerdasan-kecerdasan lainnya karena setiap orang yang mampu bertutur dan berkata-kata dapat dikatakan

memiliki kecerdasan tersebut dalam beberapa level. Bagaimanapun juga, kriteria untuk tidak sekedar kemampuan dasar ini haruslah dibuat, meskipun sudah barang tentu jelas bahwa sebagian orang lebih berbakat secara linguistik daripada sebagian lainnya, Kirschenbaum dalam Jasmine (2007:17).

Kecerdasan Linguistik mewujudkan dirinya dalam kata-kata, baik dalam tulisan maupun lisan. Orang yang memiliki kecerdasan ini juga memiliki keterampilan auditori (berkaitan dengan pendengaran) yang sanagat tinggi, dan mereka belajar melalui mendengar. Mereka gemar membaca, menulis dan berbicara, dan suka bercengkerema dengan kata-kata. Mereka mengkhidmati kata-kata bukan hanya untuk makna tersurat dan tersiratnya semata namun juga bentuk dan bunyinya, serta untuk citra yang tercipta ketika kata-kata dirancang dalam cara yang lain dan berbeda dari yang biasa.

Orang dengan kecerdasan linguistik yang tinggi dapat tumbuh dan berkembang dalam atmosfer akademik stereotipikal yang lazimnya tergantung pada mendengarkan kuliah (verbal), mencatat dan diuji dengan tes-tes tradisional. Mereka juga tampak mempunyai level

kecerdasan lainnya yang tinggi karena perangkat penilaian kita biasanya mengandalkan respon-respon verbal, tidak soal jenis kecerdasan yang akan dinilai, Kirschenbaum dalam Jasmine (2007:18).

b) Kecerdasan Logis-Matematis

Kecerdasan logis-matematis berhubungan dengan dan mencakup kemampuan ilmiah. Inilah jenis kecerdasan yang dikaji dan didokumentasikan oleh Piaget, yakni jenis kecerdasan yang sering dicirikan sebagai pemikiran kritis dan digunakan sebagai bagian dari metode ilmiah. Orang dengan kecerdasan ini gemar bekerja dengan data: mengumpulkan dan mengorganisasi, menganalisis serta menginterpretasikan, menyimpulkan kemudian meramalkan. Mereka melihat dan mencermati adanya pola serta keterkaitan antar data. Mereka suka memecahkan problem (soal) matematis dan memainkan permainan strategi seperti buah dam dan catur. Mereka cenderung menggunakan berbagai grafik baik untuk menyenangkan diri (sebagai kegemaran) maupun untuk menyampaikan informasi kepada orang lain.

Kecerdasan logis-matematis sering dipandang dan dihargai lebih tinggi dari jenis-jenis kecerdasan lainnya,

khususnya dalam masyarakat teknologi dewasa ini. Kecerdasan ini dicirikan sebagai kegiatan otak kiri.

c) Kecerdasan Spasial

Kecerdasan spasial, yang kadang-kadang disebut kecerdasan visual-spasial, adalah kemampuan untuk membentuk dan menggunakan model mental, Gardner dalam Jasmine (2007:21). Orang yang memiliki kecerdasan ini cenderung berpikir dalam atau dengan gambar dan cenderung mudah belajar melalui sajian-sajian visual seperti film, gambar, video, dan peragaan yang menggunakan model dan slide. Mereka gemar menggambar, melukis, atau mengukir gagasan-gagasan yang ada di kepala dan sering menyajikan suasana serta perasaan hatinya melalui seni. Mereka sangat bagus dalam hal membaca peta dan diagram dan begitu menikmati upaya memecahkan jejaring yang ruwet serta menyusun atau memasang jigsaw puzzle.

Kecerdasaan spasial sering dialami dan diungkapkan dengan berangan-angan, berimajinasi dan berperan, Lazear Gardner dalam Jasmine (2007:22). Kecerdasan ini dapat dilukiskan sebagai kegaiatan otak

kanan dan mempunyai beberapa karakteristik yang mirip dengan kecerdasan intrapersonal.

d) Kecerdasan Musikal

Sebagian orang menyebut kecerdasan musikal sebagai kecerdasan ritmik atau kecerdasan musikal/ritmik. Orang yang mempunyai kecerdasan jenis ini sangat peka terhadap suara atau bunyi, lingkungan dan juga musik. Mereka sering bernyanyi, bersiul atau bersenandung ketika melakukan aktivitas lain. Mereka gemar mendengarkan musik, mengoleksi kaset atau CD lagu, serta bisa dan kerap memainkan satu instrumen musik. Mereka bernyanyi dengan memakai kunci nada yang tepat dan mampu mengingat serta, secara vokal dapat mereproduksi melodi. Mereka bisa bergerak secara ritmis ketika mengiringi suatu musik atau membuat ritme-ritme serta lagu-lagu untuk membantunya mengingat fakta dan informasi lain.

Kecerdasan musikal mungkin yang paling sedikit dipahami dan, setidaknya dalam lingkungan akademik, yang paling sedikit di dukung di antara jenis-jenis kecerdasan lainnya. Anak-anak yang bersenandung, bersiul dan bernyanyi di sekolah acapkali dipandang sebagai bertindak tidak patut atau dianggap mengganggu kelas.

Siswa-siswa yang dicap sebagai pembawa masalah perilaku mungkin tengah memperlihatkan atau mempertontonkan kecerdasan musikalnya.

e) Kecerdasan Badani-Kinestetik

Kecerdasan badani-kinestetik sering disebut sebagai kecerdasan kinestetik saja. Orang yang memiliki kecerdasan jenis ini memproses informasi melalui sensasi yang dirasakan pada badan mereka. Mereka tidak suka diam dan ingin bergerak terus, mengerjakan sesuatu dengan tangan atau kakinya, dan berusaha menyentuh orang yang diajak bicara. Mereka sangat baik dalam keterampilan jasmaninya baik dengan menggunakan otot kecil maupun otot besar, dan menyukai aktivitas fisik dan berbagai jenis olahraga. Mereka lebih nyaman mengomunikasikan informasi dengan peragaan (demonstrasi) atau pemodelan. Mereka dapat mengungkapkan emosi dan suasana hatinya melalui tarian. Kecerdasan badani-kinestetik lebih mudah dipahami daripada kecerdasan musikal karena kita semua umumnya berpengalaman dengan tubuh dan gerak setidaknya dalam beberapa hal dan tingkat. Itulah perasaan akrab dan nyaman yang dimilki seseorang ketika ia bersepeda setelah beberapa tahun tidak melakukannya.

f) Kecerdasan Interpersonal

Kecerdasan Interpersonal ditampakkan pada kegembiraan berteman dan kesenangan dalam berbagai macam aktivitas sosial serta ketidaknyamanan atau keengganan dalam kesendirian dan menyendiri. Orang yang memiliki jenis kecerdasan ini menyukai dan menikmati bekerja secara berkelompok, belajar sambil berinteraksi dan bekerja sama, juga kerap merasa senang bertindak sebagai penengah atau mediator dalam perselisihan dan pertikaian baik di sekolah maupun di rumah. Metode belajar bersama mungkin sangat baik dipersiapkan bagi mereka, dan boleh jadi para perancang aktivitas belajar bersama (pembelajaran kooperatif) sebagai metode pengajaran juga mempunyai jenis kecerdasan ini. Sisi gelap kecerdasan interpersonal adalah tindak pencurangan atau penyelewengan, sedangkan sisi terangnya adalah empati. Inilah kecerdasan milik orang ekstrovert.

g) Kecerdasan Intrapersonal

Kecerdasan intrapersonal tercermin dalam kesadaran mendalam akan perasaan batin. Inilah kecerdasan yang memungkinkan seseorang memahami diri

sendiri, kemampuan dan pilihannya sendiri. Orang dengan kecerdasan intrapersonal tinggi pada umumnya mandiri, tidak tergantung pada orang lain, dan yakin dengan pendapat diri yang kuat tentang hal-hal yang kontroversial. Mereka memiliki rasa percaya diri yang besar serta senang sekali bekerja berdasarkan program sendiri dan hanya dilakukan sendiri.

h) Kecerdasan Naturalis/ Lingkungan

Kecerdasan lingkungan sebagai kemampuan seseorang untuk dapat mengerti flora dan fauna dengan baik. Orang yang mempunyai kecerdasan lingkungan tinggi biasanya mampu hidup di luar rumah, dapat berkawan, dan berhubungan baik dengan alam, mudah membuat identifikasi dan klasifikasi tanaman dan binatang, biasanya mencintai lingkungan dan tidak suka merusak lingkungan hidup, Gardner dalam Suparno (2004:42).

i) Kecerdasan Eksistensial

Kecerdasan eksistensial lebih menyangkut kepekaan dan kemampuan seseorang untuk menjawab persoalan-persoalan terdalam eksistensi atau keberadaan manusia. Orang tidak puas hanya menerima keadaannya, keberadaannya secara otomatis, tetapi mencoba

menyadarinya dan mencari jawaban yang terdalam. Pertanyaan itu antara lain: mengapa aku ada, mengapa aku mati, apa makna dari hidup ini, bagaimana kita sampai ke tujuan hidup. Kecerdasan ini tampaknya sangat berkembang pada banyak filsuf, terlebih filsuf eksintensialis yang selalu mempertanyakan dan mencoba menjawab persoalan eksintensi hidup manusia, Gardner dalam Suparno (2004:43-44).

d. Dampak Teori Inteligensi Ganda

Teori inteligensi ganda ternyata memberi dampak dalam sistem pengajaran dan pendidikan pada banyak sekolah. Berikut adalah dampak teori inteligensi ganda terhadap kurikulum, pembelajaran, evaluasi, pengaturan kelas, pendidikan nilai, dan sekolah individual.

a) Dampak Terhadap Kurikulum

Dalam pengertian modern kurikulum lebih dimengerti sebagai semua pengalaman yang direncanakan untuk dialami siswa dalam proses pendidikan sejak awal. Maka, bentuknya dapat berupa: pengalaman dalam kelas, di luar kelas, atau bahkan di luar sekolah. Dalam pengertian ini, kurikulum dapat berisi antara lain materi atau topik pelajaran yang mau dipelajari siswa, metode pembelajaran yang mau dialami siswa dan di bantu oleh

guru, peralatan dan buku yang digunakan, pangaturan waktu, cara evaluasi dan sebagainya.

Teori inteligensi ganda banyak mempengaruhi penyusunan kurikulum. Pengaruh yang menonjol adalah pemilihan materi pelajaran lewat topik-topik tematik, bukan urutan daftar bab seperti model kurikulum klasik. Banyak sekolah mulai pada awal pelajaran menentukan topik-topik yang mau dipelajari siswa. Topik biasanya gabungan dari yang ditentukan pemerintah lokal dan pilihan siswa. Ini untuk menjembatani ketentuan pemerintah lokal dan minat serta kesenangan siswa. Dengan demikian, diharapkan siswa selama satu semester sungguh senang belajar karena ikut andil dalam penentuan topik pembelajaran.

Inteligensi ganda juga mempengaruhi bagaimana materi itu sendiri disajikan dan dipelajari. Pembelajaran berbeda dengan model klasik yang hanya dengan ceramah dan hitungan, tetapi lebih dengan inteligensi yang bervariasi, sehingga lebih menyenangkan bagi siswa yang sedang belajar. Pendekatan ini juga menekankan pendekatan yang lebih personal dalam pendidikan karena situasi dan kekhasan siswa diperhatikan. Karena proses

pembelajaran bervariasi, maka evaluasinya pun berubah. Pengaturan waktu, pengaturan kelas, bahkan pengaturan sekolah banyak pula mengalami perubahan. Penyusunan buku teks pun bervariasi dengan menggunakan gambar, hitungan, musik, skema, tugas kerja sama, refleksi pribadi, dan yang tidak kalah penting adalah penggunaan CD-ROM dan peralatan elektronik untuk membantu proses pembelajaran yang menggunakan inteligensi ganda.

b) Bagi Guru yang Mengajar

Menurut teori inteligensi ganda, setiap siswa mempunyai inteligensi yang dapat berbeda dan siswa akan lebih mudah belajar dan dibantu belajar bila materi dapat didekati atau disajikan dengan inteligensi mereka yang menonjol. Oleh karena inteligensi siswa di satu kelas bervariasi, maka guru bidang apapun perlu memasukkan dan mengolah materi yang mau diajarkan dengan berbagai model inteligensi ganda sesuai dengan inteligensi siswa- siswa tersebut. Mereka perlu mengajar dengan model yang bervariasi sehingga setiap siswa merasa dibantu secara tepat. Maka, sangat baik sebelum mengajar, setiap guru mencoba mengenali inteligensi apa saja yang dimiliki siswa.

Guru perlu sadar bahwa setiap siswa mereka di sekolah umum beraneka ragam inteligensinya. Siswa tidak sama dan cara menangkap materi pun berbeda. Dengan demikian, bila ingin membantu secara tepat, guru perlu mengembangkan model pembelajaran yang beraneka ragam sesuai dengan inteligensi siswa. Maka, secara umum guru tidak boleh mengajar dengan cara yang selalu sama, kecuali bila siswa memang sama inteligensinya.

Secara umum dampak inteligensi ganda bagi guru adalah sebagai berikut:

1) Guru perlu mengerti inteligensi siswa-siswa mereka

2) Guru perlu mengembangkan model mengajar dengan berbagai inteligensi, bukan hanya dengan inteligensi yang menonjol pada dirinya. 3) Guru perlu mengajar sesuai dengan inteligensi

siswa, bukan dengan inteligensi dirinya sendiri yang tidak cocok dengan inteligensi siswa 4) Dalam mengevaluasi kemajuan siswa, guru

perlu menggunakan berbagai model yang cocok dengan inteligensi ganda.

Menurut teori inteligensi ganda, siswa dapat belajar dengan baik, memahami suatu materi bila disajikan sesuai dengan inteligensi mereka yang dominan. Ini berarti, bila siswa mempunyai inteligensi matematis-logis tinggi, ia akan mudah mempelajari ilmu sosial bila ilmu sosial itu disajikan atau diterangkan dengan model inteligensi matematis-logis, yaitu secara skematis dengan bagan atau pun logika yang jelas. Ada baiknya sejak awal dianjurkan untuk mencoba bermacam-macam cara belajar, sehingga dapat menemukan cara-cara yang bagi mereka cocok dan memajukan belajar. Sebaiknya siswa tidak merasa puas dengan menemukan satu cara saja, tetapi mau mencoba dengan banyak cara. Ini juga penting bagi guru untuk melihat mana cara yang cocok bagi siswa.

Dalam penelitian Garner kadang siswa merasa sudah puas bila belajar dengan membaca buku lalu mengerjakan soal yang tersedia. Bertahun-tahun siswa hanya belajar dengan cara seperti itu. Memang siswa itu sudah mendapatkan sesuatu. Namun sewaktu dikenalkan dengan berbagai cara belajar yang jauh lebih membantunya untuk berkembang. Disinilah pentingnya guru memperkenalkan berbagai model pembelajaran. Dengan

demikian, sebenarnya semua kemampuan siswa dikembangkan dan digunakan. Untuk membantu siswa belajar lebih baik, perlu juga bila materi pelajaran atau dalam penyusunan buku pelajaran memperhatikan berbagai model dan penjelasan inteligensi ganda.

d) Pendekatan dan Peralatan Kelas

Proses pembelajaran harus bervariasi sehingga setiap siswa dapat menemukan bahwa mereka diperhatikan dan dibantu untuk belajar. Tidak ada model pembelajaran yang satu-satunya untuk segalah pelajaran dan semua siswa. Karena pendekatan bisa bervariasi, jelas bahwa peralatan pembelajaran pun perlu bervariasi, bukan hanya papan tulis dan kapur. Maka, sekolah perlu mempersiapkan dan menyediakan peralatan yang juga bermacam-macam, seperti musik, video, alat tulis, ruang, studi kelompok, dan sebagainya. Tanpa peralatan yang sesuai, pembelajaran model inteligensi ganda tidak akan jalan dan guru cenderung akan kembali kepada pembelajaran klasik yaitu ceramah.

Dokumen terkait