psikologi, faktor penyebab disorientasi seksual—khususnya homoseksualitas—disebabkan oleh faktor yang sangat kompleks, yakni faktor psikologis, biologis-genetis, sosio-kulutral, pendidikan dan keluarga serta faktor lingkungan
kecerdasan Seksual
B.
Definisi dan Berbagai Teori kecerdasan
1. (intelligences)
Ketika berbicara tentang definisi “kecerdasan”, para ahli pada umumnya sepakat bahwa sangatlah sulit untuk menentukan definisi tentang konsep tersebut, walaupun mudah untuk melihat indikatornya,34 sehingga Andrew Crider misalnya, sebagaimana dikutip Oleh Saifuddin Azwar, mengatakan bahwa intelegensi itu bagaikan listrik, gampang untuk diukur tapi hampir mustahil untuk didefinisikan.35 Di samping itu, konsep dan teori tentang kecerdasan (intelligent) sendiri selalu mengalami pergeseran dan perkembangan seiring dengan maraknya berbagai temuan.36 Dengan kata
33 Sawitri Supardi Sadarjoen,”Biseksual atau Homoseksual” dalam harian Kompas, edisi Minggu 25 Februari 2007
34 Lihat Saifuddin Azwar dalam kata Pengantar bukunya Pengantar
Psikologi Intelegensi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) hlm. vii
35 Ibid, hlm. 3-4.
ŗŗŗŜ
20lain, makna kecerdasan yang dulunya hanya bersifat monolitik dengan ditemukannya konsep IQ (intelligent Quotient) oleh Alfred Binnet di awal tahun 1900-an telah berkembang dan variatif seiring ditemukannya jenis-jenis kecerdasan baru semisal Kecerdasan Emosional (Emotional Quotient) oleh Daniel Goleman, Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient) oleh Ian Marshall dan Danah Zohar, hingga Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligent), yang memperkenalkan tujuh (7) macam kecerdasan, oleh Howard Gardner.
Berbagai definisi tentang makna kecerdasan menurut berbagai pandangan para pakar. Kecerdasan atau intelligence, sebagaimana dipaparkan dalam Oxford Advanced Learner’s
Dictionary, didefinisikan sebagai“ Kemampuan mental;
pemahaman dan kemampuan nalar; kekuatan dalam memahami sesuatu. “Mental ability in understanding and reasoning: The power
of learning”.37
Andrew M. Coleman dalam Oxford Dictionary of
Psychology. Di sana, Coleman mendefinisikan kata “kecerdasan”
dengan beberapa batasan, antara lain: kemampuan kognitif; kemampuan untuk melaksanakan pikiran-pikiran yang bersifat abstrak; kecerdasan (kecakapan) dalam mencegah atau menahan daya tarik naluriah (nafsu).38
Alfred Binet, tokoh perintis penemu kecerdasan intelegensi (IQ), mendefinisikan kecerdasan sebagai (a) kemampuan mengarahkan pikiran atau mengarahkan tindakan; (b) kemampuan untuk mengubah arah tindakan bila tindakan tersebut telah dilaksanakan; dan (c) kemampuan untuk mengkritik diri sendiri (otokritik).39
Howard Gardner, penggagas teori Kecerdasan Majemuk asal Harvard Graduate School of Education dan Profesor Neurologi
37 A.S. Hornby, Oxford Advanced … hlm. 1078.
38 Andrew M. Coleman, Oxford Dictionary of Psychology (New York: Oxford University Press, 2001) hlm. 371.
39 T. Safaria, Interpersonal Intelligence: Metode Pegembangan Kecerdasan
ŗŗŗŜ
21di Boston University, dalam karyanya Multiple Intelligence (Kecerdasan Majemuk), mendefiniskan kecerdasan sebagai “kumpulan kemampuan, bakat, atau keterampilan mental’. Dalam istilah lain, Gardner mengistilahkan kecerdasan sebagai potensi bio-psikologis.40
Selanjutnya M. Goddard, mendefinisikan intelgensi (kecerdasan) sebagai tingkat kemampuan pengalaman seseorang untuk menyelesaikan masalah-masalah yang langsung dihadapi untuk mengantisipasi masalah-masalah yang akan datang.41
Robert J Stenberg menemukan konsepsi kecerdasan yang mencakup tiga faktor kemampuan, yaitu (a) kemampuan memecahkan masalah-masalah praktis yang bercirikan utama adanya kemampuan berpikir logis, (b) kemampuan verbal (lisan) yang berciri utama adanya kecakapan berbicara dengan jelas dan lancar, (c) kompetensi sosial yang berciri utama adanya kemampuan untuk menerima orang lain sebagaimana adanya.42
Berangkat dari berbagai definisi di atas, dapat dilihat bahwa definisi yang diberikan oleh para ahli tentang makna kecerdasan (inelligence) berbeda-beda. Perbedaan tersebut agaknya dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antara objek kajian keilmuan yang ditekuni serta faktor situasi dan kondisi yang melingkupi kapan dan di mana teori tersebut dikemukakan. Walaupun demikian, dapat diambil suatu konklusi bahwa kecerdasan (intelligence quotient) merupakan kumpulan kemampuan atau potensi yang berfungsi untuk mengarahkan tindakan manusia, baik yang bersifat kognitif, afektif maupun psikomotorik. Dengan kata lain kecerdasan merupakan aneka potensi (multiple intelligences) yang ada pada diri manusia yang berfungsi mengarahkan pikiran dan tindakan.
40 Howard Gardner, Multiple Intelligence, terj. Oleh Alexander Sindoro (Tanpa kota: Interaksara, 2003) hlm. 33 dan 63
41 Azwar Saifuddin, Pengantar Psikologi…, hlm. 5 42 Ibid, hlm. 7-9
ŗŗŗŜ
22Berkaitan dengan jenis-jenis dan teori tentang kecerdasan manusia, setidaknya hingga saat ini ada tiga (3) macam kecerdasan yang populer, yaitu Kecerdasan Intelektual (Intellectual Quotient), Kecerdasan Emosional (Emotional
Quotient) serta Kecerdasan Spiritual (Spiritual Quotient).
Kecerdasan Intelektual (IQ) merupakan kecerdasan pertama yang dikenal manusia modern yang secara cerdas “ditemukan” dan dikembangkan oleh Alfred Binet (1857-1911), merupakan potensi intelektual yang digunakan untuk memecahkan masalah logika dan strategis.43 Kecerdasan intelektual ini menilai intelektualitas seseorang dari sisi kekuatan verbal dan logika seseorang, di mana tingkat kecerdasan (Intelligence quotient) dapat dinilai dengan angka konstan, menganut konsep eugenic artinya pengendalian sistematis dari keturunan, perkembangannya diteruskan oleh Carl Brigham dengan merancang tes IQ yang diperbaharui dengan nama Scholastic Aptitute Test (SAT).44 Dengan kata lain, kecerdasan intelektual atau kecerdasan rasional berupaya memilah tingkatan manusia berdasarkan ukuran intelektualitas yang diukur melalui tes tertentu.45
Dalam perkembangan lebih jauh, pada tahun 1995, Daniel Goleman, seorang ilmuan pada Harvard University yang banyak bergelut dalam bidang neurosains dan psikologi, berhasil meruntuhkan legenda tentang IQ dengan temuan barunya yang ia sebut dengan Kecerdasan Emosional (Emotional
Quotient). Menurut Goleman, kecerdasan emosional adalah
kemampuan seseorang mengatur kehidupan emosinya dengan inteligensi (to manage our emotional life with intelligence); menjaga keselarasan emosi dan pengungkapannya (the appropriateness
of emotion and its expression) melalui keterampilan kesadaran 43 Taufik Pasiak, Revolusi IQ/EQ/SQ (Bandung: Mizan, 2002) hlm.3 44 Triman Juniarso, “Teori-teori tentang Kecerdasan” dalam www. Triman Juniarso’s Weblog.com, diakses pada 24 Nopember 2008
45 Lihat Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital, (Bandung: Mizan, 2005) hlm. 3
ŗŗŗŜ
23diri, pengendalian diri, motivasi diri, empati dan keterampilan sosial. Kecerdasan emosional (EQ) terdiri dari kombinasi 5 komponen, yaitu kesadaran diri, manajemen emosi, motivasi, empati, dan mengatur hubungan/ relasi.46 Adapun indikator EQ antara lain memiliki rasa empati, kemampuan mengekspresikan dan memahami diri, beradaptasi, bekerja dalam tim, berbagi dan sebagainya, sangatlah penting untuk meningkatkan kualitas perilaku cerdas seseorang di tengah masyarakat, maupun dunia kerja.47
Jika dirunut ke belakang, wacana tentang kecerdasan emosional (EQ) sebenarnya bukanlah murni hasil temuan Goleman sendiri. Dalam konteks ini, Goleman dianggap sebagai “sang penemu” karena secara cerdas berhasil mengembangkan dan mempopulerkan kecerdasan emosional menjadi satu potensi intelektualitas manusia yang luar biasa dalam meraih kesuksesan sekaligus mengatasi berbagai problem kehidupan. Jauh sebelum Goleman, Howard Gardner yang populer dengan teori Kecerdasan Majemuk (multiple
intelligences) telah memperkenalkan saalah satu kecerdasan
yang disebut kecerdasan antar pribadi (inter personal intelligence) yakni Kecerdasan untuk mengerti dan peka terhadap perasaan, intensi, motivasi, watak dan temperamen orang lain.48
Masih menurut Daniel Goleman, berdasarkan hasil penelitiannya Kecerdasan Intelektual (IQ) hanya dapat menyumbangkan kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup. Sedangkan yang 80%-nya
46 Daniel Goleman, Emotional Intelligence (terjemahan). (Jakata : PT Gramedia Pustaka Utama, 2000) hlm. 512.
47 “Kecerdasan Emosi Bekal terpenting Anak” dalam http:// wap.indosiar. com/berita-3.asp?id=21463&idjenis=6
48 Lihat Howard Gardner, Multiple Intelligences: Kecerdasan majemuk Teori
dalam Praktek, terj. Oleh Alexander Sindoro (Batam: Interaksara, 2003)
hlm.36-46. dalam Bukunya ini, Howard Gardner memperkenalkan tujuh (7) macam kecerdasan manusia yakni (1) Kecerdasan musik (2) Kecerdasan Kinestetik (gerak badan) (3) Kecerdasan logika-matematika (4) Kecerdasan linguistik (5) Kecerdasan visual-spasial (ruang) (6) Kecerdasan interpersonal dan (7) Kecerdasan intra personal.
ŗŗŗŜ
24ditentukan oleh kekuatan-kekuatan lain, di antaranya adalah kecerdasan emosional atau Emotional Quotient (EQ) yakni kemampuan memotivasi diri sendiri, mengatasi frustasi, mengontrol desakan hati, mengatur suasana hati (mood), berempati serta kemampuan bekerja sama.49
Tidak berselang lama pasca heboh-hebohnya kecerdasan emosional (EQ), muncul satu kecerdasan baru. Psikolog Danah Zohar dan suaminya Ian Marshall (masing-masing dari Harvard dan Oxford University) memunculkan Q yang ketiga yaitu Spiritual Quotient yang merupakan landasan untuk memfungsikan IQ dan EQ secara efektif.50 SQ adalah kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan masalah makna dan nilai menempatkan perilaku dan hidup manusia dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya; menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Dalam pandangan Danah Zohar dan Ian Marshall, SQ merupakan kecerdasan tertinggi yang diperlukan untuk memfungsikan EQ dan IQ secara efektif.51 Kecerdasan Spiritual tersebut pada awalnya merupakan hasil riset Michel Persinger, ahli neurolog, pada awal 1990-an serta hasil penelitian mutakhir ahli saraf VS Ramachandran pada tahun 1997 yang berhasil mengidentifikasi adanya suatu potensi dalam otak manusia yang disebut “Titik Tuhan” (God Spot).52
Adapun indikator kecerdasan spiritual adalah (1) kemampuan bersikap fleksibel, (2) tingkat kesadaran diri tinggi, (3) kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan, (4) kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit, (5) kualitas hidup yang diilhami oleh visi dan nilai-nilai, (6) keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak perlu, (7) kecenderungan untuk melihat
49 Daniel Goleman, Emotional Intelligence..hlm. 44.
50 Ary Ginanjar Agustian, ESQ: Emotional Spiritual Quotient (Jakarta: Arga, 2001) hlm. 44.
51 Danah Zohar dan Ian Marshall, Spiritual Capital … hlm.4. 52 Ary Ginanjar Agustian, ESQ: Emotional…, hlm. 44.
ŗŗŗŜ
25keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan holistik), (8) kecenderungan nyata untuk bertanya “Mengapa?” atau “Bagaimana jika?” untuk mencari jawaban yang mendasar, (9) memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.53
kecerdasan Seksual 2.
Istilah kecerdasan seksual merupakan term baru yang agaknya belum sepopuler istilah kecerdasan emosinal, intelektual ataupun kecerdasan spiritual. Walaupun demikian,
term kecerdasan seksual bukanlah sesuatu tanpa dasar.
Conrad dan Milburn, dalam karya mereka yang berjudul
Sexual Intelligence,54 mendefinisikan kecerdasan seksual (Sexual intelligence) sebagai pengetahuan seseorang akan informasi ilmiah yang akurat tentang seksualitas manusia dan keterampilan berperilaku seksual yang sesuai, kesadaran diri akan seksualitas pribadinya, dan kemampuan sosial dan interpersonal untuk mampu membahas kehidupan seksual serta mengerti masalah seksual mitra seksualnya.
55 Senada dengan definisi di atas, definisi lain menyatakan bahwa kecerdasan seksual (Sex Q) adalah kemampuan untuk merasakan, menikmati, berpikir tentang, melakukan tindakan seksual, memberi dan diberi kenikmatan seksual. Adapun kecerdasan seksual mengandung beberapa aspek, yakni sikap terhadap seksualitas, pengetahuan terhadap seksualitas,
skill/ ketrampilan melakukan seksualitas, berhubungan
dengan pasangan. 56
Lianny Hendanata dalam The Power of Sex menulis bahwa kecerdasan seksual adalah kecerdasan untuk mengembangkan ‘ketabahan hati’ dan emosi di dalam permainan seks, dimana kita bisa menyesuaikan reaksi kepada
53 Lisa Kumalanty, “Kecerdasan..
54 S. Conrad & Milburn, Sexual Intelligence (New York, Crown Publishers: 2001) hlm. 1
55 Lihat ibid, hlm. 3
56 Andi Sugiarto, Rehab Your Sex Life! Dalam www.kecerdasan-seksual. blogspot.com. Diakses pada 25 September 2008
ŗŗŗŜ
26yang lain. Kita bisa merasa bahagia dan juga ada keinginan untuk membahagiakan pasangan kita, atau kita sama-sama senang hati dalam melakukannya, sehingga muncullah rasa saying dan kebersatuan batin yang dalam pada saat melakukan hubungan seksual.57 Definisi ini tampaknya memaknai kecerdasan seksual secara mikro (sempit), sebagai kemampuan empatik dalam memahami perasaan pasangan seks sekaligus kemampuan dalam mengendalikan energi seksual saat melakukan hubungan biologis.
Jika ditelaah secara cermat, definisi di atas sebenarnya memiliki titik temu dengan salah satu teori Multiple Intelligence yang digagas sebelumnya oleh Howard Gardner yakni Kecerdasan Intra Pribadi (Intra Personal Intelligence). Dalam pandangan Gardner, kecerdasan intra pribadi merupakan kecerdasan yang menggambarkan pengetahuan aspek-aspek internal seseorang akan dirinya disertai kemampuan untuk mengontrol dan membimbing aspek-aspek internal psikologis dari dirinya tersebut.58
Adapun komponen dasarnya adalah sebagai berikut.
Pertama, Pengetahuan seksual (sexual knowledge), meliputi
informasi ilmiah yang tepat tentang hal ihwal seksualitas manusia yang dipakai seseorang sebagai pedoman dalam membuat keputusan dan berperilaku dalam kehidupan seksualnya. Kesadaran akan “rahasia seksual pribadi” (secret sexual self) menyangkut seksualitas pribadi, misalnya menyangkut apa yang mampu merangsang, apa yang menyulitkan, apa yang menarik, dan apa preferensi seseorang. Kesadaran ini menyangkut pemetaan dambaan-dambaan yang sulit diungkapkan, konflik-konflik emosional, dan asumsi-asumsi tentang diri sendiri dan konsep tubuh yang negatif, pesan-pesan negatif tentang seks, baik dari keluarga/
57 Lianny Hendranata, The Power of Sex, Pohon Cahaya, Yogyakarta: 2011 , hlm.74
ŗŗŗŜ
27budaya sekitar yang salah ataupun dari pengalaman pribadi yang traumatik di masa lalu. Kedua, Hubungan dengan orang lain, yaitu kemampuan untuk berbicara dengan mitra seksual tentang masalah-masalah seksual pribadi, dan kemampuan mendengar dan mengerti masalah seksual dari mitra seksualnya, kebutuhan- kebutuhan, serta rasa kekhawatiran/ kurang percaya dirinya. 59
Dari berbagai rumusan para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kecerdasan seksual merupakan akumulasi dari berbagi elemen kecerdasan, baik kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial serta kecerdasan spiritual. Kesemua unsur kecerdasan tersebut saling berkaitan dan mendukung satu sama lain, dengan kata lain memiliki hubungan integratif interkonektif.
ŗŗŗŜ
29Salah satu keistimewaan Al-Quran yang menjadi mukjizat terakhir bagi para Nabi dan Rasul adalah kekuatan bahasa yang digunakannya. Penggunaan media Bahasa Arab1
sebagai bahasa pengantar Al-Quran tidak semata berkaitan dengan locus diturunkannnya Al-Quran dalam komunitas