• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : LANDASAN TEORI

2. Kecerdasan Spiritual

Menurut Echols & Shadily (1997) dalam Desmita (2010: 264) kata spiritualitas berasal dari bahasa Inggris “spirituality”, kata dasarnya “spirit” yang berarti “roh, jiwa, semangat”. Ingersoll (1994) dalam Desmita (2010: 264) menambahkan, kata “spirit” sendiri berasal dari bahasa Latin “spiritus” yang berarti “luas atau dalam (breath), keteguhan hati atau keyakinan (courage), energi atau semangat (vigor), dan kehidupan”. Kata sifat spiritual berasal dari kata spiritualis yang berarti “of the spirit” (kerohanian).

Ingersoll (1994) dalam Desmita (2010: 265) mengartikan spiritualitas sebagai wujud karakter spiritual, kualitas atau sifat dasar. Booth (1992) dalam Desmita (2010: 265) turut menjelaskan bahwa spiritualitas merupakan suatu sikap yang menitikberatkan pada energi, pilihan kreatif dan kekuatan penuh untuk kehidupan serta upaya penyatuan diri dengan Tuhan.

Aliah B. Purwakania Hasan (2006) dalam Desmita (2010: 265) mengemukakan tentang spiritualitas yang memiliki ruang lingkup dan makna pribadi yang luas. Mengutip hasil penelitian Martsolf dan Mickley, Aliah menyebutkan kata kunci yang

sering muncul ketika orang-orang menggambarkan spiritualitas, yaitu:

1) Meaning (makna), merupakan sesuatu yang signifikan dalam kehidupan manusia, merasakan situasi, memiliki dan mengarah kepada suatu tujuan tertentu.

2) Values (nilai-nilai), yaitu kepercayaan, standar dan etika yang dihargai.

3) Transcendence (transendensi), adalah pengalaman, kesadaran, penghargaan terhadap dimensi transendental bagi kehidupan seseorang.

4) Connecting (bersambung), adalah meningkatkan kesadaran terhadap hubungan dengan diri sendiri, orang lain, Tuhan dan alam.

5) Becoming (menjadi), merupakan membuka kehidupan yang menuntut refleksi dan pengalaman, termasuk siapa dan bagaimana seseorang mengetahui.

b. Pengertian Kecerdasan Spiritual

Les Parrot III dalam Nelson (2010: 13) mengungkapkan bahwa:

Spiritual Intelligence is not a fantasy pill to swallow—it won’t give you three easy steps to spiritual wholeness—but it afford articulate and meaningful answer to soul searching questions as well as proven practices that are sure to lead you into a deeper relationship with God—an intelligence relationship that will impact who you are, what you do and how you do it.

Zohar dan Marshall (2007:4) mengungkapkan bahwa kecerdasan spiritual merupakan kecerdasan untuk menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, dan menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya serta untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup lebih bermakna dibandingkan dengan yang lain. Kecerdasan spiritual adalah kecerdasan tertinggi manusia dan landasan yang diperlukan untuk memfungsikan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional secara efektif.

Kecerdasan spiritual secara harfiah beroperasi dari pusat otak, yaitu fungsi-fungsi penyatu otak. Kecerdasan spiritual memadukan semua kecerdasan dan menjadikan manusia sebagai makhluk yang utuh intelektual, emosional dan spiritual. Idealnya, ketiga kecerdasan tersebut bekerjasama dan saling mendukung. Namun masing-masing kecerdasan— kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual—memiliki kekuatan dan fungsi tersendiri. Oleh karena itu, ketiga kecerdasan tersebut mempunyai tingkat tertentu bagi masing-masing orang. Seseorang tidak harus tinggi dalam kecerdasan intelektual atau kecerdasan spiritual agar tinggi tingkat kecerdasan emosionalnya, namun seseorang mungkin tinggi kecerdasan intelektual-nya, tetapi kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual-nya rendah (Zohar dan Marshall, 2007:4). Lebih lanjut, Zohar dan Marshall (2007:8) mengungkapkan, bahwa kecerdasan spiritual tidak mesti

berhubungan dengan agama, tetapi bagi sebagian orang, kecerdasan spiritual mungkin menemukan cara pengungkapan melalui agama.

Kecerdasan spiritual adalah kemampuan manusia untuk menghayati keterhubungan dirinya dengan kekuatan tak terbatas (Tuhan), serta menyadari tingkat kebermaknaan hidup dan sifat-sifat keilahian yang ada di dalam diri manusia (Ardana, Aritonang dan Dermawan, 2013: 446).

c. Indikator-indikator Kecerdasan Spiritual

Tanda-tanda dari kecerdasan spiritual yang telah berkembang dengan baik diungkapkan Zohar dan Marshall (2007:14) mencakup hal-hal berikut:

1.) Kemampuan bersikap fleksibel (adaptif secara spontan dan aktif),

2.) Tingkat kesadaran diri yang tinggi,

3.) Kemampuan untuk menghadapi dan memanfaatkan penderitaan,

4.) Kemampuan untuk menghadapi dan melampaui rasa sakit, 5.) Kualitas hidup yang diilhami oleh misi dan nilai-nilai, 6.) Keengganan untuk menyebabkan kerugian yang tidak

perlu,

7.) Kecenderungan untuk melihat keterkaitan antara berbagai hal (berpandangan “holistik”),

8.) Kecenderungan untuk bertanya “mengapa?” atau “bagaimana jika?” untuk mencari jawaban-jawaban mendasar,

9.) Menjadi apa yang disebut oleh para psikolog sebagai “bidang-mandiri—yaitu memiliki kemudahan untuk bekerja melawan konvensi.

Seseorang yang tinggi kecerdasan spiritual-nya juga cenderung menjadi seorang pemimpin yang penuh pengabdian, yaitu seseorang yang bertanggungjawab membawakan visi dan nilai yang lebih tinggi kepada orang lain dan memberikan petunjuk penggunaannya. Dengan perkataan lain, seseorang yang dapat memberikan inspirasi kepada orang lain (Zohar dan Marshall, 2007:14).

Secara umum, kecerdasan spiritual dapat ditingkatkan dengan meningkatkan penggunaan proses tersier psikologis— yaitu kecenderungan untuk bertanya mengapa, untuk mencari keterkaitan antara segala sesuatu, untuk membawa ke permukaan asumsi-asumsi mengenai makna di balik atau di dalam sesuatu, menjadi lebih suka merenung, sedikit menjangkau di luar diri, bertanggungjawab, lebih sadar diri, lebih jujur terhadap diri sendiri dan lebih pemberani (Zohar dan Marshall, 2007:14).Menurut Prawira (2013: 168) kecerdasan spiritual ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menghargai dirinya sendiri dan orang lain, memahami perasaan orang-orang di sekitarnya, mengikuti aturan-aturan

yang berlaku, yang semua itu merupakan kunci bagi kesuksesan seseorang dalam menjalani kehidupannya.

Suharsono (2002) dalam Prawira (2013: 168) mengemukakan sebutan kecerdasan spiritual adalah berasal dari fitrah manusia itu sendiri. Kecerdasan spiritual tidak dibentuk melalui penumpukan memori faktual dan fenomenal, tetapi merupakan aktualisasi dari dari fitrah manusia. Ia memancar dari kedalaman diri manusia, jika dorongan-dorongan keingintahuan dilandasi kesucian, ketulusan hati dan tanpa pretensi egoisme. Kecerdasan spiritual ini akan mengalami aktualisasinya yang optimal apabila hidup manusia berdasarkan visi dasar dan misi utamanya, yakni seorang hamba (‘abid) dan sekaligus wakil Allah (khalifah) di bumi. d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Spiritual

Menurut Idrus (2002) dalam Trihandini (2005: 31) kecerdasan spiritual yang dimiliki masing-masing orang tidak sama, tergantung pribadi orang tersebut dalam memberikan makna pada hidupnya.

Dokumen terkait