• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modal merupakan faktor yang amat penting bagi perkembangan dan kemajuan bank, serta sebagai upaya untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat. Sebagaimana selayaknya sebuah badan usaha, modal bank harus dapat digunkan untukmenjaga kemungkinan timbulnya risiko kerugian akibat dari pergerakan aktiva bank yang pada dasarnya sebahagian besar berasal dari pinjaman pihak ketiga (dana masyarakat).

Berikut pengertian modal menurut Malayu Hasibuan (2001:61), secara umum mengemukakan bahwa: “Modal sendiri bank atau equity fund adalah sejumlah uang tunai yang telah disetorkan pemilik dan sumber-sumber lainya yang berasal dari dalam bank itu sendiri terdiri dari modal inti dan modal pelengkap.”

Menurut Dendawijaya (2004:12) “CAR adalah rasio yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung resiko (kredit penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) untuk dibiayai dari dana modal bank sendiri, disamping memperoleh dana-dana dari sumber-sumber di luar, seperti dana masyarakat, pinjaman (utang) dan lain-lain”.

Dengan demikian dapat diambil suatu kesimpulan bahwa modal bank bukan saja sebagai salah satu sumber penting dalam memenuhi kebutuhan dana bank, tetapi juga posisi modal bank akan mempengaruhi keputusan-keputusan manajemen dalam hal pencapaian tingkat laba, di satu pihak dan

kemungkinan timbulnya resiko di pihak lain. Dengan kata lain, besar kecilnya permodalan bank akan mempengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kemampuan keuangan bank yang bersangkutan. Modal yang terlalu besar misalnya, akan dapat mempengaruhi profitabilitas bank. Sedangkan modal yang terlalu kecil akan membatasi kemampuan ekspansi bank, juga akan mempengaruhi penilaian khususnya para deposan, debitur, dan juga pemegang saham bank dan dapat menyebabkan risiko gagal bayar yang lebih besar pula.

a. Komponen Modal Bank

Modal suatu bank tidak dapat berdiri sendiri dalam menjaga likuiditas dan kegiatan usahanya. Modal suatu perbakan memiliki arti yang sangat penting dan krusial bagi kelangsungan hidup suatu industri keuangan dalam hal ini adalah perbankan. Dalam praktiknya modal terdiri dari dua macam yaitu modal inti dan modal pelengkap. Modal inti merupakan modal sendiri yang tertera dalam posisi ekuitas. Sedangkan modal pelengkap merupakan modal pinjaman dan cadangan revaluasi aktiva serta cadangan penyisihan penghapusan aktiva produktif.

Berikut komponen modal bank menurut Kasmir (2000:257) pada umumnya terdiri dari :

1. modal inti, berupa :

a. modal disetor, yaitu modal yang telah disetor secara efektif oleh pemiliknya,

b. agio saham, yaitu selisih lebih setoran modal yang diterima oleh bank akibat harga saham yang melebihi nilai nominal,

c. modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh dari sumbganga saham, termasuk selisih antara nilai yang tercatat dengan harga jual apabila saham tersebut dijual,

d. cadangan umum, yaitu cadangan dari penyisihan laba yang ditahan atau dari laba bersih setelah dikurnagi pajak, dan mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota sesuai dengan ketentuan pendirian atau anggaran masing-masing bank,

e. cadangan tunjangan, yaitu bagian laba setelah dikurangai pajak yang disisihkan untuk tujuan tertentu dan telah mendapat persetujuan rapat umum pemegang saham atau rapat anggota,

f. saldo laba (retained earning), yaitu saldo laba bersih setelah dikurangi pajak yang oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota diputuskan untuk tidak dibagikan,

g. laba lahun lalu, yaitu seluruh laba bersih tahun lalu setelah diperhitungkan pajak dan belum ditetapkan penggunaanya oleh rapat umum pemegang saham atau rapat anggota. Apabila bank mempunyai saldo rugi tahun-tahun lalu, maka kerugian tersebut menjadi faktor pengurang modal inti,

h. laba tahun berjalan, yaitu 50% dari laba tahun buku berjalan setelah dikurangi pajak. Apabila pada tahun berjalan bank mengalami kerugian, maka seluruh kerugian tersebut menjadi faktor pengurang dari modal inti. Total modal di atas harus dikurangi dengan :

1) Goodwill yang ada dalam pembukuan bank.

2) Kekurangan jumlah penghapusan aktiva produktif dari jumlah yang seharusnya dibentuk sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia.

2. modal pelengkap, berupa :

a. cadangan revaluasi aktiva tetap, yaitu cadangan yang dibentuk dari selisih penilaian kembali aktiva tetap yang telah mendapat persetujuan Direktorat Jendaral Pajak,

b. penyisihan penghapusan aktiva produktif, yaitu cadangan yang dibentuk dengan cara membebani laba rugi tahun berjalan. Cadangan ini dibentuk untuk menampung kerugian yang mungkin

timbul akibat tidak diterimanya kembali sebahagian atau seluruh aktiva produktif. Penyisihan penghapusan aktiva produktif yang dapat diperhitungkan sebagai modal pelengkap adalah maksimum 1,25% dari ATMR (Aktiva Tertimbang Menurut Risiko),

c. modal pinjaman, yaitu hutang yang didukung oleh instrumen yang memiliki sifat seperti modal dan mempunyai ciri-ciri :

1) tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan, dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh,

2) tidak dapat dilunasi atau ditarik atas insiatif pemilik tanpa persetujuan Bank Indonesia,

3) mempunyai kedudukan yang sama dengan modal dalam hal jumlah kerugian bank melebihi saldo dan cadangan-cadangan yang termasuk modal inti, meskipun bank belum dilikuidasi, 4) pembayaran bungan dapat ditangguhkan apabila bank dalam

keadaan rugi atau labanya tidak mendukung untuk membayar bunga tersebut.

3. Pinjaman subordinasi, yaitu pinjaman dengan ciri-ciri sebagai berikut : a. ada perjanjian tertulis antara bank dengan pemberi pinjaman, b. mendapat persetujuan terlebih dahulu dari Bank Indonesia.

c. menyampaikan program pembayaran kembali pinjaman subordinansi tersebut,

d. tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan telah disetor penuh minimal berjangka waktu 5 tahun,

e. pelunasan sebelum jatuh tempo harus mendapat persetujuan dari Bank Indonesia dan dengan pelunasan tersebut permodalan bank tetap sehat,

f. hak tagihnya dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling akhir dari segala pinjaman yang ada.

g. pinjaman subordinasi yang dapat dijadikan komponen modal lengkap adalah maksimum 50% dari modal inti.

Dari pemaparan kutipan di atas, dapat disimpulakan bahwa komponen modal bank akan mempermudah suatu bank guna memperoleh dana segar

untuk tujuan investasi maupun pemenuhan likuiditasnya. Memiliki modal yang besar merupakan suatu keadaan yang harus di penuhi oleh suatu bank untuk bisa bersaing dan melakukan ekspansi bisnis. Modal menjadi acuan bagi para nasabah untuk menempatkan dananya di bank tersebut karena modal yang besar menjadi tolok ukur dan gambaran keadaan keuangan suatu bank. Begitu juga dnegan para investor yang berniat menempatkan sebahagian dannya di banks tersebut. Arti penting kondisi modal suatu perbankan menjadi perhatian tertentu bagi pihak manajemen bank.

b. Fungsi Modal

Modal merupakan item yang sangat vital bagi suatu perusahaan perbankan. Modal diperlukan guna menjaga kelancaran likuiditas dan juga menjaga kepercayaan nasabah akan investasi maupun dana deposan dan nasabah yang telah dipercayakan di bank tersebut. Keterkaitan kelangsungan hidup suatu perbankan berkaitan erat dengan posisi permodalannya. Besar dan kecilnya modal yang dimiliki suatu bank dapat menyebabkan tinggi rendahnya kepercayaan dan loyalitas para nasabah dan juga penentuan kebijakan oleh menejemen di masa yang akan datang.Oleh sebab itu, fungsi modal berperan penting dalam proses tumbuh dan berkembangannya suatu perbankan.

Berikut ini merupakan fungsi modal yang dipaparkan oleh Siamat (2005:287) modal bank sekurang-kurangnya memiliki tiga fungsi utama yaitu

fungsi operasional, fungsi perlindungan, fungsi pengaman dan pengaturan. Keseluruhan fungsi modal bank tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

1. memberikan perlindungan kepada nasabah, 2. mencegah terjadinya kejatuhan bank,

3. memenuhi kebutuhan gedung dan inventaris, 4. memenuhi ketentuan permodalan minimum, 5. meningkatkan kepercayaan masyarakat, 6. menutupi kerugian aktiva produktif bank, 7. mebagai indikator kekayaan bank,

8. meningkatkan efisiensi operasional bank.

Mengingat pentingnya fungsi modal bagi setiap bank, maka manajemen bank perlu memperhatikan secara serius masalah permodalan ini. Adapun yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih seksama tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut :

1. rencana kerja bank yang akan datang, baik dalam rencana tahunan maupun untuk rencana lima tahunan jangka panjang (corporate plan). Hal ini dapat dipahami karena setiap pertambahan aktiva harus diimbangi dengan pertambahan permodalan sebesar 100 berbanding 8, karena Capita

Adequecy Ratio ditetapkan 8%. Di beberapa negara lain bahkan ada yang

menetapkan Capita Adequecy Ratio di atas 8%,

2. perhitungan ketentuan modal yang memenuhi syarat otoritas moneter, meupun yang memenuhi ketentuan bisnis dari bank yang bersangkutan. Banyak faktor yang secara kualitatif mempunyai pengaruh secara langsung

terhadap jumlah permodalan suatu bank. Semakin besar modal bank yang tersedia tentu akan semakin baik bagi bank yang bersangkutan, karena akan berpotensi lebih baik lagi,

3. Kemampuan bank secara intern dalam menciptakan modal dari kegiatan usahanya, serta kemampuan kebijakan pembagian laba (dividen) yang ada pada masing-masing bank,

4. Sumber-sumber serta mekanisme penciptaan modal dari pasar yang ada pada masyarakat dimana bank tersebut beroperasi.

Unsur kepercayaan terhadap bank ditandai dengan permodalanya merupakan suatu hal yang sangat penting untuk diperhatikan, tidak saja bagi nasabah yang ingin menyimpan uangnya tetapi juga oleh Bank Indonesia sebagai lembaga pengawas bank untuk memastikan kontinuitas dan kelangsungan serta eksistensi operasionalisasi bank yang bersangkutan bila sewaktu-waktu mengalami kesulitan baik karena keslahan pihak manajemen dalam mengelola likuiditas atau karena tekanan kondisi eksternal seperti keadaan ekonomi dan moneter.

Peranan modal dalam mengelola bank menjadi faktor yang sangat penting sehingga perlu menetapkan suatu rasio kecukupan modal yang merupakan perbandingan antara modal dengan aktiva yang memiliki risiko yang disebut Capita Adequecy Ratio (CAR).

Capital Adequecy Ratio (CAR) yang dipakai adalah yang sesuai

dengan ketentuan Bank Indonesia dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomorr 53/KMK/.017/1999 dan Nomor 31/12/KEP/GBI tanggal 8

Februari 1999. Kecukupan modal merupakan faktor yang penting bagi bank dalam rangka pengembangan usaha dan menampung kerugian. Bank Indonesia menetapkan Capital Adequecy Ratio (CAR) yaitu kewajiban penyertaan modal minimum yang harus selalu dipertahankan oleh setiap bank sebagai suatu proporsi tertentu dari total Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) atau secara matematis :

% 100 X ATMR Modal CAR=

Komponen modal terdiri dari modal inti dan modal pelengkap dengan memperhitungkan penyertaan yang dilakukan bank sebagai faktor pengurang modal. Sedangkan ATMR Bank Umum dihitung berdasarkan bobot risiko masing-masing pos aktiva neraca dan rekening administratif.

Menurut Siamat (2005: 253), Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) terdiri atas:

1. aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar risiko kredit yang melekat pada setiap pos aktiva,

2. beberapa pos dalam daftar kewajiban komitmen dan kontijensi (off

balance sheet account) yang diberikan bobot dan sesuai dengan kadar

risiko kredit yang melekat pada setiap pos, setelah terlebih dahulu diperhitungkan dengan bobot faktor konversi.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) juga mencakup off balance sheet account. Hal ini menunjukkan bahwa risiko juga melekat pada off balance sheet account meskipun pos-pos tersebut tidak terlihat di neraca.

Bank Indonesia menetapkan kebijaksanaan bagi setiap bank untuk memenuhi rasio CAR minimum 8%, jika kurang dari 8% maka akan

dikenakan sanksi oleh Bank Indonesia. Ketentuan CAR pada prinsipnya disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku secara internasional, yaitu standar Bank For Internationla Settlement (BIS). CAR yang didasarkan pada standar BIS (8%) adalah salah satu cara untuk menghitung apakah modal yang ada pada suatu bank telah memadai atau belum. Jika modal rata-rata suatu bank lebih baik dari bank lainya, maka bank bersangkutan akan lebih baik solvabilitasnya.

Ketetapan CAR sebesar 8% bertujuan untuk :

1. menjaga kepercayaan masyarakat kepada perbankan,

2. melindungi dana pihak ketiga (dana masyarakat) pada bank bersangkutan,

3. untuk memenuhi ketetapan standar BIS.

Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan atau memperbaiki posisi modal minimum bank (CAR) adalah dengan :

1. memperkecil komitmen pinjaman yang tidak dipergunakan,

2. pinjaman yang diberikan lebih dibatasi dan diseleksi sehingga risiko semakin berkurang,

3. fasilitas bank guarantee yang hanya memperoleh hasil pendapatan berupa posisi yang relatif kecil namun dengan risiko yang sama besarnya dengan pinjaman yang ada sebaiknya dibatasi,

4. komitmen Letter of Credit (L/C) bagi Bank Devisa yang benar-benar memperoleh kepastian dalam penggunaanya atau tidak dapat dianfaatkan secara efisien sebaiknya juga dibatasi,

5. penyertaan yang mempunyai risiko 100% perlu ditinjau kembali apakah bermanfaat atau tidak,

6. posisi aktiva-aktiva tetap dan inventaris inventaris agar tidak berlebihan dan jangan hanya sekedar memenuhi kelayakan,

7. menambah atau memperbaiki posisi modal dengan cara setoran tunai, go

public, dan pinjaman subordinansi jangka panjang dari pemegang saham.

Strategi yang teleh dijelaskan di atas dapat diterapkan guna meningkatkan posisi dan memperbaiki posisi permodalan suatu bank. Dengan demikian, menjaga dan mengontrol modal suatu bank dapat berjalan dengan baik dan dapat memenuhi ketentuan dan ketetapan modal yang seharusnya.

3. Likuiditas

Bank dengan tingkat likuiditas yang tinggi akan meningkatkan kepercayaan nasabah dalam menempatkan dananya di bank tersebut. Semakin likuid suatu bank akan semakin mudah bagi suatu bank untuk memperoleh kepercayaan darinasabahnya. Secara umum likuiditas berarti kemampuan bank untuk memenuhi kebutuhan keuangan para nasabah. Suatu bank diharapkan mampu menjaga likuiditasnya dalam menjalankan kegiatan usahanya, hal ini menunjukkan keseimbangan antara likuiditas dan

profitabilitas harus seimbang. Berikut pengertian beberapa ahli tentang likuiditas.

Menurut Rivai, Permata dan Idroes (2007:386) Likuiditas adalah “kemampuan manajemen bank dalam menyediakan dana yang cukup untuk memenuhi kewajibanya setiap saat”.

Menurut Siamat (2005: 340-343), “mengemukakan bahwa teori manajemen likuiditas pada dasarnya adalah teori yang berkaitan dengan bagaimana mengelola dana dan sumber-sumber dana bank agar dapat memelihara posisi likuiditas dan memenuhi segala kebutuhan likuiditas dalam kegiatan operasional bank sehari-hari. Beberapa teori manajemen likuiditas yang terkenal dalam perbankan yaitu: commercial loan theory, doctrine of

asset shiftability,theory of shiftable to the market, dan the anticipated income theory.”

a. Commercial Loan Theory

Likuiditas bank menurut teori ini akan terjamin apabila aktiva produktif bank yang terdiri dari kredit jangka pendek dicairkan dalam kegiatan usaha yang berjalan secara normal. Dan apabila bank yang bersangkutan akan memberikan kredit yang lebih panjang, hendaknya sumber dana diambil dari modal bank dan sumber dana jangka panjang.

b. Doctrine of Asset Shiftability

Menurut teori ini, bank dapat segera memenuhi kebutuhan likuiditasnya dengan memberikan shiftable loan atau call loan, yaitu pinjaman yang harus dibayar dengan pemberitahuan satu atau beberapa hari sebelumnya dengan jaminan surat-surat berharga.

c. Theory of Shiftable to the Market

Teori ini berasumsi bahwa likuiditas suatu bank akan dapat terjamin apabila bank memiliki portfolio surat-surat berharga yang dapat segera dialihkan untuk memperoleh uang kas atau likuiditas.

d. The Anticipated Income Theory

Teori ini menyatakan bahwa bank-bank seharusnya dapat memberikan kredit jangka panjang dimana pelunasannya, yaitu cicilan pokok pinjaman ditambah bunga, dapat diharapkan dan dijadwalkan pembayarannya pada waktu yang akan datang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditetapkan.

Pentingnya bank mengelola likuiditas secara baik terutama ditujukan untuk memperkecil risiko likuiditas yang disebabkan oleh adanya kekurangan. Dalam mengelola likuiditas, selalu akan terjadi benturan kepentingan antara

keputusan untuk menjaga likuiditas dan meningkatkan pendapatan. bank yang selalu berhati-hati dalam menjaga likuiditas dan cenderung memelihara alat likuid yang relatif lebih besar dari yang diperlukanya dengan maksud untuk menghindari kesulitan likuiditas.

Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan perbandingan antara kredit

yang diberikan dengan dana pihak ketiga, termasuk pinjaman yang diterima, tidak termasuk pinjaman subordinansi. Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditas bank.

LDR digunakan untuk menilai likuiditas suatu bank yang dengan cara membagi jumlah kredit yang diberikan oleh bank terhadap dana pihak ketiga. Semakin tingi rasio ini, semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan sehingga kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah aka semakin besar. Kredit yang diberikan tidak termasuk kredit kepada bank lain sedangkan untuk dana pihak ketiga adalah giro, tabungan, simpanan berjangka, sertifikat deposito. Secara matematis dapat dirumuskan :

% 100 x Equity it TotalDepos TotalLoans LDR + = 4. Profitabilitas

Tingkat profitabilitas yang sehat merupakan salah satu tujuan dari setiap bank karena profitabilitas digunakan sebagai alat untuk mengukur seberapa besar kemampuan manajemen dalam menghasilkan laba atas aset-aset yang ditanamkan dalam perusahaan tersebut dan juga menunjukkan

kemampuan manajemen dalam menekan biaya operasional. Profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memperoleh laba atau sejauh mana efektivitas pengelolaan perusahaan untuk memperoleh laba. Return on

Assets (ROA) adalah rasio profitabilitas yang menunjukkan perbandingan

antara laba (sebelum pajak) dengan total asset bank. Rasio ini menunjukkan tingkat efisiensi pengelolaan asset yang dilakukan oleh bank yang bersangkutan (Riyadi, 2004: 137). Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank dan sebaliknya. Dengan demikian pihak manajemen bank dituntut untuk bisa selalu menciptakan profit demi eksistensi suatu bank dan juga pemenuhan kewajiban kepada para stakeholder. ROA dapat dirumusakan sebagaiberikut :

% 100 x TotalAsset EBIT ROA=

Dokumen terkait