• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

3. Kecurangan ( fraud )

a. Pengertian Kecurangan (Fraud )

Penelitian kali ini penulis akan menganalisis pengaruh independensi auditor internal dan profesionalisme auditor internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Arti dari

fraud adalah kecurangan, penipuan, atau penggelapan. Sedangkan kecurangan mencakup suatu tindakan ketidakberesan dan tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Berikut ini adalah beberapa definisi mengenai fraud yang penulis kutip dari berbagai literatur:

1) Statements of Internal Standard Auditing No.3 (Prasetyo,2002)

“Kecurangan meliputi serangkaian ketidakbiasaan dan atau tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Kecurangan dapat dilakukan untuk kepentingan atau atas kerugian organisasi dan oleh orang di luar atau di dalam organisasi.”

2) FBI Definition of Fraud (Silvesterstone,2007)

Federal Bureau of Investigation (FBI) memberikan pemaparan

tetapi definisi yang bermanfaat bahwa memasukkan dasar yang diakui lebih dari satu abad:

“Those illegal acts which are characterized by deciet, concealment, or violation of trust and which are not dependent upon the application of threat of physical force or violence. Individuals and organizations commit these acts to obtain money, property or service; to avoid the payment or loss money or service; or to secure personal or business advantage.”

3) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) memberikan definisi tentang kekeliruan dan ketidakberesan sebagai berikut ini (IAI, 2009:316.2&3). Kekeliruan (error) berarti salah saji (misstatement) atau hilangnya

jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang tidak sengaja. Kekeliruan dapat berupa hal-hal berikut ini:

(a) Kekeliruan dalam pengumpulan atau pengolahan data akuntansi yang dipakai sebagai dasar pembuatan laporan keuangan.

(b) Estimasi akuntansi salah saji yang timbul sebagai akibat dari kekhilafan atau penafsiran salah terhadap prinsip menyangkut jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.

Ketidakberesan (irregularities) adalah salah saji atau hilangnya jumlah pengungkapan dalam laporan keuangan yang dilakukan untuk menyajikan laporan keungan yang menyesatkan, dan seringkali disebut dengan kecurangan manajemen, serta penyalahgunaan aktiva yang seringkali disebut dengan unsur penggelapan. Ketidakberesan dapat terdiri dari perbuatan berikut ini:

a. Perbuatan yang mengandung unsur manipulasi, pemalsuan atau pengubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya yang merupakan sumber untuk pembuatan laporan keuangan. b. Penyajian salah atau penghilangan dengan sengaja peristiwa,

transaksi atau signifikan yang lain.

c. Penerapan salah prinsip yang dilakukan dengan sengaja.

Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan bahwa Fraud (kecurangan/kejahatan) mencakup:

(1) Penggelapan (Embezzlement).

(2) Manipulasi pelanggaran karena jabatan (Malfeasance). (3) Pencurian (Thiefts).

(4) Ketidakjujuran (Dishonesty). (5) Kelakuan buruk (Misdeed). (6) Kelalaian (Defalcanion).

(7) Penggelapan Pajak (With Holdings). (8) Penyuapan.

(9) Pemerasan. (10) Penyerobotan.

(11) Salah saji (Misappropriation). (12) Fraudulent.

Meskipun demikian pada dasarnya Fraud adalah merupakan serangkaian ketidakberesan (irregularities) mengenai: perbuatan-perbuatan melawan hukum (illegal acts), yang dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (misalnya menipu memberikan gambaran yang keliru (mislead) terhadap pihak lain), yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam ataupun dari luar organisasi, untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun kelompok dan secara langsung atau tidak langsung merugikan orang lain.

Apapun istilah yang disebutkan diatas, tindakan-tindakan tersebut merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan tujuan perusahaan, yang dibuat dengan sengaja, dengan tujuan untuk memperoleh sesuatu yang bukan merupakan hak pelakunya dan hal ini mengakibatkan kerugian financial bagi perusahaan atau mungkin juga kerugian bagi negara.

Kecurangan (Fraud) sering terjadi dalam perusahaan, tetapi tak seorang pun dapat melakukan apapun sampai auditor internal maupun eksternal menguji laporan keuangan perusahaan tersebut. Auditor yang terlatih menjadi lebih sensitif sehingga mereka mengurangi resiko kegagalan dalam mendeteksi suatu kekeliruan secara material dalam suatu laporan keuangan perusahaan.

Jika kecurangan (Fraud) terjadi, pihak manajemen selalu mempertanyakan bagaimana fungsi dan peran internal auditor yang ada. Dimana dan sedang apa mereka pada saat kasus tersebut terjadi. Kapan pemeriksaan terakhir dilakukan dan mengapa pemeriksaan terakhir tersebut tidak dapat membongkar fraud atau setidaknya mengungkapkan kelemahan sistem internal control

yang memungkinkan terjadinya fraud.

Sesuai dengan norma pemeriksaan, fraud merupakan tanggung jawab oknum yang bersangkutan, sedangkan manajemen bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya fraud dan mendeteksi ada atau tidaknya fraud. Tanggung jawab auditor

internal adalah untuk menilai dan membantu pihak manajemen dalam melakukan pencegahan dan pendeteksian atas fraud tersebut.

Berikut ini adalah beberapa tipe audit:

1. Fraudulent Financial Reporting (Laporan Keuangan yang

curang).

Pelaporan keuangan yang curang adalah pernyataan kesalahan atau kesalahan dari jumlah atau penyingkapan dengan tujuan untuk menipu para pemakai.

2. Misaproppriation of Asset (Penggelapan Harta).

Penggelapan harta adalah penipuan yang melibatkan pencurian dari suatu kesatuan asset. Misapropriation of Asset digunakan untuk mengacu pada pencurian yang melibatkan para karyawan dan anggota internal dari organisasi. Penggelapan asset biasanya dilakukan di tingkat yang lebih rendah dari hirarki organisasi.

Sumber: Theodorus M Tuannakota (2007:106) Pe nd o ro ng / Pa ksa a n

Pre ssure

Ke se mp a ta n Sika p / Ra sio na lisa si Op p o rtunity Ra tio na liza tio n

FRA UD

Gambar 2.1 The Fraud Triangle

Tiga kondisi dari penipuan timbul dari fraudulent financial reporting dan misapproppriation of assets yang diuraikan dalam SAS 99 (AU 316), yang dijelaskan dalam Auditing and Assurance Services. Tiga kondisi tersebut dikenal sebagai Fraud Triangle yaitu pendorong/paksaan

(pressure), kesempatan (opportunity), dan sikap/rasionalisasi

(rationalization). Penjelasannya sebagai berikut: 1. Pendorong/Paksaan (Pressure).

Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu tekanan (pressure) yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai kebutuhan keuangan yang mendesak, yang tidak dapat diceritakannya kepada orang lain. Konsep yang penting disini adalah tekanan yang menghimpit hidupnya (berupa kebutuhan akan uang), padahal ia tidak bisa berbagi (sharing) dengan orang lain. Konsep ini dalam bahasa Inggris disebut perceived non-shareable financial need.

2. Kesempatan (Opportunity).

Kondisi yang mendesak menyediakan peluang bagi manajemen atau para karyawan untuk melakukan penipuan.

3. Sikap/Rasionalisasi (Rationalization).

Sikap, karakter atau kesatuan nilai-nilai etis yang ada, itu mengijinkan manajemen atau para karyawan untuk melakukan suatu tindakan yang tidak jujur, atau mereka ada dalam suatu lingkungan yang cukup menekan yang menyebabkan mereka untuk yang merasionalkan untuk melakukan suatu tindakan yang tidak jujur.

b. Klasifikasi Fraud

Dalam pengklasifikasiannya, fraud dapat dilakukan oleh manajemen dan karyawan suatu perusahaan.

1) Management Fraud (Fraud oleh Manajemen).

Management fraud umumnya sulit untuk ditemukan sebab

seseorang atau lebih anggota manajemen bisa saja mengesampingkan internal controls. Bentuk-bentuk management

fraud antara lain ialah menghapuskan transaksi tertentu,

kecurangan dalam mencantumkan atau melaporkan jumlah tertentu, dan lain sebagainya.

Ada dua hal yang termasuk di dalam kecurangan oleh pihak manajemen (management fraud), yaitu:

a. Manajemen meminta agar KAP memberikan opini setuju

(unqualified opinion) padahal manajemen tahu sebetulnya

Laporan Keuangannya tidak layak.

b. Manajemen melakukan transaksi-transaksi dengan pihak yang masih ada hubungan kekeluargaan atau persahabatan (related party transaction), atau juga melakukan transaksi yang tidak wajar (notatarm’s lenght), kesemuanya itu merugikan perusahaan dan menguntungkan kepentingan pribadi atau kelompoknya.

2) Employee Fraud (Fraud oleh Karyawan).

Jika auditor bertanggung jawab menemukan semua

employee fraud, maka audit tests harus diperluas sebab banyak

sekali jenis-jenis kecurangan karyawan yang sangat sulit atau bahkan tidak mungkin terdeteksi. Maka, prosedur auditnya akan lebih mahal dibanding dengan temuannya ini dikarenakan adanya tindakan kolusi antara beberapa karyawan dalam memalsukan dokumen dan akan sulit sekali ditemukan dengan cara audit yang biasa.

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau

Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan, mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi, dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan

(Uniform Occupational Fraud Classification System), dengan bagan sebagai berikut:

Sumber: The Associat ion of Cert ified Fraud Exam iners ( ACFE) ( 2009: 4)

Gambar 2.2 Fraud Tree

Selain itu, pengklasifikasian fraud (kecurangan) dapat dilakukan dilihat dari beberapa sisi, yaitu:

(a) Berdasarkan pencatatan

Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam tiga kategori:

a. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open on-thebooks, lebih mudah untuk ditemukan);

b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on the-books);

c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”, seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the books, paling sulit untuk ditemukan).

(b) Berdasarkan frekuensi

Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan

frekuensi terjadinya:

a. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang tidak berulang, tindakan kecurangan — walaupun terjadi beberapa kali — pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal:

pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar). b. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang,

tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya diinisiasi/diawali sekali saja.

(c) Berdasarkan konspirasi

Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada umumnya kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide

maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan adanya kecurangan, sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.

(d) Berdasarkan keunikan

Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan

sebagai berikut:

a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu. b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang

mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum.

c. Unsur-unsur Kecurangan

Menurut Amin Widjaja Tunggal dalam penelitian Iqbal (2003), bahwa kecurangan terdiri dari tujuh unsur yang apabila tidak terdapat salah satu dari ketujuh unsur tersebut, maka tidak ada kecurangan yang dilakukan. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1) Harus terjadi penyajian yang keliru (mispresentation). 2) Dari suatu masa lampau atau sekarang.

3) Faktanya bersifat material (material fact).

4) Dilakukan dengan sengaja atau tanpa adanya perhitungan.

5) Dengan maksud, tujuan atau niat untuk menyebabkan suatu pihak beraksi.

6) Pihak terluka harus bereaksi terhadap kekeliruan penyajian. 7) Mengakibatkan kerugian.

d. Langkah-Langkah Pengendalian Fraud

Dalam bukunya, Sawyer (2006:1038-1039) menjelaskan bahwa terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan atau mencegah terjadinya fraud dalam perusahaan, antara lain:

1) Menetapkan standar, anggaran dan statistik, dan menyelidiki semua penyimpangan yang material.

2) Menggunakan teknik kuantitatif dan analitis untuk menandai peristiwa yang menyimpang.

3) Mengidentifikasi indikator proses kritis: kehilangan dalam peleburan, pengulangan kerja dalam manufaktur dan perakitan, dan uji laba kotor dalam operasi eceran.

4) Menganalisa secara mendalam performa yang tampak terlalu baik, dan performanya yang ada di bawah standar.

5) Mendirikan departemen Audit Internal yang profesional dan independen.

Dokumen terkait