• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh indepensi dan profesionalisme auditor internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh indepensi dan profesionalisme auditor internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH INDEPENDENSI DAN PROFESIONALISME AUDITOR

INTERNAL DALAM UPAYA MENCEGAH DAN MENDETEKSI

TERJADINYA FRAUD

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Untuk Meraih Gelar Sarjana Ekonomi

Oleh:

Herty Safitri YunintaSari NIM : 106082002612

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

PENGARUH INDEPENDENSI DAN PROFESIONALISME AUDITOR INTERNAL DALAM UPAYA MENCEGAH DAN MENDETEKSI

TERJADINYA FRAUD

Oleh: Herty Safitri YunintaSari

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh independensi dan profesionalisme auditor internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 60 orang responden auditor internal yang berada di Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA). Metode yang digunakan dalam penentuan sampel dalam penelitian ini adalah

Convenience Sampling. Uji statistik yang digunakan adalah regresi berganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel independensi dan profesionalisme auditor internal berpengaruh signifikan dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.

Kata kunci : Independensi, profesionalisme auditor internal, mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.

(3)

The Influence of Independence and Profesionalism of Internal Auditors in an Effort to Prevent and Detect Fraud

By: Herty Safitri YunintaSari

Abstract

This study aimed to analyze the influence of the independence and professionalism of internal auditors in an effort to prevent and detect fraud. The sample in this study respondents were 60 internal auditors in the Internal Audit Foundation (YPIA). The methods used in sampling in this study is Convenience Sampling. The statistical test used is multiple regression.

Results showed that the variable independence and profesinalism of internal auditors in an effort to prevent significant and detect fraud.

Keywords: Independence, professionalism of internal auditors, prevent and detect fraud.

(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena atas berkat Rahmat dan Karunia-Nyalah skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat beserta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari zaman kemusyrikan ke zaman ketauhidan dan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar sarjana ekonomi.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas bantuan, bimbingan, dan doa, baik langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian skripsi ini, kepada: 1. Kedua orang tuaku, Heri Kusnadi dan Tiliati, papa dan mama, yang

senantiasa selalu memberi support baik doa maupun finansial kepada penulis dalam penyelesain skripsi ini. Kalian juga telah memberikan kasih sayang yang tak terhingga kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Dan untuk Thesar Herdiansyah Kusnadi adeqw satu-satunya, terima kasih atas dukungan dan doanya selama ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan kepada penulis selama ini.. Amin Ya Rabbal’alamin..

2. Bapak Prof. Dr. Ahmad Rodoni selaku pembimbing I yang telah memberikan bantuan baik waktu maupun saran kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

3. Bapak Hepi Prayudiawan SE.Ak,MM selaku pembimbing II yang telah memberikan bantuan baik waktu, saran, maupun ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama proses penulisan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

(5)

5. Bapak Afif Sulfa,SE,Ak,Msi selaku Ketua Jurusan Akuntansi yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat kepada penulis selama masa perkuliahan.

6. Bapak Amilin, SE.Ak,Msi yang telah memberi saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Ilmu sosial.

8. Untuk Iqbal Dwitama Putra Ralas terima kasih sedalam-dalamnya selama ini sudah membantu penulis dalam segala hal. Baik berupa dukungan moril dan berupa segala pemikirannya selama ini. Terima kasih atas kesabarannya menghadapi segala tingkah laku penulis yang ajaib ini. Semangathh yagh untuk penelitian dan kuliah mu. Buktikan ke orang-orang yang mandang rendah ke kamu kalau kamu bisa berhasil juga.

9. Semua anak- anak D’Musrix Izumie Nadia Marrisca Putri “pipi ipin” walaupun kita sering berantem bebh tapi ampe penghabisan kita kuliah kita berdua terus dari kita nyiapin materi skripsi berdua ampe sidang pun kita cuma berdua bener-bener gag akan aku lupain piinn ☺, Maulida Oktaviani “mimi mbully” kamu orang pertama yang jadi tempat berbagi suka duka bareng makasih yagh sayang untuk waktu mu selama ini ☺, Istihayu Putri Buansari “bunda” makasih yagh bund wat ilmu-ilmu nya udah mau jadi tempat aqu bertanya dikala aku kesulitan alias nyontek hahaha ☺, Mega Ayu Lestari “dede” makasih juga yagh dede wat kebersamaannya selama ini, Indah Ponika “eyang” eyang sayang makasih yagh selama ini udah ngasih wejangan, Mufti Rahmatika “uda cabul” makasih yagh muptii udah menjadikan anak-anak d’musrix menjadi dewasa. Love u all guys n im gonna miss u all thankz for everything prends.

10. Anak-anak angkatan 2006 khususnya kelas C ada maul, cumi, isti, gae, penti, uum, chibo, indah, malia, fika, hanan, ocem, fitri, mega, nia, galuh, mupti, pery, jamal, dayat, pajar, puad, menez, otoy, heri, buluk, bejo, topan, ajat, ijul, ipan, inu, guntur, yudo, makasih yaghh teman-teman udah bagi-bagi kenangan indah selama 2,5 tahun kebersamaan kita.

(6)

ix

11. Anak-anak Audit B yang udah sama-sama walaupun hanya 1 tahun kebersamaan tapi meninggalkan kesan yang indah bagi penulis ad ipin, bunda, indah, chibo, ocem, malia, galih, nia, pitri, mega, gae, acied, anis, ita, duo kembar, cici, ayu, dilas, dll.

12. Teman-teman semasa KKSBT untuk Pipi Ipin dan Dede Gae.

13. Teman teman semasa perjuangan kompre mbilly, ipin, peyi, penti, topan, dhini, acied, inu, ijul, dll terima kasih yagh atas belajar barengnya akhirnya kita bisa lulus semua ujian kompre.

14. Untuk gembul, de2, miss ken, dan madam terima kasih penulis ucapkan untuk doa dan semangatnya selama ini kepada penulis sangat berarti bagi penulis ☺.

15. Semua teman-teman penulis yang belum disebut di atas, terima kasih atas segala bantuan selama proses penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan untuk tercapainya penulisan skripsi yang lebih baik lagi.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Jakarta, Juli 2010

(7)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan Skripsi ... i

Lembar Pengesahan Uji Komprehensif ... ii

Daftar Riwayat Hidup ... .iii

Abstract...v

Abstrak... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... x

Daftar Tabel ... xiii

Daftar Gambar... xiv

Daftar Lampiran ... xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 9

C. Tujuan Penelitian ... 10

D. Manfaat Penelitian ... 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ... 12

1. Independensi Auditor Internal ... 12

2. Profesionalisme Auditor Internal ... 19

3. Kecurangan (fraud) ... 25

a. Pengertian Kecurangan (fraud) ... 25

(8)

b. Klasifikasi Fraud ... 32

c. Unsur-unsur Kecurangan ... 37

d. Langkah-langkah Pengendalian Fraud... 37

4. Mencegah Terjadinya Fraud... 38

5. Mendeteksi Terjadinya Fraud... 44

B. Penelitian Terdahulu ... 49

C. Keterkaitan Antar Variabel ... 51

1. Pengaruh Independensi Auditor Internal Dalam Upaya Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya Fraud...51

2. Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal Dalam Upaya Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya Fraud... 52

D. Kerangka Penelitian ... 52

D. Perumusan Hipotesis ... 53

BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian ... 55

B. Metode Penentuan Sampel ... 55

C. Metode Pengumpulan Data 1. Data Primer (Primary data) ... 56

2. Data Sekunder (Secondary Data) ... 57

D. Metode Analisis ... 57

1. Uji Kualitas Data... 57

2. Uji Asumsi Klasik ... 59

3. Uji Hipotesis ... 60

(9)

E. Operasional Variabel Penelitian ... 63

BAB 1V PENEMUAN DAN PEMBAHASAN A.Gambaran Objek Penelitian ... 69

1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 69

2. Karakteristik Responden ... 70

3. Sejarah YPIA ... 71

B. Penemuan dan Pembahasan ... 73

1. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 72

2. Uji Asumsi Klasik ... 77

3. Hasil Uji Hipotesis ... 80

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 86

B. Implikasi ... 87

Daftar Pustaka ... 89

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu... 50

Tabel 3.1 Skor Jawaban Responden ... 56

Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian ... 64

Tabel 4.1 Rincian Pembagian dan Pengumpulan Kuisioner... 69

Tabel 4.2Karakteristik Responden... 70

Tabel 4.3 Uji Validitas Independensi... 73

Tabel 4.4 Uji Validitas Profesionalisme ... 73

Tabel 4.5 Uji Validitas Fraud... 74

Tabel 4.6 Uji Reliabilitas Independensi... 75

Tabel 4.7 Uji Reliabilitas Profesionalisme ... 76

Tabel 4.8 Uji Realibilitas Fraud... 76

Tabel 4.9 Hasil Uji Multikolonieritas ... 77

Tabel 4.10 Uji Koefisien Determinasi (R²)... 81

Tabel 4.11 Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)... 82

Tabel 4.12 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t Statistik) ... 83

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 The Fraud Triangle... 30

Gambar 2.2 The Fraud Tree... 32

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran... 53

Gambar 4.1Scatterplot ... 78

Gambar 4.2 Normal P-P Plot ... 79

Gambar 4.3 Histogram... 80

(12)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Surat Riset Penelitian

Lampiran II Kuesioner Penelitian

Lampiran III Skor Jawaban Penelitian

Lampiran IV Hasil Uji Validitas

Lampiran V Hasil Uji Reliabilitas

Lampiran VI Hasil Uji Multikolinieritas

Lampiran VII Hasil Uji Heteroskedastisitas

Lampiran VIII Hasil Uji Normalitas

(13)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA DIRI

Nama : Herty Safitri YunintaSari

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/13 Juni 1988

Alamat : Jl. Bidar 1C No.21 Rt 03/08,

Kelapa Dua, Tangerang 15810

Anak ke : 1 (satu) dari 2 bersaudara

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Status : Belum Menikah

Kewarganegaraan : WNI

Hobi : Membaca dan Olahraga

Handphone : 085719717153

Email : n0n1n1n0_pra9ue@yahoo.co.id

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Islamic Village Tangerang : 1994-2000 2. SMP Islamic Village Tangerang : 2000-2003

3. SMAN 23 Jakarta : 2003-2006

4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta : 2006-2010

ORGANISASI

1. ROHIS SMAN 23 Jakarta : 2003-2006

2. Ekskul Basket SMAN 23 Jakarta : 2003-2006

PELATIHAN

1. Training ESQ Leadership : September 2008 2. Training Saham Online EzyDeal : Mei 2009

(14)

iv

DATA ORANG TUA 1. Ayah

Nama : Heri Kusnadi

Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta/12 Juni 1960

Alamat : Jl. Bidar 1C No.21 Rt 03/08,

Kelapa Dua, Tangerang 15810

Agama : Islam

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Kewarganegaraan : WNI

2. Ibu

Nama : Tiliati

Tempat/Tanggal Lahir : Bengkulu/19 September 1966

Alamat : Jl. Bidar 1C No.21 Rt 03/08,

Kelapa Dua, Tangerang 15810

Agama : Islam

Pekerjaan : Perawat

(15)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam era teknologi maju dan globalisasi, Bangsa Indonesia juga menghadapi tantangan yang berhubungan dengan masalah kecurangan,

kolusi, nepotisme, dan penggelapan lainnya, sehingga dalam proses

verifikasi secara objektif yang terdokumentasi secara sistematis untuk

memperoleh dan mengevaluasi bukti audit untuk menentukan apakah

aktivitas, kejadian, dan kondisi, sistem atau informasi tersebut sesuai

dengan kriteria audit, serta mengkomunikasikan hasil proses tersebut

kepada klien (Iqbal, 2003:55).

Keputusan yang utama harus ditetapkan oleh setiap auditor adalah

menyangkut banyaknya bukti pendukung yang memadai untuk

dikumpulkan, agar ia merasa yakin bahwa unsur-unsur laporan keuangan

dan semua laporan lainnya dari klien dibuat secara wajar. Banyaknya bukti

yang harus dikumpulkan dalam suatu pemeriksaan tertentu merupakan

proses pengambilan keputusan di antara proses tersebut yang paling

penting adalah proses pemeriksaan. Memperoleh bukti yang terlalu sedikit

akan memperbesar kemungkinan kegagalan kesalahan yang material.

(16)

Ada dua tipe salah saji yang relevan dengan pertimbangan auditor

tentang kecurangan dalam audit atas laporan keuangan, antara lain: salah

saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam

laporan keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan dan salah

saji yang timbul dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (sering

disebut dengan penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan

pencurian aktiva entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan

sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku umum di Indonesia (SAK).

Ada beberapa istilah yang diberikan pada pelanggaran dalam

bentuk ketidakjujuran yaitu: (1) Penipuan (kecurangan) merupakan

penyajian yang tidak benar atau penyembunyian fakta penting sehingga

menyebabkan seseorang kehilangan sesuatu yang berharga, (2) Kejahatan

kerah putih (white collar crime) merupakan suatu tindakan atau

serangkaian tindakan pelanggaran yang dilakukan dalam artian bukan

fisik, dilakukan dengan menyembunyikan fakta atau tipu muslihat untuk

mendapatkan uang atau barang dan keuntungan pribadi, (3) Penggelapan

(embezzlement) merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum dengan

memakai barang/harta yang ada dibawah tanggung jawab si pelanggar

untuk kepentingan pribadi (Iqbal, 2003:56).

Seorang auditor tidak harus memberikan perhatian dan keahlian

lebih dari biasanya dalam melakukan atau memberikan pertanyaan dan

penyidikan. Ia bukanlah penjamin, tugas dari seorang auditor adalah ia

haruslah seorang yang jujur oleh karena itu ia seharusnya tidak meyakini

(17)

apa yang tidak dipercayainya akan benar terjadi, dan ia harus

menggunakan keahliannya sebelum ia percaya apa yang diyakininya itu

benar.

Belakangan ini perhatian auditor diarahkan terutama untuk

mendeteksi terjadinya kesalahan dan transaksi kecurangan. Melalui

penetapan kebijakan, dan fungsinya lebih kepada mendeteksi dan

melindungi, tidak ada standar formal yang ditetapkan untuk menentukan

tanggung jawab seorang internal auditor untuk mencegah dan mendeteksi

terjadinya kecurangan. Dalam mencegah dan mendeteksi terjadinya

kecurangan, seorang auditor internal haruslah memiliki sikap independensi

dan profesionalisme yang tinggi dalam menjalankan tugasnya sebagai

seorang internal auditor di perusahaan.

Salah satu kecurangan terbesar yang diingat dunia sampai saat ini

adalah kasus Enron yang melibatkan salah satu dari The Big Five,

Andersen and Co. Dalam kasus tersebut, auditor yang bertugas untuk

mengaudit perusahaan tersebut juga merupakan auditor internal

perusahaan yang bersangkutan (Yuniarti, 2008:1).

Suatu kecurangan dapat dicegah salah satunya adalah dengan cara

meningkatkan sistem pengendalian intern yang terdapat di perusahaan,

karena pada dasarnya unsur yang menentukan terjadinya kecurangan

adalah manusia itu sendiri dan sistem pengendalian dalam perusahaan

tersebut. Manusia dengan perilaku hidup yang dianutnya menentukan

wujud tingkah lakunya dalam pergaulan dan dalam melaksanakan tugas

(18)

dan pekerjaannya. Sedangkan suatu sistem pengendalian intern dibangun

untuk menghalangi atau menghambat kemungkinan terjadinya kecurangan.

Seperti pada halnya menangani penyakit, lebih baik mencegahnya

daripada “mengobatinya”. Para ahli memperkirakan bahwasannya

kecurangan terungkap merupakan bagian kecil dari seluruh kecurangan

yang sebenarnya terjadi. Karena itu, upaya utama seharusnya adalah pada

pencegahannya.

Banyak faktor yang bisa menjadi penyebab kecurangan, maka dari

sisi pengguna laporan keuangan juga harus memperhatikan apakah laporan

keuangan yang akan mereka gunakan memang sudah diaudit dengan baik

atau belum. Oleh karena itu, laporan keuangan yang baik adalah laporan

keuangan yang sudah diaudit oleh auditor yang kompeten dan independen.

Arens dan Loebbecke (2009:17) mengatakan bahwa internal

auditor adalah seorang yang bekerja sebagai karyawan pada suatu

perusahaan untuk melakukan audit bagi kepentingan manajemen. Menurut

Amrizal (2004:1) internal auditing adalah suatu penilaian, yang dilakukan

oleh pegawai perusahaan yang terlatih mengenai ketelitian, dapat

dipercayainya, efisiensi, kegunaan catatan-catatan (akuntansi) perusahaan

serta pengendalian internal yang terdapat dalam perusahaan. Tujuannya

adalah untuk membantu pimpinan perusahaan (manajemen) dalam

melaksanakan tanggung jawabnya dengan memberikan analisa, penilaian,

saran dan komentar mengenai kegiatan yang diaudit.

(19)

Menurut Arens dan Loebbecke (2009:4) Auditor harus mempunyai

kemampuan memahami kriteria yang digunakan serta mampu menentukan

jumlah bahan bukti yang dibutuhkan untuk mendukung kesimpulan yang

akan diambilnya. Auditor harus pula mempunyai sikap mental independen.

Sekalipun ia ahli, apabila tidak mempunyai sikap independen dalam

mengumpulkan informasi akan tidak berguna, sebab informasi yang

digunakan untuk mengambil keputusan haruslah tidak bias.

Independensi merupakan tujuan yang harus selalu diupayakan, dan

itu dapat dicapai sampai tingkat tertentu. Misalnya, sekalipun auditor

internal dibayar oleh perusahaan, ia harus tetap memiliki kebebasan yang

cukup untuk melakukan audit yang handal.

Independensi dalam profesi sangat dibutuhkan untuk menjaga

kualitas auditor tersebut. Independensi bukan hanya dimiliki oleh auditor

eksternal namun juga dimiliki oleh auditor internal. Independensi menurut

Mautz dan Sharaf dalam karya terkenal mereka, “The Philosophy of

Auditing” (Filosofi Audit), (Sawyer, 2006:35) terbagi menjadi 3 yaitu:

independensi dalam verifikasi, independensi dalam program audit, dan

independensi dalam pelaporan yang dapat diperuntukkan bagi akuntan

publik atau auditor eksternal, tetapi konsep yang sama dapat diterapkan

untuk auditor internal dalam bersikap objektif. Independensi dalam hal ini

adalah independensi dalam pelaporan dimana menurut Sawyer (2006:36)

independensi dalam pelaporan menjadikan auditor internal: harus bebas

dari perasaan untuk memodifikasi dampak dari fakta-fakta, harus bebas

(20)

dari hambatan oleh pihak-pihak yang ingin meniadakan auditor dalam

memberikan pertimbangan.

Dalam rangka memenuhi persyaratan sebagai seorang profesional,

auditor harus menjalani pelatihan yang cukup dan kegiatan penunjang

keterampilan lainnya. Melalui program pelatihan tersebut para auditor juga

mengalami proses sosialisasi agar dapat menyesuaikan agar dapat

menyesuaikan diri dengan perubahan situasi yang akan ditemui.

Selain itu profesionalisme juga menjadi syarat utama bagi

seseorang yang ingin menjadi seorang auditor sebab dengan

profesionalisme yang tinggi kebebasan auditor akan semakin terjamin.

Untuk menjalankan perannya yang menuntut tanggung jawab yang

semakin luas, seorang auditor harus memiliki wawasan yang luas tentang

kompleksitas organisasi modern. Gambaran tentang profesionalisme

seorang auditor menurut Hall (1968) dalam Hendro Wahyudi (2006),

tercermin dalam lima hal yaitu: pengabdian dalam profesi, kewajiban

sosial, kemandirian, kepercayaan terhadap peraturan profesi, dan

hubungan dengan rekan seprofesi.

Jika seorang auditor internal berada dalam situasi konflik penting

bagi seorang auditor untuk mempertahankan sikap independensi serta

profesionalismenya dalam pemeriksaan laporan keuangan perusahaan, jika

seorang auditor internal tidak bersikap independen dan profesional

terhadap profesinya maka itu akan mempengaruhi integritas pada laporan

keuangan yang akan sulit dicapai. Dikarenakan akan sulit mendapatkan

(21)

pandangan yang objective dan solusi yang terbaik untuk setiap keadaan

dan permasalahan yang ada. Sangat penting bagi suatu perusahaan untuk

mendapatkan trust (kepercayaan) dari masyarakat untuk menjalankan

usahanya baik bagi konsumen maupun sebagai investor. Auditor internal

dituntut untuk selalu independen dan profesional dalam segala situasi,

terlebih lagi jika seorang auditor internal tersebut menemukan atau

mendeteksi terjadinya kecurangan (fraud). Maka, tanpa sikap

independensi serta profesionalismenya peran auditor internal tidak akan

berarti sedikit pun dalam upaya mencegah dan mendeteksi kecurangan

(fraud).

Setiap auditor internal harus tetap mempertahankan

independensinya serta profesionalismenya agar dapat mencegah serta

dapat mendeteksi segala bentuk tindak kecurangan (fraud) yang terjadi.

Kurangnya pengetahuan dan pengertian seorang auditor internal mengenai

indikasi akan terjadinya tindak kecurangan (fraud) sering terjadi dan

prosedur yang efektif untuk mendeteksi kecurangan (fraud) sudah sering

dibuat sulit oleh auditor–auditor dalam melakukan tugas-tugasnya. Oleh

karena itu, seorang auditor internal harus mempunyai keahlian dalam

mencegah kecurangan (fraud) sebagai eksistensi dari pengetahuan

mengenai gejala pasti, dan harus mampu mendeteksi segala bentuk

kecurangan (fraud) yang terjadi, pengertian akan masalah dan sikap

independensi serta profesionalisme untuk menyelesaikan semua

permasalahan yang terjadi.

(22)

Penelitian sebelumnya oleh M. Sodik (2007), dalam menganalisis

pengaruh keahlian dan independensi audit internal terhadap kemampuan

mendeteksi indikasi fraud. Penelitian ini menggunakan metode analisis

deskriptif kualitatif, dan hasilnya diketahui bahwa keahlian dan

independensi berpengaruh signifikan terhadap kemampuan mendeteksi

indikasi fraud.

Penelitian yang dilakukan oleh Taufik (2008), menganalisis

pengaruh pengalaman kerja dan pendidikan profesi auditor internal

terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan (fraud). Hasil penelitian ini

diketahui bahwa pengalaman kerja dan pendidikan profesi auditor internal

berpengaruh signifikan terhadap kemampuan mendeteksi kecurangan

(fraud).

Penelitian oleh Mohammad Iqbal (2003), yaitu meneliti tentang

peran dan tanggung jawab internal auditor dalam mendeteksi kecurangan.

Dalam hal mendeteksi kecurangan dibutuhkannya peran auditor internal

serta tanggung jawab auditor internal.

Peneliti ingin mengetahui apakah terdapat perbedaan hasil

penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Karena pada penelitian

sebelumnya independensi audit internal mempunyai pengaruh yang

signifikan terhadap kemampuan mendeteksi indikasi fraud.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu, yaitu:

1. Tahun yang diamati, pada penelitian ini mengambil tahun 2010. Alasan

penelitian ini menggunakan tahun 2010 yaitu: (1) untuk mendapatkan

(23)

2. Pada penelitian ini, peneliti memfokuskan pada para auditor internal

yang berada di lingkungan Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA)

dengan tujuan agar mendapatkan hasil yang lebih valid atas data yang

diujikan.

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti bermaksud menyusun

skripsi dengan judul: “Pengaruh Independensi dan Profesionalisme Auditor Internal Dalam Upaya Mencegah dan Mendeteksi Terjadinya Fraud”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, masalah yang diteliti selanjutnya dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah independensi seorang auditor internal berpengaruh signifikan

dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud ?

2. Apakah profesionalisme seorang auditor internal berpengaruh signifikan

dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud ?

3. Apakah independensi dan profesionalisme auditor internal secara

simultan (bersama-sama) berpengaruh signifikan dalam upaya mencegah

dan mendeteksi terjadinya fraud ?

(24)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berkaitan dengan perumusan masalah tersebut diatas maka tujuan

penelitian ini adalah:

a. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan independensi

seorang auditor internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi

terjadinya fraud.

b. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan profesionalisme

seorang auditor internal dalam upaya mencegah dan mendeteksi

terjadinya fraud

c. Untuk menganalisis pengaruh yang signifikan independensi dan

profesionalisme seorang auditor internal secara simultan

(bersama-sama) dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi semua

pihak, diantaranya:

a. Bagi Auditor Internal

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan

masukan dan pertimbangan mengenai pengaruh independensi

auditor internal dan profesionalisme auditor internal terhadap

kinerja auditor internal melalui pengetahuan mengenai fraud.

(25)

11

b. Bagi pihak yang berkepentingan lainnya

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi

masukan sesuai dengan kebutuhan.

c. Dapat digunakan oleh para peneliti–peneliti berikutnya sebagai

salah satu referensi dalam penelitiannya.

d. Bagi Penulis

Adanya penelitian ini penulis dapat memperoleh banyak

pengetahuan mengenai pengaruh independensi auditor internal dan

profesionalisme auditor internal dalam upaya mencegah dan

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Pustaka

1. Independensi Auditor Internal

Auditor internal bekerja di suatu perusahaan untuk melakukan

audit bagi kepentingan pihak manajemen. Tugas yang diberikan kepada

auditor internal bermacam-macam, tergantung dari perintah dari

atasannya. Dalam menjalankan tugasnya seorang auditor internal harus

berada diluar fungsi lini suatu organisasi. Seorang auditor internal wajib

memberikan informasi yang penting bagi pihak manajemen yang berkaitan

dengan proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan operasi

suatu perusahaan.

Independensi merupakan suatu syarat yang penting yang harus

dimiliki oleh tiap auditor dengan tujuan agar dapat menilai kewajaran

suatu informasi yang disajikan manajemen untuk para pemakai informasi

yang terdiri dari pemakai internal dan eksternal.

Independen berarti auditor tidak dapat dipengaruhi. Auditor

internal tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor internal

berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik

perusahaan, namun juga pada kreditor dan pihak lain yaitu masyarakat dan

pengguna laporan keuangan yang lainnya yang meletakkan kepercayaan

pada pekerjaan internal auditor.

(27)

Jika seorang auditor internal tidak dapat bersikap independen,

maka akan sulit dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud di

perusahaan. Oleh sebab itu, profesi auditor internal akan sangat sensitif

terhadap masalah independensi. Dengan demikian sikap independensi

sangat dibutuhkan agar laporan keuangan yang disajikan oleh manajer

dapat berkualitas dan berkredibilitas dalam mencegah dan mendeteksi

terjadinya fraud yang ada.

Seperti yang diuraikan oleh SPAP seksi 220, menyatakan bahwa

independensi diartikan “sebagai tidak mudah dimengerti”. Sedangkan

Mulyadi (2006) adalah sebagai berikut :

“Independensi berarti bersikap bebas dari pengaruh pihak lain, tidak tergantung pada pihak lain dan jujur dalam mempertimbangkan fakta serta adanya pertimbangan yang

objective dalam merumuskan dan menyatakan pendapatnya.”

Arens dan Loebbeck (2009) menyatakan independensi merupakan

tujuan yang harus selalu diupayakan, dan itu dapat dicapai sampai tingkat

tertentu, misalnya sekalipun auditor dibayar oleh klien, ia harus tetap

memiliki kebebasan yang cukup untuk melakukan audit yang andal.

Sedangkan Ralph Estes menyatakan pendapat mengenai independensi

adalah sebagai kondisi keterbukaan, netral dan tidak bias, untuk atau

terhadap pihak lain.

Menurut Achmad Badjuri dan Elisa Trihapsari (2004) Independensi

auditor diperlukan karena auditor sering disebut pihak pertama dan

memegang peran utama dalam pelaksanaan audit kinerja. Hal ini karena

auditor dapat mengakses informasi keuangan dan informasi manajemen

(28)

dari organisasi yang diaudit, memiliki kemampuan profesional dan bersifat

independen. Walaupun pada kenyataannya prinsip independen ini sulit

untuk benar-benar dilaksanakan secara mutlak, antara auditor dan auditee

harus berusaha menjaga independensi tersebut sehingga tujuan audit dapat

tercapai. Independensi auditor merupakan salah satu dasar dalam konsep

teori auditing.

Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi

untuk memenuhi kewajiban profesionalismenya; memberikan opini yang

objektif, tidak bias; dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa

adanya; bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga

(Sawyer, 2006:35). Adapun pengertian dari independensi selalu

dihubungkan dengan objektifitas dalam internal auditor seperti yang

dijelaskan oleh IIA dalam Mutchler (2003:235) sebagai berikut:

“Objectivity ia a mental attitude which internal auditors should maintain while performing engangements. The internal auditors should have an impartial, un-biased attitude and avoid conflict of interest situations, as that would prejudice his/her desired characteristic of the environment in which the assurance services are performed by the individual or team; i.e., it is desirable for the individual or team to be free from material conflicts of interest that threaten objectivity”.

Objektifitas adalah sikap mental yang harus dimiliki oleh auditor

internal dalam melaksanakan pekerjaannya. Auditor internal harus

bersikap tidak memihak, berperilaku yang tidak bias dan menghindari

situasi konflik kepentingan yang akan membuat auditor internal dapat

melaksanakan penilaian yang sesuai dengan kenyataan. Independensi

(29)

merupakan karakteristik yang diperoleh dari lingkungan sekitar dalam

pelaksanaan assurance service yang dilakukan oleh satuan kerja dalam tim

maupun individu yang harus bebas dari konflik kepentingan yang dapat

mengancam penilaian yang objektif auditor internal.

Dalam buku Standar Profesi Akuntan Publik (SPAP, 2009) seksi

220 PSA No.04 alinea 2, dijelaskan bahwa:

“Independensi berarti tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum.”

Dengan demikian, ia tidak dibenarkan memihak kepada

kepentingan siapapun meskipun ia bekerja atau mengabdi pada perusahaan,

sebab bilamana tidak demikian halnya, bagaimanapun sempurnanya

keahlian teknis yang ia miliki, maka dengan otomatis ia akan kehilangan

sikap independensi yang justru paling penting untuk mempertahankan

kebebasan pendapatnya.

Berbagai definisi independensi telah disampaikan oleh para ahli

dapat disimpulkan, sebagai berikut:

a. Independensi merupakan syarat yang sangat penting bagi profesi

auditor untuk menilai kewajaran informasi yang disajikan oleh

manajemen kepada pemakai laporan keuangan.

b. Independensi diperlukan oleh auditor untuk memperoleh

kepercayaan dari klien maupun dari masyarakat, khususnya bagi

para pemakai laporan keuangan.

c. Independensi diperlukan agar dapat kreadibilitas laporan keuangan

yang disajikan oleh pihak manajemen.

(30)

Dimensi atau indikator dari pelaksanaan independensi auditor

internal (Nurjannah, 2008) adalah sebagai berikut:

a. Kemandirian Auditor

Kemandirian para pemeriksa internal dapat memberikan

penilaian-penilaian yang tidak memihak dan tanpa prasangka, yang

mana sangat diperlukan atau penting bagi pemeriksaan

sebagaimana mestinya. Hal ini dapat diperoleh melalui status

organisasi dan sikap objektifitas dari para pemeriksa internal

(auditor internal).

1) Kemandirian Auditor Dilihat Dari Status Organisasi.

Kemandirian auditor dilihat dari status organisasi adalah

bahwa status organisasi dari bagian internal audit haruslah

memberikan keleluasaan untuk memenuhi atau menyelesaikan

tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan kepadanya.

Internal audit haruslah mendapat dukungan dari manajemen

senior dan dewan, sehingga mereka akan mendapatkan suatu kerja

sama dari pihak yang diperiksa dan dapat menyelesaikan

pekerjaannya secara bebas dari berbagai campur tangan pihak lain.

2) Kemandirian Auditor Dilihat Dari Sikap Objektifitas.

Kemandirian auditor dilihat dari sikap objektifitas adalah sikap

mental yang bebas dan yang harus dimiliki oleh pemeriksa

internal (auditor internal) dalam melaksanakan pemeriksaan.

Auditor internal tidak boleh menempatkan penilaian

(31)

sehubungan dengan pemeriksaan yang dilakukan secara lebih

rendah dibandingkan dengan penilaian yang dilakukan oleh

pihak lain atau menilai sesuatu berdasarkan hasil penilaian

orang lain.

Bukan hanya penting bagi auditor internal untuk memelihara

sikap mental independen dan tanggung jawab mereka, akan tetapi

penting juga bahwa pemakai laporan keuangan menaruh

kepercayaan terhadap independensi tersebut.

b. Independensi dalam Kenyataan (Independence In Fact)

Independensi dalam kenyataan adalah apabila dalam

kenyataannya auditor mampu mempertahankan sikap yang tidak

memihak sepanjang pelaksanaan auditnya.

c. Independensi dalam Penampilan (Independence In Appearance)

Independensi dalam penampilan adalah hasil penilaian atau

interpretasi pihak lain terhadap independensi auditor dalam

menjalankan tugasnya.

Mautz dan Sharaf (Sawyer,2006:35), dalam karya terkenal mereka,

The Philosophy of Auditing” (Filosofi Audit), memberikan beberapa

indikator independensi profesional. Indikator tersebut memang

diperuntukkan bagi akuntan publik, tetapi konsep yang sama dapat

diterapkan untuk auditor internal yang ingin bersikap objektif.

Indikator-indikatornya adalah sebagai berikut:

(32)

a. Independensi dalam Program Audit

1) Bebas dari intervensi manajerial atas program audit.

2) Bebas dari segala intervensi atas prosedur audit.

3) Bebas dari segala persyaratan untuk penugasan audit selain

yang memang disyaratkan untuk sebuah proses audit.

b. Independensi dalam Verifikasi

1) Bebas dalam mengakses semua catatan, memeriksa aktiva, dan

karyawan yang relevan dengan audit yang dilakukan.

2) Mendapatkan kerja sama yang aktif dari karyawan manajemen

selama verifikasi audit.

3) Bebas dari segala usaha manajerial yang berusaha membatasi

aktivitas yang diperiksa atau membatasi pemerolehan bahan

bukti.

4) Bebas dari kepentingan pribadi yang menghambat verifikasi

audit.

c. Independensi dalam Pelaporan

1) Bebas dari perasaan wajib memodifikasi dampak atau

signifikansi dari fakta-fakta yang dilaporkan.

2) Bebas dari tekanan untuk tidak melaporkan hal-hal yang

signifikan dalam laporan audit.

3) Menghindari penggunaan kata-kata yang menyesatkan baik

secara sengaja maupun tidak sengaja dalam melaporkan fakta,

opini, dan rekomendasi dalam interpretasi auditor.

(33)

4) Bebas dari segala usaha untuk meniadakan pertimbangan

auditor mengenai fakta atau opini dalam laporan audit internal.

Unsur-Unsur yang Mempengaruhi Independensi Auditor adalah

sebagai berikut:

a. Kepercayaan masyarakat terhadap integritas, objektivitas dan

independensi.

b. Kepercayaan auditor terhadap diri sendiri.

c. Kemampuan auditor untuk meningkatkan kredibilitas

pernyataannya terhadap laporan keuangan yang diperiksa.

d. Suatu sikap pikiran dan mental auditor yang jujur dan ahli serta

bebas dari pengaruh pihak lain dalam melaksanakan pemeriksaan,

penilaian, dan pelaporan hasil pemeriksaannya dan dalam upaya

mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud.

Kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor (internal maupun

eksternal) berhubungan langsung dengan pemeriksaan dan salah satu

elemen pengendali mutu yang penting adalah independensi.

2. Profesionalisme Auditor Internal

Auditor internal yang profesional harus memiliki independensi

untuk memenuhi kewajiban profesionalnya; memberikan opini yang

objektif, tidak bias, dan tidak dibatasi; dan melaporkan masalah apa

adanya, bukan melaporkan sesuai keinginan eksekutif atau lembaga

(Sawyer: 2006:35). Untuk mengetahui apakah seorang auditor internal

telah profesional dalam melakukan tugasnya, maka perlu adanya evaluasi

(34)

kinerja. Dan evaluasi kinerja auditor internal dapat dilakukan dengan

cara yaitu: sudahkah terpenuhinya kriteria-kriteria profesionalisme

auditor internal.

Menurut Arens dan Loebbecke (2009) berpendapat bahwa untuk

meningkatkan profesionalisme, sering akuntan harus memperlihatkan

perilaku profesinya, yang berupa:

a. Tanggung jawab

Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional,

akuntan harus mewujudkan kepekaan profesional dan

pertimbangan moral dalam semua aktivitas mereka.

b. Kepentingan masyarakat

Akuntan harus menerima kewajiban untuk melakukan tindakan

yang mendahulukan kepentingan masyarakat, menghargai

kepercayaan masyarakat, dan menunjukkan komitmen pada

profesionalisme.

c. Integritas

Untuk mempertahankan dan memperluas kepercayaan masyarakat,

akuntan harus melaksanakan semua tanggung jawab profesional

dengan integritas tertinggi.

d. Objektivitas dan Independensi

Akuntan harus mempertahankan objektivitas dan bebas dari

benturan kepentingan dalam melakukan tanggung jawab

profesional.

(35)

e. Keseksamaan

Akuntan harus memenuhi standar teknis dan etika profesi,

berusaha keras untuk terus meningkatkan kompetensi dan mutu

jasa dan melakukan tanggung jawab profesional dengan

kemampuan terbaik.

f. Lingkup dan Sifat Jasa

Dalam menjalankan praktik sebagai akuntan publik, akuntan harus

mematuhi prinsip-prinsip perilaku profesional dalam menentukan

lingkup dan jasa audit yang akan diberikan.

Konsep profesionalisme Menurut Hull (1968) dalam Rohani

(2008) terdapat lima dimensi profesionalisme, yaitu:

a. Pengabdian pada profesi

Pengabdian pada profesi dicerminkan dari dedikasi

profesionalisme dengan menggunakan pengetahuan dan kecakapan

yang dimiliki. Keteguhan untuk tetap melaksanakan pekerjaan

meskipun imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini dalah ekspresi dari

pencurahan diri yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan

didefinisikan sebagai tujuan, bukan hanya sebagai alat untuk

mencapai tujuan. Totalitas ini sudah menjadi komitmen pribadi,

sehingga kompensasi utama yang diharapkan dari pekerjaan adalah

kepuasan rohani, baru kemudian materi.

(36)

b. Kewajiban sosial

Kewajiban sosial adalah pandangan tentang pentingnya peranan

profesi dan manfaat yang diperoleh baik masyarakat maupun

profesional karena adanya pekerjaan tersebut.

c. Kemandirian

Kemandirian dimaksudkan sebagai suatu pandangan seorang yang

profesional harus mampu membuat keputusan sendiri tanpa

tekanan dari pihak lain. Setiap ada campur tangan dari pihak luar

dianggap sebagai hambatan kemandirian secara profesional.

d. Keyakinan terhadap peraturan profesi

Keyakinan terhadap peraturan profesi adalah suatu keyakinan

bahwa yang paling berwenang menilai pekerjaan profesional

adalah rekan sesama profesi, bukan orang luar yang tidak

mempunyai kompetensi dalam bidang ilmu dan pekerjaan mereka.

e. Hubungan dengan sesama profesi

Hubungan dengan sesama profesi adalah menggunakan ikatan

profesi sebagai acuan, termasuk didalamnya organisasi formal dan

kelompok kolega informal sebagai kolega informal sebagai ide

utama dalam pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para profesional

membangun kesadaran profesional.

(37)

Kriteria profesionalisme auditor internal menurut Sawyer (2006:

10-11) dalam Forum Komunikasi Satuan Pengawasan Internal Badan

UsahaMilik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (FKSPI BUMN/BUMD),

dan Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA):

a. Service to the Public (Pelayanan terhadap Masyarakat)

Auditor internal menyediakan pelayanan terhadap masyarakat

dalam hal meningkatkan efektifitas dan efisiensi penggunaan

sumber daya baik dalam perusahaan maupun organisasi. Kode etik

audit internal mewajibkan anggota The Institute of Internal

Auditors (IIA) untuk menghindari keterlibatan dalam

kegiatan-kegiatan yang menyimpang dan ilegal.

b. Long Specialized Training (Pelatihan Jangka Panjang)

Auditor internal yang profesional yaitu orang-orang yang telah

mengikuti pelatihan, lulus dari ujian pendidikan audit internal dan

telah mendapatkan sertifikasi.

c. Subscription to a code of ethic (Taat pada kode etik)

Sebagai suatu profesi, ciri utama internal auditor adalah kesediaan

menerima tanggung jawab terhadap kepentingan pihak-pihak yang

dilayani. Agar dapat mengemban tanggung jawab yang efektif,

auditor internal perlu memelihara standar perilaku yang tinggi.

Kode etik bagi para auditor internal memuat standar perilaku

sebagai pedoman tingkah laku yang dikehendaki dari anggota profesi

(38)

secara individual. Para auditor internal wajib menjalankan tanggung

jawab profesinya dengan bijaksana, penuh martabat dan kehormatan.

d. Membership in an association and attendance at meetings (anggota

dari organisasi pofesi)

The Institute of Internal Auditors (IIA) merupakan asosiasi profesi

auditor internal tingkat internasional yang sudah tidak perlu

dipertanyakan lagi. IIA merupakan wadah bagi para auditor

internal yang mengembangkan ilmu audit internal agar para

anggotanya mampu bertanggung jawab dan kompeten dalam

menjalankan tugasnya, menjunjung tinggi standar, pedoman

praktik audit internal dan etika supaya anggotanya profesional

dalam bidangnya.

Di Indonesia telah terdapat beberapa organisasi profesi seperti yang

dikutip Hiro Tugiman (2006: 25) yaitu: “Auditor internal Indonesia telah

terdapat berbagai nama dan sebutan organisasinya yang muncul sekitar

dua-tiga dasawarsa yang lalu, antara lain: (1) The Institute of Internal

Auditors Indonesia Chapter, (2) Forum Komunikasi Satuan Pengawasan

Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah (FKPSI

BUN/BUMD); (3) Yayasan Pendidikan Internal Audit (YPIA); (4)

Dewan Sertifikasi Qualified Internal Auditors (DS-QIA); (5)

Perhimpunan Audior Internal Indonesia (PAII).”

(39)

e. Publication of journal aimed at upgrading ractice (Jurnal

publikasi)

The Institute of internal Auditors (IIA) mempublikasikan jurnal

tentang teknik auditor internal, seperti halnya buku-buku panduan,

studi penelitian, monograf, presentasi audio visual, materi instruksi

lainnya.

f. Examination to test entrance knowledge (Pengembangan profesi

berkelanjutan)

Dalam setiap pengawasan, auditor internal haruslah melaksanakan

tugasnya dengan memperhatikan keahlian dan kecermatan

profesional. Salah satu upaya untuk meningkatkan kompetensinya

yaitu dengan pengembangan profesi yang berkelanjutan.

g. License by the state or certification by a board (Ujian sertifikasi)

The Institute of Internal Auditors pertama kali mengeluarkan

program sertifikasi pada tahun 1974. Kandidat harus lulus pada

ujian selam dua hari beturut-turut dengan subjek yang mempunyai

range yang luas. Kandidat yang lulus akan menerima Certification

of Internal Audiotrs (CIA).

3. Kecurangan (Fraud)

a. Pengertian Kecurangan (Fraud )

Penelitian kali ini penulis akan menganalisis pengaruh

independensi auditor internal dan profesionalisme auditor internal

dalam upaya mencegah dan mendeteksi terjadinya fraud. Arti dari

(40)

fraud adalah kecurangan, penipuan, atau penggelapan. Sedangkan

kecurangan mencakup suatu tindakan ketidakberesan dan tindakan

ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Berikut ini adalah

beberapa definisi mengenai fraud yang penulis kutip dari berbagai

literatur:

1) Statements of Internal Standard Auditing No.3 (Prasetyo,2002)

“Kecurangan meliputi serangkaian ketidakbiasaan dan atau tindakan ilegal yang bercirikan penipuan yang disengaja. Kecurangan dapat dilakukan untuk kepentingan atau atas kerugian organisasi dan oleh orang di luar atau di dalam organisasi.”

2) FBI Definition of Fraud (Silvesterstone,2007)

Federal Bureau of Investigation (FBI) memberikan pemaparan

tetapi definisi yang bermanfaat bahwa memasukkan dasar yang

diakui lebih dari satu abad:

“Those illegal acts which are characterized by deciet, concealment, or violation of trust and which are not dependent upon the application of threat of physical force or violence. Individuals and organizations commit these acts to obtain money, property or service; to avoid the payment or loss money or service; or to secure personal or business advantage.”

3) Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)

Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Profesional

Akuntan Publik (SPAP) memberikan definisi tentang kekeliruan

dan ketidakberesan sebagai berikut ini (IAI, 2009:316.2&3).

Kekeliruan (error) berarti salah saji (misstatement) atau hilangnya

(41)

jumlah atau pengungkapan dalam laporan keuangan yang tidak

sengaja. Kekeliruan dapat berupa hal-hal berikut ini:

(a) Kekeliruan dalam pengumpulan atau pengolahan data

akuntansi yang dipakai sebagai dasar pembuatan laporan

keuangan.

(b) Estimasi akuntansi salah saji yang timbul sebagai akibat dari

kekhilafan atau penafsiran salah terhadap prinsip menyangkut

jumlah, klasifikasi, cara penyajian atau pengungkapan.

Ketidakberesan (irregularities) adalah salah saji atau

hilangnya jumlah pengungkapan dalam laporan keuangan yang

dilakukan untuk menyajikan laporan keungan yang menyesatkan,

dan seringkali disebut dengan kecurangan manajemen, serta

penyalahgunaan aktiva yang seringkali disebut dengan unsur

penggelapan. Ketidakberesan dapat terdiri dari perbuatan berikut

ini:

a. Perbuatan yang mengandung unsur manipulasi, pemalsuan atau

pengubahan catatan akuntansi atau dokumen pendukungnya

yang merupakan sumber untuk pembuatan laporan keuangan.

b. Penyajian salah atau penghilangan dengan sengaja peristiwa,

transaksi atau signifikan yang lain.

c. Penerapan salah prinsip yang dilakukan dengan sengaja.

(42)

Dari beberapa definisi di atas maka dapat disimpulkan

bahwa Fraud (kecurangan/kejahatan) mencakup:

(1) Penggelapan (Embezzlement).

(2) Manipulasi pelanggaran karena jabatan (Malfeasance).

(3) Pencurian (Thiefts).

(4) Ketidakjujuran (Dishonesty).

(5) Kelakuan buruk (Misdeed).

(6) Kelalaian (Defalcanion).

(7) Penggelapan Pajak (With Holdings).

(8) Penyuapan.

(9) Pemerasan.

(10) Penyerobotan.

(11) Salah saji (Misappropriation).

(12) Fraudulent.

Meskipun demikian pada dasarnya Fraud adalah

merupakan serangkaian ketidakberesan (irregularities) mengenai:

perbuatan-perbuatan melawan hukum (illegal acts), yang

dilakukan dengan sengaja untuk tujuan tertentu (misalnya menipu

memberikan gambaran yang keliru (mislead) terhadap pihak lain),

yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam ataupun dari luar

organisasi, untuk mendapatkan keuntungan baik pribadi maupun

kelompok dan secara langsung atau tidak langsung merugikan

orang lain.

(43)

Apapun istilah yang disebutkan diatas, tindakan-tindakan

tersebut merupakan suatu perbuatan yang bertentangan dengan

tujuan perusahaan, yang dibuat dengan sengaja, dengan tujuan

untuk memperoleh sesuatu yang bukan merupakan hak pelakunya

dan hal ini mengakibatkan kerugian financial bagi perusahaan atau

mungkin juga kerugian bagi negara.

Kecurangan (Fraud) sering terjadi dalam perusahaan, tetapi

tak seorang pun dapat melakukan apapun sampai auditor internal

maupun eksternal menguji laporan keuangan perusahaan tersebut.

Auditor yang terlatih menjadi lebih sensitif sehingga mereka

mengurangi resiko kegagalan dalam mendeteksi suatu kekeliruan

secara material dalam suatu laporan keuangan perusahaan.

Jika kecurangan (Fraud) terjadi, pihak manajemen selalu

mempertanyakan bagaimana fungsi dan peran internal auditor yang

ada. Dimana dan sedang apa mereka pada saat kasus tersebut

terjadi. Kapan pemeriksaan terakhir dilakukan dan mengapa

pemeriksaan terakhir tersebut tidak dapat membongkar fraud atau

setidaknya mengungkapkan kelemahan sistem internal control

yang memungkinkan terjadinya fraud.

Sesuai dengan norma pemeriksaan, fraud merupakan

tanggung jawab oknum yang bersangkutan, sedangkan manajemen

bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya fraud dan

mendeteksi ada atau tidaknya fraud. Tanggung jawab auditor

(44)

internal adalah untuk menilai dan membantu pihak manajemen

dalam melakukan pencegahan dan pendeteksian atas fraud tersebut.

Berikut ini adalah beberapa tipe audit:

1. Fraudulent Financial Reporting (Laporan Keuangan yang

curang).

Pelaporan keuangan yang curang adalah pernyataan kesalahan

atau kesalahan dari jumlah atau penyingkapan dengan tujuan

untuk menipu para pemakai.

2. Misaproppriation of Asset (Penggelapan Harta).

Penggelapan harta adalah penipuan yang melibatkan pencurian

dari suatu kesatuan asset. Misapropriation of Asset digunakan

untuk mengacu pada pencurian yang melibatkan para

karyawan dan anggota internal dari organisasi. Penggelapan

asset biasanya dilakukan di tingkat yang lebih rendah dari

hirarki organisasi.

Sumber: Theodorus M Tuannakota (2007:106) Pe nd o ro ng / Pa ksa a n

Pre ssure

Ke se mp a ta n Sika p / Ra sio na lisa si Op p o rtunity Ra tio na liza tio n

FRA UD

Gambar 2.1 The Fraud Triangle

(45)

Tiga kondisi dari penipuan timbul dari fraudulent financial

reporting dan misapproppriation of assets yang diuraikan dalam SAS 99

(AU 316), yang dijelaskan dalam Auditing and Assurance Services. Tiga

kondisi tersebut dikenal sebagai Fraud Triangle yaitu pendorong/paksaan

(pressure), kesempatan (opportunity), dan sikap/rasionalisasi

(rationalization). Penjelasannya sebagai berikut:

1. Pendorong/Paksaan (Pressure).

Penggelapan uang perusahaan oleh pelakunya bermula dari suatu

tekanan (pressure) yang menghimpitnya. Orang ini mempunyai

kebutuhan keuangan yang mendesak, yang tidak dapat diceritakannya

kepada orang lain. Konsep yang penting disini adalah tekanan yang

menghimpit hidupnya (berupa kebutuhan akan uang), padahal ia tidak

bisa berbagi (sharing) dengan orang lain. Konsep ini dalam bahasa

Inggris disebut perceived non-shareable financial need.

2. Kesempatan (Opportunity).

Kondisi yang mendesak menyediakan peluang bagi manajemen atau

para karyawan untuk melakukan penipuan.

3. Sikap/Rasionalisasi (Rationalization).

Sikap, karakter atau kesatuan nilai-nilai etis yang ada, itu mengijinkan

manajemen atau para karyawan untuk melakukan suatu tindakan yang

tidak jujur, atau mereka ada dalam suatu lingkungan yang cukup

menekan yang menyebabkan mereka untuk yang merasionalkan untuk

melakukan suatu tindakan yang tidak jujur.

(46)

b. Klasifikasi Fraud

Dalam pengklasifikasiannya, fraud dapat dilakukan oleh manajemen dan karyawan suatu perusahaan.

1) Management Fraud (Fraud oleh Manajemen).

Management fraud umumnya sulit untuk ditemukan sebab

seseorang atau lebih anggota manajemen bisa saja

mengesampingkan internal controls. Bentuk-bentuk management

fraud antara lain ialah menghapuskan transaksi tertentu,

kecurangan dalam mencantumkan atau melaporkan jumlah tertentu,

dan lain sebagainya.

Ada dua hal yang termasuk di dalam kecurangan oleh pihak

manajemen (management fraud), yaitu:

a. Manajemen meminta agar KAP memberikan opini setuju

(unqualified opinion) padahal manajemen tahu sebetulnya

Laporan Keuangannya tidak layak.

b. Manajemen melakukan transaksi-transaksi dengan pihak yang

masih ada hubungan kekeluargaan atau persahabatan (related

party transaction), atau juga melakukan transaksi yang tidak

wajar (notatarm’s lenght), kesemuanya itu merugikan

perusahaan dan menguntungkan kepentingan pribadi atau

kelompoknya.

(47)

2) Employee Fraud (Fraud oleh Karyawan).

Jika auditor bertanggung jawab menemukan semua

employee fraud, maka audit tests harus diperluas sebab banyak

sekali jenis-jenis kecurangan karyawan yang sangat sulit atau

bahkan tidak mungkin terdeteksi. Maka, prosedur auditnya akan

lebih mahal dibanding dengan temuannya ini dikarenakan adanya

tindakan kolusi antara beberapa karyawan dalam memalsukan

dokumen dan akan sulit sekali ditemukan dengan cara audit yang

biasa.

The Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) atau

Asosiasi Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat, merupakan

organisasi profesional bergerak di bidang pemeriksaan atas

kecurangan yang berkedudukan di Amerika Serikat dan

mempunyai tujuan untuk memberantas kecurangan,

mengklasifikasikan fraud (kecurangan) dalam beberapa klasifikasi,

dan dikenal dengan istilah “Fraud Tree” yaitu Sistem Klasifikasi

Mengenai Hal-hal Yang Ditimbulkan Sama Oleh Kecurangan

(Uniform Occupational Fraud Classification System), dengan bagan sebagai berikut:

(48)

Sumber: The Associat ion of Cert ified Fraud Exam iners ( ACFE) ( 2009: 4)

Gambar 2.2 Fraud Tree

(49)

Selain itu, pengklasifikasian fraud (kecurangan) dapat dilakukan

dilihat dari beberapa sisi, yaitu:

(a) Berdasarkan pencatatan

Kecurangan berupa pencurian aset dapat dikelompokkan kedalam

tiga kategori:

a. Pencurian aset yang tampak secara terbuka pada buku, seperti duplikasi

pembayaran yang tercantum pada catatan akuntansi (fraud open

on-thebooks, lebih mudah untuk ditemukan);

b. Pencurian aset yang tampak pada buku, namun tersembunyi diantara

catatan akuntansi yang valid, seperti: kickback (fraud hidden on

the-books);

c. Pencurian aset yang tidak tampak pada buku, dan tidak akan dapat

dideteksi melalui pengujian transaksi akuntansi “yang dibukukan”,

seperti: pencurian uang pembayaran piutang dagang yang telah

dihapusbukukan/di-write-off (fraud off-the books, paling sulit untuk

ditemukan).

(b) Berdasarkan frekuensi

Pengklasifikasian kecurangan dapat dilakukan berdasarkan

frekuensi terjadinya:

a. Tidak berulang (non-repeating fraud). Dalam kecurangan yang

tidak berulang, tindakan kecurangan — walaupun terjadi

beberapa kali — pada dasarnya bersifat tunggal. Dalam arti, hal

ini terjadi disebabkan oleh adanya pelaku setiap saat (misal:

(50)

pembayaran cek mingguan karyawan memerlukan kartu kerja

mingguan untuk melakukan pembayaran cek yang tidak benar).

b. Berulang (repeating fraud). Dalam kecurangan berulang,

tindakan yang menyimpang terjadi beberapa kali dan hanya

diinisiasi/diawali sekali saja.

(c) Berdasarkan konspirasi

Kecurangan dapat diklasifikasikan sebagai: terjadi konspirasi atau

kolusi, tidak terdapat konspirasi, dan terdapat konspirasi parsial. Pada

umumnya kecurangan terjadi karena adanya konspirasi, baik bona fide

maupun pseudo. Dalam bona fide conspiracy, semua pihak sadar akan

adanya kecurangan, sedangkan dalam pseudo conspiracy, ada pihak-pihak

yang tidak mengetahui terjadinya kecurangan.

(d) Berdasarkan keunikan

Kecurangan berdasarkan keunikannya dapat dikelompokkan

sebagai berikut:

a. Kecurangan khusus (specialized fraud), yang terjadi secara unik

pada orang-orang yang bekerja pada operasi bisnis tertentu.

b. Kecurangan umum (garden varieties of fraud) yang semua orang

mungkin hadapi dalam operasi bisnis secara umum.

(51)

c. Unsur-unsur Kecurangan

Menurut Amin Widjaja Tunggal dalam penelitian Iqbal (2003),

bahwa kecurangan terdiri dari tujuh unsur yang apabila tidak terdapat salah

satu dari ketujuh unsur tersebut, maka tidak ada kecurangan yang

dilakukan. Unsur-unsur tersebut adalah sebagai berikut:

1) Harus terjadi penyajian yang keliru (mispresentation).

2) Dari suatu masa lampau atau sekarang.

3) Faktanya bersifat material (material fact).

4) Dilakukan dengan sengaja atau tanpa adanya perhitungan.

5) Dengan maksud, tujuan atau niat untuk menyebabkan suatu pihak

beraksi.

6) Pihak terluka harus bereaksi terhadap kekeliruan penyajian.

7) Mengakibatkan kerugian.

d. Langkah-Langkah Pengendalian Fraud

Dalam bukunya, Sawyer (2006:1038-1039) menjelaskan bahwa terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mengendalikan atau

mencegah terjadinya fraud dalam perusahaan, antara lain:

1) Menetapkan standar, anggaran dan statistik, dan menyelidiki

semua penyimpangan yang material.

2) Menggunakan teknik kuantitatif dan analitis untuk menandai

peristiwa yang menyimpang.

(52)

3) Mengidentifikasi indikator proses kritis: kehilangan dalam

peleburan, pengulangan kerja dalam manufaktur dan perakitan, dan

uji laba kotor dalam operasi eceran.

4) Menganalisa secara mendalam performa yang tampak terlalu baik,

dan performanya yang ada di bawah standar.

5) Mendirikan departemen Audit Internal yang profesional dan

independen.

4. Mencegah Terjadinya Fraud

Peran utama dari internal auditor sesuai dengan fungsinya dalam

pecegahan kecurangan (fraud) adalah berupaya untuk menghilangkan

atau mengeliminir sebab-sebab timbulnya kecurangan tersebut. Karena

pencegahan terhadap akan terjadinya suatu tindakan kecurangan akan

lebih mudah daripada mengatasi bila telah terjadi kecurangan tersebut.

Pada dasarnya kecurangan sering terjadi pada suatu entitas apabila:

a. Pengendalian intern tidak ada atau lemah atau dilakukan dengan

longgar dan tidak efektif.

b. Pegawai diperkerjakan tanpa memikirkan kejujuran dan integritas

mereka.

c. Pegawai diatur, dieksploitasi dengan tidak baik, disalahgunakan

atau ditempatkan dengan tekanan yang besar untuk mencapai

sasaran dan tujuan keuangan yang mengarah tindakan kecurangan.

(53)

d. Model manajemen sendiri melakukan kecurangan, tidak efisien dan

atau tidak efektif serta tidak taat terhadap hukum dan peraturan

yang berlaku.

e. Pegawai yang dipercaya memiliki masalah pribadi yang tidak dapat

dipecahkan, biasanya masalah keuangan, kebutuhan kesehatan

keluarga, gaya hidup yang berlebihan.

f. Industri dimana perusahaan menjadi bagiannya, memiliki sejarah

atau tradisi kecurangan.

Menurut penelitian Firma Sulistiyowati (2003) yang perlu

dipertimbangkan oleh auditor untuk menanggulangi kecurangan adalah

sebagai berikut:

a. Pendekatan berdasarkan sistem

Tahap dokumentasi dapat membantu melihat kesalahan

perusahaan. Lingkungan kondusif terjadinya kecurangan jika

auditor kesulitan menemukan apa yang terjadi dan prosedur apa

yang akan diambil.

b. Pemilihan key internal controls

Pengendalian intern yang dilakukan antara lain adalah :

1) Pengendalian yang melibatkan lebih dari satu karyawan

dengan cara pemisahan tugas.

2) Pengendalian yang melibatkan rekonsiliasi independen, yaitu

pendeteksian kecurangan melalui dua catatan.

(54)

Lima komponen struktur pengendalian intern dalam membangun

mekanisme sistem pengendalian intern yang efisien dan efektif, dalam

penelitian Amrizal (2004:5), diantaranya adalah:

a. Lingkungan pengendalian

Meliputi tindakan kebijaksanaan dan prosedur-prosedur yang

mencerminkan keseluruhan sikap dari manajemen puncak, direktur,

dan pemilik perusahaan tentang pengendalian dan pentingnya bagi

perusahaan.

b. Penilaian risiko

Bagi pelaporan keuangan, penilaian risiko merupakan identifikasi

entitas analisa dan manajemen dari risiko yang relevan dalam

persiapan laporan keuangan yang disajikan secara wajar sesuai

dengan Prinsip Akuntansi Berterima Umum (PABU). Manajemen

harus dapat mengevaluasi kemungkinan adanya kesalahan yang

material kemungkinan adanya kesalahan yang material dalam

laporan keuangan.

c. Aktivitas pengendalian

Merupakan kebijaksanaan dan prosedur yang dapat menjamin

bahwa instruksi manajemen dilaksanakan.

d. Informasi dan komunikasi

Bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisa, mencatat dan

melaporkan transaksi-transaksi dalam suatu perusahaan dan

melakukan tanggung jawabnya.

(55)

e. Pengawasan

Meliputi penilaian secara periodik atas kualitas pelaksaan

pengendalian intern oleh manajemen untuk menentukan bahwa

pengendalian dilakukan dan dirubah jika ada perubahan-perubahan

kondisi dalam perusahaan.

Dibawah ini juga terdapat beberapa hal dalam mencegah

kecurangan dalam penelitian Mohammad Iqbal (2003:60), yaitu:

a. Informasi sensitif

Perusahaan yang mengetahui akan adanya kecurangan, segera

mencanangkan peraturan untuk menghambat dan mencegah

kegiatan tersebut.

b. Usaha peningkatan integritas

Auditor intern sering diminta untuk melakukan program

peningkatan integritas, dimana prioritas manajemen tingkat atas

ditinjau bersama dengan seluruh karyawan.

c. Kemampuan sistem kendali untuk mencegah kecurangan seta

keterbatasan kendali

d. Program audit

Program audit akan berlanjut dari survey pendahuluan ke arah

pencarian daerah berisiko tinggi sampai menguji metode yang

paling mungkin digunakan untuk melaksanakan audit kecurangan.

(56)

Menurut Albrecht (2005) ada beberapa langkah-langkah yang harus

dilakukan oleh manajemen perusahaan dalam mencegah terjadinya

fraud, yaitu:

a. Langkah pertama, yaitu langkah yang dilakukan perusahaan untuk

menciptakan budaya kejujuran, keterbukaan, dan program bantuan

personel, langkah ini dilakukan antara lain dengan:

1) Memperkerjakan orang-orang yang jujur dan selalu

memberikan pelatihan mengenai kesadaran akan kecurangan.

2) Menciptakan lingkungan kerja yang positif.

3) Membuat kode perilaku.

4) Memberikan program bantuan kepada personel.

b. Langkah kedua adalah langkah yang paling penting, yaitu

menghilangkan kesempatan untuk melakukan kecurangan dalam

perusahaan, langkah ini dilakukan dengan:

1) Menciptakan pengendalian internal yang baik, paling tidak

harus menyangkut lingkungan pengendalian, sistem akuntansi,

pengendalian aktivitas yang bagus.

2) Membangun portal bagi terjadinya kolusi, jika kecurangan

terjadi disertai dengan kolusi, maka akan sulit untuk

mendeteksinya.

3) Memberikan informasi yang jelas kepada nasabah (vendor)

perusahaan tentang kebijakan-kebijakan perusahaan.

4) Melakukan pengawasan terhadap personel perusahaan.

(57)

5) Membuat jalur khusus untuk pelaporan kecurangan.

6) Melakukan audit yang proaktif, ini diharapkan akan dapat

membangun kesadaran dari personel bahwa, yang mereka

lakukan setiap saat dapat di review oleh manajemen

perusahaan.

7) Menciptakan ekspektasi atas hukuman, hukuman yang tegas

dan konsisten akan membuat personel berfikir untuk

melakukan kecurangan.

Dengan berpedoman pada tiga elemen segitiga fraud (fraud

triangle), mengapa seseorang melakukan suatu tindakan kecurangan,

dapat disimpulkan dua unsur yang menentukan terjadinya kecurangan,

yaitu manusia dan sistem pengendalian dalam suatu organisasi.

Manusia dengan nilai-nilai hidup yang dianutnya menentukan wujud

perilakunya dalam pergaulan dan dalam menjalankan tugas dan

pekerjaannya, yang berkaitan dengan elemen pertama yaitu tekanan

(pressure) dan elemen ketiga yaitu rasional atau alasan pembenaran

(rasionalization) yang lebih banyak terkait dengan kondisi kehidupan

dan sikap mental atau moral seseorang. Adapun untuk elemen kedua

yaitu kesempatan (opportunity), yang berkaitan dengan sistem

pengendalian internal.

Gambar

Gambar 2.1 The Fraud Triangle
Gambar 2.2 Fraud Tree
Tabel 2.1 Perbandingan Penelitian Terdahulu Dengan Sekarang
Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial profesionalisme memiliki pengaruh positif terhadap kinerja internal auditor namun independensi tidak memiliki

Hal tersebut menunjukkan bahwa profesionalisme auditor, pengetahuan mendeteksi kekeliruan, dan etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas sebesar

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa independensi internal auditor memiliki pengaruh positif terhadap kualitas audit.. Kata kunci : Auditor internal, independensi,

4.2.3 Pengaruh Profesionalisme Auditor Internal terhadap Pencegahan dan Pendeteksain Kecurangan (Fraud) pada BUMN yang Berkantor Pusat di Kota Bandung

Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengetahui : 1) Pengaruh independensi auditor terhadap kualitas audit internal. 2) Pengaruh profesionalisme auditor internal terhadap

Dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan auditor internal PT Intidaya Rajawali Mulia Semarang tidak melakukan seluruh prosedur pemeriksaan dalam aktivitas untuk

Hal ini menunjukkan bahwa kedua variabel bebas yang terdiri dari Independensi dan Profesionalisme berpengaruh terhadap Kualitas Audit Internal sebesar 19,00 %,

tertarik untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengaruh independensi dan profesionalisme auditor internal terhadap efektivitas penerapan struktur pengendalian