• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori

1. Kedelai Hitam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori

1. Kedelai Hitam

a. Tanaman Kedelai Hitam

Gambar 1. Biji Kacang Kedelai Hitam (Dokumen Penelitian, 2016)

Kedelai adalah salah satu tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar banyak makanan dari Asia Timur seperti kecap, tahu, dan tempe. Berdasarkan peninggalan arkeologi, tanaman ini telah dibudidayakan sejak 3500 tahun yang lalu di Asia Timur. Kedelai putih diperkenalkan di Indonesia oleh pendatang dengan Cina sejak maraknya perdagangan dengan Tiongkok, sementara kedelai hitam sudah dikenal lama orang penduduk setempat. Kedelai merupakan sumber utama protein nabati dan minyak nabati dunia. Penghasil kedelai utama dunia adalah Amerika Serikat

2

meskipun kedelai praktis baru dibudidayakan masyarakat di luar Asia setelah 1910 (Amrin, 2007:1-5).

Kedelai yang dibudidayakan terdiri dua spesies: Glycin max (disebut kedelai putih, yang bijinya bisa berwarna kuning, agak putih, atau hijau) dan Glycine soja (kedelai hitam, berbiji hitam). G. max merupakan tanaman asli daerah Asia subtropik seperti RRC dan Jepang Selatan, sementara G. soja merupakan tanaman asli Asia tropis di Asia Tenggara. Tanaman ini telah menyebar ke Jepang, Korea, Asia Tenggara, dan Indonesia (Amrin, 2007:1-5).

Tanaman kedelai hitam termasuk famili Magnoliophyta, subfamili Faboideae. Kedelai hitam berasal dari China, kemudian dikembangkan di berbagai negara di amerika Latin, juga Amerika Serikat dan negara-negara di Asia. Di Indonesia, penanaman kedelai hitam berpusat di Jawa, Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan Bali (Amrin, 2007:1-5).

Kedelai hitam dapat tumbuh sampai ketinggian 1500 m diatas permukaan laut, tetapi ketinggian idealnya adalah 650 m diatas permukaan laut. Untuk pertumbuhan, kedelaiperlu suhu optimal 29,4ºC, pH tanah 6,0-6,8. Kedelai hitam dapat ditanam secara monokultur maupun tumpang sari, di lahan kering (tegalan) maupun dilahan bekas padi di lahan sawah (Mindell, 2008).

3 b. Taksonomi Kacang Kedelai Hitam

Klasifikasi menurut USDA (2016): Kingdom : Plantae

Divisio : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Rosidae Ordo : Fabales

Famili : Fabaceae (Leguminosae) Sub famili : Faboideae

Genus : Glycine (L.) Merr. Spesies : Glycine soja

c. Kandungan dan Manfaat Kacang Kedelai Hitam

Kedelai mengandung karbohidrat kompleks, protein nabati, serat, oligosakarida, isoflavon dan mineral kompleks. Kandungan serat berkontribusi terhadap indeks glisemik yang rendah yang menguntungkan bagi penderita diabetes untuk mengurangi risiko diabetes. Komposisi nutrisi kedelai hitam kering adalah protein 420 mg/g, lemak 224 mg/g, karbohidrat 340 mg/g, kalsium 6 mg/g, fosfor 5 mg/g, dan besi 0,1 mg/g. Kandungan senyawa bioaktif dalam kedelai hitam adalah sebagai berikut:

1)Oligosakarida

Kedelai hitam mengandung rafinosa dan stakiosa yang merupakan komponen gula yang tidak dapat dicerna sehingga dapat menyebabkan kembung dan rasa tak nyaman di perut. Tetapi kemudian ada beberapa

4

penelitian yang menunjukan bahwa oligosakarida dapat berperan sebagai prebiotik. Kandungan stakiosa pada kacang kedelai hitam yaitu 37,2 mg/mL dan kandungan Rafinosa yaitu 8,7 mg/mL (Potter, et al., 1993).

2)Isoflavon

Kedelai hitam terdapat lima jenis isoflavon, yaitu Daidzin (25 mg/100 g), Daidzein (92 mg/100gr), Genistin (22 mg/100 g), Genistein (51 mg/100 g), dan Glysitin (16 mg/100 g) (Hagiwara, 2010).

3)Antosianin

Dalam kacang kedelai hitam terdapat tiga macam Anthosianin yaitu Delphinidin-3 Glukosida 0–3,71 mg/mL, Cyanidin-3-Glukosida 0,94 –15,98 mg/mL, dan Petunidin-3-Glukosida 0–1,41 mg/mL. Total kandungan anthosianin dalam kacang kedelai hitam l1,58–20,18 (Potter, et al., 1993). 4)Saponin

Kandungan saponin kedelai hitam sebesar 310 mg/100 g. Menurut Potter, et al, 1993, saponin menghambat pencer naan protein dikarenakan adanya susunan saponin protein kompleks.

5)Serat Pangan Kandungan

Serat dalam kedelai hitam juga sangat tinggi. Serat kasarnya sekitar 4% dan bermanfaat untuk membantu sistem pencernaan tubuh, sehingga dapat mengurangi waktu transit zat-zat racun yang tidak dibutuhkan tubuh. Di dalam kedelai hitam terdapat serat yang larut,dimana serat yang larut itu akan menyerap air membentuk sebuah gel yang akan memperlambat metabolisme karbohidrat pada kedelai. Kedelai hitam juga

5

mengandung serat tidak larut yang berguna untuk mengontrol kepadatan feses dan mencegah sembelit (Potter, et al., 1993).

2. Fitoestrogen

Fitoestrogen merupakan zat yang terdapat pada tumbuhan dan biji-bijian dengan struktur mirip estrogen, memiliki efek estrogenik lemah dan

dapat bekerja pada reseptor estrogen. Fitoestrogen berasal dari kata “fito” yang berarti tanaman dan “estrogen” dikarenakan memiliki aktivitas

biologik dan struktur yang menyerupai estrogen endogen (Eddy Suparman, 2006:3).

Fitoestrogen mampu diserap oleh tubuh dan mengalami berbagai perubahan melalui cara disekresikan ataupun dipecah menjadi komponen-komponen lain dalam tubuh yang masih memiliki khasiat sama seperti estrogen endogen. Aktivitas dan khasiat menyerupai estrogen ini tidak berlangsung lama, dan pada umumnya tidak dapat lama disimpan oleh jaringan tubuh (Biben, 2012:2).

Fitoestrogen memiliki struktur kimia yang serupa dengan 2 penilnaptalen yang rumus bangunnya sama dengan rumus bangun estrogen endogen. Terdapat gugus OH pada Fitoestrogen, estradiol, dan dietilstilbesrol merupakan salah satu dari persyaratan untuk aktivitas estrogenik terjadi (Biben, 2012:2).

Jenis dari fitoestrogen yang sering terdapat pada tanaman antara lain: Isoflavon terdiri dari Genistein dan Daidzein, Lignans yang mengandung

6

Enterodiol dan Enterolactone, coumestans mengandung Coumestrol, dan yang terakhir Tripterpene Glycosides (Eddy Suparman, 2006:3-5).

Satu jenis tanaman dapat mengandung lebih dari satu gugus aktif fitoestrogen yaitu Isoflavon, Lignan atau Coumestans (Biben, 2012:2).

Menurut Hagiwara, 2010 Kacang kedelai hitam (Glycine soja) mentah mengandung fitoestrogen jenis Isoflavon yang terdiri dari Daidzin, Daidzein, Genistin, Genistein, dan Glysitin, dengan rincian sebagai berikut Daidzin sebanyak 25 mg/100g, Daidzein sebanyak 92 mg/100g, Genistin sebanyak 22 mg/100g, Genistein sebnayak 51 mg/100g, dan Glysitin sebanyak 16 mg/100g.

Gambar 2. Struktur Kimia Daidzin, Daidzein, Genistin, Genistein dan Glysitin(Hagiwara, dkk, 2010)

7 3. Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.)

Gambar 3. Rattus norvegicus, L. (Dokumentasi Penelitian 2016)

Di Indonesia, binatang percobaan ini sering dinamakan tikus besar, akan tetapi jika lebih kecil lagi dinamakan mencit sehingga akan membingungkan jika semuanya dinamakan tikus (Smith & Mangkoewidjojo,1991: 36). Dibandingkan dengan tikus liar, tikus percobaan lebih cepat dewasa yang tidak ditunjukkan oleh musim kawin dan seringnya berbiak. Tikus liar dapat hidup sampai 4-5 tahun, sedangkan tikus percobaan jarang yang lebih dari 3 tahun. Dua karakteristik yang membedakan tikus putih dengan binatang percobaan yang lain adalah tikus tidak dapat memuntahkan makanan karena susunan anatomi esophagus yang menyatu di perut, serta tikus tidak mempunyai kantung empedu (John Smith, 1987: 36-37). Kelebihan dari tikus putih sebagai binatang percobaan antara lain bersifat omnivora (pemakan segala), mempunyai jaringan yang hampir sama dengan

8

manusia dan kebutuhan gizinya juga hampir sama dengan manusia. Selain itu dari segi ekonomi harganya murah, ukurannya kecil dan perkembangannya cepat.

Tikus percobaan strain Wistar yang dikembangkan secara luas sangat mudah menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Makanan tikus juga mempunyai variasi dalam susunannya, sebagai contoh komposisinya meliputi: protein 20-25 %, karbohidrat 45-50%, serat 5%. Juga harus mengandung vitamin A, vitamin D, Alfa tokoferol, Asam linoleat, Thiamin, Riboflavin, Panthothenat, biotin, serta mineral, Phospor, Magnesium, Potasium, tembaga, Iodin, besi dan timah. Setiap hari seekor tikus dewasa membutuhkan makanan antara 12-20 gr, serta minum air antara 20-45 ml, serta mineral, besi sebesar 35 mg/kg ( Smith, 1987:41).

Data tentang fisiologi tikus putih (Rattus norvegicus, L.) menurut John Smith (1987: 37) antara lain:

Tabel 1. Data Fisiologi Tikus Putih

Jangka hidup 2-3 tahun, ada yang dapat hidup selama 4 tahun

Produksi ekonomi 1 tahun

Kehamilan 20-22 hari

Umur saat disapih 21 hari

9

Berat lahir 5-6 gram

Volume darah 57-70 ml/gr

Sel darah merah 7,2 - 9,6x106/nm3 Sel darah putih 5,0 – 13,0x106/nm3

Trombosit 150 – 460x103/nm3

Tikus putih jenis (Rattus norvegicus, L.) sejak dulu sudah sering digunakan sebagai hewan uji laboratorium karena anatomi fisiologi dari organ-organ hewan tersebut sistematis kerjanya hampir sama dengan fungsi anatomi organ manusia(John Smith, 1987:43).

a. Klasifikasi Tikus Putih (Rattus norvegicus, L.)

Klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus, L.) menurut Priyambodo, 1995: Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Mamalia Famili : Muridae Genus : Rattus

Spesies : Rattus norvegicus, L. (Priyambodo, 1995:55). b. Tikus Putih Sebagai Hewan Uji Laboratorium

10

Tikus putih (Rattus norvegicus, L.) sering digunakan sebagai hewan uji laboratorium karena anatomi dari organ-organ tikus putih bekerja sistematis hampir sama dengan fungsional anatomi organ manusia. Oleh karena itu, tikus putih banyak digunakan dalam uji praklinis yang selanjutnya hasil ujinya dapat diaplikasikan dalam kehidupan manusia untuk kesejahteraan khususnya di bidang medis atau kesehatan (Smith & mangkoewidjojo, 1998 dalam Amri, 2012:16).

c. Siklus Estrus pada Tikus Putih

Tikus putih betina siap untuk bereproduksi saat telah berumur 50-60 hari. Vagina tikus putih mulai terbuka pada umur 35-90 hari dan testis tikus jantan turun pada umur 20-50 hari. Siklus estrus pada tikus putih berlangsung sekitar 4-5 hari dengan lama waktu selama 12 jam setiap siklus, estrus dimulai pada malam hari (Malole & Pramono, 1989 dalam Amri, 2012:16).

Estrus adalah suatu periode dimana secara psikologis dan fisiologis bersedia menerima pejantan untuk melakukan perkawinan. Sedangkan, siklus estrus adalah suatu periode birahi ke permulaan periode berikutnya sampai akhir periode (Nalbandov, 1990:140).

Vaginal smears, cervix smear dan endometrium smears, dapat menunjukan waktu ovulasi secara persis dan daur estrus. Ciri-ciri daur estrus dapat diketahui sebagai berikut :

a) Proestrus : terdapat sel epitel biasa

11

c) Metestrus : terdapat banyak sel epitel menanduk, sel epitel biasa dan leukosit

d) Diestrus : terdapat sel epitel biasa dan banyak leukosit (Yatim, 1982:103).

Proestrus merupakan fase menjelang estrus dimana gejala birahi mulai muncul akan tetapi hewan betina belum siap menerima pejantan untuk melakukan kawin. Fase ini folikel de Graff tumbuh dibawah pengaruh FSH dan menghasilkan estrogen dalam jumlah banyak. Pada fase ini, estradiol menyebabkan betina mulai siap di dekat pejantan untuk melakukan kawin. Pada tikus fase ini berlangsung selama kira-kira 12 jam (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988 dalam Daud, 2012:9).

Fase proestrus akan dilanjutkan ke fase estrus yang ditandai dengan keinginan kelamin dan penerimaan jantan oleh hewan betina untuk kopulasi. Fase estrus terjadi selama 12 jam. Fase ini estradiol yang berasal dari folikel de Graff yang matang akan menyebabkan perubahan-perubahan pada saluran reproduksi betina. Saat estrus konsentrasi estrogen meningkat sesuai dengan pertumbuhan folikel de Graff , dan selanjutnya dibawah pengaruh LH yang disekresikan dari hipofisis anterior terjadilah ovulasi dan pembentukan corpus luteum. Ovulasi terjadi pada akhir estrus dalam waktu yang sangat singkat dan akan terjadi fase metestrus dan diestrus. Saat corpus luteum telah mencapai ukuran maksimal dan fungsional akan terjadi peningkatan konsentrasi progesteron (Tumer dan Bagnara. 1988 dalam Daud, 2012:10).

12

Gambar 4. Mikrograf Epitel Vagina Tikus Putih Fase Estrus Perbesaran 40X (Dokumentasi Penelitian, 2016)

Metestrus merupakan periode kelanjutan dari fase estrus yang berlangsung selama 15 jam. Pada periode ini biasanya tidak terjadi perkawinan, yang ditandai dengan bertumbuhnya corpus luteum dan sel-sel granulosa folikel dengan cepat yang dipengaruhi oleh LH. Selama metestrus, uterus menjadi agak lunak karena terjadi pengendoran otot serta melakukan persiapan untuk menerima embrio (Daud, 2012:10).

Diestrus merupakan fase setelah metestrus. Fase ini merupakan fase perpanjangan diantara fase-fase siklus estrus lainnya. Fase diestrus berlangsung selama 60-70 jam. Pada fase ini kontraksi uterus menurun, endometrium menebal, mukosa vagina menipis, warna lebih pucat dan leukosit yang bermigrasi semakin banyak (Turner dan Bagnara, 1988 dala Daud, 2012:11).

13

Manifestasi birahi ditimbulkan oleh hormon estrogen yang dihasilkan oleh folikel ovarium. Tikus yang sedang mengalami masa estrus cenderung lebih sering bergerak aktif secara spontan dibandingkan saat mengalami masa diestrus (Nalbandov, 1990:141).

4. Uterus

Uterus merupakan tempat implantasi konseptus atau zigot yang telah berkembang menjadi embrio. Uterus mengalami serangkaian perubahan selama birahi (estrus) dan daur reproduksi (Dellmann dan Brown, 1992:512).

a. Anatomi

Gambar 5. Uterus Tikus Putih (Dokumentasi Penelitian, 2016)

Tikus memiliki uterus dupleks, dengan dua serviks, tanpa tubuh uterus, dan tanduk terpisah secara sempurna. Seluruh organ tersebut melekat pada dinding pinggul dan dinding perut dengan perantaraan ligamen uterus yang

14

lebar melalui ligamen inilah uterus menerima suplai darah dan saraf (Nalbandov, 1990:33-34).

b. Struktur Histologik

Dinding uterus terdiri dari tiga lapis, yaitu: mukosa-submukosa atau endometrium, tunika muskularis atau miometrium, dan tunika serosa atau perimetrium.

1) Endometrium

Endometrium terdiri dari dua daerah yang berbeda dalam bangun serta fungsinya. Lapis superfisial disebut zona fungsional, dapat mengalami degenerasi sebagian atau seluruhnya selama masa reproduksi, estrus, dan daur haid dan dapat hilang pada beberapa spesies. Suatu lapis dalam tipis, disebut zona basalis, tetap bertahan sepanjang daur. Bila zona fungsional hilang, dapat diganti oleh lapisan tersebut (Dellmann dan Brown, 1992:512-514).

2) Miometrium

Miometrium terdiri dari lapis otot dalam tebal yang umumnya tersusun melingkar, dan lapis luar memanjang terdiri dari sel-sel otot polos yang mampu meningkatkan jumlah serta ukurannya selama kebuntingan berlangsung. Di antara kedua lapis tersebut, atau bagian dalam dari lapis dalam, terdapat lapis vaskular yang mengandung arteria besar, vena serta pembuluh limfe. Pembuluh darah tersebut memberikan darah pada endometrium, lazimnya besar di daerah karunkula ruminansia (Dellmann dan Brown, 1992:515).

15 3) Perimetrium

Perimetrium atau tunika serosa, terdiri dari jaringan ikat longgar yang dibalut oleh mesotel atau peritoneum. Sel-sel otot polos terdapat dalam perimetrium. Banyak pembuluh darah, pembuluh limfe,dan saraf terdapat pada lapis ini. Perimetrium, lapis memanjang dan miometrium, dan lapis vaskular dari miometrium, seluruhnya berlanjut dengan bangun ligamentum uterus (Dellmann dan Brown, 1992:515).

c. Fungsi Uterus

Fungsi uterus adalah:

a) Sewaktu perkawinan, kontraksi uterus mempermudah pengangkutan spermatozoa ke tuba fallopi.

b) Sebelum implantasi, cairan uterus menjadi medium blastosit.

c) Sesudah implantasi, uterus menjadi tempat pembentukan plasenta dan perkembangan fetus.

d) Waktu partus, kontraksi uterus berperan besar. (Suhandoyo dan Ciptono, 2008:28).

d. Pengaruh Hormon pada Endometrium

Perubahan siklik pada endometrium diatur oleh aksi hormon-hormon hipotalamus-hipofisis-gonad. Aktivitas hipotalamus dipicu oleh rangsangan lingkungan luar dan kadar hormon estrogen di dalam sirkulasi darah.

Produsen utama dari hormon betina adalah ovarium dan hormon yang bekerja pada seksualitas betina ialah estrogen dan progesteron. Estrogen

16

bekerja untuk merangsang pertumbuhan dari endometrium dan miometrium. Peningkatan dalam sintesis reseptor progesteron di dalam endometrium dipengaruhi hormon estrogen yang mengakibatkan progesteron dapat merangsang endometrium, tetapi setelah endometrium tersebut dirangsang oleh estrogen terlebih dahulu. Terdapat rangsangan dari hormon yang disekresikan oleh hipotalamus dalam proses produksi hormon-hormon tersebut, antara lain FSH-RH dan LH-RF, FSH-RH (Follicle Stimulating Hormon-Releasing Hormon) bertugas untuk merangsang agar FSH untuk disekresikan. FSH berfungsi untuk merangsang pembentukan folikel sampai folikel tersebut masak tetapi tidak menyebabkan sel telur untuk ovulasi. Folikel tersebut mensintesis dan mensekresi pembentukan estrogen, saat fase folikel ini bertepatan dengan fase proliferasi pada uterus, peningkatan kadar estrogen merangsang endometrium untuk menebal dan memiliki banyak pembuluh darah sedangkan, LH-RF (Luteinizing Hormone-Releasing Factor) berguna untuk merangsang sekresi dari LH. (Yatim, 1982:106-108).

Kerja dari semua hormon uterus yang paling mengalami perubahan struktural secara teratur. Hormon estrogen akan mempengaruhi endometrium dan miometrium yang merupakan lapisan penyusun dari uterus (Sugiyanto, 1996:20-30).Salah satu yang paling terlihat akibat pengaruh hormon estrogen pada endometrium adalah perubahan ketebalan lapisan dari endometrium tersebut. Perubahan ketebalan lapisan endometrium yang terjadi, maka jumlah kelenjarnya pun juga akan mengikuti perubahan. Pengaruh hormon estrogen

17

pada endometrium adalah meningkatkan jumlah kelenjar dan ketebalan lapisannya.

Dellmann dan Brown (1992) menyatakan estrogen adalah salah satu dari hormon reproduksi betina yang disekresikan oleh sel-sel granulosa folikel ovarium dengan struktur yang tersusun atas 18 atom C, gugus –OH fenolik pada atam C-3, cincin A yang bersifat aromatik dan tidak memiliki gugus metil pada atom C-10. Bentuk dari hormon estrogen yang terdapat tubuh hewan betina berupa estradiol 17-β, estron dan estriol, tetapi hormon estrogen

yang lazim di jumpai dalam jumlah yang cukup tinggi dan sesuai dalam tubuh adalah estradiol 17-β.

Gambar 6. Struktur Kimia Estrogen (Suherman, 1995:11)

Hormon estrogen yang berasal dari sel-sel techa interna dapat memberikan efek berupa umpan balik positif maupun negatif. Apabila kadar dari hormon estrogen rendah maka terjadi sintesis FSH (merangsang) dan

18

menghambat sintesis dari LH, inilah yang disebut dengan umpan balik positif. Sedangkan, umpan balik negatif terjadi apabila kadar hormon estrogen tinggi maka akan menghambat dan menghentikan sintesis dari FSH dan merangsang sintesis dari LH (Partodiharjo, 1982:135-136).

Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Hormon ini juga meningkatkan sintesis reseptor progesteron di endometrium sehingga progesteron mampu mempengaruhi endometrim hanya setelah endometrium di rangsang oleh progesteron. Progesteron bekerja pada endometrium yang telah dipersiapkan estrogen untuk mengubahnya menjadi lapisan yang ramah dan mengandung banyak nutrisi bagi ovum yang sudah dibuahi. Di bawah pengaruh progesteron, jaringan ikat endometrium menjadi longgar dan endematosa akibat penimbunan elektrolit dan air, yang mempermudah implantasi ovum yang dibuahi. Progesteron juga mempersiapkan endometrium untuk menampung embrio yang baru berkembang dengan merangsang kelenjar-kelenjar endometrium agar mengeluarkan dan menyimpan glikogen dalam jumlah besar dan dengan menyebabkan pertumbuhan pembuluh darah endometrium. Progesteron juga menurunkan kontraktilitas uterus agar lingkungan di uterus tenang dan kondusif untuk implantasi dan pertumbuhan embrio (Sherwood, 2001:713-714).

Estrogen berfungsi untuk manifestasi fisiologik dari uterus, mempengaruhi pertumbuhan lapisan endometrium pada uterus, perubahan

19

secara histologis pada ephitelium vagina selama siklus estrus, mengontrol sekresi hormon pituitary (FSH dan LH) dan berpengaruh pada pertumbuhan kelenjar mamae pada manusia (Suhandoyo, dkk, 2009:34).

e. Siklus Endometrium

Endometrium mempunyai dua daerah berbeda baik bentuk maupun fungsinya. Daerah yang pertama merupakan lapis superficial disebut zona fungsional, yang mengalami perusakan sebagian atau seluruhnya selama masa estrus, fase reproduksi atau daur haid dan dapat hilang pada beberapa spesies. Daerah kedua merupakan suatu lapisan dalam tipis atau sebagai zona basalis, yang akan tetap bertahan sepanjang daur. Zona basalis sendiri berguna untuk menggantikan zona fungsional ketika zona fungsional hilang. Bagian superficial yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang mengandung banyak pembuluh darah dan sel-sel jaringan ikat seperti makrofag, fibroblast dan sel mast terdeapat di bawah epitel zona fungsional. Sedangkan, jaringan ikat longgar yang mengandung sedikit sel dibandingkan lapis superficial terdapat pada bagian dalam zona fungsional (Dellmann dan Brown, 1992:512-514).

Terdapat tiga fase yang terjadi pada endometrium, yaitu fase proliferasi, fase sekresi atau fase luteal dan fase menstruasi. Fase proliferasi terjadi bersamaan dengan perkembangan folikel dan pembentukan estrogen pada ovarium. Proliferasi sel terus berlangsung dengan ditandai adanya

20

mitosis pada sel epitel dan sel kelenjar. Kelenjar nampak lurus dan lumen uterus sempit pada akhir masa proliferasi. Dilanjutkan dengan fase sekresi yang diawali setelah ovulasi, pada fase ini hormon yang berpengaruh adalah hormon progesteron yang disekresikan oleh korpus luteum. Progesteron berfungsi untuk merangsang sel kelenjar untuk mengeluarkan sekret. Di akhir fase sekresi, terjadi kematian endometrium akibat dari dinding arteria spiralis yang mengalami kontraksi, menutup aliran darah dan akhirnya menimbulkan iskemia.

Dokumen terkait