• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

B. Kedisiplinan Dalam Keluarga

Kedisiplinan dalam keluarga adalah hal-hal atau keadaan yang selalu dikaitkan dengan penanaman nilai-nilai dan kebiasaan-kebiasaan serta penentuan aturan-aturan atau norma-norma dalam suatu keluarga terhadap anak yang harus dilaksanakan.

Disiplin ditanamkan oleh orang tua sedikit demi sedikit. Disiplin pada anak terlihat bilamana pada anak ada pengertian-pengertian mengenai batas-batas kebebasan dari perbuatan-perbuatan yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan.

Selanjutnya Gunarsa (1983:82-84) mengemukakan cara menanamkan disiplin dalam keluarga :

a. Cara otoriter

Orang tua menentukan aturan-aturan dan batasan-batasan yang mutlak yang harus ditepati dan ditaati oleh anak. Kalau anak tidak memenuhi tuntutan orang tua, ia akan diancam dan dihukum. Orang tua memerintah dan memaksa tanpa kompromi.

b. Cara bebas

Orang tua membiarkan anak mencari dan menemukan sendiri tata cara yang memberi batasan-batasan dari tingkah lakunya. Pada cara bebas ini pengawasan menjadi lebih longgar. Anak telah terbiasa mengatur dan menentukan sendiri apa yang dianggapnya baik dan salah.

c. Cara demokratis

Orang tua memperhatikan dan menghargai kebebasan anak, namun kebebasan yang tidak mutlak dan dengan bimbingan yang penuh pengertian antara dua belah pihak anak dan orang tua. Cara ini merupakan gabungan dari kedua cara di atas tetapi terbatas atau tidak mutlak.

Dari ketiga cara di atas masing-masing punya kelebihan dan kekurangan. Cara yang paling ideal yaitu cara yang ketiga, cara demokratis. Dalam menanamkan disiplin anak, orang tua harus hati-hati, dan harus dapat menyesuaikan cara mana yang paling tepat dikenakan, sehingga ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam menanamkan disiplin pada anak, yaitu :

1) Menyadari perbedaan tingkat kemampuan kognitif anak. Hal ini disesuaikan dengan asas perkembangan aspek kognitif.

2) Menanamkan disiplin pada anak harus dimulai seawal mungkin. d. Dalam usaha menanamkan disiplin pada anak perlu dipertimbangkan

agar mempergunakan teknik demokratis sebanyak mungkin.

e. Penggunaan hukuman harus diartikan sebagai sikap tegas, konsekuen dan konsisten.

f. Melatih dan mendorong perlu dilakukan berulang-ulang sampai tercapai keadaan di mana anak bisa melakukan sendiri sebagai suatu kebiasaan.

Dengan memperhatikan faktor-faktor di atas maka dalam mendisiplinkan anak akan tercapai seperti yang diinginkan.

Berdasarkan uraian tentang kedisiplinkan dalam keluarga yang telah diuraikan, maka dapat dikatakan bahwa indikator-indikator kedisiplinan dalam keluarga adalah unsur-unsur pembentuk disiplin dalam keluarga yang meliputi :

1) Pendidikan sebagai pembentuk konsep moral atau penanaman kesadaran memahami peraturan.

2) Pemberian hukuman.

3) Pemberian penghargaan (hadiah).

4) Keajegan norma dalam masyarakat (khususnya keluarga) yaitu konsistensi orang tua terhadap disiplin dalam keluarga.

Sedangkan menurut Tidjan (1991:21) disiplin dalam keluarga adalah : “Penetapan, pembatasan-pembatasan, pengarahan, cara, latihan, penguasaan, yang diterapkan oleh orang tua agar anak dapat mengenal tingkah laku yang tidak sesuai dan sebaliknya dapat mengembangkan tingkah laku yang sesuai dengan harapan dan norma-norma masyarakat”.

2. Pengertian Keluarga

Menurut Vembriarto (1978:58) keluarga diartikan sebagai kelompok sosial yang terdiri dari ayah dan ibu yang terikat dalam suatu perkawinan yang resmi dan anak-anak baik kandung maupun adopsi dan tinggal dalam sebuah rumah tangga.

Dari pendapat mengenai keluarga di atas, dapat diketahui unsur-unsur yang terkandung dalam pengertian keluarga yaitu sebagai berikut : a. Keluarga merupakan persekutuan hidup antara dua orang dewasa

yang berlainan jenis dalam membentuk kelompok sosial. b. Persekutuan ini berdasar atas ikatan darah dan atau adopsi.

c. Persekutuan itu paling sedikit terdiri dari dua orang dewasa yang berlainan jenis kelamin, walaupun adakalanya hanya terdiri dari seorang laki-laki saja atau perempuan saja dengan atau tanpa anak-anak.

3. Fungsi Keluarga

Menurut Sayekti P (1994:13) menerangkan bahwa keluarga memiliki fungsi-fungsi sebagai berikut :

a. Fungsi Pengaturan Seksual

Keluarga merupakan wadah yang sah baik ditinjau dari segi agama maupun masyarakat dalam hal pengaturan dan pemuasan keinginan-keinginan seksual. Kepuasan seks di dalam keluarga itu besar sekali pengaruhnya dan pentingnya dalam membina keluarga yang sehat, harmonis dan bahagia.

b. Fungsi Reproduksi

Keluarga berfungsi untuk menghasilkan keturunan anggota baru. Sebagai penerus bagi kehidupan manusia secara turun temurun.

c. Fungsi Perlindungan dan Pemeliharaan

Keluarga berfungsi sebagai perlindungan dan pemeliharaan terhadap semua anggota keluarga, baik terhadap kebutuhan jasmani maupun rohani, terutama kepada anak-anak.

d. Fungsi Pendidikan

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama, karena dalam keluarga anak pertama mengenal pendidikan.

e. Fungsi Sosialisasi

Keluarga sebagai kelompok primer yang didalamnya terjadi interaksi di antara para anggota dan di situlah terjadi proses sosialisasi.

f. Fungsi Afeksi dan Rekreasi

Keluarga merupakan tempat yang fundamental dalam membina kasih sayang. Juga merupakan medan rekreasi bagi anggota-anggotanya.

g. Fungsi Ekonomi

Setiap anggota dalam keluarga mempunyai fungsi ekonomi, sebagai penghasil ekonomi (biasanya orang tua) atau sebagai konsumen ekonomi (biasanya orang tua dan anak-anak).

h. Fungsi Status Sosial

Keluarga berfungsi sebagai suatu dasar yang menunjukkan kedudukan atau status bagi anggota-anggotanya yaitu dengan mewariskan kedudukannya kepada anak-anaknya.

Menurut Sayekti P (1994:29-31) bahwa tipe keluarga ada 6, yaitu: 1) Keluarga yang sibuk yaitu keluarga yang semua anggotanya

bekerja, baik orang tuanya maupun anak-anaknya.

2) Keluarga wibawa yaitu keluarga di mana orang tuanya berwibawa. 3) Keluarga yang tegang yaitu keluarga yang kurang akrab antara anggota keluarga, kurang adanya rasa kasih sayang dan bahkan seringkali terjadi ketegangan hubungan antara ayah dan ibu.

4) Keluarga yang retak yaitu keluarga yang sudah tidak mempunyai keharmonisan antara ayah dan ibu, tidak ada kesatuan pendapat, sikap dan pandangan terhadap sesuatu yang dihadapinya.

5) Keluarga yang pamer yaitu keluarga yang senang pamer tidak mempunyai pegangan yang kuat, menitik beratkan kemajuan-kemajuan lahiriah yang berupa kemewahan dan segi kerohanian kurang diperhatikan.

6) Keluarga yang ideal yaitu keluarga yang terdapat suasana menyenangkan, biasanya keluarga yang tidak besar, mutu anggota keluarga tinggi, penghasilan cukup, pandangan hidup beragama kuat, hidup sederhana dan adanya saling pengertian antar anggota keluarga.

Keluarga sebagai wadah pertama kali individu bersosialisasi di sini tidaklah perlu dibeda-bedakan mendalam karakteristiknya. Akan tetapi karena masalah kita adalah terutama mengenai efek pendidikan dari keluarga terhadap anak-anak maka kita akan menganggap adanya satu orang atau lebih anak dan satu lebih orang tuanya.

Pendidikan dapat dilaksanakan dalam lingkungan tertentu. Menurut Ki Hajar Dewantoro mengenai Tri Pusat Pendidikan menyatakan bahwa salah satunya yaitu lingkungan keluarga sebagai lingkungan pendidikan. Hal ini juga sesuai dengan fungsi keluarga sebagai lingkungan pendidikan. Hal ini juga sesuai dengan fungsi keluarga di mana salah satunya yaitu keluarga mempunyai fungsi pendidikan. Yang berarti bahwa dalam keluarga terjadi proses pendidikan.

Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan utama, karena anak mengenal pendidikan yang pertama kali adalah dalam lingkungan keluarga. Anggota keluarga terus berinteraksi dalam suatu cara yang berpola. Mereka merupakan suatu sistem sosial, sebagai unit dasar suatu masyarakat. Dengan demikian pendidikan dalam

keluarga merupakan pendidikan kodrati. Sebagai unit dasar suatu masyarakat, maka keluarga membagi bersama nilai-nilai umum tertentu dan berbagi kepercayaan dengan anggota lain.

Hal ini seperti yng dikemukakan oleh Wasidi (1991:28) bahwa anak atau remaja belajar mendalami nilai-nilai dan norma-norma dari orang tuanya dan akhirnya akan menentukan sikap serta perilakunya. Hal ini berarti bahwa dalam lingkungan keluarga segala sikap dan tingkah laku orang tuanya sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak.

Uraian tentang keluarga telah dijelaskan di atas, sedangkan uraian disiplin akan dibahas dalam kedisiplinan di sekolah, sehingga keluarga dalam variabel ini penjelasannya juga sama yaitu pengertian keluarga yang mengandung unsur-unsur:

a. Keluarga adalah kelompok sosial yang berdasar ikatan darah, perkawinan, atau adopsi.

b. Terdiri minimal dua orang atau lebih.

Sehingga kita akan menganggap adanya satu orang atau lebih anak dan satu atau lebih orang tuanya.

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Dalam Keluarga

Faktor-faktor yang mempengaruhi disiplin dalam keluarga sangat dipengaruhi oleh pola pengasuhan dari para orang tuanya. Pola pengasuhan orang tua dalam mendidik anaknya dapat bervariasi, setiap

ahli memiliki cara yang berbeda-beda dalam melihat pola asuh orang tua. Barus (1999:88) membedakan ada tiga model keluarga yang mempengaruhi pola pengasuhan yaitu pertama, Model of Interdependence yang melahirkan Authoritarian Parenting, kedua Model of Independence yang melahirkan Permissive Parenting, dan ketiga Model of Emotional Interdepende yang melahirkan Authoritative Parenting. Pada akhirnya pilihan terhadap suatu pola pengasuhan pola tertentu harus disadari sebagai upaya yang penuh tanggung jawab, karena pola pengasuhan mengandung usaha sadar orang tua dalam mendidik, mengarahkan, mempengaruhi, dan memfasilitas proses perkembangan anak.

Ada beberapa ahli yang membagi tipe pola pengasuhan menjadi tiga tipe, antara lain autoritarian, permisif, dan autoritatif. Sedangkan menurut Hurlock (1999:93) ada tiga tipe pengasuhan orang tua dalam mendisiplinkan anak yaitu otoriter, permisif, dan demokrasi. Berdasarkan pola pengasuhan orang tua di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa pola pengasuhan yang dapat mendisiplinkan siswa ada tiga yaitu otoriter, permisif dan demokrasi. Ketiga tipe pola pengasuhan orang tua dapat dirincikan sebagai berikut :

a. Pola pengasuhan demokrasi/autoritatif.

Orang tua yang demokratis mengajarkan kepada anaknya tentang bagaimana berperilaku bertanggung jawab, mereka memberikan hadiah kepada anak jika melaksanakan apa yang diajarkan dan menggunakan hukuman jika anak melanggar. Orang tua demokratis

menggunakan seperangkat standar untuk mengatur anak-anaknya sesuai dengan perkembangan dan kemampuan anak. Kepada anak yang masih kecil dibiasakan dan diberitahukan mengenai peraturan yang harus dipatuhi dalam kata-kata yang dapat dimengertinya. Dengan bertambahnya usia, anak tidak saja dibiasakan dan diberi penjelasan tentang peraturan, melainkan juga diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka tentang peraturan (Hurlock,1999:94). Orang tua demokratis mencintai anak-anaknya dan mengungkapkan afeksi kepada anaknya. Mereka mendorong anak-anaknya berpikir sendiri dan dapat bekerja sama dengan anak lain dalam mengambil keputusan.

b. Pola pengasuhan otoriter/authoritarian

Orang tua otoriter menetapkan peraturan yang keras serta sangat sulit untuk dipatuhi oleh anak yang menginjak remaja di mana kebutuhannya mulai berubah dan berlatih mandiri. Orang tua menuntut kepatuhan pada peraturan yang telah ditetapkannya. Orang tua otoriter beranggapan bahwa anak-anak harus menerima aturan-aturan dan standar yang ditentukan orang tua tanpa mempersoalkannya (Hurlock, 1999:93). Orang tua otoriter cenderung tidak mendukung perilaku bebas dan melarang otonomi anak (Lighter, 1999:18). Mereka membuat pembatasan dan peraturan untuk mengontrol perilaku anak. Apabila anak melanggar peraturan, norma

atau ketentuan yang telah ditetapkan, maka akan mendapat hukuman, namun jika anak melaksanakan apa yang telah ditetapkan orang tua, maka anak jarang sekali mendapat pujian atau penghargaan (Hurlock,1999).

c. Pola pengasuhan permisif

Bagi banyak orang tua, pola pengasuhan permisif protes terhadap pola pengasuhan otoriter dalam pengasuhan anak (Hurlock, 1999:93). Orang tua permisif tidak memberikan batasan-batasan atau aturan-aturan yang sifatnya wajib/dipaksakan. Orang tua permisif tidak menetapkan apa saja yang boleh dilakukan dan apa saja yang tidak boleh dilakukan, anak diijinkan untuk mengambil keputusan sendiri dan berbuat sekehendak hati. Hanya sedikit permintaan dan batasan/larangan yang dikenakan pada anak. Orang tua permisif terlalu cepat mengalihkan tanggung jawab kepada anak-anaknya, apabila melakukan kesalahan, anak tidak pernah dihukum dan tidak pernah diberi hadiah bila melakukan hal-hal yang umum.

Orang tua permisif tetap mencintai anak-anaknya, namun mengabaikan peluang yang penting untuk melatih dan membimbing anak-anaknya dengan berbagai kecakapan yang diperlukan anak untuk mandiri. Anak harus mempelajari kecakapan dengan cara yang sulit tanpa tuntutan dan dukungan orang tua (Hurlock,1999:93).

5. Pola Disiplin yang Digunakan Orang Tua

Pola disiplin yang biasa digunakan oleh orang tua adalah :

a. Power assertion ; dalam disiplin ini, orang tua dalam mengontrol tingkah laku anaknya cenderung menggunakan atau menunjukkan kekuasaan dan otoriternya.

b. Love Withdrawl ; dalam disiplin ini orang tua secara eksplisit maupun implisit menunjukan ketidak senangannya pada perbuatan anak.

c. Induction ; dalam disiplin ini orang tua memberikan penalaran atau petunjuk-petunjuk secara rasional terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh anak.

C. Kedisiplinan Dalam Sekolah

Dokumen terkait