• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN MENGENAI KEDUDUKAN DAN

A. Kedudukan Dan Kewenangan Baitul Mal di Propinsi Aceh

2. Kedudukan dan Susunan Organisasi serta Ruang

1. Kedudukan dan Susunan Organisasi Baitul Mal Aceh

Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwa Baitul Mal Aceh adalah organisasi yang dibentuk oleh Pemerintah Propinsi Aceh, Baitul Mal Aceh merupakan bagian dari lembaga keistimewaan Propinsi Aceh yang terdiri dari 4 lembaga

keistimewaan53. Jika dilihat dari bentuk organisasinya, Baitul Mal Aceh dibagi ke dalam 4 tingkatan, yaitu:

1. Baitul Mal Propinsi54

2. Baitul Mal Kabupaten / Kota 3. Baitul Mal Mukim

4. Baitul Mal Gampong

Baitul Mal Propinsi berkedudukan di ibukota propinsi yaitu kota Banda Aceh, dalam menjalankan fungsinya Baitul Mal propinsi berada di bawah pengawasan gubernur selaku kepala daerah karena Baitul Mal propinsi bertanggung jawab kepada Gubernur. Ketentuan tentang susunan organisasi Baitul Mal Propinsi diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh.

Susunan organisasi Baitul Mal propinsi terdiri dari kepala Baitul Mal, Sekretaris, Bendahara, dan dibantu oleh beberapa bidang, adapun bidang-bidang tersebut adalah:55

1. Bidang Pengawasan yang terdiri dari a. subbidang Monitoring dan evaluasi b. subbidang Pengendalian dan Evaluasi 2. Bidang Pengumpulan yang terdiri dari:

a. subbidang Inventarisasi dan pendataan b. subbidang pembukuan dan pelaporan

53Pasal 2 peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 18 tahun 2008 tentang organisasi dan

tatakerja lembaga Keistimewaan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

54Jika dilihat susunan tingkatan pada pasal 2 qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal,

defenisi Baitul Mal Aceh sama dengan Baitul Mal propinsi yang membawahi semua Baitul Mal di propinsi Aceh.

55Pasal 2 Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata

3. Bidang Pendistribusian dan Pendayagunaan yang terdiri dari: a. subbidang pendistribusian

b. subbidang pendayagunaan

4. Bidang Sosialisasi dan Pengembangan yang terdiri dari: a. subbidang Sosialisasi

b. subbidang pengembangan 5. Bidang Perwalian yang terdiri dari:

a. subbidang Hukum b. sertifikasi dan perwalian

Dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Baitul Mal Aceh maka dibentuklah Sekretariat Baitul Mal Aceh berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Sekretariat Baitul Mal Aceh ini dipimpin oleh seorang Kepala Sekretariat yang secara fungsional bertanggung jawab kepada pimpinan Baitul Mal Aceh dan secara administratif kepada Gubernur melalui Sekretariat Daerah.56

Selanjutnya sekretariat Baitul Mal Aceh mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan administrasi kesekretariatan, dan fungsi menyusun program, memfasilitasi penyiapan program, memfasilitasi dan memberikan pelayanan teknis serta pengelolaan administrasi keuangan, kepegawaian, perlengkapan, rumah tangga dan ketatausahaan pada Baitul Mal Aceh.57 Sampai saat ini Baitul Mal Propinsi Aceh telah memiliki dan membentuk kepengurusan Baitul Mal di tiap Kabupaten dan Kota58diseluruh Propinsi Aceh, yang diharapkan dapat memaksimalkan peran Baitul Mal Aceh.

56Pasal 3 Ayat 1 & 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

57Pasal 4 Ayat 1 & 2 Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 18 Tahun 2008 tentang

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Keistimewaan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

58Hasil wawancara dengan Bapak Salahuddin Hasan Kepala Baitul Mal Kota Banda Aceh,

2. Ruang Lingkup Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh a. Ruang lingkup Kewenangan Baitul Mal Aceh.

Dalam menjalankan fungsinya, Baitul Mal diberikan kewenangan yang terdapat di dalam peraturan perundang-undangan dan qanun mengenai Baitul Mal, adapun ruang lingkup kewenangan Baitul Mal dapat diperinci sebagai berikut:59

1. Mengurus dan mengelola zakat

2. Mengurus dan mengelola Tanah Wakaf

3. Melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat 4. Melakukan sosialisasi zakat, wakaf dan harta agama lainnya 5. Menjadi Wali terhadap anak yang tidak mempunyai walinasab, 6. Menjadi wali Pengawas terhadap walinashab,

7. Menjadi wali pengampu terhadap orang dewasa yang tidak cakap. 8. Menjadi pengelola terhadap harta yang tidak diketahui pemilik atau ahli

warisnya berdasarkan putusan Mahkamah Syari’ah.

9. Membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi umat berdasarkan prinsip saling menguntungkan. Ruang lingkup kewenangan tersebut merupakan kewenangan Baitul Mal yang diatur oleh Peraturan perundang-undangan yang secaramutatis mutandis merupakan ruang lingkup kewenangan yang berdasarkan tingkatan Baitul Mal, baik untuk tingkat propinsi, Kabupaten kota, Mukim dan Gampong. Adapun ruang lingkup kewenangan Baitul Mal Aceh secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Melaksanakan pengurusan dan mengelola Zakat

Zakat adalah Harta yang wajib disisihkan oleh seorang muslim atau badan yang dimiliki oleh orang muslim sesuai dengan ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya,60 dengan kata lain zakat adalah suatu pungutan yang bersifat wajib terhadap orang Islam yang akan disalurkan guna kepentingan masyarakat luas dan untuk pengelolaannya dilakukan oleh badan Amil Zakat yang dibentuk oleh pemerintah.

Khusus di propinsi Aceh, pengurusan dan pengelolaan zakat ini merupakan kewenangan dari Baitul Mal, dasar hukumnya adalah qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal. Adapun zakat yang wajib dibayar terdiri atas zakat fitrah, zakat maal dan zakat penghasilan.61

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa pungutan zakat penghasilan ini menjadi salah satu sumber dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang mana penerimaan atas zakat itu harus disetor ke kas umum daerah. Disamping itu zakat juga berlaku sebagai faktor pengurang terhadap jumlah pajak penghasilan terutang dari wajib pajak, seperti yang diketahui dalam ajaran Islam bahwa zakat dikenakan kepada penduduk yang beragama Islam, sedangkan pajak dikenakan kepada

60Bab I Ketentuan Umum pasal 1 poin 2 Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 Tentang

Pengelolaan Zakat.

61 Zakat Penghasilan menurut Al-qardawi merupakan pungutan zakat yang diperoleh dari

keahlian, baik secara perorangan ataupun secara bersama-sama, yang dimaksud dengan perorangan adalah keahlian perorangan yang berupa profesi, sedangkan yang dilakukan bersama-sama seperti pegawai baik pemerintah maupun swasta yang menerima pembayaran gaji atau upah, Pedoman Pemungutan Zakat, Baitul Mal Aceh, Banda Aceh, 2009, Hal. 7

penduduk yang non muslim, untuk menghindari dari kewajiban pembayaran double duties(kewajiban rangkap) berupa zakat dan pajak.62

Namun sayangnya masalah ini kurang mendapat respon yang positif dari pemerintah khususnya Dirjen Pajak Keuangan Republik Indonesia sehingga sampai saat ini belum adanya peraturan yang secara tegas mengatur tentang zakat sebagai faktor pengurang pajak penghasilan terutang, sedangkan tahap implementasi pemungutan terhadap zakat penghasilan tersebut telah berjalan, hal tersebut dapat dilihat dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam nomor 60 tahun 2008 tentang mekanisme pengelolaan zakat, yang mana pada pasal 2 mengatur kewenangan untuk mengumpulkan zakat penghasilan dari PNS/Pejabat/karyawan yang beragama Islam, selanjutnya juga ada Instruksi Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 06/instr/2008 tentang pengumpulan zakat penghasilan dikalangan PNS/Pejabat/Karyawan lingkup Pemerintah Provinsi Naggroe Aceh Darussalam, Pemerintah Pusat dan karyawan perusahaan swasta pada tingkat provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Pengumpulan zakat tersebut didominasi oleh zakat pengasilan PNS yang berada didalam lingkup Pemerintah Daerah Aceh.63 2. Melaksanakan pengurusan dan mengelola tanah Wakaf

Wakaf adalah suatu perbuatan penyerahan suatu hak milik yang sifat zatnya tahan lama kepada seseorang atau Nazhir (penjaga wakaf), baik berupa perorangan

62Masfuk Zuhdi,Op. cit,hal. 250 63Amrullah,Opcit,Hal. 39

maupun berupa badan pengelola dengan ketentuan bahwa hasil atau manfaatnya digunakan sesuai dengan syariat Islam.64

Maksud dari digunakan sesuai dengan syariat Islam dapat dilihat di pasal 5 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Wakaf adalah untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum. Kemudian dalam Pasal 9 diatur tentang hal yang dapat menjadi Nazhir adalah:

a. perseorangan b. organisasi c. badan hukum

Fungsi nazhir ini adalah mengurus dan mengawasi harta kekayaan wakaf65, sehingga fungsi nazhir ini menjadi sangat penting karena dalam kenyataannya banyak terjadi kasus harta wakaf yang menjadi terlantar atau beralih tidak sesuai fungsi dan peruntukkannya kepada pihak yang tidak berhak sehingga menimbulkan sengketa dan konflik dalam masyarakat dimana harta kekayaan wakaf itu berada.

Menyangkut wewenang Baitul Mal sebagai pengurus dan pengelolaan harta wakaf dapat dilihat pada pasal 31 qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal, yang menyatakan bahwa Baitul Mal dapat menjadi Nazhir untuk menerima Wakaf dariwakifguna dikelola dan dikembangkan sesuai dengan ketentuan syariat.

64 Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer, Prenada

Media, Jakarta, 2004. Hal. 425.

Adapun jenis harta wakaf yang dikelola oleh Baitul Mal meliputi benda tidak bergerak dan benda bergerak, namun kategori harta wakaf didalam qanun ini masih dirasakan kurang lengkap karena jika dilihat dari penjelasan undang-undang nomor 4 Tahun 2004 tentang Wakaf yang menyatakan bahwa harta wakaf tidak terbatas hanya berbentuk benda bergerak dan tidak bergerak, namun juga benda terhadap Harta kekayaan Intelektual dan hak sewa dapat dijadikan sebagai harta wakaf.66

3. Melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat

Tugas Baitul Mal melakukan pengumpulan, penyaluran dan pendayagunaan zakat, yang dimaksud dengan pengumpulan adalah pemungutan terhadap wajib zakat yang ada di Aceh, setelah dikumpulkan maka selanjutnya akan disalurkan kepada para penerima zakat (asnaf) yang terbagi ke dalam beberapa asnaf yang telah ditentukan, penyaluran zakat tersebut bersifat zakat konsumtif, sedangkan untuk pendayagunaan zakat ialah bersifat zakat produktif seperti penyaluran zakat yang bersifat pinjaman dana bergulir dan pembiayaan.

4. melakukan sosialisasi zakat, wakaf dan harta agama lainnya

Kewajiban sosialisasi ini dilakukan guna meningkatkan Pengetahuan masyarakat dan kesadaran masyarakat akan peran Baitul Mal khususnya dalam bidang zakat, wakaf dan harta agama lainnya sesuai dengan yang diamanatkan perundang-undangan, termasuk juga mensosialisasikan program-program yang direncanakan oleh Baitul Mal, seperti program-program unggulan yang berasal dari dana-dana yang telah dikumpulkan oleh Baitul Mal sehingga dengan demikian Baitul

Mal semakin mudah melakukan tugas-tugasnya dalam meningkatkan kesejahteraan umat.

5. Melaksanakan perwalian terhadap anak yang tidak mempunyai wali Nasab, Menjadi wali Pengawas terhadap walinashabdan wali pengampu terhadap orang dewasa yang tidak cakap bertindak.

Seperti yang diketahui bahwa perwalian adalah merupakan suatu lembaga pengawasan terhadap anak di bawah umur atau belum cakap menurut hukum, yang tidak berada dibawah kekuasaan orang tua serta untuk pengawasan benda atau kekayaan anak tersebut di atur oleh undang-undang.67

Secara umumnya anak yang berada dibawah perwalian adalah: 1. anak sah yang kedua orangtuanya telah dicabut kekuasaan orang tua 2. anak sah yang orang tuanya telah bercerai

3. anak yang lahir diluar perkawinan (naturrlijk kind)68

Didalam literatur Islam perwalian dikenal sebagai kekuasaan (yang dimiliki) seseorang untuk secara langsung melakukan suatu tindakan sendiri tanpa harus bergantung (terikat) atas seizin orang lain.69

Sedangkan yang dimaksud wali nasab adalah wali yang berdasarkan ikatan pertalian darah menurut ukuran terdekat, misalnya bapak, kakak laki-laki (seibu dan sebapak), kakak laki-laki sebapak dan sebagainya, penjelasan tentang wali nasab dapat dilihat didalam pasal 21 Kompilasi Hukum Islam yang membagi wali nasab tersebut pada 4 golongan, yaitu:

67Subekti,Pokok-pokok Hukum Perdata,PT. Intermasa, Jakarta, 1992, hal. 52 68Ibid. hal 53

69Muhammad Amin Summa,Hukum Keluarga Islam Di Dunia Islam,Edisi Revisi, PT, Raja

1. Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.

2. Kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka.

3. Kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka.

4. Kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki mereka.

Jika wali nasab tersebut tidak ada, maka menurut pasal 39 qanun nomor 10 tahun 2007 Baitul Mal dapat ditunjuk menjadi menjadi wali terhadap anak yang tidak mempunyai wali nasab tersebut, akan tetapi jika telah ditetapkan wali terhadap anak tersebut maka Baitul Mal juga diberikan kewenangan untuk menjadi wali pengawas terhadap waliNashab.

Selanjutnya didalam pasal 40 qanun tersebut, Baitul Mal juga diberikan kewenangan sebagai wali pengampu terhadap orang dewasa yang tidak cakap bertindak.

Pengampuan (curatele) ialah suatu lembaga yang khusus mengurus orang dewasa yang tetapi tidak dapat atau kurang mampu untuk bertindak sewajarnya sebagaimana layaknya orang dewasa, sehingga untuk dapat melakukan tindakan-tindakan hukum orang-orang seperti itu masih memerlukan bantuan dari orang lain yang khusus untuk melindungi dan mengamankan segala kepentingan orang yang bersangkutan.70

Pengampuan disebut juga sebagai Al-hajru yang berarti penyempitan dan pencegahan dari seseorang mengelola hartanya, yang dapat dibedakan:71

70Djanius Djamin dan Samsul Arifin,Bahan Dasar Hukum Perdata,Akademi Keuangan dan

Perbankan Perbanas, Medan, 1992, Hal. 86

1. Pengawasan terhadap orang lain, seperti pengawasan terhadap seseorang yang dinyatakan pailit dan mencegah dari mengelola hartanya sendiri yang bertujuan melindungi hak-hak kreditor.

2. Pengampuan terhadap diri, jiwa seperti pengawasan yang dilakukan terhadap anak dibawah umur, orangsafah(bodoh, pandir) dan orang gila.

Baitul Mal dapat menjadi Wali Pengampu dalam hal tidak adanya orang yang menjadi wali pengampu dengan mengajukan permohonan penetapan ke Mahkamah Syariah, Setelah diangkat menjadi wali atau wali pengampu oleh Mahkamah Syariah, maka Baitul Mal dalam menjalankan tugasnya mempunyai kewajiban sebagai berikut:72

1. Mengurus anak atau orang yang berada dibawah pengasuhan/pengampuannya dan harta bendanya dengan sebaik-baiknya.

2. Membuat daftar harta kekayaan anak atau orang sebagaimana dimaksud pada huruf a yang harta kekayaannya berada dibawah kekuasaannya pada waktu memulai jabatannya serta mencatat semua perubahan-perubahannya.

6. Menjadi pengelola terhadap harta yang tidak diketahui pemilik dan ahli warisnya berdasarkan putusan Mahkamah Syari’ah.

Dalam lapangan hukum telah diatur bahwa setiap orang dapat mempunyai hak kebendaan (zakelijk recht), yakni hak yang memberikan kekuasaan langsung kepada seseorang yang berhak untuk menguasai sesuatu benda didalam siapapun benda tersebut berada.73 Benda atau harta tersebut dapat saja dialihkan atau beralih kepada pihak lain, barang yang bernilai ekonomis disebut sebagai harta kekayaan, beralihnya

72Pasal 42 qanun nomor 10 tahun 2007 tentang Baitul Mal

73Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional¸edisi Pertama, Cet.

hak atas harta tersebut bisa dengan cara melalui jual beli dan hibah/pemberian atau perwarisan kepada ahli waris.

Semenjak terbitnya qanun nomor 10 tahun 2007 tersebut, harta yang telah diserahkan untuk dikelola oleh Baitul Mal Aceh khususnya di wilayah Baitul Mal Kota Banda Aceh berdasarkan penetapan dari Mahkamah Syariah adalah sebagai berikut:

a. Putusan nomor: 350/Pdt.P/2007/MSy-BNA yang menetapkan biaya ganti rugi Bangunan/bangunan yang tidak diketahui pemilik/ahli waris pasca tsunami sebesar Rp. 1.070.200.000,- (satu milyar tujuhpuluh juta duaratus ribu rupiah) dibawah pengelolaan Badan Baitul Mal Kota Banda Aceh. Sejumlah uang tersebut diatas merupakan hasil ganti rugi dari pelebaran jalan sampai ke pelabuhan Ulee Lheue di kecamatan Meuraxa.

b. Putusan nomor: 133/Pdt.p/2008/Msy-BNA yang menetapkan biaya ganti rugi tanah yang tidak diketahui pemilik/ahli waris pasca tsunami sebesar Rp. 3.146.050.000,- (tiga milyar seratus empatpuluh enam juta limapuluh ribu rupiah) dibawah pengelolaan Badan Baitul Mal Kota Banda Aceh. Sejumlah uang tersebut diatas merupakan hasil ganti rugi dari pelebaran jalan Sultan Iskandar Muda, pembangunan tanggul Lampaseh Aceh dan perluasan Krueng Neng/drainase Zona I dari pusat Kota sampai ke Pelabuhan Ulee Lheue di kecamatan Meuraxa dan kecamatan Jaya Baru. c. Putusan nomor: 73/Pdt.p/2010/MS-BNA yang menetapkan biaya ganti

tsunami sebesar Rp. 186.729.820.,- (Seratus delapan puluh enam juta tujuhratus duapuluh sembilan juta delapanratus duapuluh rupiah) dibawah pengelolaan Badan Baitul Mal Kota Banda Aceh. Sejumlah uang tersebut diatas merupakan hasil ganti rugi dari tanah/bangunan untuk pelebaran jalan Sultan Iskandar Muda, kecamatan Meuraxa.

d. Putusan nomor: 42/Pdt.p/2011/MS-BNA menetapkan pengalihan dana sejumlah Rp. 21.678.043,- (duapuluh satu juta enamratus tujuhpuluh delapan ribu empat puluh tiga rupiah) dan tanggung jawab pengelolaannya dari Bank Aceh Syariah cabang Banda Aceh kepada Baitul Mal Banda Aceh. Sejumlah uang tersebut diatas merupakan simpanan milik nasabah yang tidak diketahui keberadaan pemilik atau ahli warisnya.

7. Membuat perjanjian kerjasama dengan pihak ketiga untuk meningkatkan pemberdayaan ekonomi umat berdasarkan prinsip saling menguntungkan

Baitul Mal pada prinsipnya juga memiliki dua sisi kelembagaan yakni berfungsi sebagai lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang bersifat nirlaba (sosial) yang sumber dananya didapat dari sumber-sumber yang telah disebutkan diatas, juga berfungsi sebagai lembaga keuangan yang berorientasi laba, yang penyalurannya dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi yang dijalankan dalam prinsip Syariah. Salah satu program yang telah dilaksanakan oleh Baitul Mal adalah program zakat produktif melalui dana bergulir. Program ini berjalan dengan menyisihkan sebagian dana dari Baitul Mal untuk dijadikan sebagai

modal usaha bergulir dimana adminstrasi penyaluran dipisahkan dan tidak bercampur dengan administrasi keuangan Baitul Mal.74

Dalam kenyataannya, kerjasama dengan pihak ketiga ini sebenarnya telah ada sejak lama di Indonesia dengan model organisasi privat yang selama ini dikenal sebagai Baitul Mal wat-Tamwil yang merupakan lembaga keuangan Islam dan biasanya berbentuk Koperasi yang membantu bisnis skala kecil yang dianggap kurang potensial bagi bank.75

b. Kewenangan dan Kewajiban Baitul Mal Aceh

Kewenangan dan kewajiban Baitul Mal Aceh dapat dilihat pada pasal 10 dan pasal 11 qanun nomor 10 tahun 2007. Adapun kewenangan Baitul Mal Aceh adalah sebagai berikut:

1. Mengumpulkan dan mengelola serta menyalurkan zakat mal, zakat pendapatan dan jasa/ honorrium serta harta agama dan wakaf yang berlingkup propinsi. Untuk zakat mal meliputi BUMN, BUMD Aceh, dan perusahaan swasta besar, sedangkan untuk zakat pendapatan dan jasa/ horrorium berasal dari;

1. Pejabat /PNS/ TNI-POLRI, Karyawan Pemerintah pusat yang berada di Ibukota Propinsi

2. Pejabat/PNS/ karyawan lingkup Pemerintah Aceh 3. Pimpinan dan Anggota DPRA

4. Karyawan BUMN/BUMD dan perusahaan swasta besar pada tingkat propinsi 74Amrullah,Opcit,Hal. 26

75Sukron Kamil. Et al, Revitalisasi Filantropi Islam, Studi Kasus Lembaga Zakat dan Wakaf

dan;

5. Ketua, anggota dan karyawan lembaga dan Badan daerah tingkat propinsi 2. Membentuk Unit Pengumpul Zakat (UPZ)

3. Meminta Laporan secara periodik setiap 6 (enam) bulan dari Baitul Mal Kabupaten/Kota.

4. Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap kegiatan Baitul Mal Kabupaten/Kota.

Sedangkan kewajiban Baitul Mal Aceh terdiri dari:

1. Menyampaikan laporan dan pertanggungjawaban secara periodic setiap 6 bulan kepada Gubernur

2. Menginformasikan pertanggungjawaban sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat.

3. Sumber Pembiayaan Kegiatan Baitul Mal Aceh

Sumber pembiayaan Baitul Mal dapat dibedakan berdasarkan tingkatan Baitul Mal, yaitu:76

1. Baitul Mal Aceh

Baitul Mal Aceh memperoleh sumber pembiayaan yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) yang dibebankan pada propinsi dan sumber lain yang tidak mengikat yang diperoleh dengan tidak bertentangan dengan peraturan-peraturan perundang-undangan. Ketentuan segala biaya ini dibebankan kepada APBA juga dipertegas didalam Peraturan Gubernur 76Pasal 43 Qanun Nomor 10 Tahun 2007 tentang Baitul Mal

Nomor 92 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelaksana Baitul Mal Aceh77

2. Baitul Mal Kabupaten/Kota

Baitul Mal Kabupaten/Kota memperoleh sumber pembiayaan yang berasal dari APBA yang dibebankan pada propinsi dan sumber lain yang tidak mengikat yang diperoleh dengan tidak bertentangan dengan peraturan- peraturan perundang-undangan.

3. Baitul Mal Kemukiman Dan Baitul Mal gampong

Baitul Mal kemukiman dan Baitul Mal gampong memperoleh sumber pembiayaan yang dibebankan kepada senif amil zakat, dan/atau hasil pengelolaan harta agama yang berada dibawahnya.

Baitul Mal kemukiman dan Baitul Mal gampong tidak memperoleh pembiayaan dari pemerintah propinsi ataupun pemerintah kota, didalam undang- undang yang menyangkut Baitul Mal tidak mengatur alasan kenapa Baitul Mal kemukiman dan Baitul Mal gampong tidak termasuk kedalam pembiayaan dari Propinsi maupun dari Kabupaten/Kota.

B. Kedudukan dan Kewenangan Baitul Mal Kota Banda Aceh 1. Susunan Organisasi Baitul Mal Kota Banda Aceh

77Pasal 32 Peraturan Gubernur Nomor 92 Tahun 2008 tentang Susunan Organisasi dan Tata

Baitul Mal Kabupaten/ Kota berada di bawah Baitul Mal Propinsi dan berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota serta bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota, adapun susunan Organisasi Baitul Mal Kabupaten/kota hampir sama dengan Susunan organisasi Baitul Mal Propinsi. Tidak berbeda dengan Baitul Mal Propinsi, dalam menunjang pelaksanaan tugas dan fungsi Baitul Mal Kabupaten/Kota juga dibentuk Sekretariat Baitul Kabupaten/Kota berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 37 Tahun 2009 tentang Pedoman Organisasi

Dokumen terkait