• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Direksi Dalam UUPT

BAB II : TANGGUNG JAWAB DIREKSI ATAS KERUGIAN DALAM

B. Kedudukan, Tugas, dan Tanggung Jawab Direksi Berdasarkan

1. Kedudukan Direksi Dalam UUPT

Direksi menurut UUPT merupakan satu organ yang di dalamnya terdiri dari satu atau lebih anggota yang dikenal dengan sebutan Direktur (tunggal). Dalam hal perseroan memiliki lebih dari satu anggota Direktur disebut Direksi, maka salah satu anggota Direksi tersebut diangkat sebagai Direktur Utama (Presiden Direktur).83

Pasal 93 mengatur mengenai siapa yang bisa diangkat menjadi anggota Direksi. Ketentuan ini memberikan persyaratan orang-orang yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi adalah sebagai berikut:84

a) Syarat Pokok. Yaitu orang perorangan (person or individual), dan cakap

melakukan perbuatan hukum (bevoegd, competent). Paling tidak telah mencapai umur 21 (dua puluh satu) tahun, tidak ada batasan sampai umur berapa akan tetapi biasanya samapi umur 70 (tujuh puluh) tahun. Yang bersangkutan tidak sakit jiwanya dan tidak berada dalam kuratele;

b) Tidak ada syarat kulifikasi pendidikan. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 93 Ayat (1) bahwa tidak mengatur secara spesifik kualifikasi pendidikan menjadi Direksi;

c) Tidak disyaratkan nasionalitas atau tempat tinggal. Selanjutnya dalam Pasal 93 Ayat (1) juga tidak diatur syarat nasionalitas maupun tempat tinggal Direksi; dan

82

Ibid., hal. 343.

83

Gunawan Widjaja., Op. cit., hal. 53. Penyebutan istilah Direktur ini merupakan terjemahan dari kata director, dan saat ini sudah lazim dalam penyebutan anggota Direksi dalam Anggaran Dasar perseroan. Istilah Direktur Utama (Presiden Direktur) merupakan irtilah yang juga berangkat dari kebiasaan praktik dan telah diakui penggunaannya oleh Menteri Kehakiman dan HAM.

84

d) Tidak disyaratkan harus pemegang saham. Undang-undang juga tidak mensyaratkan harus pemegang saham yang menjadi Direksi, sebab apabila pemegang saham sebagai Direksi ini tidak memiliki saham lagi, maka mesti mengundurkan diri.

UUPT (yang dimaksud adalah UUPT 2007, selanjutnya disebut dalam penelitian ini UUPT saja) secara umum menyatakan dalam Pasal 92 Ayat (3) bahwa suatu perseroan sekurang-kurangnya harus diurus oleh satu orang atau lebih anggota direksi, dengan pengecualian dalam Pasal 92 Ayat (4), bagi perseroan yang kegiatan usahanya berkaitan dengan menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat, perseroan yang menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat, atau perseroan terbuka wajib mempunyai paling sedikit 2 (dua) orang anggota Direksi.

Mengenai kewarganegaraan Direksi, tidak ada suatu pembatasan mengenai keanggotaan Direksi dalam perseroan. Tidak hanya warga negara Indonesia, melainkan juga warga negara asing yang memenuhi syarat yang ditetapkan (oleh Departemen Tenaga Kerja) dapat menjadi anggota direksi perseroan.85

Dalam UUPT mensyaratkan bahwa anggota Direksi haruslah orang perseorangan. Ini berarti dalam sistem hukum perseroan Indonesia tidak dikenal adanya pengurusan perseroan oleh badan hukum perseroan lainnya maupun oleh

badan usaha lain, baik yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.86

Selanjutnya dalam Pasal 93 Ayat (1) disebutkan orang perorangan tersebut adalah mereka yang cakap untuk bertindak dalam hukum, tidak pernah dinyatakan pailit oleh

85

Ibid., hal. 54.

86

Ahmad Yani., dan Gunawan Widjaja., Seri Hukum Bisnis: Perseroan Terbatas, (Jakarta: Rajawali Press, 1999), hal. 99.

pengadilan maupun yang menjadi anggota Direksi atau Komisari perseroan lain yang pernah manyatakan bersalah telah menyebabkan pailitnya perseroan tersebut dan belum pernah dihukum karena melakukan tindakan pidana yang merugikan keuangan negara dalam jangka waktu lima tahun terhitung sejak tanggal pengangkatannya.

Pasal 94 Ayat (1) UUPT ditentukan bahwa anggota Direksi diangkat harus melalui RUPS. Ini berarti tidak dimungkinkan bagi pengangkatan anggota Direksi di luar rapat dalam perseroan. Pendiri perseroan berhak melakukan pengangkatan anggota Direksi untuk pertama kali pengangkatan anggota Direksi dalam akta pendirian sebagaimana disebutkan dalam Ayat (2). Pada Ayat (3) anggota Direksi diangkat untuk jangka waktu tertentu dan dapat diangkat kembali. Dalam hal ini Anggaran Dasar perseroan mengatur tata cara pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi dan dapat juga mengatur tentang tata cara pencalonan anggota Direksi. Keputusan RUPS mengenai pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi juga menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian tersebut. Dalam hal RUPS tidak menetapkan saat mulai berlakunya pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi tersebut mulai berlaku sejak ditutupnya RUPS. Dalam hal terjadi pengangkatan, penggantian, dan pemberhentian anggota Direksi, Direksi wajib memberitahukan perubahan anggota Direksi kepada Menteri untuk dicatat dalam daftar Perseroan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal keputusan RUPS tersebut. Dalam hal pemberitahuan belum dilakukan, Menteri

menolak setiap permohonan yang diajukan atau pemberitahuan yang disampaikan kepada Menteri oleh Direksi yang belum tercatat dalam daftar Perseroan.

Meskipun masa jabatan keanggotaan masing-masing anggota Direksi telah ditentukan dalam Anggaran Dasar perseroan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 94 Ayat (3) dan 94), namun ketentuan tersebut tidaklah membatasi hak dari Rapat Umum Pemegang Saham untuk setiap saat memberhentikan salah satu atau lebih anggota Direksi sebelum berakhirnya masa jabatan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar, baik dengan mengangkat penggantinya yang baru maupun dengan hanya memberhentikan keanggotaan Direksi yang bersangkutan selama dan sepanjang syarat minimum jumlah anggota Direksi sebagaimana ditentukan dalam Anggaran Dasar maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku tetap dipertahankan. Keputusan Rapat Umum Pemegang Saham tersebut hanya dapat diambil setelah anggota Direksi yang hendak diberhentikan tersebut diberikan kesempatan untuk membela diri maupun menyatakan pendapatnya dalam Rapat Umum Pemegang Saham.

Selain pemberhentian permanen oleh RUPS, UUPT memungkinkan juga melakukannya skorsing atau pemberhentian sementara anggota Direksi, baik oleh RUPS maupun oleh Dewan Komisaris. Pemberitahuan mengenai pemberhentian sementara tersebut wajib disampaikan secara tertulis kepada anggota Direksi yang bersangkutan. Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pemberhentian sementara harus diselenggarakan RUPS untuk mencabut keputusan pemberhentian sementara tersebut atau secara formal memberhentikan

secara tetap anggota Direksi tersebut. Dalam RUPS tersebut, anggota Direksi yang bersangkutan diberikan kesempatan untuk membela diri. Jika dalam jangka waktu tiga puluh hari RUPS tidak diselenggarakan, maka pemberhentian sementara tersebut menjadi batal demi hukum dan anggota Direksi yang diberhentikan sementara tersebut menjabat kembali sebagai anggota Direksi perseroan dengan segala hak dan kewajibannya. Selama masa pemberhentian sementara tersebut, anggota Direksi berkenaan tidak diperkenankan untuk menjalankan tugasnya sebagai anggota Direksi.87

Pemberhentian anggota Direksi dalam perseroan dapat juga disebabkan oleh hal-hal tidak terpenuhinya kembali syarat-syarat mengenai keanggotaan Direksi sebagaimana ditentukan dalam UUPT, peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku, maupun anggaran dasar perseroan. UUPT memberikan kebebasan kepada para pendiri maupun pemegang saham perseroan untuk menentukan sendiri ketentuan mengenai pengisian sementara jabatan anggota Direksi dalam hal, kerena pemberhentian tersebut, jabatan Direksi menjadi lowong atau kurang dari persyaratan minimum yang diperlukan.

2. Tugas, Wewenang, dan Tanggung Jawab Direksi Menurut UUPT

Secara aktual hakekat perseroan sebagai badan hukum dan merupakan wadah perwujudan kerjasama para pemegang saham. Perwujudan kerjasama para pemegang saham ini membutuhkan organ-organ yang dapat berfungsi untuk menjaga kelangsungan keberadaan perseroan. Organ-organ tersebut terdiri dari RUPS, Dewan

87

Komisaris, dan Direksi Perseroan. Dalam hal ini yang dibahas adalah tugas dan tanggung jawab Direski sebagai salah satu organ perseroan.88

Tugas dan tanggung jawab Direksi kepada perseroan dan pemegang saham perseroan telah dimulai sejak pengangkatan Direksi perseroan dan perseroan telah memperoleh status badan hukum. Hal itu dapat ditemukan dalam ketentuan Pasal 29 dan Pasal 30 UUPT. Ketentuan ini mewajibkan Direksi perseroan mendaftarkan Akta Pendirian atau Anggaran Dasar perseroan, (dan perubahan-perubahannya) yang telah disahkan (dan disetujui) oleh Menteri Kehakiman dan HAM beserta surat pengesahannya (dan perubahan-perubahan anggaran dasar perseroan lainnya yang cukup hanya dilaporkan kepada Menteri Kehakiman dan HAM) dalam suatu daftar perusahaan yang diselenggarakan berdasarkan undang-undang tentang Wajib Daftar Perusahaan Nomor 3 Tahun 1982.

Menurut Pasal 1 Ayat (5) UUPT, Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, baik di dalam maupun di luar Pengadilan sesuai dengan ketentuan Anggaran Dasar.

Pasal 92 Ayat (1) UUPT, Direksi menjalankan pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Menurut Pasal 92 Ayat (1) yo Pasal 1 Ayat (5) UUPT ini, tugas wewenang dan tanggung jawab Direksi adalah mengurus perseroan (daden van beheer) untuk kepentingan

88

perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan antara lain dalam pengurusan sehari-hari Perseroan.

Ketentuan Pasal 92 Ayat (1) UUPT 2007 tersebut merupakan penyempurnaan ketentuan Pasal 82 yo Pasal 85 Ayat (1) UUPT 1995. Pasal 92 Ayat (2), Direksi berwenang menjalankan pengurusan sesuai dengan kebijakan yang dipandang tepat, dalam batas undang-undang dan/atau AD. Yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat” adalah kebijakan yang antara lain didasarkan pada keahlian, peluang yang tersedia, kelaziman dalam dunia usaha sejenis.

Kebijakan yang dipandang tepat di dalam Pasal 92 Ayat (2) UUPT ini secara teoritis masuk dalam kategori “blanket norm” (open norm). Apa yang dimaksud dengan “kebijakan yang dipandang tepat” hanya diberikan contoh secara demonstratif (tidak limitatif) dengan kata-kata. Dalam contoh itu ada kaedah yang mengatakan bahwa kebijakan secara tepat itu didasarkan atas “kelaziman dalam dunia usaha sejenis”.89

Kelaziman dalam dunia usaha sejenis ini secara teoritis sulit diberikan kriterianya atau ukurannya. Di dalam praktek tidak tertutup kemungkinan dapat diberikan tafsiran secara luas atau sempit. Oleh sebab itu perlu “kearifan” Direksi sebagai organ perseroan yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab mengurus perseroan. Pengurusan itu hanya menyebut untuk kepentingan Perseroan. Faham klasik kebijakan pengurus itu harus ditujukan untuk kepentingan pemagang saham. Namun setelah diikutinya faham institutional, orientasi pengurusan perseroan

89

dimaksudkan kepada maksud dan tujuan perseroan itu sendiri. Masih ada kepentingan lain dalam pengurusan perseroan yaitu kepentingan untuk karyawan, kepentingan pihak ketiga, kepentingan negara dan sebagainya. UUPT merumuskannya di dalam Pasal 92 adalah untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan. Faham modern orientasi kepentingan pengurusan tidak lagi hanya tertuju pada pemegang saham, tetapi juga stakeholders yang lain.90

Pengaturan demikian bertujuan memberikan perlindungan hukum kepada perseroan dan sekaligus kepada pemegang saham secara internal. Jika pihak ketiga (orang di luar perseroan) yang dirugikan atas perbuatan Direksi, maka pihak ketiga tersebut berdasarkan alas hak umum “perbuatan melawan hukum” ex Pasal 1365 KUH Perdata dapat saja melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri terhadap Direksi yang bersangkutan. Karena hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 97 Ayat (1) UUPT bahwa Direksi bertanggung jawab atas pengurusan perseroan sebagaimana diatur dalam Pasal 92 Ayat (1), maka kepada Direksi itulah diajukan gugatan tersebut.

Pengurusan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), wajib dilaksanakan dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab. Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan bila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya tersebut. Dalam hal Direksi terdiri atas dua orang anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab tersebut di atas berlaku secara tenggang rentang

90

bagi setiap anggota Direksi. Anggota Direksi tidak dapat dipertanggungjawabkan atas kerugian tersebut, bila dapat membuktikan:91

1. Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau 2. kelalaliannya;

3. Telah melakukan pengurusan dengan itikad baik dan kehati-hatian untuk

kepentingan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan;

4. Tidak mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak

langsung atas tindakan pengurusan yang mengakibatkan kerugian; dan

5. Telah mengambil tindakan untuk mencegah timbul atau berlanjtnya kerugian

tersebut.

Ketentuan Pasal 97 UUPT 2007 ini merupakan penjabaran lebih lanjut tanggung jawab Direksi terhadap pengurusan perseroan yang diatur di dalam Pasal 82 dan Pasal 85 UUPT 1995. Atas nama perseroan, pemegang saham yang mewakili paling sedikit 1/10 bagian dari jumlah seluruh saham dengan hak suara dapat mengajukan gugatan melalui Pengadilan Negeri terhadap anggota Direksi yang karena kesalahan atau kelalaiannya menimbulkan kerugian perseroan hal ini ditegaskan dalam Pasal 97 Ayat (6) UUPT.

Menurut Pasal 98 Ayat (1) UUPT, Direksi mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar Pengadilan. Kemudian dalam Ayat (2) dalam hal anggota Direksi terdiri lebih dari satu orang, yang berwenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain di dalam Anggaran Dasar. Mengenai kewenangan Direksi sebagaimana ketentuan Ayat (3), Direksi mewakili perseroan adalah tidak terbatas dan tidak bersyarat, kecuali ditentukan lain dalam undang- undang dan Anggaran Dasar atau keputusan RUPS.

91

Ketentuan Pasal 98 Ayat (2) memberikan petunjuk bahwa terhadap Direksi perseroan sistemnya bersifat kolegial, artinya seharusnya terdiri dari lebih satu orang atau lebih. Alasannya adalah, Pertama, sekalipun di dalam struktur organisasi diatur adanya Direktur Utama, Direktur I, II dan seterusnya, tidak berarti bahwa kedudukan Direktur Utama lalu menjadi lebih tinggi dari yang lain, Kedua, bahwa di antara anggota Direksi itu kedudukannya sederajat, dan Ketiga, oleh sebab itu dalam Pasal 98 Ayat (2) ditentukan yang wewenang mewakili perseroan adalah setiap anggota Direksi, kecuali ditentukan lain dalam Anggaran Dasar.92

Bahkan dari sudut pandang Doktrin, kedudukan masing-masing organ perseroan (RUPS, Dewan Komisaris, dan Direksi) pada dasarnya satu sama lain mempunyai kedudukan yang sama atau sejajar, yang satu tidak berada di bawah yang lain, masing-masing mempunyai tugas sendiri-sendiri yang diberikan oleh undang- undang dan Anggaran Dasar. Konsekuensi selanjutnya kiblat Direksi tidak harus hanya tertuju kepada para pemegang saham, tetapi lebih kepada kepentingan perseroan yang cakupannya lebih luas.93

Secara simultan Direksi perseroan juga diwajibkan untuk menyelenggarakan dan memelihara:94

a) Daftar Pemegang Saham perseroan yang berisikan keterangan mengenai

kepemilikan saham dalam perseroan oleh para pemegang saham. Daftar Pemegang Saham memuat segala macam informasi yang ada mengenai kepemilikan saham dalam perseroan, pengalihan hak maupun penjaminan

92

Bismar Nasution (V)., Op. cit., hal. 12.

93

Ibid.

94

Gunawan Widjaja., Op. cit., hal. 59-60. lihat juga Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja., Op.

yang mungkin diberikan atas saham-saham tersebut. Dafatar tersebut harus diperlihatkan oleh direksi dan menjadi dasar pemanggilan terhadap pemegang saham perseroan untuk hadir dalam Rapat Umum Pemegang Saham Perseroan, termasuk untuk menentukan status kepemilikan, penguasaan, dan hal-hal yang melekat pada diri pemegang saham tersebut, tetapi tidak terbatas pada hak untuk hadir dan bersuara dalam rapat, hak untuk menerima deviden dan hak-hak lainnya yang diberikan oleh UUPT kepada pemegang saham, maupun dalam rangka pengalihan dan penjaminan saham tersebut, dengan memperhatikan kepentingan pihak ketiga;

b) Daftar khusus yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham oleh

direksi dan komisaris perseroan beserta keluarganya atas setiap saham yang dimiliki oleh mereka dalam perseroan maupun pada perseroan-perseroan terbatas lainnya. Untuk lebih meningkatkan kualitas bagi orang=orang perseroan dalam melaksanakan fungsinya secara baik, Pasal 43 Ayat (2) UUPT mewajibkan perseroan untuk menyelenggarakan suatu daftar khusus pemegang saham yang memuat keterangan mengenai kepemilikan saham dari anggota direksi dan atau komisaris perseroan beserta keluarganya pada perseroan terbatas tersebut dengan tujuan memperkecil pertentangan kepentingan yang mungkin terbit dalam rangka kepemilikan saham tersebut. Ketentuan tersebut ditidaklanjuti dengan mewajibkan kepada para anggota direksi dan atau komisaris perseroan untuk melaporkan kepemilikan saham mereka beserta keluarga mereka dalam perseroan terbatas tersebut; dan

c) Risalah Rapat Umum Pemegang Saham dan Risalah Rapat Direksi Perseroan.

Tugas-tugas dan tanggung jawab Direksi tersebut sebagaimana diamanahkan Pasal 92 Ayat (2) UUPT harus dilaksanakan oleh seluruh anggota Direksi dengan iktikad baik dan penuh tanggung jawab. Karena pada akhirnya pada suatu saat ketika terjadi kesalahan dan atau kelalaian dalam menjalankan tugas dan atau kewajibannya tersebut akan membawa akibat pertanggungjawaban secara pribadi dari masing- masing anggota Direksi atas setiap kerugian yang diderita oleh perseroan maupun para pemegang sahamnya.

Dalam hal kewenangan mengurus perseroan, Direksi diberikan kewenangan untuk mewakili perseroan baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama perseroan kewenangan ini ditegaskan pada Pasal 1 Angka (5) dan Pasal 99 Ayat

(1). Sehubungan dengan kewenangan Direksi dalam hal tersebut di atas, M. Yahya Harahap, membaginya ke dalam 3 (tiga) hal yaitu:95

a) Kualitas kewenangan Direksi mewakili perseroan tidak terbatas dan tidak

bersyarat. Artinya dalam hal bertindak untuk perseroan Direksi tidak perlu mendapatka kuasa dari perseroan sebab kuasa yang dimilikinya atas nama perseroan adalah kewenangan yang melekat secara inherent pada diri dan jabatan Direksi berdasarkan undang-undang;

b) Setiap anggota Direksi berwenang mewakili perseroan. Ketentuan UUPT

yang berkenaan dengan ini dalam Pasal 98 Ayat (2) yaitu apabila anggota Direksi terdiri dari lebih dari 1 (satu) orang, maka setiap anggota Direksi itu berwenang mewakili perseroan; dan

c) Dalam hal tertentu anggota Direksi tidak berwenang mewakili perseroan.

Yaitu, sesuai dengan Pasal 99 UUPT dalam hal:

1) Terjadi perkara di Pengadilan antara perseroan dengan anggota Direksi yang bersangkutan; dan

2) Anggota Direksi yang bersangkutan mempunyai benturan kepentingan

dengan perseroan.

C. Tanggung Jawab Direksi Atas Kerugian Dalam Pengurusan Perseroan Berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas

Pasal 97 Ayat (3), Ayat (4), dan Ayat (5) mengatur tentang tanggung jawab anggota Direksi atas kerugian perseroan yang timbul dari kelalaian menjalankan tugas pengurusan perseroan, yang dapat diklasifikasikan sebagai:

1) Anggota Direksi Bertanggung Jawab Penuh Secara Pribadi

Anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi (persoonlijk

aansprakelijk, personally liable) atas kerugian yang dialami perseroan apabila:96

a) Bersalah (schuld, guilt or wrongful act); dan

95

M. Yahya Harahap., Op. cit., hal. 349-351.

96

b) Lalai (culpoos, negligence) menjalankan tugasnya melaksanakan pengurusan perseroan.

Seperti yang sudah dijelaskan, dalam melaksanakan pengurusan perseroan, anggota Direksi wajib melakukannya dengan itikad baik (good faith) yang meliputi aspek:97

a) Wajib dipercaya (fiduciary duty) yakni selamanya dapat dipercaya dan

selamanya harus jujur;

b) Wajib melaksanakan pengurusan perseroan untuk tujuan yang wajar dan

tujuan yang layak;

c) Wajib menaati peraturan perundang-undangan;

d) Wajib loyal terhadap perseroan, tidak menggunakan dana dan aset perseroan

untuk kepentingan pribadi, wajib merahasiakan segala informasi;

e) Wajib menghindari tejadinya benturan kepentingan pribadi dengan

kepentingan perseroan, dilarang mempergunakan harta kekayaan perseroan, dilarang menggunakan informasi perseroan, tidak menggunakan posisi untuk kepentingan pribadi, tidak mengambil atau menahan sebahagian keuntungan perseroan untuk pribadi, tidak melakukan transaksi antara pribadi dengan perseroan, tidak melakukan persaingan dengan perseroan, juga wajib melaksanakan pengurusan perseroan dengan penuh tanggung jawab yang meliptui aspek:

1. Wajib seksama dan berhati-hati melakukan pengurusan yakni kehati-

hatian yang biasa dilakukan orang dalam kondisi dan posisi yang demikian yang disertai dengan pertimbangan yang wajar;

2. Wajib melaksanakan pengurusan dengan tekun yakni secara terus-

menerus secara wajar menumpahkan perhatian atas kejadian yang menimpa perseroan; dan

3. Ketekunan dan keuletan wajib disertai kecakapan dan keahlian sesuai dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan yang dimilikinya.

Demikian gambaran ruang lingkup aspek itikad baik (good faith) dan tanggung jawab penuh dan wajib dilaksanakan anggota Direksi dalam mengurus perseroan. Jika anggota Direksi lalai melaksanakan kewajiban itu atau melanggar apa yang dilarang atas pengurusan itu, dan kelalaian atau pelanggaran itu menimbulkan

97

kerugian terhadap perseroan, maka anggota Direksi itu, bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan tersebut.

2) Anggota Direksi Bertanggung Jawab Secara Tanggung Renteng Atas Kerugian

Perseroan

Dalam hal anggota Direksi terdiri dari 2 (dua) orang atau lebih, maka Pasal 97 Ayat (4) menegakkan prinsip penerapan tanggung jawab secara tanggung renteng. Ketentuan Pasal 97 Ayat (4) UUPT tersebut adalah, “Dalam hal Direksi terdiri atas 2 (dua) anggota Direksi atau lebih, tanggung jawab sebagaimana yang dimaksud pada Ayat (3) berlaku secara tanggung renteng bagi setiap anggota Direksi”.

Berdasarkan bunyi dari Pasal 97 Ayat (4) ini, dengan demikian, apabila anggota Direksi lalai atau melanggar kewajibannya mengurus perseroan secara itikad baik dan penuh tanggung jawab sesuai dengan lingkup aspek-aspek itikad baik dan pertanggungjawaban pengurusan yang disebut di atas, maka setiap anggota Direksi sama-sama ikut memikul tanggung jawab secara tanggung renteng terhadap kerugian yang dialami perseroan.

Mengenai alasan pertimbangan penegakan prinsip tanggung jawab secara tanggung renteng ini, tidak dijelaskan dalam UUPT. Menurut penulis pertimbangannya bertujuan agar semua anggota Direksi saling ikut menekuni secara terus-menerus pengurusan perseroan secara solidaritas tanpa mempersoalkan bidang tugas yang diberikan kepadanya, sehingga para Direksi itu secara keseluruhan harus bersatu dan penuh tanggung jawab bekerjasama mengurus kepentingan perseroan. Para Direksi itu harus menghindari terjadinya friksi yang diakibatkan oleh separation

of power yang diembannya. Direksi harus sadar, setiap saat tanggung jawab secara

tanggung renteng selalu menanti, meskipun kesalahan, kelalaian atau pelanggaran itu dilakukan oleh anggota Direksi yang lain, dan meskipun itu terjadi di luar bidang tugasnya serta hal itu terjadi di luar pengetahuannya atau walaupun seorang Direksi itu misalnya tidak ambil bagain sedikit pun atas peristiwa itu, tetap saja harus bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian yang dialami perseroan tersebut.

Penerapan tanggung jawab terhadap Direksi secara tanggung renteng di Indonesia baru dikenal setelah diberlakukannya UUPT 2007. Sebelumnya, baik

Dokumen terkait