• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENDAFTARAN PEMEGANG MEREK DI INDONESIA

2.3 Kedudukan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

f. Telah menjadi milik umum,

g. Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya.

Pada Pasal 6 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek adalah : Permohonan pendaftaran merek ditolak bila merek tersebut: 19

1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek milik pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/ atau jasa yang sejenis;

2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/ atau jasa sejenis; dan

3. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan indikasi geografis yang sudah dikenal;

4. Merupakan atau menyerupai nama orang terkenal, foto, atau nama badan hukum yang dimiliki orang lain, kecuali atas persetujuan tertulis dari yang berhak;

5. Merupakan tiruan atau menyerupai nama atau singkatan nama, bendera, lambing atau symbol atau emblem negara atau lembaga nasional maupun internasional, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang;

6 Merupakan tiruan atau menyerupai tanda atau cap atau stempel resmi yang digunakan oleh negara atau lembaga pemerintah, kecuali atas persetujuan tertulis dari pihak yang berwenang.

2.3 Kedudukan Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual

Merek hanya dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan pemiliknya atau kuasanya. Dalam pendaftaran merek, saat ini dikenal dua macam sistem pendaftaran, yaitu:

1. Sistem Deklaratif

Sistem deklaratif (pasif) mengandung pengertian bahwa pendaftaran itu bukanlah penerbitan hak, melainkan hanya memberikan dugaan, atau sanggahan hukum (rechtsvermoeden), atau presemption iuris bahwa pihak yang mereknya terdaftar itu adalah pihak yang berhak atas merek tersebut

19Riswandi, Budi Agus dan M. Syamsudin, 2004, Hak Kekayaan Intelektual dan budaya Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal. 234

24

adan sebagai pemakai pertama dari merek yang didaftarkan. Menurut sistem ini pemakaian pertamalah yang menciptakan suatu Hak atas Merek.Hak untuk atas merek diberikan kepada pihak yang untuk pertama kali memakai merek tersebut. Arti dalam Yuriprudensi HR tertanggal1 Februari 1932 mengenai untuk pertama kali ini tidak berarti merek yang bersangkutan sudah dipakai sebelum orang lain memakainya ., tetapi sudah dipakai sebelum pihak lawannya memakainya.20

Prosedur pendaftaran lebih ditekankan pada hal-hal yang formal, surat permohonan hanya diterima dan dilihat tanggal pengajuannya. Kemudian, Kantor Merek hanya mencari di dalam registrasinya, apakah sudah ada pihak lain yang lebih dahulu mendaftarkan Merek itu atau Merek yang serupa dengan itu. Kalau tidak ada, surat permohonan tersebut akan dikabulkan.

2. Sistem konstitutif

Sistem konstitutif mempunyai kelebihan dalam soal kepastian hukumnya. BIRPI pada tahun 1967 memberikan suatu model hukum merek dan didalamnya sistem yang dianut adalah sistem konstitutif. Pasal 4 ayat (1) isinya menyebutkan :

“Bukankah pemakian, melainkan pendaftarannyalah yang dianggap penting, dan menentukan adanya Merek”. Paragraf I dari Pasal 4 ini menentukan bahwa hak eksklusif atas sesuatu Merek diberikan oleh undang-undang karena pendaftaran (required by registration).”

20R. Soerjatin, 1980, Hukum Dagang I dan II , Cetakan ketiga, Jakarta : Pradnya Paramita, hal. 96

25

Pendaftaranlah yang akan memberikan perlindungan terhadap suatu merek. Meskipun demikian, bagi Merek yang tidak terdaftar, tetapi luas pemakainnya, dalam perdagangan (well known trademark), juga diberikan perlindungan terhadapnya terutama dari tindakan persaingan yang tidak jujur (Pasal 50 dan 52 sub a dari Model Law for Developing Countries on Marks Trade Names, and Acts of Unfair Competition). Pemilihan suatu sistem pendaftaran Merek ini berdasarkan alas an tertentu dengan melihat besar kecilnya manfaat yang didapat dengan menggunakan sistem tersebut. Indonesia dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek, dan dalam pngeraturan terakhir dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001tentang Merek telah menggunakan sistem konstitutif . berbeda sebaliknya dengan asas yang dipakai sekarang maka pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 tentang Merek perusahaan dan merek perniagaan, asas dipakai adalah sistem deklaratif. Dengan menggunakan sistem konstitutif ini maka tidak setiap orang atau badannya itu tidak didaftarkan.Hak atas merek ada jika mereknya dimintakan penaftarannya pada Direktorat Jenderal.

Pendaftaran merek di Indonesia bukan merupakan suatu kewajiban. Pemilik merek tidak diwajibkan dan tidak dipaksa untu mendaftarkan mereknya. Tiap orang yang mempunyai suatu merek dapat memakai mereknya itu tanpa mendaftarkan merek-mereknya. Hal ini acapkali kurang dimengerti oleh khalayak ramai. Umumnya publik menganggap bahwa hanya suatu merek yang telah terdaftar adalah yang terkuat karena pendaftaran dianggap menciptakan hak atas suatu merek. Tetapi bukan demikian halnya.

26

Justru melalui pemakain pertama di Indonesia adalah yang menciptakan sesuatu atas merek.Bukan pendaftaran yang tidak merupakan sesuatu keharusan. Pendaftaran hanya memudahkan pembuktian tentang pemakian pertama ini. Merek yang telah didaftarkan ini dapat mencegah bahwa orang lain memakai merek yang sama atau yang mirip untuk barang-barang yang sejenis dengan barang-barang yang telah didaftar pada merek itu. Oleh Karena permohonan pendaftaran merek yang sama atau sama pada pokoknya ini dengan merek yang telah didaftarkan lebih dahulu, permohonan pendaftaran merek belakangan untuk barang-barang yang sejenis ditolak oleh kantor pendaftaran. Penolakan ini diumumkan hingga setiap orang dapat mengetahui hak atas merek-mereknya itu.21

Dalam menyusun Naskah Undang-Undang Merek, ada beberapa asas yang dipertimbangkan dan menjadi satu-kesatuan, yaitu asas kepastian hukum dan berkeadilan, dan asas efisien dan efektif. Dengan memperhatikan asas tersebut diharapkan Undang-Undang Merek nantinya dapat memenuhi harapan para pelaku usaha yang menggunakan dan mendaftar mereknya secara jujur, serta melindungi kepentingannya dalam kegiatan bisnis, juga melindungi kepentingan masyarakat konsumen agar memperoleh produk barang atau jasa yang berkuaitas yang berasal dari pemilik Merek yang sebenarnya, dan mampu mencegah serta mengatasi tindakan pelanggaran Merek dari pengusaha yang bersikap curang.

21Gautama Sudargo, 1986,Hukum Merek Indonesia, Penerbit Alumni, Bandung, hal.98-100

27

Secara umum suatu peraturan perundang-undangan harus memenuhi 3 aspek, yang saling terkait satu dengan yang lain, sebagai berikut:

1. Landasan Filosofis

Landasan filosfis diterapkan dalam Undang-Udang Merek agar memiliki makna dan bermanfaat bagi kepentingan nasional. Meski Indonesia menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia, dan meratifikasi beberapa konvensi internasional dibidang HKI, serta berkewajiban melindungi kepentingan pemilik Merek yang sebenarnya, dan beritikad baik dapat melindungi khalayak ramai terhadap tiruan atau pemalsuan barang-barang dan jasa yang membonceng suatu barang atau jasa yang sudah terkenal sebagai barang dan jasa yang bermutu baik dan unggul. Keseimbangan dan berkeadilan dalam mengimplementasi sistem Merek dengan tetap memperhatikan kepastian hukum dalam penegakan hukumnya, tetapi juga tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional secara umum merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam landasan yuridis, dan sosial yang termasuk dalam Undang-Undang Merek. Oleh karena itu, meski pemilik Merek terdaftar memiliki hak eksklusif atas pendaftaran Mereknya, namun pendaftaran Merek itu dapat dihapuskan apabila tidak digunakan setelah jangka waktu tertentu. Selain itu, jangka waktu perlindungan Merek pun dibatasi selama 10 tahun, dan akan bisa digunakan dan didaftarkan oleh pihak lain apabila pemilik Merek awal itu tidak mengajukan permohonan perpanjangan atas Merek terdaftarnya.

Hak Merek merupakan hak yang diberikan oleh negara kepada perseorangan atau badan hukum untuk memanfaatkan sebuah merek

28

yang tidak boleh diikuti oleh pihak lain. Apabila terdapat pihak yang mengikuti merek yang telah didaftarkan tersebut, maka si pengguna merek berkewajiban untuk memperoleh persetujuan atau membayarkan rolalty kepada pemegang hak merek. Secara filosofis, hak merek diatur oleh pemerintah melalui peraturan perundang-undangan (UU Merek) dengan tujuan untuk menjamin hak perseorangan atau hak privat yang dimiliki orang atau badan hukum atas suatu hasil pemikiran (cipta) berupa merek. Pemerintah menghormati hak tersebut dengan cara melindungi dengan Undang-Undang khusus agar dengan prosedur pendaftaran sebagaimana diatur dalam Undang-Undang dimaksud agar hak kekayaan intelektual seseorang berupa meek tidak digunakan atau disamai oleh orang lain dengan melawan hukum.

2. Landasan Sosiologis

Bagi negara–negara anggota WTO, antisipasi terhadap liberalisasi perdagangan (termasuk pelaksanaan TRIPs), tidak cukup hanya dengan menyiapkan perangkat peraturan perundang-undangan. Perlindungan Merek sangat penting dalam suatu negara sebagai suatu hak yang dihasilkan oleh kemampuan intelektualita manusia dan oleh karena itu Merek perlu mendapatkan perlindungan hukum yang memadai sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam Persetujuan TRIPs. Merek sebagai aset individu maupun perusahaan dapat menghasilkan keuntungan besar apabila dikelola dengan baik serta memperhatikan aspek bisnis dan proses manajemen yang baik pula. Merek merupakan karya intelektual yang memiliki nilai ekonomi, dan

29

dapat meningkatkan nilai tambah (added value) atau daya saing terhadap produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan.

Merek merupakan hak eksklusif dan merupakan karya intelektual yang memiliki nilai ekonomi yang dapat meningkatkan nilai tambah atau daya saing terhadap produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 tentang Merek melindungi individu atau pemilik Merek atau anggota masyarakat dalam pergaulannya dengan masyarakat secara umum. Kesan kualitas bisa didefinisikan sebagai persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan yang berkenaan dengan maksud yang diharapkan. Kesan kualitas adalah pertama-tama sebuah persepsi para pelanggan. Kesan kualitas merupakan suatu perasaan yang tak nampak dan menyeluruh mengenai suatu Merek produk dan/atau jasa. Akan tetapi biasanya kesan kaulitas didasarkan pada dimensi-dimensi yang termasuk dalam karakteristik produk tersebut dimana Merek dikaitkan dengan hal-hal seperti keandalan dan kinerja.

Untuk memahami kesan kualitas, diperlukan identifikasi dan pengukuran terhadap dimensi-dimensi yang mendasarinya, namun kesan kualitas itu sendiri merupakan suatu konsepsi yang ringkas dan universal. Berbagai upaya dapat digunakan untuk membangun Merek dengan meningkatkan kesadaran terhadap Merek yang bersangkutan atau melakukan segala aktifitas penelitian dan pengembangan untuk meningkatkan mutu produk. Merek memiliki fungsi sebagai tanda pembeda, jaminan kualitas dan tanda asal barang, memegang peranan

30

penting dalam era perdagangan bebas. Perlindungan hukum terhadap pemegang merek melalui UU Merek dilakukan untuk menjamin hubungan sosial yang baik serta hubungan bisnis yang sehat dalam persaingan dunia usaha. Merek memberikan nilai pembeda bagi suatu produk yang dimiliki oleh orang/badan hukum agar setiap pelaku usaha terpacu untuk meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang dihasilkan. Meningkatnya kualitas barang dan/atau jasa akan menimbulkan atmosfire persingan usaha yang sehat serta berpengaruh pada perlindungan hak-hak konsuen.

3. Landasan Yuridis

Sejak Indonesia menjadi anggota Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Tentang Agreement Establishing the World Trade Organization22, Globalisasi utamanya berawal pada perubahan dan perkembangan di bidang ekonomi untuk menuju tataran ekonomi antar bangsa yang adil dan kesejahteraan untuk sebagian besar masyarakat dunia. Globalisasi mengandung makna yang dalam dan terjadi di segala aspek kehidupan seperti ekonomi, politik, sosial budaya, ilmu pengetahuan. teknologi dan sebagainya. Indonesia sebagai anggota WTO wajib ikut serta dan meratifikasi seluruh perjanjian dan kesepakatan yang ditentukan oleh organisasi tersebut. Keadaan ini menuntut Indonesia untuk segera menyesuaikan dan mengharmonisasikan dengan berbagai perangkat

22http://haki2008.wordpress.com/tag/hak-Merek-Indonesi,diakses:01.33 pm:tgl22-01-2017

31

peraturan perundang-undangan. Dalam era perdagangan bebas, HKI merupakan faktor penting dalam menciptakan sistem perdagangan bebas yang adil, dimanama salah tersebut sangat memegang peranan penting, terutama untuk melindungi khalayak ramai terhadap tiruan atau pemalsuan barang-barang danjasa yang membonceng suatu barang atau jasa yang sudah terkenal sebagai barang dan jasa yang bermutu baik dan unggul.

Salah satu ketentuan dalam WTO adalah aspek-aspek dagang yang terkait dengan HKI atau Agreement on Trade Related Aspect of Intellectual Property Right (TRIPs). Persetujuan TRIPs merupakan Persetujuan yang mengatur tentang Aspek-aspek Perdagangan yang mensyaratkan adanya perlindungan terhadap HKI yang merupakan standar internasional dan harus dipakai berkenaan dengan HKI, termasuk Merek. Sejak 62 berlakunya UU No. 15 tahun 2001, dalam praktiknya masih ditemui kendala-kendala. UU No. 15 Tahun 2001 tidak sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum dalam masyarakat, dan harus dirubah dengan melakukan penyesuaian dengan konvensi-konvensi di bidang Merek, baik yang sudah diratifikasi yaitu Persetujuan TRIPs, Konvensi Paris dan Trademark Law Treaty, maupun konvensi yang akan di ratifikasi, yaitu Protokol Madrid.

Prosedur Permohonan Pendaftaran Merek di Indonesia telah diatur dalamketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1993 tentang Tata Cara Permohonan Pendaftaran merek.Dalam peraturan tersebut telah cukup diatur bagaimana prosedur yang harus ditempuh seseorang untuk mendaftarakan

32

mereknya. Selain itu, dalam peraturan tersebut diatur pula mengenai permohonan perpanjangan jangka waktu perlindungan merek terdaftar, menghapus pendaftaran merek terdaftar oleh pmilik merek, permohonan dan pencatatan kembali, perubahan dan penariakan kembali permohonan pendaftaran merek, dan pencantuman nomor pendaftaran merek.23

Permohonan pendaftaran merek diajukan secara tertulis kepada Direktorat Jenderal. Surat permohonan pendafataran merek tersebut harus diajukan dalam bahasa Indonesia kepada Direktorat Jenderal dengan dilengkapi :

a. Surat pernyataan Merek yang didaftarkan adalah miliknya

Surat pernyataan bahwa Merek yang dimintakan pendaftaran adalah miliknya, termasuk didalamnya bahwa merek yang dimintakan pendaftarannya tidak meniru merek orang lain, baik untuk keseluruhan maupun pada pokoknya. Surat pernytaan tersebut ditandatangani oleh pemilik merek dan bermeterai cukup.Apa bila surat pernyataan tersebut tidak mengunakan bahasa Indonesia, harus disertai terjemahnnya dalam bahasa Indonesia.

b. Dua puluh helai etiket Merek yang bersangkutan

Etiket tersebut berukuran maksimal 9 x 9 cm, atau minimal 2 x 2 cm. etiket yang berwarna harus disertai pula satu lembar etiket yang tidak berwarna (hitam putih). Etiket Merek yang menggunakan bahasa asing dan atau didalamnya terdaftar huruf selain huruf latin atau angka yang tidak lazim digunakan dalam bahasa Indonesia wajib disertai

23Djumhana Muhamad,2014, Hak Milik Intelektual, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 257-260

33

terjemahannya dalam bahasa Indonesia, dalam huruflatin, atau angka yang lazim digunakan dalam bahasa Indonesia serta cara mengucapkannya dalam ejaan Latin.

c. Tambahan Berita Negara

Tambahan Berita Negara yang memuat akta pendirian badan hokum atau salinan yang sah akta pendirian badan hokum apabila pemilik merek adalah badan hokum Indonesia.

d. Surat Kuasa Khusus

Surat Kuasa Khusus apabila permohonan pendaftaran merek diajukan melalui kuasa.Surat kuasa ini juga harus berisikan penyebutan merek yang dimintakan pendaftarannya.

e. Pembayaran biaya yang telah ditentukan

Bukti penerimaan permohonan pendaftaran yang pertama kali yang menimbulkan hak prioritas, dengan disertai terjemahannya dalam bahasa Indonesia, apabila permohonan pendaftaran merek diajukan dengan menggunakan hak prioritas.

f. Salinan peraturan penggunaan Merek Kolektif

Salin peraturan penggunaan merek kolektif apabila permohonan pendaftaran merek aka digunakan sebagai merek kolektif.

Direktorat Jenderal untuk menentukan diterima atau ditolaknya permohonan pendaftarantersebut mengadakan pemeriksaan substantif yang diselesaikan paling lama dalam jangka waktu 9 bulan. Setelah selesai pemeriksaan substantif, keluar ke perusahaan atas permohonan tersebut, disetujui atau ditolak. Jika suatu pendaftaran Merek ditolak berdasarkan alasan

34

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Yang Tidak Didaftar Dan Yang Ditolak, Pasal 5 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Yang Tidak Didaftar Dan Yang Ditolak, dan Pasal 6 Undang- Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek Yang Tidak Didaftar Dan Yang Ditolak, pendaftar masih bias minta banding kepada komisi banding Merek.

Pendaftar yang ditolak pndaftaran mereknya, dalam mengajukan banding harus beralasan dengan mengurangi hal-hal yang menjadi keberatan terhadap dasar dan pertimbangan Direktorat Jederal. Adapun tata cara pengajuan permohonan banding tersebut, yaitu :

a) Diajukan oleh orang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hokum yang permohonan pendaftaran mereknya ditolak.

b) Apabila dilakukan melalui kuasa permohonan banding tersebut wajib dilengkapi dengan surat kuasa khusus

c) Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia kepada Ketua Komisi Banding dengan tembusan kepada pimpinan Direktorat Jederal.

d) Diajukan dalam jangka waktu tidak boleh lebih dari 3 bulan terhitung sejak tanggal penerimaan surat pemberitahuan penolakan.

e) Permohonan banding dapat dilakukan secara langsung ke Direktorat Jenderal atau dikirim melalui jasa pos.

Menurut Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, pemeriksaan kelengkapan persyaratan pendaftaran merek Direktorat Jenderal berperan sebagai berikut :

35

Direktorat Jenderal melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan persyaratan pendaftaran Merek sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Permohonan Pendaftaran Merek, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Permohonan Pendaftaran Merek, Pasal 10 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Permohonan Pendaftaran Merek, Pasal 11 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Permohonan Pendaftaran Merek, dan Pasal 12 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Permohonan Pendaftaran Merek.

Administrasi atas merek sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek, dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal (untuk saat ini Departemen Hukum dan Hak Asas Manusia). Berdasarkan pelaksanaan tugas administrasi merek, maka Direktort Jenderal menyelenggarakan sistem jaringan dokumentasi dan informasi merek yang bersifat nasional, yang mampu menyediakan informasi tentang merek seluas mungkin kepada masyarakat.24

Penghapusan pendaftaran merek atas prakarsa Direktorat Jenderal tersebut dicatat dalam daftar umum merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek. Permohonan penghapusan pendaftaran merek oleh pemilik merek atau kuasanya, baik sebagai atau seluruh jenis barang dan/atau jasa, diajukan kepada Direktorat Jenderal dan pengapusan pendaftaran merek tersebut dicatat dalam Daftar Umum Merek dan diumumkan dalam Berita Resmi Merek.

36

Direktorat Jenderal melaksanakan pengapusan merek yang bersangkutan dari daftar umum merek dan mengumumkannya dalam Berita Resmi Merek apabila putusan badan peradilan tersebut telah diterima dan mempunyai kekuatan hokum tetap. Artinya, putusan Pengadilan Niaga yang tidak diajukan kasasi dari Makamah Agung menjadi dasar bagi Direktorat Jenderal untuk melaksanakan pengapusan merek. Penghapusan pendaftaran merek dilakukan oleh Direktorat Jenderal dengan mencatat merek yang bersangkutan dari Daftar Umum Merek dengan memberikan catatan tentang alas an dan tanggal penghapusan tersebut.

Penghapusan pendaftaran yang dimaksud diberitahukan secara tertulis kepada pemilik merek atau kuasanya dengan menyebutkan alasan penghapusan dan menegaskan bahwa sejak tanggal mencoretan dari daftar umum merek, sertifikat Merek yang bersangkutan dinyatakan tidak berlaku lagi, yang berarti pula penghapusan pendaftaran merek mengakibatkan berakhirnya perlindungan hukum atas merek yang bersangkutan.

37 BAB III

AKIBAT HUKUM TERHADAP MEREK YANG DIDAFTARKAN

Dokumen terkait