• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kedudukan Hukum Barang Jaminan yang telah Dipasang Hak Tanggungan yang Disita oleh Kantor Pajak

Terhadap setiap objek jaminan kredit yang diserahkan debitur dan disetujui bank, harus segera diikat sebagai jaminan utang. Bank seharusnya mengikat objek jaminan kredit secara sempurna, yaitu dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur jaminan utang. Pengikatan atau penguasaan jaminan kredit seharusnya dilakukan sebelum diizinkannya debitur menarik dana kredit. Keharusan pengikatan dan penguasaan jaminan kredit merupakan bagian dari persyaratan administratif yang sudah diselesaikan sebelum kredit disalurkan kepada debitur. Sehubungan dengan adanya persyaratan administrasi yang ditetapkan dalam peraturan intern bank, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan hendaknya bank tidak menyetujui permohonan penarikan kredit yang diajukan debitur sebelum seluruh persyaratan adminstratif diselesaikan oleh debitur, termasuk mengenai pengikatan dan penguasaan jaminan kreditnya.86

Perjanjian pengikatan jaminan utang adalah perjanjian accesoir. Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan atau berkaitan dengan perjanjian pokok. Perjanjian ini timbul karena adanya perjanjian pokok yang mendasarinya. Salah satu perjanjian accesoir adalah berupa perjanjian pengikatan objek jaminan kredit yang dibuat bank bersama debitur atau pemilik objek jaminan kredit berupa pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

86M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007,Hlm. 132

Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian utang piutang yang menimbulkan utang yang dijamin. Dengan kata lain, perjanjian Hak Tanggungan adalah suatu perjanjianaccesoir. Dalam butir 8 UUHT disebutkan :

” Oleh karena Hak tanggungan menurut sifat merupakan ikutan atau accesoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya”.

Bahwa perjanjian Hak Tanggungan adalah suatu perjanjian accesoir adalah berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) UUHT yaitu karena :

(a) Pasal 10 ayat (1) UUHT menentukan bahwa perjanjian untuk memberikan hak tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan.

(b) Pasal 18 ayat (1) huruf a menentukan Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan.

Bank sebagai pemegang Hak Tanggungan atas barang jaminan mempunyai hak didahulukan dari kreditur lain untuk memperoleh pelunasan kredit dari hasil penjualan (pencairan) objek jaminan kredit bila debitur cidera janji. Dalam ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata ditetapkan tentang adanya kreditur yang didahulukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Peraturan perundang-undangan yang menetapkan hak didahulukan (hak diutamakan) kepada kreditur sebagimana

yang dimaksud oleh ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata adalah mengatur tentang lembaga jaminan, gadai, hipotek, hak tanggungan dan jaminan fidusia dan dalam hal ini merupakan lembaga jaminan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang dalam ketentuannya menetapkan memberikan hak didahulukan kepada kreditur.87

Sebagai pemegang Hak Tanggungan tersebut bank memang mendapatkan hak didahulukan, akan tetapi hal tersebut dapat dikesampingkan apabila barang jaminan yang dipasang Hak Tanggungan tersebut berkaitan dengan pailit, perampasan barang jaminan oleh negara karena korupsi dan karena penyitaan barang jaminan oleh Kantor Pajak.

Dalam hal penyitaan barang jaminan yang disita oleh Kantor Pajak seperti terjadi pada KPP Pratama Medan Kota yaitu CV XX merupakan wajib pajak sekaligus sebagai pengusaha kena pajak (PKP) yang bergerak dalam usaha jual-beli. Yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan jasa Kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk pengusah kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Syarat pengusaha yang wajib menjadi PKP yaitu apabila

memiliki Pendapatan bruto (omset) dalam 1 (satu) tahun buku mencapai Rp. 4.800.000,000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah).88

Pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean dan atau melakukan ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor jasa kena pajak dan atau ekspor barang kena pajak tidak berwujud diwajibkan:89

1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. 2. Memungut pajak yang terutang.

3. Menyetorkan pajak pertambahan nilai yang masih harus dibayarkan dalam hal pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukkan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang.

4. Melaporkan perhitungan pajak

CV. XX selain wajib pajak dan PKP juga merupakan nasabah kredit pada Bank YY. Pada Tahun 2010 CV. XX melakukan pengikatan kredit dengan Bank YY dengan jaminan berupa Sertifikat Tanah yang terletak di Kota Medan. CV. XX yang bergerak di bidang usaha jual beli, mulai tahun 2008 s/d 2011 terutang PPN. Dimana setiap transaksi jual beli yang dilakukan, CV. XX sebagai PKP diwajibkan memungut PPN sebesar 10 % dari setiap transkasi jual- beli yang dilakukannya. Pembeli telah membayarkan PPN tersebut kepada CV. XX tetapi CV. XX tidak pernah melaporkan

88

Hasil Wawancara dengan Irvan Jurusita KPP Pratama Medan Kota pada Tanggal 25 Juli 2016

89Thomas Sumarsan,Tax Review dan Strategi Perencanaan Pajak, PT. Indeks, Jakarta, 2012, Hlm. 177.

dan menyetorkan PPN yang telah dipungutnya kepada KPP Pratama Medan Kota. Penyetoran PPN oleh PKP harus dilakukan paling lama ahir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum surat pemberitahuan masa pajak PPN disampaikan. Keterlambatan pembayaran PPN yang terutang adalah sebesar 2 (dua) % (persen) setiap bulan dan bagian bulan dihitung satu bulan penuh dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk penyampaian surat pemberitahuan masa pajak PPN yang terlambat.

Setiap transaksi penjualan yang dilakukan, CV. XX memberikan faktur kepada pembeli sebagai bukti pemungutan pajak. Faktur pajak tidak perlu dibuat secara khusus atau berbeda dengan faktur penjualan, faktur pajak dapat berupa faktur penjualan atau dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai faktur pajak oleh Direktur Jenderal Pajak.

Faktur pajak harus dibuat pada:90

a. Saat penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak. b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan barang kena pajak dan atau sebelum penyerahan jasa kena pajak.

c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

d. Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada bendahara pemerintah sebagai pemungut PPN.

Pemungutan PPN menganut prinsip akrual artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saat impor barang kena pajak, dan saat terutangnya pajak untuk transaksi yang dilakukan melaluielectronic commerce.91

PPN yang telah dipungut oleh PKP wajib dilaporkan kepada KPP Pratama Medan Kota. Pelaporan pajak dengan mengunakan surat pemberitahuan (SPT) sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang terutang.

SPT adalah surat atau formulir atau atau sarana yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketetentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.92

Setiap wajib pajak wajib mengisi SPT baik dalam bentuk formulir kertas atau elektronik dengan benar, lengkap dan jelas dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

PKP melaporkan SPT masa PPN atas PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri, PPN terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa

91Ibid

kena pajak dari luar pabean dan PPN atau PPNBM yang terutang dalam satu masa pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Batas waktu pembayaran atau penyetoran untuk PPN dan PPNBM bagi PKP adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Dalam kurun waktu 2008 s/d 2011 CV. XX tidak pernah melaporkan dan menyetorkan jumlah PPN yang dipungutnya setiap bulan.

Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pelaporan dan penyetoran PPN dilakukan pemeriksaan pajak oleh KPP Pratama Medan Kota, pemeriksaan pajak mempunyai peranan yang strategis dalam rangka pembinaan dan pengawasan kewajiban perpajakan agar pengenaan pajak berjalan dengan baik dan wajib pajak membayar dalam jumlah yang seharusnya.

Ketidakbenaran dalam mengisi surat pemberitahuan dapat diketahui oleh fiskus dengan 2 (dua) cara yaitu :

1. Melalui pemeriksaan terhadap wajib pajak yang bersangkutan.

2. Melalui data yang diperoleh fiskus dari pihak ketiga. Data yang diperoleh fiskus dari pihak ketiga akan dibandingkan dengan laporan wajib pajak . Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan Kota pada tahun 2014 diketahui bahwa CV. XX tidak memenuhi kewajibannya sebagai PKP untuk melaporkan dan menyetorkan PPN yang telah dipungutnya setiap bulannya. Oleh karena terutangnya pajak oleh CV. XX maka KPP Pratama Medan Kota menerbitkan Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Fungsi SKP disini adalah sebagai93:

1. Sarana melakukan koreksi fiskal terhadap wajib pajak yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau material dalam memenuhi ketentuan perpajakan

2. Sarana untuk mengenakan sanksi perpajakan

3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak

4. Sarana mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar. 5. Sarana memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

Dengan dikeluarkan SKP ini menjadi dasar penagihan pajak yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan Kota, sesuai dengan bunyi Pasal 18 ayat (1) UU KUP yaitu :

“ Surat Tagihan Pajak (STP), Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan Jumlah Pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak”.

Di tahun 2014 KPP Pratama Medan Kota telah melakukan penagihan pajak dengan melakukan penerbitan surat teguran atau surat peringatan, dikarenakan setelah jatuh tempo diberikannya surat teguran CV. XX tidak juga memenuhi kewajibannya sebagai PKP maka dilakukan penerbian surat paksa. Setelah lewat 21 hari sejak diterbitkan surat paksa, KPP Pratama Medan Kota menerbitkan Surat pelaksanaan penyitaan. Di Januari 2015 KPP Pratama Medan Kota melakukan penyitaan atas

93Billy Ivan Tansuria, Pokok-Pokok Ketentuan Umum Perpajakan, Graha Ilmu, Yofyakarta, 2010, Hlm. 211

seluruh asset CV. XX beserta pengurus CV. XX. Yang salah satu assetnya berupa Sebidang Tanah dan Bangunan yang berdiri diatasnya, yang dibuktikan dengan Sertifikat Kepemilikan atas tanah tersebut atas nama salah satu pengurus CV. XX dan pemblokiran rekening Tabungan dan Deposito atas nama CV. XX dan pengurus CV tersebut.94

Sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) a UU PPSP penyitaan terhadap penanggung pajak badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik :

1. Perusahaan 2. Pengurus 3. Kepala Perwakilan 4. Kepala Cabang 5. Penanggung Jawab 6. Pemilik Modal

Pada dasarnya penyitaan terhadap badan dilakukan terhadap milik perusahaan. Namun apabila nilai barang tersebut tidak mencukupi atau barang milik perusahaan tidak dapat ditemukan atau karena kesulitan dalam melaksanakan penyitaan terhadap barang milik perusahaan, maka penyitaan dapat dilakukan terhadap barang-barang milik yang telah disebutkan diatas.

Pada Pasal 32 ayat (4) UU KUP dijelaskan kembali bahwa yang dimaksud dengan pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut

94 Hasil Wawancara dengan Irvan Jurusita KPP Pratama Medan Kota pada Tanggal 25 Juli 2016

menenyukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.ketentuan pasal ini berlaku pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali.

Salah satu asset yang disita adalah barang jaminan yang diikat dengan Hak Tanggungan pada Bank YY. KPP Pratama Medan Kota telah memberitahukan kepada pihak Bank YY bahwa tanah tersebut telah disita untuk pelunasan utang pajak CV. XX, dan meminta agar sertifikat tanah yang berada di bank YY agar diberikan kepada KPP Pratama Medan Kota. Akan tetapi Bank YY menolak untuk memberikan sertifikat tersebut dikarenakan kredit CV. XX macet diakibatkan dari penyitaan utang pajak. Dalam UUHT Bank YY selaku pemegang Hak Tanggungan mempunyai kedudukan yang diutamakan apabila debiturnya yaitu CV. XX cidera janji. Tetapi dengan adanya ketentuan dalam pasal 21 UU KUP, negara dalam hal ini diwakili oleh KPP Pratama Medan Kota mempunyai hak mendahului untuk tagihan pajak atas barang-barang CV. XX. Dengan dilakukannya penyitaan secara sah oleh juru sita pajak KPP Pratama Medan Kota, berarti mengambil alih penguasaan tanah dan bangunan dari CV. XX secara fisik dan yuridis beserta hak-hak yang melekat atas tanah dan bangunan tersebut. Hak-hak atas tanah dan bangunan yang secara yuridis beralih penguasaannya kepada Negara c.q Kepala KPP Pratama Medan Kota. Setelah dilakukan penyitaan, KPP Pratama Medan Kota mengirimkan pemberitahuan secara

tertulis kepada BPN Kota Medan untuk memblokir sertifikat Tanah milik CV. XX tersebut dikarenakan tanah tersebut telah disita oleh KPP Medan Kota.95

Dalam penjelasan Pasal 21 ayat (1) disebutkan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahului atas barang-barang milik penanggung pajak. Dasar mendahulu utang pajak ini tidak terlepas dari arti pentingnya pajak bagi negara. Dikarenakan pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang potensial. Pajak merupakan sumber utama untuk pembiayaan anggaran belanja dan pembangunan nasional. Penerimaan negara dari sektor pajak ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana kepentingan umum yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga negara mempunyai kedudukan yang diutamakan.

Kedudukan negara yang mempunyai hak mendahului apabila dikaitkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa dalam putusan tersebut tagihan pembayaran upah buruh dikategorikan sebagai hak istimewa umum (berdasarkan ketentuan Pasal 1149 KUHPerdata) dan ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Berdasarkan putusan tersebut menempatkan pembayaran atas upah buruh dan pekerja sebagai prioritas pertama dari pembayaran dalam hal terjadi kepailitan dengan pertimbangan buruh menjadikan satu-satunya sumber mempertahankan hidupnya dan keluarganya. Setelah kewajiban

95 Hasil Wawancara dengan Irvan Jurusita KPP Pratama Medan Kota pada Tanggal 25 Juli 2016

pembayaran terhadap upah buruh dan pekerja telah diselesaikan selanjutnya pembayaran utang pajak terhadap krediturpreferenceyaitu negara.

Tingkatan pembagian hasil penjualan harta pailit dalam putusan MK diatas adalah pembayaran pertama diberikan kepada buruh atau pekerja untuk membayar upahnya sisanya dibayarkan kepada negara selaku kreditur dengan hak istimewa (preferent) , pembayaran ketiga diberikan kepada kreditur separatis yakni pemegang Hak Tanggungan dan pembayaran terakhir diberikan kepada kreditur konkuren.

Menurut St. Remy Sjahdeini , kedudukan hak mendahulu negara berdasarkan Pasal 1137, yang mengatur bahwa Hak dari Kas negara, Kantor Lelang dan lain-lain badan umum yang dibentuk pemerintah, untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan itu dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut, diatur dalam berbagai Undang-Undang Khusus yang mengenai hal itu. Dengan demikian maka menurut Pasal 1137 KUH Perdata tersebut kedudukan utang pajak sebagai pemegang hak istimewa dengan hak mendahulu yang merujuk pada pengaturan dalam undang-undang khusus yaitu UU KUP. Atas dasar ketentuan diatas St. Remy Sjahdeini berpendapat piutang negara yaitu pajak kedudukannya lebih tinggi dari Hak Tanggungan

Apabila dikaitkan dengan asas Lex posterior derogate legi priori, dimana asas ini mengatakan bahwa hukum yang terbaru (posterior) mengesampingkan hukum yang lama (prior), bahwa UU KUP sendiri merupakan UU terbaru yaitu UU Nomor 16 Tahun 2009 sedangkan UUHT Nomor 4 Tahun 1996 oleh karenanya kantor pajak mempunyai hak atas untuk mengeksekusi terlebih dahulu atau barang jaminan yang disita. Dalam UU KUP telah secara jelas ditegaskan bahwa negara

mempunyai hak mendahulu negara untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak sehingga ketetapan yang telah dicantumkan pada pasal 21 telah menetapkan negara sebagai kreditur preference yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang yang akan dilelang di muka umum sehingga pembayaran untuk kreditur lainnya diselesaikan setelah utang pajak dilunasi. Sedangkan dalam UU HT sendiri tidak memberikan pengaturan secara jelas mengenai hak dari pemegang Hak Tanggungan apabila barang jaminan yang telah dipasang Hak tanggungan disita oleh negara.

Berdasarkan hasil penelitian walaupun KPP Pratama Medan Kota telah melakukan penyitaan atas SHM atas tanah dan bangunan milik CV. XX, akan tetapi saat KPP Pratama Medan Kota akan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang, Kantor Lelang mempersyaratkan harus ada SHM yang asli dari barang jaminan yang akan dilelang. Hal ini menyebabkan proses lelang tidak dapat dilakukan dikarenakan sertifikat yang asli berada di tangan pemegang Hak Tanggungan yaitu Bank YY. Sedangkan Bank YY juga tidak dapat melakukan eksekusi atas tanah tersebut akibat status blokir atas SHM tersebut yang dilakukan oleh KPP Pratam Medan Kota. Sehingga kedudukan dari kedua belah pihak antara Kantor Pajak dan pemegang Hak Tanggungan dalam hal ini mempunyai hak yang sama atas barang jaminan tersebut.

Adanya dua kepentingan yang berbeda yaitu kantor pajak dengan hak mendahulu negara untuk utang pajak harus melakukan penagihan agar tercapai target pajak untuk penerimaan negara dan dilain pihak pemegang Hak Tanggungan juga berkepentingan atas pelunasan utang kredit debitur untuk menjaga agar tidak ada

kredit macet yang dapat memberikan dampak bagi bank. Untuk itu berdasarkan teori roschoe pound hukum harus di fungsikan menurut fungsi-fungsi tertentu untuk mencapai tujuannya, dimana fungsi utama hukum adalah untuk melindungi kepentingan yang ada dalam masyarakat sehingga menertibkan dan mengatur serta menyelesaikan konflik yang terjadi. Negara dalam hal ini Kantor Pajak dapat menyelesaikanwin win solutiondengan tidak merugikan bagi bank selaku pemegang Hak Tanggungan. Seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria, dimana untuk kepentingan umum, negara dapat mengambil alih tanah dari masyarakat namun walaupun negara mengambil alih tanah tersebut negara berkewajiban memberikan kompensasi berupa ganti rugi atas tanah yang diambilnya sehingga tidak merugikan masyarakat. Hal ini dapat juga diterapkan bagi kasus ini kantor pajak bisa memberikan kompensasi atas barang jaminan yang disita dengan memberikan ganti rugi kepada pemegang Hak Tanggungan walaupun tidak sepenuhnya dapat melunasi utang kredit debitur.

Kedudukan barang jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan yang disita oleh negara tidak menghilangkan sifat droit de suite dari barang jaminan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 7 UUHT yang menyatakan bahwa Hak Tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada sehingga Hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak lain dalam hal ini objek Hak Tanggungan tersebut disita oleh Kantor Pajak.

Dalam hal kaitannya dengan teori kepastian hukum sendiri, bahwa dalam UUHT sudah menjelaskan hak-hak dari pemegang Hak Tanggungan akan tetapi

kaitannya dalam hal objek Hak Tanggungan yang disita oleh kantor pajak, hak-hak dari pemegang Hak Tanggungan yang diatur dalam UUHT tidak lagi memberikan kepastian hukum dikarenakan negara mempunyai hak mendahului atas barang-barang wajib pajak yang terutang.

Dokumen terkait