• Tidak ada hasil yang ditemukan

Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Barang Jaminan yang Disita Oleh Kantor Pajak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Perlindungan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Terhadap Barang Jaminan yang Disita Oleh Kantor Pajak"

Copied!
45
0
0

Teks penuh

(1)

A. Pengertian Barang Jaminan

Istilah jaminan merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautieyaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang yang diterima debitur terhadap krediturnya.49

Dalam Perspektif hukum perbankan, istilah jaminan ini dibedakan dengan istilah agunan. Di bawah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan, tidak dikenal istilah agunan yang ada istilah jaminan. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, memberikan pengertian yang tidak sama dengan istilah jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967.50

Arti jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 diberi istilah agunan atau tanggungan sedangkan jaminan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diberi arti lain yaitu keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan

(2)

nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan perjanjian.51

Penjelasan Pasal 8 ayat 1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, menyatakan sebagaimana berikut :

Untuk mengurangi resiko tersebut, jaminan pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dalam arti keyakinan atas kemapuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi kewajibannya sesuai dengan diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh bank. Untuk memperoleh keyakinan tersebut, sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemapuan, modal, agunan dan prospek usaha dari nasabah debitur.

Adapun istilah agunan, ketentuan Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, diartikan sebagai berikut :

Agunan adalah jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah.

Dengan demikian berarti, istilah agunan sebagai terjemahan dari istilah collateral merupakan bagian dari istilah jaminan pemberian kredit atau pembiayan berdasarkan prinsip syariah. Artinya pengertian barang jaminan lebih luas yang terdapat dalam undang-undang perbankan daripada pengertian agunan, di mana agunan berkaitan dengan barang sedangkan jaminan tidak hanya berkaitan dengan

(3)

barang tetapi berkaitan pula dengan character, capacity, capital dan condition of economydari nasabah debitur yang bersangkutan.52

Di dalam seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarkan di Yogyakarta ada yahun 1977 dapat disimpulkan pengertian jaminan adalah menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum jaminan erat sekali dengan hukum benda.53 Jaminan menurut Hartono Hadisoeprapto adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu perikatan. Sedangkan menurut M. Bahsan, jaminan adalah segala sesuatu yang diterima kreditur dan diserahkan debitur untuk menjamin suatu hutang piutang dalam masyarakat.54

Lembaga jaminan ini diberikan untuk kepentingan kreditur guna menjamin dananya melalui suatu perikatan khusus yang bersifataccesoir dari perjanjian pokok (perjanjian kredit atau pembiayaan) oleh debitur dengan kreditur.

Perjanjian jaminan yang dibuat antara kreditur (bank) dengan debitur atau pihak ketiga yang membuat suatu janji dengan mengikatkan benda tertentu atau

52Ibid. 53

Salim HS,Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, Hlm. 22

(4)

kesanggupan pihak ketiga dengan tujuan memberikan keamanan dan kepastian hukum pengembalian kredit atau pelaksanaan perjanjian pokok.55

Barang yang dapat dijadikan jaminan haruslah suatu benda atau suatu hak yang dapat dinilaikan ke dalam uang. Untuk menguangkan benda jaminan perlu bahwa benda itu dialihkan kepada pihak lain. Oleh karena itu, barang yang dijadikan jaminan haruslah juga benda atau hak yang boleh dialihkan kepada pihak lain.56

Karena Lembaga jaminan mempunyai tugas melancarkan dan mengamankan pemberian kredit, jaminan yang baik (ideal) itu adalah57:

a. Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya.

b. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk meneruskan usahanya.

c. Memberikan kepastian kepada si pemberi kredit, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, yaitu apabila perlu dapat dengan mudah diuangkan untuk melunasi utangnya si pengambil kredit.

Adapun kegunaan kebendaan jaminan antara lain58:

1. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk mendapat pelunasan dari agunan apabila debitur melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali utangnya pada waktu yang telah ditetapkan dalam perjanjian.

55 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda lain Yang

Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horisontal,PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2011, Hlm. 236

56

Rachmadi Usman,Op. Cit, Hlm. 70 57Ibid.

(5)

2. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk meninggalkan usaha atau proyeknya dengan merugikan diri sendiri atau perusahaannya dapat dicegah atau sekurang-kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat diperkecil. 3. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi janjinya, khususnya

mengenai pembayaran kembali sesuai dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan atau pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan yang telah dijaminkan.

Mengenai lembaga jaminan, ketentuan dalam Pasal 1131 KUH Perdata menyatakan :

Segala kebendaan si berutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

Kemudian dalam Pasal 1132 KUH Perdata dinyatakan :

Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila di antara para berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.

Berdasarkan kedua ketentuan pasal tersebut diatas lembaga jaminan dapat dibedakan berdasarkan sifatnya yaitu :

1. Hak jaminan yang bersifat umum

(6)

sama untuk mendapatkan pelunasan utang dari hasil pendapatan penjualan segala kebendaan yang dipunyai debitur. Semua kreditur mempunyai kedudukan yang sama (kreditur Konkuren), oleh karena itu untuk pelunasan utang dibagi secara seimbang berdasarkan besar kecilnya jumlah tagihan dari masing-masing kreditur. Hak jaminan yang bersifat umum ini timbul karena undang-undang sehingga tidak perlu diperjanjikan sebelumnya.

2. Hak jaminan yang bersifat khusus

Kedudukan kreditur pada jaminan yang bersifat khusus ini tidak sama, sesuai dengan ketentuan pasal 1132 KUH Perdata seorang kreditur tertentu mempunyai kedudukan yang diutamakan daripada kreditur yang lainnya (kreditur preferent). Yang menjadi kreditur preferent tersebut dinyatakan dalam pasal 1133 KUH Perdata yang berbunyi :

Hal untuk didahulukan di antara orang-orang yang berpiutang terbit dari hak istimewa, dari gadai dan dari hipotek.

Dari ketentuan pasal diatas, diketahui bahwa hak jaminan yang bersifat khusus itu terjadi59:

a. Diberikan atau ditentukan oleh undang-undang sebagai piutang yang diistimewakan (Pasal 1134 KUH Perdata)

b. Diperjanjikan antara debitur dan kreditur, sehingga menimbulkan hak preferensi bagi kreditur atas benda tertentu yang diserahkan debitur.

(7)

Hak Jaminan yang bersifat khusus dapat dibedakan menjadi dua yaitu : 1. Jaminan yang bersifat kebendaan (zakelijke zekerheidsrechten),

Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang kreditur kedudukan yang lebih baik, karena :

a. Kreditur didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu milik debitur dan atau

b. Ada benda tertentu milik debitur yang dipegang oleh kreditur atau terikat kepada hak kreditur, yang berharga bagi debitur dan dapat memberikan suatu tekanan psikologis kepada debitur untuk melunasi hutang-hutangnya adalah karena benda yang dipakai sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga dan telah dianggap atau diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan.60

Sesuai dengan sifat-sifat kebendaan, hak jaminan kebendaan memiliki ciri-ciri yaitu61:

a. Mempunyai hubungan langsung dengan atau atas benda tertentu milik debitur.

60J. Satrio,Hukum Jaminan Hak Jaminan Kebendaan,PT. Citra Adtya Bakti, Bandung, 2007, Hlm. 12

(8)

b. Dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja (semua orang).

c. Mempunyai sifat droit de suite, artinya hak tersebut mengikuti bendanya di tangan siapapun berada.

d. Yang lebih tua mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. e. Dapat dipindahtangankan atau dialihkan kepada orang lain.

Jaminan kebendaan ini dapat berupa benda bergerak dan tidak bergerak. untuk benda bergerak, dapat dibebankan dengan gadai dan fidusia, sedangkan benda tidak bergerak, dapat dibebankan dengan hipotek, Hak Tanggungan dan fidusia

2. Jaminan perorangan

Jaminan perorangan tidak memberikan hak mendahului atas benda-benda tertentu, tetapi hanya dijamin oleh harta kekayaan seseorang lewat orang yang menjamin pemenuhan perikatan yang bersangkutan. Jaminan perorangan ini dapat berupa penjaminan utang atau borgtocht (personal guarantee), jaminan perusahaan (corporate guarantee), perikatan tanggung menanggung dan garansi bank (bank guarantee).

(9)

dapat dialihkan. Sedangkan jaminan imateriil (perorangan) adalah jaminan yang menimbulkan hubungan langsung pada perorangan tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu dan terhadap harta kekayaan debi tur umumnya.62

Benda-benda yang dapat dijadikan objek jaminan di dalam perjanjian kredit yaitu:

a) Benda bergerak dan tidak bergerak

Benda bergerak yaitu benda yang karena sifatnya dapat dipndahkan atau karena ditentukan undang-undang. Dalam hal ini benda tersebut dibagi lagi ke dalam beberapa kategori yaitu benda bergerak terdaftar dan benda bergerak tidak terdaftar. Perlunya pembagian tersebut dilakukan, karena pembagian tersebut mempengaruhi jenis lembaga jaminan apakah yang akan dipakai dalam mengikat benda tersebut dalam perjanjian kredit.

Benda tidak bergerak, lembaga jaminan yang dipakai untuk mengikatnya dalam suatu perjanjian kredit adalah Hak Tanggungan. Dalam hal ini objek jaminan haruslah berupa benda tidak bergerak berbentuk tanah. Dan dalam proses pengikatannya juga harus dilakukan ke dalam akta atau dokumen tersendiri yaitu dalam bentuk Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT) yang

62 Sri Soedewi Maschjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia Pokok Pokok Hukum

(10)

dilakukan secara terpisah dari perjanjian pokok kreditnya namun kedua perjanjian tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan bulat dari perjanjian kredit itu sendiri.

b) Benda berwujud dan tidak berwujud

Benda berwujud dapat berupa benda atau barang bergerak dan atau benda atau barang tidak bergerak. Sedangkan benda atau barang tidak berwujud yang lazim diterima oleh bank sebagai jaminan kredit adalah berupa hak tagih debitur terhadap pihak ketiga.

B. Hak Tanggungan yang barang jaminan disita.

Bank sebagai badan usaha yang memberikan kredit kepada debitur wajib melakukan upaya pengamanan agar kreditur tersebut dapat dilunasi debitur yang bersangkutan. Kreditur yang tidak dilunasi oleh debitur baik sebagian ataupun seluruhnya akan berdampak kerugian bagi bank, kerugian yang menunjukkan jumlah yang relatif besar akan mempengaruhi tingkat kesehatan bank dan kelanjutan usaha bank. Oleh karena itu pengikatan barang jaminan menjadi penting dikarenakan barang jaminan tersebut berfungsi sebagai pelunasan utang debitur apabila cidera janji. Pengikatan barang jaminan yang beerupa tanah dilakukan dengan menggunakan lembaga Hak Tanggungan.

(11)

tetapi dalam Pasal 57 UUPA disebutkan bahwa selama undang-undang Hak Tangungan belum terbentuk, maka digunakan ketentuan tentang Hipotek sebagaimana yang diatur di dalam KUH Perdata danCredietverband. Perintah Pasal 51 UUPA ini terwujud dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Definisi Hak Tanggungan menurut Pasal 1 ayat (1) UUHT adalah

”Hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnnya”

Dari rumusan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang, Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah dapat diketahui bahwa pada dasarnya suatu Hak Tanggungan adalah suatu benda jaminan pelunasan utang, dengan hak mendahulu, dengan objek jaminannya berupa Hak-Hak Atas Tanah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Dasar Pokok-Pokok Agraria.63

Hak Tanggungan diberikan untuk menjamin pelunasan hutang debitur kepada kreditur, oleh karena itu Hak Tanggungan merupakan perjanjian accesoir pada suatu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang sebagai perjanjian pokok. Kelahiran, eksistensi, peralihan, eksekusi, berakhir dan hapusnya Hak Tanggungan dengan sendirinya ditentukan oleh peralihan dan hapusnya piutang yang

(12)

dijamin pelunasannya. Tanpa ada suatu piutang tertentu yang secara tegas dijamin pelunasannya, maka menurut hukum tidak akan ada Hak Tanggungan.64

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-Benda yang berkaitan dengan Tanah, menyebutkan bahwa yang menjadi Objek Hak Tanggungan adalah :

1. Hak milik 2. Hak guna usaha 3. Hak guna bangunan

4. Hak pakai atas tanah negara, yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani dengan Hak Tanggungan.

5. Hak Milik atas satuan rumah susun yang berdiri di atas tanah Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang diberikan oleh Negara Pembebanan Hak Tanggungan merupakan suatu proses yang terdiri atas dua tahap, yaitu diawali dengan tahap pemberian Hak Tanggungan dan akan diakhiri dengan tahap pendaftaran. Dimana tata cara pembebanan Hak Tanggungan ini wajib memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 (UUHT) tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Tahap pemberian Hak Tanggungan dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang berwenang, dengan pembuatan Akta

(13)

Pemberian Hak Tanggungan, untuk memenuhi syarat spesialitas. Sedangkan tahap pendaftaran Hak Tanggungan dilaksanakan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten setempat, dengan pembuatan buku tanah Hak Tanggungan dan Sertipikat Hak Tanggungan, untuk memenuhi syarat publisitas.65 Berdasarkan prosedur diatas maka momentum lahirnya pembebanan Hak Tanggungan atas tanah adalah pada saat hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan diterbitkan oleh Kantor Pertanahan. Sesuai dengan bunyi Pasal 13 ayat 4 UUHT dinyatakan bahwa Hak Tangungan tersebut lahir pada hari tanggal buku tanah hak tanggungan yaitu tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftarannya. Tanggal penerbitan buku tanah menentukan kedudukan kreditur sebagai kreditur preferen maupun untuk menentukan peringkatnya terhadap sesama krediturpreference.

Salah satu asas-asas Hak Tanggungan adalah Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan. Sesuai dengan yang dikemukakan pada pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT), dapat diketahui bahwa Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lainnya. Kreditur yang dimaksud disini adalah kreditur-kreditur yang memperoleh atau yang menjadi pemegang Hak Tanggungan tersebut.

(14)

Pada Pasal 4 UUHT dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur lainnya ialah:

Bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya. Kedudukan diutamakan tersebut sudah barang tentu tidak mengurangi preferensi piutang Negara menurut ketentuan hukum yang berlaku.66

Hal ini juga tercantum pada Pasal 20 ayat 1 UUHT yaitu : Apabila debitur cidera janji, maka berdasarkan :

a. Hak pemegang Hak tangungan pertama untuk menjual objek Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 atau

b. Titel eksekutorial yang terdapat dalam sertifikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat 2, Objek Hak Tanggungan dijual melalui pelelangan umum menurut tata cara yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan untuk pelunasan piutang pemegang Hak Tanggungan dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lainnya. Ketentuan ayat ini memberikan kemudahan bagi pemegang Hak Tanggungan dalam melakukan eksekusi barang jaminan melalui pelelangan umum jika debitur wanprestasi, kreditur memilik hak diutamakan atas pengambilan pelunasan dari hasil penjualan objek Hak Tanggungan. Apabila dari hasil penjualan barang jaminan tersebut lebih besar dari piutang maka sisanya akan dikembalikan kepada debitur.

Hak preference yang dimiliki oleh pemegang Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud menjadi tidak bermakna manakala berkaitan dengan piutang-piutang negara. Negara memiliki hak yang lebih utama dari kreditur pemegang Hak Tanggungan. Akan tetapi piutang negara yang dimaksudkan tidak menjelaskan

66 Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-Asas, ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah

(15)

piutang negara yang dimaksud karena bisa saja piutang-piutang negara yang berkaitan dengan objek Hak Tanggungan atau semua piutang-piutang negara yang menjadi kewajiban debitur yang bersangkutan.

Defenisi piutang negara menurut Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 adalah jumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan perjanjian atau sebab apapun. Penjelasan pasal tersebut menjabarkan piutang negara sebagai hutang yang :

1. Langsung terhutang kepada negara dan oleh karena itu harus dibayar kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

2. Terhutang kepada badan-badan yang umumnya kekayaan dan modalnya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh negara misalnya Bank-Bank Negara, PT-PT Negara, Perusahaan Negara, Yayasan Perbekalan dan Persediaan dan sebagainya.

Berdasarkan pengertian Pasal 8 Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 piutang negara dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu

1. Piutang Perbankan yaitu kredit macet bank-bank pemerintah

2. Piutang Negara non Perbankan berupa tagihan dari lembaga atau instansi atau badan pemerintah pusat dan daerah selain bank seperti tagihan macet Telkom, PLN, dan lain-lain

(16)

Pembentukan Penyisihan Piutang Tidak Tertagih mengklasifikasikan piutang negara menjadi dua yaitu :

1. Piutang negara penerimaan bukan pajak

2. Piutang pajak yang meliputi dibidang perpajakan dan kepabeanan dan cukai Dalam Rapat antara BUPLN dengan direksi Bank-Bank Pemerintah yang diadakan pada tanggal 25 April 1996, dikemukan bahwa menurut pandangan BUPLN yang dimaksud dengan piutang negara dalam UUHT itu tidak hanya terbatas pajak saja tetapi juga termasuk semua piutang negara sebagaimana menurut Undang-Undang Nomor 49 Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara. Tidak ada prioritas antara utang pajak dang piutang negara lainnya termasuk didalamnya kredit-kredit macet bank-bank pemerintah dan piutang-piutang macet dari BUMN-BUMN yang lain yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp Tahun 1960 diserahkan penagihannya kepada BUPLN.67

Setelah dikeluarkannya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 77 Tahun 2012 BUMN/BUMD tidak termasuk kedalam piutang negara dikarenakan pelimpahan penyelesaiannya tidak lagi kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) melainkan dapat diselesaikan oleh masing-masing manajemen BUMN/BUMD.

Kedudukan piutang negara yang ditafsirkan dalam Angka 4 penjelasan umum UUHT, dapat dilihat pada Pasal 1137 KUH Perdata, ditafsirkan hak untuk didahului dari Negara, Kantor Lelang dan lain-lain badan umum yang dibentuk pemerintah, diatur dalam Undang-Undang Khusus. Dengan kata lain, dapat ditafsirkan bahwa

(17)

jenis piutang negara hanya didahulukan sepanjang hal itu ditentukan dalam Undang-Undang Khusus. Untuk mengetahui jenis-jenis piutang negara yang mana saja harus didahulukan dari gadai dan hipotik serta Hak Tanggungan haruslah kita pelajari adakah Undang-Undang Khusus yang dimaksudkan oleh Pasal 1137 KUH Perdata.68

Dalam Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Urusan Piutang Negara, tidak ditemukan ketentuan yang mengatur mengenai didahulukannya piutang negara dari gadai dan hipotik. Dengan demikian juga untuk didahulukan dari Hak Tanggungan sehingga oleh karena itu pendapat Adolf Warouw, ketentuan PUPN/BUPLN tersebut diatas tidak dapat diterima.69

Setelah mempelajari berbagai Undang yang lain, dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang perubahan atas Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) dapat ditemukan ketentuan yang menyatakan tagihan pajak mempunyai hak mendahului melebihi segala hak mendahului lainnya. Dalam Pasal 21 ayat (3) undang-undang tersebut ditetapkan bahwa hak mendahulu tagihan pajak melebihi segala hak mendahulu lainnya kecuali terhadap :

a. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan suatu penghukuman untuk melelang suatu barang.

b. Biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkan suatu barang.

(18)

c. Biaya perkara yang semata-mata disebabkan pelelangan dan penyelesaian suatu warisan.

Dengan demikian, tagihan pajak sebagai salah satu jenis piutang negara berkedudukan lebih tinggi dari gadai dan Hipotik. Mengingat Hak Tanggungan merupakan pengganti dari hipotik atas tanah, tagihan pajak harus pula didahulukan dari Hak Tanggungan.70

Dari uraian tersebut diatas dapat disimpulkan, bahwa berpedoman kepada ketentuan Pasal 1137 KUH Perdata, piutang negara yang kedudukannya lebih tinggi dari Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam angka 4 Penjelasan Umum UUHT hanya tagihan pajak.71

C. Kewenangan Kantor Pajak dalam Penyitaan Barang Jaminan

Menurut Pasal 21 ayat 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), dikatakan bahwa negara mempunyai hak mendahulu untuk tagihan pajak atas barang-barang wajib pajak, begitu pula atas barang-barang milik wakilnya yang bertanggungjawab secara pribadi dan atau secara renteng. Berdasarkan pasal tersebut diatas maka kedudukan negara adalah sebagai kreditur preference yang mempunyai hak yang diutamakan atau hak mendahului atas barang-barang wajib pajak dan barang-barang milik wakilnya.

(19)

Adanya utang pajak yang dimiliki wajib pajak maka negara berwenang untuk melakukan penagihan pajak. Defenisi penagihan pajak menurut Rochmad Soemitro, adalah serangkaian tindakan dari Aparatur Direktorat Jenderal Pajak karena wajib pajak tidak memenuhi ketentuan undang-undang khususnya mengenai pembayaran pajak.72

Pada Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa (PPSP) defenisi penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang disita.

Berdasarkan defnisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa penagihan pajak merupakan serangkaian tindakan yang dimulai dengan tindakan yang bersifat teguran atau peringatan, kemudian dilanjutkan dengan tindakan-tindakan yang bersifat memaksa yang tujuan agar utang pajak terlunasi.

Penagihan pajak berfungsi yaitu73:

1. Sebagai tindakan penegakan hukum kepada wajib pajak atau penanggung pajak untuk mematuhi peraturan perundang-undangan.

2. Sebagai tindakan pengamanan penerimaan pajak.

72

Rochmad Soemitro, Asas dan Dasar Perpajakan 2, PT. Refika Aditama, Bandung, 1991, Hlm. 76

(20)

Terdapat 3 (tiga) jenis kegiatan penagihan pajak yang dikenal secara umum, 1. Penagihan Pajak Pasif

Penagihan pajak pasif adalah seluruh kegiatan penagihan di luar penagihan aktif dimana seksi penagihan tidak melakukan tindakan yang nyata terhadap wajib pajak atau penanggung pajak agar melunasi utang pajak. Kegiatan ini meliputi saat antara penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan (SK Pembetulan), Surat Keputusan Keberatan (SK Keberatan) dan Putusan Banding oleh seksi terkait hingga Penerbitan Surat Teguran olek seksi penagihan.

Penagihan pajak pasif lebih diarahkan untk mengingatkan wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pajaknya. Dilihat dari sisi aktivitas fiskus, pihak fiskus mulai berperan aktif dalam penagihan pajak tesebut. Tetapi penagihan pasif bukan hanya ditujukan untuk menagih pajak itu sendiri, melainkan juga untuk memberikan pendidikan mengenai tanggung jawab perpajakan kepada rakyat.74

2. Penagihan pajak aktif.

Penagihan pajak aktif adalah keseluruhan kegiatan penagihan yang merupakan kelanjutan dari penagihan pajak pasif dimulai dari

(21)

pemberitahuan Surat Paksa hingga menjual barang yang telah disita dan dalam hal ini seksi penagihan melakukan tindakan yang nyata atas wajib pajak atau penanggung pajak.75

Tahapan Penagihan aktif meliputi : 1. Surat Teguran

Surat teguran atau dapat juga disebut surat peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada wajib pajak untuk melunasi utang pajaknya.76

Dalam ketentuan Pasal 27 ayat 5 PP Nomor 80 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Kewajiban Perpajakan diatur bahwa dalam hal wajib pajak tidak melunasi jumlah pajak yang masih dibayar dalam jangka waktu yang telah ditentukan, pajak yang masih harus dibayar tersebut ditagih dengan terlebih dahulu menerbitkan surat teguran, surat tersebut diterbitkan setelah lewat 7 (tujuh) hari dari tanggal jatuh tempo pembayaran.

Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.03/2008, tanggal 2 Februari 2008, sebagaimana diubah dengan peraturan Menteri Keuangan Nomor 85/PMK.03/2010 diatur bahwa mengenai saat penerbitan surat teguran, tergantung pada ada tidaknya sengketa dalam penetapan pajak. Berbeda dari ketentuan di atas untuk jenis pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan atas Tanah dan Bangunan (BPTHB)

75 Direktorat Jenderal Pajak. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor Kep-19/PJ/1995 tentang Pedoman Tata Usaha Piutang dan Penagihan Pajak

(22)

memiliki tanggal jatuh tempo pembayaran yang dihitung mulai dari tanggal surat diterima oleh wajib pajak. Dalam Jangka waktu 1 (satu) Bulan sejak diterima oleh wajib pajak harus dilunasi. Sedangkan untuk penagihan pajak daerah, berdasarkan pasal 101 ayat 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah diatur bahwa Kepala Daerah menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja setelah terutangnya pajak dan paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak.

Surat Teguran tidak perlu diterbitkan apabila penanggung pajak telah menyampaikan permohonan angsuran atau permohonan penundaan pembayaran pajak, atau telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus. 2. Surat Paksa (SP)

Sesuai dengan Pasal 1 angka 12 yang dimaksud dengan surat paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.77 SP harus menggunakan kepala “Atas Nama Keadilan” Karena perkataan-perkataan itulah SP mendapat kekuatan eksekutorial (kekuatan untuk dijalankan) dan kekuatan itu didapatkannya karena keadilanlah yang semata-mata memerintahkan pelaksanaan itu.78

77Wirawan B. Ilyas,Hukum Pajak, Penerbit Salemba Empat, Jakarta, 2011, Hlm. 75

(23)

Ada tiga hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa (SP) yaitu79:

a. Apabila penanggung pajak tidak melunasi utang pajak sampai dengan tanggal jatuh tempo dan telah diterbitkan surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis.

b. Bahwa terhadap penanggung pajak telah dilakukan penagihan seketika dan sekaligus.

c. Penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

SP yang diterbitkan oleh Kepala kantor Pelayanan Pajak/Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPP/KPPBB) tercantum “Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”, oleh karena itu mempunyai kekuatan eksekutorial dan mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan. Pemberitahuan SP kepada penanggung pajak harus dengan dibacakan oleh juru sita pajak dan kedua belah pihak menandatangani Berita Acara Pelaksanaan Surat Paksa sebagai pernyataan bahwa SP tersebut telah diberitahukan.

SP paling lambat disampaikan 21 (dua puluh satu) hari setelah surat teguran atau surat peringatan atau surat lain yang sejenis diterbitkan. SP yang disampaikan melewati jangka waktu yang telah ditetapkan menjadi batal demi hukum.

(24)

SP terhadap wajib badan diberitahukan jurusita pajak kepada :

1. Pengurus, kepala perwakilan, kepala cabang, penanggung jawab, pemiliki modal, baik ditempat kedudukan badan yang bersangkutan, di tempat tinggal mereka, maupun di tempat lain yang memungkinkan. Dengan demikian pemberitahuan SP terhadap wajib pajak badan dapat disampaikan :

1. Untuk Perseroan Terbatas (PT) kepada pengurus meliputi direksi, komisaris pemegang saham tertentu dan orang-orang yang nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijakan atau pengambilan keputusan dalam menjalankan PT tersebut. Pemegang saham tertentu yang dimaksud disini adalah pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali.

2. Untuk bentuk usaha tetap kepada kepala perwakilan, kepala cabang atau penanggung pajak

3. Untuk badan usaha lainnya seperti persekutuan, firma dan perseroan komanditer kepada dierktur, pemilik modal atau orang yang ditunjuk untuk melaksanakan, mengendalikan serta bertanggung jawab atas perusahaan tersebut.

(25)

2. Pegawai tetap ditempat kedudukan atau tempat usaha badan yang bersangkutan apabila jurusita pajak tidak dapat menjumpai salah seorang sebagaimana yang disebutkan diatas.

4. Surat perintah melaksanakan penyitaan

Kepala KPP yang telah menerbitkan SP dapat menerbitkan Surat Melakukan Penyitaan (SPMP) dalam hal utang pajak tidak dilunasi dalam jangka waktu 2x 24 jam terhitung sejak tanggal SP diberitahukan kepada wajib pajak atau penanggung pajak. Dalam Hal ini, SPMP paling cepat diterbitkan setelah lewat waktu 2x24 jam sejak tanggal Surat Paksa diberitahukan kepada penanggung pajak.

(26)

Berdasarkan Surat Pencabutan Sita yang diterbitkan oleh pejabat KPP Pratama, pencabutan sita dilaksanakan apabila :

1. Penanggung pajak telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak.

2. Adanya Putusan Badan Peradilan Pajak, Misalnya putusan atas gugatan penanggung pajak terhadap pelaksanaan sita.

3. Ditetapkan lain dengan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, misalnya karena adanya sebab-sebab di luar kekuasaan pejabat yang bersangkutan seperti objek sita terbakar, hilang atau musnah.

5. Pelaksanaan lelang

Lelang adalah setiap penjualan di muka umum yang dipimpin oleh pejabat lelang dengan cara penawaran harga secara terbuka/lisan dan atau tertutup/tertulis yang didahului dengan pengumuman lelang.80

(27)

14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. Pengumuman lelang itu sendiri dilakukan dalam waktu sekurang-kurangnya 14 (empat belas) hari setelah pelaksanaan penyitaan.81

Pelaksanaan lelang dalam rangka eksekusi pajak merupakan upaya hukum terakhir dalam rangka mencairkan tunggakan pajak sebagaimana diatur dalam pasal 25 UU Nomor 19 Tahun 2000 tentang PPSP dikatakan bahwa “Apabila utang pajak dan atau biaya penagihan pajak tidak dilunasi setelah dilaksanakan penyitaan, pejabat berwenang melaksanakan penjualan secara lelang terhadap barang yang disita”.

Lelang eksekusi pajak yang penyelenggaraanya dilakukan melalui Kantor Lelang Negara (KLN), mempunyai nilai kekhususan lain yaitu bahwa tindakaan lelang tetap dapat dilaksanakan meskipun tidak ada dokumen-dokumen bukti kepemilikan sepanjang dalam Berita Acara Pelaksanaan Sita disebutkan bahwa dokumen tidak dapat disita.

Namun demikian, khusus untuk lelang dengan objek berupa tanah dan atau bangunan, meskipun tidak ada dokumennya, tetap harus ada dokumen lain berupa Surat Keterangan Tanah (SKT) yang dapat diperoleh dari instansi yang berwenang.82

81Ibid

(28)

6. Penagihan seketika dan sekaligus

Penagihan seketika dan sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh juru sita pajak kepada penanggung pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran dan meliputi seluruh uang pajak dari semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak.83

Penagihan pajak seketika dan sekaligus dilakukan ketika84:

a. Penanggung pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu

b. Penanggung pajak menghentikan atau secara nyata mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang dilakukannya di Indonesia ataupun memindahtangankan barang yang dimiliki atau dikuasainya

c. Terdapat tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usahanya atau berniat untuk itu

d. Badan udaha akan dibubarkan oleh negara

e. Terjadi penyitaan atas barang penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.

Dalam hal terjadi penagihan seketika dan sekaligus, maka penagihan dilakukan terhadap seluruh utang pajak dan semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak. Penyampaian Surat Perintah Penagihan seketika dan

(29)

sekaligus dilaksanakan secara langsung oleh jurusita pajak kepada peanggung pajak.

Ujung tombak dalam pelaksanaan penagihan pajak KPP Pratama dalam hal ini secara khusus adalah jurusita. Jurusita pajak sendiri adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan surat paksa, penyitaan dan penyanderaan”. Jurusita pajak diangkat dan diberhentikan oleh Menteri Keuangan untuk penagihan pajak pusat, dan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota untuk penagihan pajak daerah. Kedudukan jurusita adalah jabatan struktural dan bertanggung jawab atas penagihan pajak yang ditugaskan kepadanya oleh atas langsung. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk dapat diangkat menjadi jurusita pajak adalah kemampuan fisik, mental dan professional.

(30)

Daluarsa penagihan pajak termasuk bunga, denda, kenaikan dan biaya penagihan pajak adalah setelah melampaui waktu 5 (lima ) tahun terhitung sejak penerbitan85:

1. Surat Tagihan Pajak

2. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar

3. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan 4. Surat Keputusan Pembetulan

5. Surat Keputusan Keberatan 6. Putusan Banding

7. Putusan Peninjauan Kembali

Saat daluarsa penagihan pajak ini perlu ditetapkan untuk memberikan kepastian hukum kapan utang pajak tersebut tidak dapat ditagih lagi.

Daluarsa penagihan pajak tertangguh apabila : 1. Diterbitkan surat paksa

2. Ada pengakuan utang pajak dari wajib pajak baik langsung maupun tidak langsung

3. Diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar atau Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan

4. Dilakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

85Departemen Keuangan Republin Indonesia Direktorat Jenderal Pajak, Pedoman Penagihan

(31)

D. Kedudukan Hukum Barang Jaminan yang telah Dipasang Hak Tanggungan yang Disita oleh Kantor Pajak

Terhadap setiap objek jaminan kredit yang diserahkan debitur dan disetujui bank, harus segera diikat sebagai jaminan utang. Bank seharusnya mengikat objek jaminan kredit secara sempurna, yaitu dengan mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur jaminan utang. Pengikatan atau penguasaan jaminan kredit seharusnya dilakukan sebelum diizinkannya debitur menarik dana kredit. Keharusan pengikatan dan penguasaan jaminan kredit merupakan bagian dari persyaratan administratif yang sudah diselesaikan sebelum kredit disalurkan kepada debitur. Sehubungan dengan adanya persyaratan administrasi yang ditetapkan dalam peraturan intern bank, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan hendaknya bank tidak menyetujui permohonan penarikan kredit yang diajukan debitur sebelum seluruh persyaratan adminstratif diselesaikan oleh debitur, termasuk mengenai pengikatan dan penguasaan jaminan kreditnya.86

Perjanjian pengikatan jaminan utang adalah perjanjian accesoir. Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan atau berkaitan dengan perjanjian pokok. Perjanjian ini timbul karena adanya perjanjian pokok yang mendasarinya. Salah satu perjanjian accesoir adalah berupa perjanjian pengikatan objek jaminan kredit yang dibuat bank bersama debitur atau pemilik objek jaminan kredit berupa pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).

(32)

Perjanjian Hak Tanggungan bukan merupakan perjanjian yang berdiri sendiri. Keberadaannya adalah karena adanya perjanjian lain, yang disebut perjanjian induk. Perjanjian induk bagi perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian utang piutang yang menimbulkan utang yang dijamin. Dengan kata lain, perjanjian Hak Tanggungan adalah suatu perjanjianaccesoir. Dalam butir 8 UUHT disebutkan :

” Oleh karena Hak tanggungan menurut sifat merupakan ikutan atau accesoir pada suatu piutang tertentu, yang didasarkan pada suatu perjanjian utang piutang atau perjanjian lain, maka kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin pelunasannya”.

Bahwa perjanjian Hak Tanggungan adalah suatu perjanjian accesoir adalah berdasarkan Pasal 10 ayat (1) dan Pasal 18 ayat (1) UUHT yaitu karena :

(a) Pasal 10 ayat (1) UUHT menentukan bahwa perjanjian untuk memberikan hak tanggungan merupakan bagian tak terpisahkan dari perjanjian utang piutang yang bersangkutan.

(b) Pasal 18 ayat (1) huruf a menentukan Hak Tanggungan hapus karena hapusnya utang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan.

(33)

yang dimaksud oleh ketentuan Pasal 1132 KUH Perdata adalah mengatur tentang lembaga jaminan, gadai, hipotek, hak tanggungan dan jaminan fidusia dan dalam hal ini merupakan lembaga jaminan yang diatur oleh peraturan perundang-undangan yang dalam ketentuannya menetapkan memberikan hak didahulukan kepada kreditur.87

Sebagai pemegang Hak Tanggungan tersebut bank memang mendapatkan hak didahulukan, akan tetapi hal tersebut dapat dikesampingkan apabila barang jaminan yang dipasang Hak Tanggungan tersebut berkaitan dengan pailit, perampasan barang jaminan oleh negara karena korupsi dan karena penyitaan barang jaminan oleh Kantor Pajak.

Dalam hal penyitaan barang jaminan yang disita oleh Kantor Pajak seperti terjadi pada KPP Pratama Medan Kota yaitu CV XX merupakan wajib pajak sekaligus sebagai pengusaha kena pajak (PKP) yang bergerak dalam usaha jual-beli. Yang dimaksud dengan Pengusaha Kena Pajak adalah pengusaha yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan jasa Kena pajak yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai (UU PPN) 1984 dan perubahannya, tidak termasuk pengusah kecil yang batasannya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, kecuali pengusaha kecil yang memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP. Syarat pengusaha yang wajib menjadi PKP yaitu apabila

(34)

memiliki Pendapatan bruto (omset) dalam 1 (satu) tahun buku mencapai Rp. 4.800.000,000,- (empat milyar delapan ratus juta rupiah).88

Pengusaha yang melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean dan atau melakukan ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor jasa kena pajak dan atau ekspor barang kena pajak tidak berwujud diwajibkan:89

1. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. 2. Memungut pajak yang terutang.

3. Menyetorkan pajak pertambahan nilai yang masih harus dibayarkan dalam hal pajak keluaran lebih besar daripada pajak masukkan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang.

4. Melaporkan perhitungan pajak

CV. XX selain wajib pajak dan PKP juga merupakan nasabah kredit pada Bank YY. Pada Tahun 2010 CV. XX melakukan pengikatan kredit dengan Bank YY dengan jaminan berupa Sertifikat Tanah yang terletak di Kota Medan. CV. XX yang bergerak di bidang usaha jual beli, mulai tahun 2008 s/d 2011 terutang PPN. Dimana setiap transaksi jual beli yang dilakukan, CV. XX sebagai PKP diwajibkan memungut PPN sebesar 10 % dari setiap transkasi jual- beli yang dilakukannya. Pembeli telah membayarkan PPN tersebut kepada CV. XX tetapi CV. XX tidak pernah melaporkan

88

Hasil Wawancara dengan Irvan Jurusita KPP Pratama Medan Kota pada Tanggal 25 Juli 2016

(35)

dan menyetorkan PPN yang telah dipungutnya kepada KPP Pratama Medan Kota. Penyetoran PPN oleh PKP harus dilakukan paling lama ahir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak dan sebelum surat pemberitahuan masa pajak PPN disampaikan. Keterlambatan pembayaran PPN yang terutang adalah sebesar 2 (dua) % (persen) setiap bulan dan bagian bulan dihitung satu bulan penuh dan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp. 500.000,- (lima ratus ribu rupiah) untuk penyampaian surat pemberitahuan masa pajak PPN yang terlambat.

Setiap transaksi penjualan yang dilakukan, CV. XX memberikan faktur kepada pembeli sebagai bukti pemungutan pajak. Faktur pajak tidak perlu dibuat secara khusus atau berbeda dengan faktur penjualan, faktur pajak dapat berupa faktur penjualan atau dokumen tertentu yang ditetapkan sebagai faktur pajak oleh Direktur Jenderal Pajak.

Faktur pajak harus dibuat pada:90

a. Saat penyerahan barang kena pajak dan atau penyerahan jasa kena pajak. b. Saat penerimaan pembayaran dalam hal penerimaan pembayaran terjadi

sebelum penyerahan barang kena pajak dan atau sebelum penyerahan jasa kena pajak.

c. Saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pekerjaan.

d. Saat PKP rekanan menyampaikan tagihan kepada bendahara pemerintah sebagai pemungut PPN.

(36)

Pemungutan PPN menganut prinsip akrual artinya terutangnya pajak terjadi pada saat penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak meskipun pembayaran atas penyerahan tersebut belum diterima atau belum sepenuhnya diterima atau pada saat impor barang kena pajak, dan saat terutangnya pajak untuk transaksi yang dilakukan melaluielectronic commerce.91

PPN yang telah dipungut oleh PKP wajib dilaporkan kepada KPP Pratama Medan Kota. Pelaporan pajak dengan mengunakan surat pemberitahuan (SPT) sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang terutang.

SPT adalah surat atau formulir atau atau sarana yang digunakan oleh wajib pajak untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak, dan atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketetentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.92

Setiap wajib pajak wajib mengisi SPT baik dalam bentuk formulir kertas atau elektronik dengan benar, lengkap dan jelas dan menandatangani serta menyampaikan ke Kantor Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

PKP melaporkan SPT masa PPN atas PPN terutang atas kegiatan membangun sendiri, PPN terutang atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau Jasa

(37)

kena pajak dari luar pabean dan PPN atau PPNBM yang terutang dalam satu masa pajak paling lama akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir.

Batas waktu pembayaran atau penyetoran untuk PPN dan PPNBM bagi PKP adalah pada akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Dalam kurun waktu 2008 s/d 2011 CV. XX tidak pernah melaporkan dan menyetorkan jumlah PPN yang dipungutnya setiap bulan.

Untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pelaporan dan penyetoran PPN dilakukan pemeriksaan pajak oleh KPP Pratama Medan Kota, pemeriksaan pajak mempunyai peranan yang strategis dalam rangka pembinaan dan pengawasan kewajiban perpajakan agar pengenaan pajak berjalan dengan baik dan wajib pajak membayar dalam jumlah yang seharusnya.

Ketidakbenaran dalam mengisi surat pemberitahuan dapat diketahui oleh fiskus dengan 2 (dua) cara yaitu :

1. Melalui pemeriksaan terhadap wajib pajak yang bersangkutan.

(38)

Fungsi SKP disini adalah sebagai93:

1. Sarana melakukan koreksi fiskal terhadap wajib pajak yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau material dalam memenuhi ketentuan perpajakan

2. Sarana untuk mengenakan sanksi perpajakan

3. Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak

4. Sarana mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar. 5. Sarana memberitahukan jumlah pajak yang terutang.

Dengan dikeluarkan SKP ini menjadi dasar penagihan pajak yang dilakukan oleh KPP Pratama Medan Kota, sesuai dengan bunyi Pasal 18 ayat (1) UU KUP yaitu :

“ Surat Tagihan Pajak (STP), Surat ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan Jumlah Pajak yang harus dibayar bertambah, merupakan dasar penagihan pajak”.

Di tahun 2014 KPP Pratama Medan Kota telah melakukan penagihan pajak dengan melakukan penerbitan surat teguran atau surat peringatan, dikarenakan setelah jatuh tempo diberikannya surat teguran CV. XX tidak juga memenuhi kewajibannya sebagai PKP maka dilakukan penerbian surat paksa. Setelah lewat 21 hari sejak diterbitkan surat paksa, KPP Pratama Medan Kota menerbitkan Surat pelaksanaan penyitaan. Di Januari 2015 KPP Pratama Medan Kota melakukan penyitaan atas

(39)

seluruh asset CV. XX beserta pengurus CV. XX. Yang salah satu assetnya berupa Sebidang Tanah dan Bangunan yang berdiri diatasnya, yang dibuktikan dengan Sertifikat Kepemilikan atas tanah tersebut atas nama salah satu pengurus CV. XX dan pemblokiran rekening Tabungan dan Deposito atas nama CV. XX dan pengurus CV tersebut.94

Sesuai dengan ketentuan Pasal 14 ayat (1) a UU PPSP penyitaan terhadap penanggung pajak badan dapat dilaksanakan terhadap barang milik :

1. Perusahaan 2. Pengurus

3. Kepala Perwakilan 4. Kepala Cabang 5. Penanggung Jawab 6. Pemilik Modal

Pada dasarnya penyitaan terhadap badan dilakukan terhadap milik perusahaan. Namun apabila nilai barang tersebut tidak mencukupi atau barang milik perusahaan tidak dapat ditemukan atau karena kesulitan dalam melaksanakan penyitaan terhadap barang milik perusahaan, maka penyitaan dapat dilakukan terhadap barang-barang milik yang telah disebutkan diatas.

Pada Pasal 32 ayat (4) UU KUP dijelaskan kembali bahwa yang dimaksud dengan pengurus adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut

(40)

menenyukan kebijaksanaan dan atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.ketentuan pasal ini berlaku pula bagi komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali.

(41)

tertulis kepada BPN Kota Medan untuk memblokir sertifikat Tanah milik CV. XX tersebut dikarenakan tanah tersebut telah disita oleh KPP Medan Kota.95

Dalam penjelasan Pasal 21 ayat (1) disebutkan negara sebagai kreditur preferen yang dinyatakan mempunyai hak mendahului atas barang-barang milik penanggung pajak. Dasar mendahulu utang pajak ini tidak terlepas dari arti pentingnya pajak bagi negara. Dikarenakan pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang potensial. Pajak merupakan sumber utama untuk pembiayaan anggaran belanja dan pembangunan nasional. Penerimaan negara dari sektor pajak ini dimanfaatkan oleh pemerintah untuk membangun sarana dan prasarana kepentingan umum yang dapat meningkatkan kesejahteraan rakyat sehingga negara mempunyai kedudukan yang diutamakan.

Kedudukan negara yang mempunyai hak mendahului apabila dikaitkan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67/PUU-XI/2013 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, bahwa dalam putusan tersebut tagihan pembayaran upah buruh dikategorikan sebagai hak istimewa umum (berdasarkan ketentuan Pasal 1149 KUHPerdata) dan ketentuan Pasal 95 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Berdasarkan putusan tersebut menempatkan pembayaran atas upah buruh dan pekerja sebagai prioritas pertama dari pembayaran dalam hal terjadi kepailitan dengan pertimbangan buruh menjadikan satu-satunya sumber mempertahankan hidupnya dan keluarganya. Setelah kewajiban

(42)

pembayaran terhadap upah buruh dan pekerja telah diselesaikan selanjutnya pembayaran utang pajak terhadap krediturpreferenceyaitu negara.

Tingkatan pembagian hasil penjualan harta pailit dalam putusan MK diatas adalah pembayaran pertama diberikan kepada buruh atau pekerja untuk membayar upahnya sisanya dibayarkan kepada negara selaku kreditur dengan hak istimewa (preferent) , pembayaran ketiga diberikan kepada kreditur separatis yakni pemegang Hak Tanggungan dan pembayaran terakhir diberikan kepada kreditur konkuren.

Menurut St. Remy Sjahdeini , kedudukan hak mendahulu negara berdasarkan Pasal 1137, yang mengatur bahwa Hak dari Kas negara, Kantor Lelang dan lain-lain badan umum yang dibentuk pemerintah, untuk didahulukan, tertibnya melaksanakan itu dan jangka waktu berlangsungnya hak tersebut, diatur dalam berbagai Undang-Undang Khusus yang mengenai hal itu. Dengan demikian maka menurut Pasal 1137 KUH Perdata tersebut kedudukan utang pajak sebagai pemegang hak istimewa dengan hak mendahulu yang merujuk pada pengaturan dalam undang-undang khusus yaitu UU KUP. Atas dasar ketentuan diatas St. Remy Sjahdeini berpendapat piutang negara yaitu pajak kedudukannya lebih tinggi dari Hak Tanggungan

(43)

mempunyai hak mendahulu negara untuk utang pajak atas barang-barang milik penanggung pajak sehingga ketetapan yang telah dicantumkan pada pasal 21 telah menetapkan negara sebagai kreditur preference yang dinyatakan mempunyai hak mendahulu atas barang-barang yang akan dilelang di muka umum sehingga pembayaran untuk kreditur lainnya diselesaikan setelah utang pajak dilunasi. Sedangkan dalam UU HT sendiri tidak memberikan pengaturan secara jelas mengenai hak dari pemegang Hak Tanggungan apabila barang jaminan yang telah dipasang Hak tanggungan disita oleh negara.

Berdasarkan hasil penelitian walaupun KPP Pratama Medan Kota telah melakukan penyitaan atas SHM atas tanah dan bangunan milik CV. XX, akan tetapi saat KPP Pratama Medan Kota akan melakukan pelelangan melalui Kantor Lelang, Kantor Lelang mempersyaratkan harus ada SHM yang asli dari barang jaminan yang akan dilelang. Hal ini menyebabkan proses lelang tidak dapat dilakukan dikarenakan sertifikat yang asli berada di tangan pemegang Hak Tanggungan yaitu Bank YY. Sedangkan Bank YY juga tidak dapat melakukan eksekusi atas tanah tersebut akibat status blokir atas SHM tersebut yang dilakukan oleh KPP Pratam Medan Kota. Sehingga kedudukan dari kedua belah pihak antara Kantor Pajak dan pemegang Hak Tanggungan dalam hal ini mempunyai hak yang sama atas barang jaminan tersebut.

(44)

kredit macet yang dapat memberikan dampak bagi bank. Untuk itu berdasarkan teori roschoe pound hukum harus di fungsikan menurut fungsi-fungsi tertentu untuk mencapai tujuannya, dimana fungsi utama hukum adalah untuk melindungi kepentingan yang ada dalam masyarakat sehingga menertibkan dan mengatur serta menyelesaikan konflik yang terjadi. Negara dalam hal ini Kantor Pajak dapat menyelesaikanwin win solutiondengan tidak merugikan bagi bank selaku pemegang Hak Tanggungan. Seperti yang diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria, dimana untuk kepentingan umum, negara dapat mengambil alih tanah dari masyarakat namun walaupun negara mengambil alih tanah tersebut negara berkewajiban memberikan kompensasi berupa ganti rugi atas tanah yang diambilnya sehingga tidak merugikan masyarakat. Hal ini dapat juga diterapkan bagi kasus ini kantor pajak bisa memberikan kompensasi atas barang jaminan yang disita dengan memberikan ganti rugi kepada pemegang Hak Tanggungan walaupun tidak sepenuhnya dapat melunasi utang kredit debitur.

Kedudukan barang jaminan yang telah dipasang Hak Tanggungan yang disita oleh negara tidak menghilangkan sifat droit de suite dari barang jaminan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 7 UUHT yang menyatakan bahwa Hak Tanggungan mengikuti objeknya dalam tangan siapapun objek tersebut berada sehingga Hak tanggungan tidak akan berakhir sekalipun objek Hak Tanggungan itu beralih kepada pihak lain dalam hal ini objek Hak Tanggungan tersebut disita oleh Kantor Pajak.

(45)

Referensi

Dokumen terkait

Semua faktor motivasi yang dilibatkan dalam penelitian ini berkontribusi terhadap perilaku memainkan game role-playing game (RPG) produksi luar negeri oleh pemain

Dari definisi ini menunjukkan bahwa suatu manajemen sumber daya manusia perlu diterapkan di lembaga sekolah, untuk meningkatkan kualitas sekolah.Hal yang harus

Paling tidak terdapat dua kelompok data yang mempunyai perbedaan proporsi yang bermakna(post hoc analisis digunakan untuk mengetahui kelompok mana yang berbeda

Berdasarkan hasil analisis data, dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran learning cycle efektif dalam meremediasi miskonsepsi siswa pada materi fluida statis

Apabila orang yang mewasiatkan sepertiga barang-barang yang diwasiatkan itu kemudian ahli warisnya bahwa barang-brang yang telah ditentukan itu ternyata lebih dari sepertiga

The procedure was applied to soil samples obtained from a number of coffee farms in Brazil, Vietnam, and Indonesia to assess the prevalence of these species associated both with

Dalam penelitian ini dalam menentukan sebaran puskesmas untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat digunakan data sebaran puskesmas yang ada di Kabupaten

Suatu benda akan mengalami percepatan apabila benda tersebut bergerak dengan kecepatan yang tidak konstan dalam selang waktu tertentu.. Misalnya, ada sepeda yang