• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mengenai kedudukan hukum anak yang lahir dari pasangan pernikahan beda agama ini, kita merujuk pada ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Perkawinan yang menyebutkan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah. Jadi, anak yang dilahirkan dari perkawinan yang sah yang dilakukan baik di Kantor Urusan Agama (untuk pasangan yang beragama Islam) maupun Kantor Catatan Sipil (untuk pasangan yang beragama selain Islam), maka kedudukan anak tersebut adalah anak yang sah dimata hukum dan memiliki hak dan kewajiban anak dan orang tua seperti tertuang dalam Pasal 45 sampai Pasal 49.57

Selain itu, orang tua yang berbeda agama juga perlu memperhatikan ketentuan Pasal 42 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (UUPA) yang berbunyi:

1. Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya.

56 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5b1f94bb9a111/kenali-bentuk-perkawinan-yang-dilarang-hukum-di-indonesia/ diakses tgl 29 September 2019 hari Minggu pkl.11.17 WIB

57 https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/cl101/pernikahan-beda-agama/

diakses tgl 29 September 2019 hari Minggu pkl.12.05 WIB.

2. Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak mengikuti agama orang tuanya

Di dalam penjelasan Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Perlindungan Anak diterangkan bahwa anak dapat menentukan agama pilihannya apabila anak tersebut telah berakal dan bertanggung jawab, serta memenuhi syarat dan tata cara sesuai dengan ketentuan agama yang dipilihnya, dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.58

Sedangkan menurut pandangan agama Islam, Mengenai status anak dari pasangan yang menikah beda agama, adalah sebagai berikut: Jika keduanya tidak jadi menikah maka anak tersebut dinasabkan kepada ibunya. Ini karena anak tersebut hasil perzinaan dan lahir di luar perkawinan yang sah. Dan perzinaan itu tidak menimbulkan dampak menetapan nasab anak tersebut (kepada laki-laki yang berzina dengan ibunya), menurut kesepakatan jumhur (mayoritas) ulama.

Alasannya, nasab itu adalah kenikmatan yang dikurniakan oleh Allah. Dengan ditetapkannya nasab itu seorang ayah wajib menafkahi, mendidik,menjadi wali nikah, mewariskan dan lainnya. Oleh karena nasab itu adalah kenikmatan, maka ia tidak boleh didapatkan dengan sesuatu yang diharamkan.59

Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Cholil Nafis, menegaskan pernikahan beda agama tidak dibolehkan meski memakai cara Islam.

Ia menyebut, tidak mungkin menggabungkan dua syariat yang berbeda. “Ketika akad tidak sah, maka keturunannya tidak sah. Awalnya haram laki-laki dan perempuan, lalu menikah menjadi halal. Kalau akadnya tidak sah, tetap haram.

58 Ibid.

59 https://www.rumahkeluargaindonesia.com/status-anak-hasil-nikah-beda-agama-menurut-islam-10957/ diakses tgl 29 September 2019 hari Minggu pkl.12.29 WIB.

39

Kalau haram tetap zina.”60

Anak yang dilahirkan dari perkawinan seorang wanita muslimah dengan laki-laki non muslim dianggap anak tidak sah. Ketentuan ini didasarkan pada Fatwa MUI yang menyatakan bahwa wanita muslimah haram dan tidak sah secara mutlak menikah dengan laki-laki kafir, baik musyrik, ahli kitab, maupun yang lain. Jika dipaksakan maka pernikahannya dianggap batal dan tidak sah, demikian pula jika mereka melakukan hubungan suami istri maka hukumnya haram. Anak yang dilahirkan dari hubungan perkawinan antara laki-laki muslim dengan wanita non muslim dianggap tidak sah, karena pembolehan laki-laki menikah selain dengan wanita muslimah hanya kepada wanita ahli kitab. Saat ini disepakati tidak ada lagi ahli kitab, karena hampir setiap orang menyatakan diri sebagai pemeluk agama tertentu. Imam Syafi’i meriwayatkan bahwa Atha berkata : “Orang-orang Nasrani Arab bukanlah Ahli Kitab. Yang dikatakan Ahli Kitab hanyalah mereka yang berasal dari Bani Israel dan orang-orang yang diberikan kepada mereka Kitab Taurat dan Injil. Adapun orang yang masuk kepada agama mereka, tidak dianggap sebagai golongan mereka (Ahli Kitab).61

Dalam perkawinan orang tuanya yang berbeda agama, hubungan anak dengan orang tuanya memiliki banyak ketentuan.62

Permasalahan dalam perkawinan beda agama beraneka ragam, yang paling terpenting ialah masalah mengenai agama, yaitu :

a. Jika bapaknya beragama Islam sedang ibunya bukan beragama Islam, maka

60 https://kumparan.com/@millennial/repotnya-nikah-beda-agama-1rHPghB00xo diakses tgl 29 September 2019 hari Minggu pkl.13.01 WIB.

61 M. Hamdan Rasyid, Fiqh Indonesia (Himpunan Fatwa-fatwa Aktual), Al Mawardi Prima, 2003, Jakarta hal.176.

62 Abdul Muta’al al Jabri, Apa Bahayanya Menikah Dengan Wanita Nonmuslim?

Tinjauan Fiqh dan Politik, Gema Insani Press, Jakarta 2003, hal.43.

selama ia belum memilih agama mana yang akan ia anut, ia akan dianggap mengikuti agama Bapaknya. Namun jika ternyata ketika dewasa ia memilih mengikuti agama ibunya yang bukan beragama Islam atau agama selain kedua orangtuanya (bukan beragama Islam) maka anak ini akan terputus hubungan nasab dengan orang tuanya yang beragama Islam (bapaknya).

b. Jika Bapaknya bukan beragama Islam sedang ibunya beragama Islam, maka ia dianggap anak tidak sah, karena ia akan dibangsakan menurut keturunan bapaknya. Namun jika ternyata ketika dewasa ia memilih memeluk agama Islam, maka ia hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya yang beragama Islam saja, dan hubungan nasab (keturunan) antara ia dengan bapaknya terputus.63

Perwalian anak yang dilahirkan dari hubungan perkawinan antara laki-laki yang beragama Islam dengan wanita yang beragama selain Islam menjadi tanggung jawab dan berada di bawah penguasaan bapaknya. Jika sang anak adalah seorang wanita, maka ketika ia akan menikah maka ayahnya (bapaknya) sah untuk menjadi wali nikahnya. Jika ia memilih agama selain Islam, maka perwaliannya tidak lagi ada pada bapaknya. Jika ia wanita maka wali nikahnya tidak bisa diwakilkan kepada ayahnya (bapaknya) karena perbedaan agama antara keduanya.

Perwalian bagi anak yang dilahirkan dari hubungan perkawinan antara wanita yang beragama Islam dengan laki-laki yang beragama selain Islam hanya dikuasakan kepada ibunya saja. Anak yang dilahirkan dalam hubungan perkawinan ini hanya memiliki hubungan nasab dengan ibunya saja.64

Fenomena perkawinan beda agama yang terjadi di kalangan masyarakat

63 Moh. Rifa’I, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, CV. Toba Putra, Semarang 1978, hal.512.

64 Ibid., hal.513.

41

Indonesia bisa menimbulkan berbagai macam permasalahan dari segi hukum, seperti dalam masalah hukum kewarisan. Perkawinan dan hukum kewarisan merupakan dua hal yang saling berkaitan dalam kehidupan manusia, karena dengan proses perkawinan akan terjadi saling mewarisi. Dalam hukum waris Islam, perbedaaan agama tidak bisa saling mewarisi antara satu dengan yang lain.

Demikian juga anak yang dilahirkan dari perkawinan beda agama tidak bisa mewarisi pula. Adapun mengenai hukum warisnya, menurut fiqih anak dari perkawinan beda agama bisa mendapatkan warisan melalui wasiat wajibah yang tidak boleh lebih dari 1/3 dari harta mewaris. Sedangkan menurut KHI, anak tersebut tidak bisa mewaris dari bapaknya dan hanya bisa mewarisi dari pihak ibu dan keluarga ibunya.65

Permasalahan lain yang akan timbul di dalam keluarga beda agama ialah harapan akan lahirnya keluarga sakinah akan sulit dicapai pasangan suami-istri yang berbeda agama, bagaimana mendidik anak-anak mereka. Seorang anak akan kebingungan untuk mengikuti ayahnya atau ibunya. Perkawinan baru akan langgeng dan tenteram jika terdapat kesesuaian pandangan hidup antar suami dan istri, karena jangankan pebedaan agama, perbedaan budaya, atau bahkan perbedaaan tingkat pendidikan antara suami dan istri pun tidak jarang mengakibatkan kegagalan perkawinan. Kemudian juga mengenai hak asuh anak ketika orang tuanya bercerai, anak yang lahir dari perkawinan beda agama. Oleh karena itu anak tersebut bukan anak yang sah, maka hak asuh anak tersebut hanya jatuh kepada ibu dan keluarga ibunya saja bukan kepada bapaknya.66

C. Akibat Hukum Dari Perkawinan Beda Agama

65https://www.academia.edu/17983094/status_anak_dari_pernikahan_beda_agama_dalam _perspektif_ham_dan_ham diakses tgl 29 September 2019 hari Minggu pkl.13.40 WIB.

66 Ibid.

Dokumen terkait