• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: CERAI GUGAT DALAM HUKUM ISLAM

4. Kedudukan Dan Ketentuan Khulu’

34

digunakan sebagai ijab qabul dalam Khulu’. Seluruh imam mazhab sepakat bahwa pengucapan Khulu’ harus menggunakan kata-kata yang jelas, berupa kata thalaq, Khulu’, faskh, mufada’ah (tebusan) ataupun dengan lafadz kinayah yang jelas semisal ’’ saya lepas dan jauhkan engkau dari sisiku’’. Atau menurut Imam Hanafi dan Imam Syafii boleh dilakukan dengan mengucapkan akad seperti akad dalam jual beli.17 Pada dasarnya, Shigat ini harus dengan kata-kata. Namun, untuk kondisi yang tidak memungkinkan, seperti karena bisu misalnya, maka shigatnya boleh dengan isyarat yang dapat dipahami.

4. Kedudukan dan Ketentuan Khulu’

1. Kedudukan Khulu’

Syariat Islam menjadikan Khulu’ sebagai alternatif penyelesaian konflik rumah tangga, jika konflik tidak bisa di selesaikan dengan baik. Lalau bagaimana status hukum Khulu’ bila telah di tetapkan, apakah ia talak atau fasakh. Dalam masalah ini, para ulama terbagi menjadi tiga pendapat. Pendapat pertama,

Jumhur fuqoha berpendapat bahwa khulu adalah talak ba’in, karena

apabila suami dapat merujuk istrinya pada masa iddah, maka penebusannya itu tidak akan berarti lagi. pendapat ini dikemukakan pula oleh Malik. Pendapat kedua, Abu Hanifah menyamakan Khulu’ dengan talak dan fasakh

17

35

secara bersamaan sehingga menjaadi talak raj’i. Pendapat ketiga

imam Syafi’i berpendapat bahwa Khulu’ adalah fasakh , pendapat ini juga dikemukakan Ahmad dan Dawud dan sahabat Ibnu Abbas

r.a. Diriwayatkan pula dari Syaf’i bahwa Khulu’ itu adalah kata-kata sindiran. Jadi, jika dengan kata-kata-kata-kata sindiran itu suami menghendaki talak, maka talakpun jadi, dan jika tidak maka menjadi fasakh. Tetapi dalam dalam pendapat barunya (al-qaul al-jadid) ia menyatakan bahwa Khulu’ adalah talak.18

Abu Tsaur berpendapat bahwa apabila Khulu’ tidak menggunakan kata-kata talak, maka suami tidak dapat merujuk istrinya, sedangkan apabila Khulu’ tersebut menggunakan kata-kata talak, maka suami dapat merujuk istrinya. Fuqaha yang menganggap Khulu’ sebagai talak mengemukakan alasan, bahwa fasakh itu tidak lain merupakan perkara yang menjadikan suami sebagai pihak yang kuat dalam pemutusan ikatan perkawinan tetapi tidak berasal dari kehendaknya. Sedangkan

Khulu’ ini berpangkal pada kehendak, oleh karenya Khulu’

itu bukanfasakh.19

Adapun fuqaha yang tidak menganggap Khulu’ sebagai talak mengemukakan alasan bahwa dalam Al-Qur’an mula-mula Allah menyebutkan tentang talak: Artinya: ‚Talak (yang dapat

dirujuki) dua kali. setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang

18

Kamal Muchtar, Asas-Asas Hukum., (Jakarta: Perindo, 2006), 178. 19

36

ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik. tidak halal bagi kamu mengambil kembali sesuatu dari yang telah kamu berikan kepada mereka, kecuali kalau keduanya khawatir tidak akan dapat menjalankan hukum-hukum Allah. jika kamu khawatir bahwa keduanya (suami isteri) tidak dapat menjalankan hukum-hukum Allah, Maka tidak ada dosa atas keduanya tentang bayaran yang diberikan oleh isteri untuk menebus dirinya. Itulah hukum-hukum Allah, Maka janganlah kamu melanggarnya. Barangsiapa yang melanggar hukum - hukum Allah mereka Itulah orang-orang

yang zalim.” (Q.S. al-Baqarah: 290).

Jadi jelas bahwa Khulu’ adalah fasakh, bukan talak, Jika seorang isteri telah menebus dirinya dan dicerai oleh suaminya. Maka ia berkuasa penuh atas dirinya sendiri, sehingga suaminya tidak berhak untuk rujuk kepadanya, kecuali dengan ridhanya dan perpecahan tidak dianggap sebagai talak meskipun dijatuhkan dengan redaksi talak. Namun ia adalah perusakan akad nikah demi kemaslahatan isteri dengan balasan menebus dirinya kepada suaminya. Sementara itu, telah sah

berdasarkan nash (ayat Al-Qur-an atau Al-Hadits) dan ijma’

(kesepatakan) bahwasanya tidak sah istilah rujuk dalam

Khulu’. Dan, sudah sah berdasar sunnah Nabi saw dan pendapat para shahabat bahwa iddah untuk Khulu’ hanya satu

37

bahwa boleh melakukan Khulu’ setelah talak kedua dan talak ketiga. Ini jelas sekali menunjukkan bahwa Khulu’ bukanlah talak.

Hal demikian tidak dikhususkan bagi wanita yang telah ditalak dua kali, karena hal ini ia mencakup isteri yang dicerai dua kali. Tidak boleh dhamir (kata ganti). Itu kembali kepada pelaku, yang tidak disebutkan dalam ayat di atas dan meninggalkan pelaku yang disebutkan dengan jelas akan tetapi mungkin dikhususkan bagi pelaku yang pernah disebutkan sebelumnya atau meliputi juga selain yang sudah disebutkan sebelumnya. Ayat Al-Qur’an ini meliputi

perempuan yang dicerai setelah Khulu’ dan setelah dicerai, dua

kali secara qath’i (pasti) karena dialah yang disebutkan dalam ayat di

atas. Maka ia (wanita yang di Khulu’) harus masuk ke dalam kandungan lafazh ayat tersebut.

Jika Khulu’ dipandang sebagai talak, maka jumlah talak suami menjadi empat, sehingga talak yang tidak halal lagi kecuali menikah dengan suami yang lain adalah talak yang keempat. Disamping itu Ibnu Abbas pernah ditanya mengenai seseorang yang mentalak istrinya dua kali kemudian sang istri melakukan gugat cerai melalui Khulu’, apakah ia boleh menikahinya lagi? Beliau menjawab bahwa Allah SWT telah menyebut talak diawal ayat dan diakhirnya, sedangkan Khulu’ diantaranya. Dan Khulu’ bukan talak oleh karenanya ia boleh menikahinya.

38

2. Ketentuan Khulu’

Muhammad Bagir mengemukakan beberepa ketentuan khusus yang berkaitan dengan Khulu’:20

1. Khulu’ terutama diadakan dalam keadaan timbulnya ketidak senangan isteri terhadap suaminya disebabkan karena tidak adanya rasa cinta diantara mereka, sehingga istri tidak mampu untuk melayani suami sebagaimana mestinya, sebab ketika istri sering mendapat perlakuan kekerasan (KDRT) dari suaminya tanpa alasan yang dapat dibenarkan, ia dapat mengajukan tuntutan cerai dihadapan hakim tanpa harus membayar uang tebusan apapun, sepanjang tuntutan itu dapat diterima oleh pengadilan.

2. Pada dasarnya Khulu’ berlangsung dengan persetujuan bersama antara isteri dengan suaminya, berkaitan dengan jumlah pembayaran tebusan ataupun persyaratan lainnya, tetapi jika persetujuan bersama tidak tercapai, maka hakim dapat membuat keputusan untuk mewajibkan atas suami menerima Khulu’

tersebut. Sebaliknya haram bagi suami dengan sengaja menunjukan gangguan terhadap isterinya dengan tidak memenuhi kewajiban terhadap isterinya, agar ia bosan dan kesal, lalu bersedia mengajukan Khulu’.

3. Khulu’ dapat dilakukan baik isteri dalam keadaan haid ataupun suci, hal ini karena tidak ditentukan dalam al-Qur’an maupun hadits. Dan

20

Muhammad Bagir, Fiqih Praktis II; Menurut Al-Qur’an as-Sunnah dan Pendapat Para Ulama’, (Bandung : Mizan, 2008), 219-220.

39

juga mengingat diharamkannya talak pada saat isteri dalam keadaan haid, karena bisa memperpanjang masa iddah, sedang terjadinya Khulu’ pihak isteri yang menuntut perceraian, sehingga ia dianggap menerima konsekwensinya.

4. Mayoritas ulama termasuk madzhab empat, madzhab sepakat bahwa apabila suami telah menerima tebusan dari isterinya, maka terlepas dari ikatan perkawinan dengan suaminya dan ‘’memiliki

dirinya” kembali sepenuhnya, dalam pengertian bahwa suami tidak

mempunya lagi hak rujuk. Karena apabila ingin kembali maka harus dengan akad nikah baru, walaupun masih dalam iddah.

BAB III

PERTIMBANGAN HAKIM DALAM PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANGKALAN NOMOR 0610/Pdt.G/2015/PA.BKL TENTANG CERAI

GUGAT KARENA ALASAN PENENTUAN TEMPAT TINGGAL

A. Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor

0610/Pdt.G/2015/PA.Bkl Tentang Gugat Karena Alasan Penentuan Tempat Tinggal

1. Wawancara Tentang Cerai Gugat Karena Alasan Penentuan Tempat

Tinggal

Menurut pendapat dari seorang Bapak ketua Majelis persidangan dalam perkara Nomor 0610/Pdt.G/2015/PA.BKL, yaitu Bapak Drs. Imam Marnoto, SH. MH mengatakan bahwa:

‘’Yang saya pahami tentang permasalah antar penggugat dan tergugat dalam perkara ini adalah penentuan tempat tinggal dimana penentuan tempat tinggal merupakan sebuah permasalah yang sangat sepele, sedangkan menurut orang Madura perceraian yang terjadi karena penentuan tempat tinggal merupakan kejadian biasa. Dimana jika istri tidak mengikuti apa yang dikatakan seorang suami maka merrupakan hargadiri bagi seorang suami’’.1

Bapak Drs. Imam Marnoto, SH. MH menambahkan bahwa:

‘’Selain itu alasan dalam pertimbangan hakim mengenai putusan tersebut dimana permohonan (penggugat) dikabulkan permohonannya

1

41

berdasarkan bukti-bukti yang kuat dan disebabkan karena tidak hadirnya tergugat, sehingga dengan pertimbangan tersebut maka hakim mengabulkan

permohonan penggugat berdasarkan faktor tersebut”.2

Menurut hakim anggota yaitu Bapak Drs. Slamet Bisri, beliau mengatakan bahwa:

‘’Alasan yang sangat mendasar adalah ketidaksiapan membinan rumah tangga antar pengggugat dan tergugat juga merupakan peluang perceraian semakin besar dimana yang diajdikan alasan oleh penggugat adalah peentuan tempat tinggal. Dimana perkara yang sering terjadi anatara perceraian masyarakat Kabupaten Bangkalan khususnya dalam perkara putusan ini adalah dari tidak siapnya membina rumah tangga, dimana hampir setiap hari Pengadilan Agama memproses dan menyidang mengenai

perceraian”.3

Menurut pengamatan dari saya dan pernah saya tanyakan kepada penggugat alasan dari pernikahan dan tujuan pernikahan menurut Ibu Nur Hayati selaku panitera pengganti adalah:

‘’Pokoknya tujuan nikah itu adalah menjadikan keluarga tentram, kebutuhan rasa aman, kebutuhan sosial dicintai dan mencintai, kebutuhan

harga diri yaitu tidak disertai dengan pertengkaran”. Tetapi meskipun

masyarakat mengetahui tentang alasan dari membina rumah tangga atau

2

Imam Marnoto, Wawancara, Bangkalan, pada tanggal 23 Desember 2015. 3

42

suatu pernikahan perceraian sudah hal yang lumrah dalam menjalani

hubungan ada kecocokan dan ketidak cocokan”.4

Bapak H. Abdul Majid, SHI. MH. Selaku ketua Pengadilan Agama mengatakan bahwa:

‘’Prinsip orang Madura adalah harta, tahta, dan harga diri. Dimana symbol dari pernikahan orang Madura di kalangan masyarakat Kabupaten

Bangkalan. ‚Tujuan perkawinan itu adalah untuk mendapatkan keturunan dan

istri harus nurut kepada suami khususnya dalam penentuan tempat tinggal ketika seorang istri suydah tidak mau mengikuti kemauan suami maka perceraian terjadi baik membina rumah tangganya sudah lama maupun yang

masih baru”.5

Melihat fenomena maraknya perceraian di kalangan pasangan suami istri yang mengajukan cerai gugat maupun cerai talak akibat turut mengundang keprihatinan dan pendapat sejumlah masyarakat terhadap kondisi tersebut. Menurut pendapat dari Bapak H. Abdul Majid, SHI. MH. Selaku ketua Pengadilan Agama mengatakan bahwa:

‘’Perceraian khususnya cerai gugat dapat dipengaruhi oleh beberapa hal anatara lain sebagai berikut:6 prtama-tama rendahnya tingkat pemahaman dan pengetahuan pasangan suami istri tentang makna perkawinan atau pernikahan. Kedua pengaruh perkembangan budaya dan teknologi yang semakin hari semakin canggih dan tidak

4

Nur Hayati,Wawancara, Bangkalan 8 Desember 2015. 5

Abdul Majid, Wawancara, Bangkalan, 18 Desember 2015 6

43

beretika. Ketiga kondisi tempat yang berjauhan dan minimnya pertemuan

antara pasangan suami istri”.

Mengenai hal tersebut, Bapak Isnaini selaku panitera dalam Pengadilan Agama Bangkalan, mengungkapkan:

‘’Saya menjadi miris dan prihatin melihat angka percerain yang terus meningkat setiap tahunnya di Kabupaten Bangkalan, menurut

pengamatan beliau perceraian dan perkawinan setiap harinya berimbang”.

Apalagi perceraian yang terjadi anatara pengggugat dan tergugat hanya disebabkan oleh penentuan tempat tinggal saja”.

Bapak Solihin selaku panitera pengganti menambahkan:

‘’Itulah resiko yang mereka terima, ketika pernikahan hanya dipahami sebagai halalnya pemenuhan kebutuhan biologis dan jauh dari nilai atau niat ibadah dari masyarakat Kabupaten Bangkalan dimana pernikahan dini sering terjadi seta rendahnya pengetahuan atau pendidikan masyarakat. Apalagi yang saya ketahui kasus-kasus perceraian di Kabupaten Bangkalan ini terjadi akibat minimnya tingkat pengetahuan pasutri (pasangan suami-istri) tentang makna pernikahan, dimana pendidikan terakhir yang ditempuh oleh penggugat dan tergugat adalah pendidikan SD (Sekolah Dasar). Krisis Ekonomi dan Rendahnya Tingkat Pendidikan Formal Maupun Non Formal Pasangan Suami Istri juga bisa berpengaruh terhadap perceraian”. Melihat fakta tersebut, Bapak Sayid

44

‘’Perceraian yang terjadi itu kan sebenarnya hak masing-masing pasangan. Tetapi kemudian menjadi tidak lumrah bila hal tersebut menjadi rutinitas yang tidak berujung pada niat yang baik apalagi yang dialami pengguagt hanya permasalahan tempat tinggal saja. Perceraian itu kan dalam Islam dilaknat oleh Allah dan rasul-Nya. Jadi selama ada

alternatif yang lain, jangan sampai jalan cerai itu diambil”.7

Menyikapi hal ini Bapak Bukhori selaku hakim kemudian mengatakan bahwa:

‘’Kualitas pernikahan orang-orang sekarang, tidak sebagus kualitas pernikahan orang-orang dulu. Kalau orang-orang dulu sekali menikah dan itu berlanjut seumur hidup meskipun banyak pernikahan yang tidak tercatat di pengadilan, bagaimanapun kondisinya dan seolah orang cerai ketika menikah dihukumi haram. Perkembangan budaya dan teknologi seolah menjadikan orang-orang sekarang kering keimanan dan menganggap bahwa cerai adalah hal yang wajar. Belum lagi mereka mayoritas memiliki tingkat pendidikan yang rendah”.8

Menyikapi masalah perceraian yang semakin hari semakin marak di Kabupaten Bangkalan Bapak Syahroni berpendapat:

‘’Saya secara pribadi tidak tahu secara jelas Mas, apa yang menyebabkan banyak pasangan suami istri di desa ini seringkali mencari jalan keluar bercerai untuk mengakhiri hiruk pikuk rumah tangganya khususnya dalam perkara penentuan tempat tinggal dalam penelitian ini.

7

Sayyid, Wawancara, Bangkalan, 22 Desember 2015. 8

45

Menurut beliau mereka tidak lagi menghayati tujuan membina hubungan rumah tangga dan melakukan pernikahan”.9

Dalam hal ini Bapak Suwarno turut mengungkapkan:

‘’Kenapa percerian suami istri di Pengadilan Agama Bangkalan setiap tahun meningkat. Menurut saya faktor utamanya adalah minimnya kematangan pasangan suami istri dalam memahami pernikahan, rendahnya tingkat pendidikan orang-orang sini serta faktor lingkungan

sosial yang tidak mendukung”.10

Berdasarkan pertimbangan hakim dalam putusan Nomor 0610/Pdt.G/2015/PA.Bkl menyataakn bahawa berdasarkan analisis hukum Islam sudah sesuai diamana alasan-alasan yang dapat digunakan oleh seseorang untuk mengajukan permohonan perceraian ke Pengadilan Agama telah ditentukan dalam Penjelasan Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Alasan-alasan tersebut anatara lain salah satunya yaitu dalam huruf

(f) yang berbunyi” Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun

dalam rumah tangga”. Dimana pengggugat dan tergugat dalam perceraian

cerai gugat ini sering terjadi perselisishan serta dari tergugat sudah meninggalkan tergugat sudah lama yaitu selama 1 tahun 8 bulan.

9

Syahroni, Wawancara, Bangkalan, 22 Desember 2015. 10

46

2. Isi Putusan Tentang Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor 0610/Pdt.G/2015/PA.Bkl

Penggugat dalam surat gugatannya tertanggal 02 Juni 2015 yang didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Agama Bangkalan dengan register Nomor 0610/Pdt.G/2015/PA.Bkl, telah mengajukan gugatan cerai terhadap Tergugat dengan alasan-alasan sebagai berikut: 1 Bahwa pada tanggal 15 Agustus 2013, Penggugat dengan Tergugat melangsungkan pernikahan yang dicatat oleh Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama Kabupaten Bangkalan dalam Duplikat Kutipan Akta Nikah Nomor 67/07/VI/2015 tanggal 30 Juni 2015.

Setelah pernikahan tersebut Penggugat dengan Tergugat bertempat tinggal di rumah orangtua Penggugat selama 2 bulan, dan telah berhubungan layaknya suami isteri dan belum dikaruniai anak, pada awal mula nya rumah tangga Penggugat dan Tergugat rukun harmonis, namun kurang lebih sejak bulan Nopember 2013 ketentraman rumah tangga Penggugat dengan Tergugat mulai goyah sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan masalah tempat tinggal Tergugat tidak betah tinggal di rumah orangtua Penggugat sedang Penggugat diajak Tergugat untuk tinggal di rumah orangtua Tergugat Penggugat tidak mau karena Penggugat tidak mau meninggalkan orangtua Penggugat hidup sendiri, karena Penggugat adal;ah anak tunggal.

47

Akibat dari perselisihan dan pertengkaran antara Penggugat dan Tergugat pada bulan Nopember tahun 2013 Tergugat peprgi meninggalkan Penggugat, dimana pada saat itu Penggugat sudah tidak sabar dan tidak tahan atas sikap dan perlakuan Tergugat yang telah meninggalkan Penggugat dan pulang ke rumah orangtua Tergugat, hingga sekarang kurang lebih 1 tahun 8 bulan sehingga Penggugat memilih untuk bercerai dengan tergugat.

Penggugat sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat perkara ini. Berdasarkan alasan-alasan diatas, Penggugat mohon agar Ketua Pengadilan Agama Bangkalan segera memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi: Primair:1. Mengabulkan gugatan Penggugat, 2. Menjatuhkan talak satu Bain Shughra Tergugat (Tergugat) terhadap Penggugat (Penggugat), 3.Membebankan kepada Penggugat untuk membayar biaya perkara sesuai dengan peraturan atau perundang-undangan yang berlaku Subsidair: Mohon putusan yang seadil-adilnya.

Pada hari dan tanggal persidangan yang telah ditetapkan, Penggugat telah hadir di persidangan, sedangkan Tergugat tidak hadir dan tidak pula menyuruh orang lain sebagai wakil/ kuasanya, meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut, sedang tidak ternyata ketidak hadiran Tergugat tersebut berdasarkan alasan yang sah. Majelis Hakim telah berusaha mendamaikan Penggugat dengan cara menasehati agar rukun kembali dengan Tergugat namun tidak berhasil, kemudian dibacakanlah gugatan Penggugat,

48

yang ternyata isinya tetap dipertahankan oleh Penggugat. Tergugat tidak hadir sehingga Tergugat tidak dapat didengar keterangannya.

Perkara ini adalah perkara perceraian meskipun Tergugat tidak hadir, Penggugat tetap dibebani pembuktian untuk menguatkan dalil gugatannya, dimana Penggugat telah mengajukan alat bukti tertulis berupa: a. Fotokopi Duplikat Kutipan Akta Nikah Nomor 67/07/VI/2015 tanggal 30 Juni 2013 yang dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kabupaten Bangkalan, cocok dengan aslinya dan bermeterai cukup, diberi tanda P.1 ; b. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk Penggugat NIK 3526065601940002 tanggal 15 September 2012 yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Bangkalan, cocok dengan aslinya dan bermeterai cukup, diberi tanda P.2.

Selain itu Penggugat telah mengajukan saksi-saksi yang berasal dari keluarga atau orang-orang dekat Penggugat dan Tergugat masing- masing bernama; Saksi I, umur 52 tahun, agama Islam, pekerjaan ibu rumah tangga, tempat kediaman di Kabupaten Bangkalan, yang memberikan keterangan dibawah sumpah yang pada pokoknya sebagai berikut; Saksi II ,umur 40 tahun, agama Islam, pekerjaan tani, tempat kediaman di Kabupaten Bangkalan, yang menerangkan dibawah sumpah pada pokoknya sebagai berikut; tinggal di rumah orangtua Tergugat, Penggugat tidak mau demikian juga Tergugat tinggal di rumah saksi tergugat tidak kerasan ahirnya mereka memilih hidup sendiri-sendiri.

Berdasarkan alasan tersenut maka permohonan tertugat Dalam Putusan Pengadilan Agama Bangkalan Nomor 0610/Pdt.G/2015/PA.Bkl

49

Tentang Cerai Gugat Karena Alasan Penentuan Tempat Tinggal oleh hakim di pertimbangkan dan di putuskan permohona tergugat dikabulkan. Berdasarkan bukti-bukti dan tidak hadirnya tergugat.

BAB IV

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN PENGADILAN AGAMA BANGKALAN NOMOR 0610/Pdt.G/2015/PA.BKL TENTANG CERAI GUGAT KARENA ALASAN PENENTUAN TEMPAT TINGGAL

A. Analisis Tentang Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Pengadilan Agama

Bangkalan Nomor 0610/Pdt.G/2015/PA.Bkl Tentang Cerai Gugat Karena Alasan Penentuan Tempat Tinggal

Tingginya angka perceraian di Pengadilan Agama Bangkalan, dalam dua tahun terakhir lebih banyak disebabkan oleh kepergian salah satu pasangan (baik suami atau istri) dari rumah dimana angka cerai gugat lebih banyak dari pada cerai talak. Yang menjadi alasan utamanya adalah pernikahan dini serta perjodohan yang sering dilakukan masyarakat setempat Kabupaten Bangkalan. Jika salah satu pasangan menikah bukan berdasarkan cinta secara otomatis frekuensi perceraian sering terjadi.

Tentang pertimbangan hukum bahwa maksud dan tujuan gugatan Penggugat adalah seperti diuraikan di bab 3 bahwa berdasarkan bukti P-2 Penggugat bertempat kediaman di wilayah Kabupaten Bangkalan dengan demikian berdasarkan pasal 73 ayat 1 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 Pengadilan Agama Bangkalan berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara aquo, karena ternyata Tergugat meskipun telah dipanggil secara resmi dan patut tidak menghadap, pula ternyata bahwa ketidak hadirannya itu disebabkan oleh suatu halangan yang sah, maka Tergugat harus dinyatakan tidak hadir.

51

Majelis Hakim telah berusaha menasehati Penggugat agar rukun kembali dengan Tergugat akan tetapi tidak berhasil. Menimbang bahwa gugatan Penggugat didasarkan pada dalil yang pada pokoknya bahwa sejak bulan Nopemberi tahun 2012 rumah tangga Penggugat dan tergugat sudah tidak harmonis dan sering terjadi perselisihan dan pertengkaran disebabkan masalah tempat tinggal, tergugat tidak betah tinggal di rumah orangtua Penggugat, sedang Penggugat diajak Tergugat tinggal di rumah orangtua Tergugat, Penggugat tidak mau karena Penggugat tidak mau meninggalkan orangtua Penggugat hidup sendiri karena Penggugat anak tunggal dan akibatnya Penggugat dan Tergugat pisah tempat tinggal sejak bulan Nopember tahun 2013 sampai sekarang.

Tergugat telah meninggalkan Penggugat bahwa sikap Tergugat yang telah tidak hadir secara hukum di persidangan dipandang telah mengakui kebenaran dalil-dalil gugatan Penggugat, dengan demikian dalil gugatan Penggugat tersebut telah menjadi fakta yang tetap. Walaupun Tergugat tidak hadir, karena perkara ini menerapkan hukum acara perdata bersifat lex spesialis, maka kepada Penggugat tetap dibebankan pembuktian.

Untuk menguatkan dalil gugatannya, Penggugat telah mengajukan alat bukti tertulis berupa bukti P-1 dan bukti P-2 yang menurut majelis telah memenuhi persyaratan meteril dan formil. Penggugat juga telah mengajukan dua orang saksi masing-masing bernama Rumbah binti Nurkawi dan Misriyah binti Tarib dan dari keterangan para saksi tersebut bersesuaian

52

satu sama lain telah terungkap fakta yang pada pokoknya menguatkan dalil gugatan Penggugat.

Dua orang saksi yang dihadirkan oleh Penggugat, telah memenuhi

Dokumen terkait