• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LEMBAGA PEMASYARAKATAN DAN REMISI

B. Kedudukan Remisi Dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun

Tentang Pemasyarakatan

Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana. Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS ialah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak didik pemasyrakatan. Balai pemasyarakatan selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan klien pemasyarakatan.37 Warga Binaan pemasyarakatan adalah narapidana, anak didik pemasyarakatan, dan klien pemasyarakatan.Terpidana adalah seseorang yang dipidana berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan diLembaga Pemasyarakatan. Anak didik pemasyarakatan adalah:

37

Diapari Sibatangkayu, Privatisasi Lemabaga Pemasyarakatan sebagai Alternatif Pemberdayaan

a. Anak pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan anak paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun;

b. Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada Negara untuk dididik dan ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan anak paling lama berumur 18 (delapan belas) tahun;

c. Anak sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik diLembaga Pemasyarakatan anak, paling lama sampai berumur 18 (delapan belas) tahun.

Sistem pemasyarakatan diselenggarakan dalam rangka membentuk Warga Binaan pemasyarakatan agar menjadi manusia seutuhnya, menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup sacara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Sistem pemasyarakatan berfungsi untuk menyiapkan Warga Binaan pemasyarakatan agar dapat berintegrasi secara sehat dengan masyarakat, sehingga dapat berperan kembali sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Pasal 1, dari rumusan pasal 1 ayat 2 terlihat bahwa sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan meneganai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara Pembina yang dibina dan masyarakat untuk mewujudkan suatu peningkatan Warga Binaan pemasyarakatan yang menyadari kesalahan, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan

dan dapat hidup secara wajar sebgai warga Negara yang baik dan bertanggung jawab.38

Pernyataan tersebut menggambarkan bahwa unsur-unsur sistem pemasyarakatan adalah pembina, (personil/staf Lembaga Pemasyarakatan), yang dibina (narapidana), dan masyarakat. Penjelasan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan “Agar menjadi manusia seutuhnya” adalah upaya untuk memulihkan

narapidana dan anak didik pemasyarakatan kepada fitrahnya dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan pribadinya, manusia dengan sesamanya dan manusia dengan lingkungannya.

Sistem pemasyarakatan yang dimuat dalam ketentuan pasal 1 ayat 2 yang dimaksud dalam melaksanakan pembinaan terhadap narapidana didasarkan pada beberapa hal, sebagaimana dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa :

Sistem pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan atas:

a. Pengayoman;

b. Persamaan perlakuan dan pelayanan; c. Pendidikan;

d. Pembimbingan;

e. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

f. Kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan dan;

g. Terjaminnya hak untuk tetap berhubungan dengan keluarga dan orang-orang

tertentu”.

38

Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan, ketentuan pasal 5 di jelaskan sebagai berikut:

a. Yang dimaksud dengan pengayoman adalah perlakuan terhadap Warga Binaan pemasyarakatan dalam rangka melindungi masyarakat dari kemungkinan diulanginya tindakan pidana oleh Warga Binaan pemasyarakatan, juga memberikan bekal hidup kepada Warga Binaan pemasyarakatan agar menjadi warga yang berguna di dalam masyarakat.

b. Yang dimaksud dengan persamaan perlakuan dan pelayanan adalah pemberian perlakuan dan pelayanan yang sama kepada Warga Binaan tanpa membeda-bedakan orang.

c&d. Yang dimaksud dengan pendidikan dan pembimbingan bahwa penyelenggaraan pendidikan dan bimbingan dilaksanakan berdasrkan Pancasila, antara lain, penanaman jiwa kekeluargaan, keterampilan pendidikan kerohanian dan kesempatan untuk menunaikan ibadah.

e. Yang dimaksud dengan penghormatan harkat dan martabat manusia adalah sebagai orang yang tersesat Warga Binaan pemasyarakatan harus tetap diperlakukan sebagai manusia.

f. Yang dimaksud dengan kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderita adalah Warga Binaan pemasyarakatan harus berada dalam Lembaga Pemasyarakatan untuk jangka waktu tertentu, sehingga Negara mempunyai kesempatan untuk memperhatikannya.

Pembinaan Warga Binaan pemasyarakatan dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan dan pembimbingan Warga Binaan pemasyarakatan dilakukan

oleh balai pemasyarakatan. Tempat pembinaan narapidana dikenal dua tempat.39 Pertama di Lembaga Pemasyarakatan dan kedua diluar Lembaga Pemasyarakatan. Baik didalam maupun diluar Lembaga Pemasyarakatan, narapidana harus memiliki syarat-syarat tertentu untuk ditempatkan di salah satu tempat pembinaan narapidana.

Kedua-duanya memiliki kebaikan dan kelemahan, oleh sebab itu setiap Pembina narapidana harus mengenal dengan baik tempat pembinaan narapidana sebelum melakukan tindakan pembinaan

1. Di dalam Lembaga Pemasyarakatan

Sebahagian besar narapidana dibina didalam Lembaga Pemasyarakatan. Sebenarnya narapidana harus dipidana dan dibina hanya di Lembaga Pemasyarakatan saja, tetapi tidak di rutan karena rutan hanya di peruntukkan bagi para tahanan. Kabupaten Akan tetapi tidak semua kota kabupaten mempunyai Lembaga Pemasyarakatan, maka sebahagian narapidana terpaksa dipidana di rutan, dititipkan dirutan setempat.

Terutama untuk narapidana dengan pidana di bawah satu tahun, atau narapidana yang sisa pidananya tinggal beberapa bulan saja, dipindahkan dari Lembaga Pemasyarakatan ke rutan di tempat asal narapidana, guna persiapkan diri menjelang lepas/habis masa pidananya.

39

Proses pemidanaan, Lembaga Pemasyarakatan yang mendapat porsi besar dalam melaksanakan pemidanaan, setelah melalui proses persidangan di pengadilan.Pemidanaan, pada awalnya tujuan pemidanan adalah penjeraan, membuat pelaku tindak pidana menjadi jera untuk melakukan tindak pidana lagi.

Tujuan itu kemudian berkembang menjadi perlindungan hukum, baik kepada masyarakat (pihak yang dirugikan) maupun pelaku tindak pidana (pihak yang merugikan), agar keduanya tidak melakukan tindakan hukum sendiri-sendiri. Selain mendapat perlindungan hukum maka pelaku tindak pidana dalam menjalani pidanya, juga mendapat perlakuaan manusiawi, mendapat jaminan hukum yang memadai.

Bentuk perlakuan diruangkan dalam usaha Lembaga Pemasyarakatan untuk membina narapidana, untuk mengenal diri sendiri, sehingga dapat merubah diri sendiri menjadi lebih baik, menjadi positif, tidak lagi melakukan tindak pidana dan mampu mengembangkan diri sendiri menjadi manusia yang lebih berguna bagi nusa, bangsa, agama, dan keluarganya.

Sekalipun telah di usahakan berbagai hal dalam rangka pembinaan narapidana selama menjalani pidana, namun ternyata dampak psikologis akibat pidana penjara masih tampak dan memerlukan pemikiran yang tuntas.Bagaimana juga dampak psikologis akibat dari pidana penjara jauh lebih berat dibandingkan pidana penjara itu sendiri, sehingga sebenarnya seorang narapidana tidak hanya di pidana secara fisik, tetapi juga secara psikologis.Pidana secara psikologis

merupakan beban yang berat bagi setiap narapidana. Sehingga diperlukan pemikiran untuk memecahkannya

Berbagai dampak psikologis tersebut antara lain:

a. Loos op personality,

Seorang narapidana selama dipidana akan kehilangan kepribadian diri, identitas diri, akibat peraturan dan tata cara hidup di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana selama menjalani pidana, diperlakukan atau hamper sama antara satu narapidana dengan narapidana lainnya. Kenyataan ini akan membentuk satu kpribadian yang khas pula, yaitu kepribadian narpidana.

Cara perlakuan yang diberikan terhadap narapidana oleh petugas Lembaga Pemasyarakatan lebih menjurus kepada pola hidup feodalisme, sehingga terjadi kelas-kelas tertentu dalam struktur kemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan. Masyarakat narapaidana terbagi dalam sratifikasi sosial, antara lain: kelas petugas (pengusaha, priyayi), kelas narapidana pembantu pegawai (tamping, pemuka), kelas narapidana jenis kejahatan ringan (pencurian, penipuan). Satrfikasi sosial tersebut membentuk tingkat penguasaan wilayah yang berdasar kekuatan, besar, banyak atau kerasnya tingkat kejahatan yang dilakukan. Seorang narapidana yang telah banyak melakukan kejahatan dengan kekerasan, akan disegani dan berpengaruh diantara teman-temannya. Seorang narapidana yang berkali-kali masuk Lembaga Pemasyarakatan hanya karena kasus pencurian, akan disepelekan oleh teman-temannya. Akibatnya dalam kehidupan kelompok berdasarkan sel tempat tinggalnya, akan muncul satu pimpinan kelompok, yang ditakuti dan disegani.Perkumpulan sel yang disebut blok akan muncul pula satu

pimpinan blok (non formal leader), sekalipun dalam blok tersebut telah ditunjuk seorang pemimpin yang sah (formal leader).

b. Loos of security,

Selama menjalani pidana, narapidana selalu dalam pengawasan petugas. Seseorang yang secara terus menerus diawasi, akan merasakan kurang aman, merasa selalu dicurigai dan merasa selalu tidak dapat berbuat sesuatu atau bertindak, karna takut kalau tindakannya merupakan suatu kesalahan, yang dapat berakibat dihukum atau mendapat sanksi.

Pengawasan yang dilakukan setiap saat, narapidana menjadi ragu dalam bertindak, kurang percaya diri, jiwanya menjadi labil, salah satu tingkah dan tidak mampu mengambil keputusan secara baik. Situasi yang demikian dapat mengakibatkan narapidana melakukan tindakan kompensasi demi stabilitas jiwanya. Padahal tidak seperti kompensasi berdampak positif. Rasa tidak aman di dalam Lembaga Pemasyarakatan akan tetap terbawa sampai keluar dari Lembaga Pemasyarakatan, dan baru akan hilang jika mantan narapidana telah mampu beradaptasi dengan masyarakat.40

c. Loos of liberty,

Pidana telah merampas hilangnya kebebasan kemedekaan individual, misalnya kemerdekaan membaca surat kabar secara bebas, melakukan hobby, mendengarkan radio, menonton televisi, memilih dan dipilih dalam pemilu. Secara psikologis, keadaan demikian menyebabkan narapidana menjadi tertekan jiwanya, pemurung, malas, mudah marah, dan tidak bergairah terhadap

40

program pembinaan bagi diri sendiri.Padahal pembinaan narapidana memerlukan stabilitas kepribadian, rasa aman dan perasaan bebas untuk menentukan sikap. d. Loos of creativity,

Selama menjalani pidana, narapidana juga terampas kreaktifitasnya, ide-idenya, gagasan-gagasannya, imajinasinya, bahkan juga impian dan cita-citanya. Karena apa yang menjadi cita-citanya tidak segera dapat terwujud, tidak segera dilaksanakan. Kemudian dengan tidak melaksanakan kreatifitas manusia akan mengganggu kejiwaannya. Seperti halnya kebutuhan manusia yang lain, makan, membaca, maka kreatifitas adalah bahagian dari kebutuhan manusia dalam proses berpikir. Manusia ingin mengembangkan diri dalam berkreasi, menemukan sesuatu, dan pikiran manusia tidak akan berhenti berpikir. Itulah sebabnya kreatifitas juga tidak pernah berhenti, terus berkembang.Kreatifitas tidak hanya berhenti dengan berpikir saja tetapi mununtut untuk diwujudkan. Proses perwujudan yang akan menjadi kendala bagi narapidana sehingga menjadi masalah tersendiri, menjadi problem psikologis bagi narapidana.

Kedua Di Luar Lembaga Pemasyarakatan. Berbagai bentuk pembinaan narapidana di luar Lembaga Pemasyarakatan mulai berkembang, sebagai alternatif pilihan setelah seseorang menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan, dan memenuhi syarat untuk menjalani pembinaan diluar Lembaga Pemasyarakatan. Berbagai berbentuk pembinaan narapidana yang akan di jelaskan, sebahagian telah dilaksanakan pemerintah oleh Lembaga Pemasyarakatan, tetapi sebahagian lagi masih merupakan gagasan, ide, yang masih memerlukan pengembangan.

a. Pembinaan dalam keluarga narapidana

Bentuk pembinaan ini adalah pembinaan narapidana yang ditempatkan didalam keluarga narapidana sendiri. Narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu, kepadanya dapat diberikan pembinaan d luar Lembaga Pemasyarakatan.

Pembinaan berupa VI (voorwaardelyke invrijheidsstelling) dalam bahasa Indonesia disebut pelepasan bersyarat, atau PRT (pre release treatment) yang disebut juga sebagai cuti bersyarat. Narapidana yang mendapat VI dan PRT tetap berstatus narapidana, hanya saja tidak menjalani pidana di Lembaga Pemasyarakatan, tetapi tinggal dalam keluarganya sampai habis masa pidananya. Selama tinggal di keluarganya, narapidana tersebut dapat melakukan semua aktifitasnya sebagai manusia, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku. Selain itu juga selama berada dalam keluarganya narapidana tersebut mendapat bimbingan dari petugas atau yang ditentukan untuk mengawasinya.

Perkembangan pembinanaan kpribadian dan kejiwaan narapidana menjadi tugas dan pengawasan. Selama tidak melakukan tindak pidana atau melanggar hukum yang berlaku, narapidana yang mendapat VI dan PRT akan tetap menjalani sisa pidananya di luar Lembaga Pemasyarakatan. Peran Kepala Desa dan masyarakat untuk membina dan memberikan informasi kepada pihak Lembaga Pemasyarakatan tentang narapidana yang menjalani VI dan PRT sangat diharapkan sekali, sebab setiap masukan baik yang positif maupun yang negatif akan sangat berguna bagi perkembangan pembinaan narapidana di Indonesia.

b. Pembinaan dalam lembaga pemasarakatan terbuka.

Narapidana yang telah memenuhi persyaratan tertentu dan telah mendapat izin dari Kepala Lembaga Pemasyarakatan, dapat ditempatkan di Lembaga Pemasyarakatan terbuka jika narapidana tersebut bersedia.Lembaga Pemasyarakatan terbuka merupakan bagunan rumah biasa yang ditempatkan di alam terbuka, biasanya ditanah pertanian milik Lembaga Pemasyarakatan, atau tanah pertambakan, perkebunan dan lain sebagainya.Narapidana tersebut bertugas menggarap tanah pertanian, perkebunan dan pertambakan.Mereka dapat berbaur dengan masyarakat sekitar.

Melakukan kegiatan kemasyarakatan atau keagamaan dengan masyarakat disekitarnya, menerima kunjungan keluarga dan lain sebagainya. Pengawasan jauh lebih longgar dibandingkan saat berada di Lembaga Pemasyarakatan.

c. Bekerja di luar Lembaga Pemasyarakatan.

Narapidana juga dapat bekerja, sekolah atau kuliah di luar Lembaga Pemasyarakatan, harus memenuhi persyaratan tertentu.Narapidana yang bekerja, sekolah atau kuliah di luar Lembaga Pemasyarakatan, kalau pagi hari keluar dari Lembaga Pemasyarakatan untuk memunaikan tugasnya dan setelah selesai kembali lagi ke Lembaga Pemasyarakatan. Jadwal pekerjaan, sekolah, kuliah harus diberikan kepada Kepala Lembaga Pemasyarakatan, agar pihak yang mengawasi narapidana tersebut tahu kapan narapidana harus kembali ke Lembaga Pemasyarakatan. Supaya narapidana tidak menggunakan waktu luangnya untuk kegiatan lain, selain yang telah diizinkan.

Tujuan pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan adalah mengurangi dampak psikologis akibat pidana penjara, disamping itu juga upaya mendekatkan diri narapidana kepada masyarakat. Seorang narapidana yang selama bertahun-tahun di dalam Lembaga Pemasyarakatan kurang tahu akan perkembangan di luar Lembaga Pemasyarakatan. Baik perkembangan fisik akibat pembangunan atau perkembangan berita, teknologi dan perkembangan masyarakat. Pembinaan di luar Lembaga Pemasyarakatan secara perlahan-lahan narapidana akan mampu beradaptasi dengan masyarakatnya. Setelah habis masa pidananya, narapidana benar-benar telah siap untuk terjun ke masyarakat.

Selama di Lembaga Pemasyarakatan, warga binaan pemasyarakatan tetap memperoleh hak-haknya yang lain seperti layaknya manusia. Hak perdatanya tetap dilindungi seperti hak memperoleh perawatan kesehatannya, makan, minum, tempat tidur, latihan keterampilan, olah raga, atau rekreasi.41 Untuk mewujudkan sistem pembinaan pemasyarakatan, maka secara tegas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan mengatur tentang hak-hak yang dimiliki oleh narapidana. Pasal 14 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan menentukan bahwa:

(1) Narapidana berhak:

a. Melakukan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya.

b. Mendapatkan perawatan, baik perawatan rohani maupun jasmani.

c. Mendapat pendidikan dan pengajaran.

d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak.

e. Menyampaikan keluahan.

41

f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang tidak dilarang.

g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan .

h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum, atau orang tertentu lainnya.

i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi).

j. Mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti mengunjungi keluarga .

k. Mendapatkan pembebasan bersyarat. l. Mendapatkan cuti menjelang bebas.

m. Mendapatkan hak–hak lain sesuai dengan peraturan perundang–undangan yang berlaku .

Maka dari itu kedudukan mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi) dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan merupakan hak setiap narapidana, tetapi hak-hak ini tidak diperoleh secara otomatis melainkan dengan syarat-syarat atau kriteria tertentu, demikian halnya untuk mendapatkan remisi. Syarat-syarat dan tata cara pelaksanaan hak-hak ini diatur dengan peraturan pemerintah yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan

Dokumen terkait