• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegagalan Pemerintahan Mujahidin: Lahirnya Taliban

Sejarah Afghanistan modern memperlihatkan bahwa tidak ada satu

kelompok etnis pun yang mampu memerintah Afghanistan sendirian. Maka cara terbaik untuk membentuk pemerintahan adalah dengan melakukan koalisi tradisional yang memiliki legitimasi nasional. Untuk mencapai kesepakatan dalam hal ini, para pemimpin kelompok-kelompok mujahidin harus membagi kekuasan antara mereka sendiri, karena terciptanya stabilitas di Afghanistan banyak tergantung pada penyelesaian elit, di mana banyak pemimpin mujahidin tidak hanya bertindak atas nama kelompok atau faksinya, namun juga merepresentasikan perbedaan etnolinguistik. Hasil dari pemikiran di atas adalah

Peshawar Accord pada 24 April 1992, yang melibatkan para pemimpin mujahidin yang berbasis di Pakistan serta pemerintah Pakistan yang saat itu berada di bawah pimpinan Perdana Menteri Nawaz Syarif. Secara esensial kesepakatan ini dirancang untuk menghasilkan kerangka kerja pemerintahan sementara yang diimplementasikan dalam dua tahap. Pertama, menobatkan Sibghatullah

31

Tony Karon, “Understanding Bin Laden’s Hosts, the Dilemma He Poses for Them,and the Politics of the Neighborhood,” Artikel ini diakses pada 24 November 2007. Dari

Mojaddedi sebagai pemimpin pemerintahan transisi. Kedua, memberikan kesempatan kepada pemerintahan sementara selanjutnya yang dipimpin oleh

Burhanuddin Rabbani.32 Hekmatyar, yang juga tidak sempat menandatangani Peshawar Accord

tersebut, mengacaukan pelaksanaan kesepakatan ini. Dia berpendapat, sesuai dengan kesepakatan mengenai kedudukan perdana menteri (yang ada pada penandatanganan dari Hezb), ia tidak harus tunduk kepada presiden dan kedudukan menteri pertahanan, dijabat oleh Mashood yang diangkat oleh Mojaddedi, berada di bawah kontrol perdana menteri. Hekmatyar kemudian mengambil inisiatif untuk menempatkan tangan kanannya, Abdul Sabur Farid, untuk menempati posisi perdana menteri. Hekmatyar sendiri menolak memasuki Kabul dan menggunakan segala alasan untuk meruntuhkan pemerintahan Rabbani. Pada awal Agustus 1992, Hekmatyar melancarkan serangan roket ke Kabul dengan tujuan melemahkan dominasi faksi Jami’at Islami. Serangan dan konflik antara Hekmatyar dan Rabbani menjadikan Afghanistan sekali lagi menjadi medan perang, di mana keadaan sudah tidak aman bagi rakyatnya sendiri. Oleh karena itu, pemerintahan mujahidin tidak dapat bertahan lama, dan diambil alih oleh Taliban pada September 1996.33 Beberapa literatur telah berupaya menjelaskan asal mula gerakan Taliban.

Dalam penelitian ini, teori yang digunakan untuk menjelaskan asal usul Taliban adalah bahwa sosok Taliban relatif dapat mudah ditemui diperbatasan Barat Laut Pakistan di daerah itu bertebaran para penuntut ilmu (Talib-ul-ilm) mereka bukan hanya muncul dari Afghanistan namun juga dari Pakistan, yaitu dari partai ulama 32

Amin Saikal,“Pemerintahan Rabbani 1992-1996,” dalam William Maley, Taliban dan Multi Konflik di Afghanistan (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 1999), h. 45.

33

Islam pimpinan maulana Fazlur Rahman yang menyediakan sarana pendidikan agama konservatif bagi anak laki-laki dari kamp-kamp pengungsi Afghan, khususnya anak-anak dhuafa’. Mereka mengenyam pendidikan madrasah di sekitar Quetta dan Peshawar yang tidak puas dengan keadaan mereka di Afghanistan. Para pejabat senior pemerintah Pakistan menyangkal dengan mengatakan bahwa tidak ada madrasah di Pakistan yang menjadi tempat belajar

para anggota Taliban, walaupun terdapat bukti kuat yang menunjukkan demikian. Professor Ahmad Hasan Dani mempercayai bahwa Taliban mendapatkan

pendidikan madrasah di Pakistan dan juga mendapatkan dukungan dari elemen- elemen atau pihak-pihak tertentu di Pakistan. Dani menegaskan bahwa para pelajar muda tersebut dipersiapkan untuk melakukan jihad melawan siapa pun yang dirasa tidak mentaati syari’at Islam. Hal inilah yang menyebabkan mereka dilaporkan memiliki rasa tidak suka terhadap kelompok-kelompok Afghan, yang mereka salahkan sebagai pihak yang mengakibatkan begitu banyak kematian dan kehancuran tanah kelahiran mereka.34 Sementara itu, terdapat alasan langsung yang dianggap menyebabkan

munculnya gerakan Taliban. Pada 1992 rata-rata penduduk Afghanistan sudah merasa muak dan lelah akan terus berlangsungnya perang saudara di negeri mereka yang telah berkobar selama tiga tahun. Masoom Afghani menyatakan bahwa sekitar 50.000 penduduk Afghanistan terbunuh dalam pertikaian untuk mendapatkan kekuasaan antara Hekmatyyar dan Rabbani. Rakyat Afghanistan kemudian kehilangan kepercayaan mereka terhadap para pemimpin, yang terus beraliansi ataupun memutuskan aliansi hampir setiap hari. Rakyat juga

34

P. Bajpai dan S. Ram (eds.), Encyclopedia of Afghanistan Vol. 5: Taliban and Muslim Fundamentalism (New Delhi: Anmol Publications PVT.LTD., 2002), hal. 182.

menganggap tidak ada satupun di antara pemimpin tersebut yang dapat dipercayai lagi karena kenyataannya tidak ada yang menepati janji. Pesimisme terhadap kepemimpinan para elit politik Afghanistan ini semakin meningkat ketika rakyat melihat tidak ada tanda-tanda bahwa perang dan pembunuhan yang terjadi akan segera berakhir saat itu. Kondisi yang selalu nyaris kelaparan terus menambah kemarahan rakyat Afghanistan dan menumbuhkan keinginan untuk melawan

kepemiminan Afghanistan yang sangat mereka hormati pada awalnya.35 Dengan demikian, seiring berjalannya waktu, popularitas mujahidin di

Afghanistan semakin lama semakin berkurang. Mereka tidak saja gagal dalam mewujudkan perdamaian di negara mereka yang dilanda perang, namun yang lebih buruk lagi adalah mereka mulai terlibat dalam kegiatan-kegiatan asusila. Beberapa di antara mereka memiliki peran ganda sebagai bandit yang memeras uang dari para pemilik toko dan memajak kendaraan-kendaraan berpenumpang yang melalui wilayah-wilayah kekuasaan mereka. Salah satu alasan mereka meminta uang dengan paksa, selain keserakahan pribadi, adalah kenyataan bahwa para pejuang tidak lagi menerima bayaran tetap dari pemimpin yang merekrut mereka. Selain itu banyak di antara para pejuang juga terlibat dalam kasus-kasus korupsi, penjarahan, pengedaran narkoba, dan pemerkosaan. Kondisi di atas memperlihatkan bahwa telah terjadi kesalahan fatal dalam

tata pemerintahan dan tata kehidupan di seluruh Afghanistan. Kepemimpinan mujahidin pada saat itu tidak mau dan tidak mampu meredam berkembangnya anarkisme di Afghanistan. Kondisi kacau mewarnai seluruh Afghanistan pada saat itu, kecuali enam provinsi di bagian utara Afghanistan yang dipimpin dan dikelola 35

oleh Jenderal Uzbek, Abdul Rashid Dostum. Kondisi yang terjadi membuat Afghanistan masuk dalam kategori failed state, seperti halnya Somalia, Rwanda dan Burundi. Walaupun perbatasan fisik masih ada, dan negaranya masih memiliki bendera nasional, lagu kebangsaan, pemerintahan, keanggotaan PBB, dan perwakilan di luar negeri, namun perintah tertulis bagi pemerintah sama sekali tidak dijalankan, bahkan di ibukota sekalipun. Warlord dan kepala-kepala suku telah mengambil alih kekuasaan di Afghanistan, yang terjadi ketika keamanan Afghanistan berada dalam kondisi kacau balau akibat konflik perebutan

kekuasaan antara Hekmatyar dan Rabbani. Ketidakpuasan rakyat terhadap kepemimpinan mujahidin Afghanistan

semakin lama semakin meningkat. Kerukunan yang telah terbentuk di antara mereka pada masa jihad Afghanistan telah pudar dan rakyat Afghanistan kembali mencari “juru selamat” yang baru. Oleh karena itu, tidaklah sulit bagi Taliban untuk mendapatkan dukungan dari rakyat yang berharap mereka dapat

menghentikan anarkisme yang telah menyebar ke seluruh Afghanistan. Pendidikan yang didapatkan oleh para anggota Taliban menjadikan

mereka orang-orang yang fanatik dalam beragama. Mereka diyakinkan bahwa tidak ada seorang pun dari pemimpin Afghanistan saat itu yang tulus dalam niat dan upaya untuk membentuk negara Islam di Afghanistan. Mereka juga diinformasikan bahwa perselisihan antara Rabbani dan Hekmatyar dan juga para pemimpin lain merupakan suatu proses perebutan kekuasan dan power, bukan mengenai upaya untuk memperkenalkan praktik-praktik Islam dan perbedaan pandangan mereka mengenai Islam.36 Hal ini mudah untuk dilakukan terhadap 36

rakyat Afghanistan karena secara tradisional, rakyat Afghanistan selalu sangat hormat kepada tetua suku atau tokoh agama untuk membantu mereka menyelesaiakan masalah, sehingga ketika seseorang muncul dan mampu mengeluarkan mereka dari masalah yang melanda saat itu, mereka akan patuh

tanpa banyak pertimbangan. Mullah Mohammad Omar, seorang veteran jihad dari distrik Maiwand di

sebelah barat Kandahar, yang ikut berperang melawan pasukan Uni Soviet untuk membantu mewujudkan pemerintahan Islam di negaranya, sangat kecewa terhadap kejadian-kejadian yang menimpa negaranya setelah pembunuhan Dr. Najibullah. Setelah memutuskan untuk kembali menuntut ilmu di Madrasah Sang i-Hisar di Maiwand, akhirnya pada September 1994 ia menghentikan studinya untuk mengupayakan secara konkret tercapainya perdamaian dengan cara menghancurkan kelompok pro-komunis serta memperkenalkan nilai-nilai Islam di Afghanistan. Pada 20 September 1994, sebuah keluarga di Herat, dalam perjalanan mereka menuju Kandahar, diberhentikan di sebuah post pemeriksaan sekitar 90 kilometer sebelum Kandahar oleh sekelompok bandit mujahidin. Seluruh anggota keluarga tersebut dibunuh dan jasadnya dibakar. Ketika itu Mullah Mohammad Omar merupakan orang pertama yang mendatangi tempat kejadian itu. Ia mengumpulkan para talib (pelajar) untuk membantunya mengangkat jenazah para korban, dan sejak saat itu ia bersumpah untuk memulai kampanye serta tindakan untuk melawan para kriminal untuk melindungi rakyat Afghanistan. Untuk mencapai tujuannya diatas, Mullah Mohammad Omar pergi dari

yang tidak bersedia untuk bergabung dengannya karena merasa bahwa tugas yang ditawarkan terlalu berat bagi mereka. Pada akhirnya, Mullah Muhammad Omar berhasil mengumpulkan kurang lebih 50 pelajar yang bersedia mendukung misinya. Ia kemudian menjelaskan tujuan-tujuan pergerakannya, dan ia tidak memiliki uang ataupun persenjataan yang dapat ia tawarkan kepada para pelajar. Namun, Haji Bashar, anak laki-laki dari Haji Isa Khan, seorang mantan komandan mujahidin dari Hizb-i-Islami memberikan Mullah Mohammad Omar dan pasukannya persenjataan serta kendaraan. Inilah permulaan dari gerakan Taliban, sebuah faksi politik baru dengan nama resmi Tehreek-i-Islam-i-Taliban Afghanistan.37

Gerakan Taliban didirikan oleh para santri militan di Kandahar, sebuah

kota di seberang perbatasan Pakistan, pada Juli 1994. Organisasi itu baru secara resmi diproklamasikan pada Oktober 1994. pada 1996, Taliban resmi berkuasa di Afghanistan dan membentuk pemerintahan Emirat Islam Afghanistan, dengan syari’at Islam sebagai dasar negara. Para pejabat negara Emirat Islam Afghanistan

dipilih di antara para ulama dan tokoh Islam yang amanah sebagaimana masa Rasulullah SAW. Dengan misi nasional untuk menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar.38

Tujuan langsung dari organisasi yang baru terbentuk ini adalah pertama,

untuk melucuti senjata milisi yang menjadi musuh. Kedua, melawan pihak yang menolak untuk menyerahkan senjata mereka. Ketiga, menerapkan hukum Islam di wilayah-wilayah yang telah dibebaskan oleh organisasi Taliban. Keempat, mempertahankan seluruh wilayah yang telah menjadi kekuasaan Taliban.

37

P. Bajpai dan S. Ram (eds.), Encyclopedia of Afghanistan., hal.186. 38

Pemimpin terkemuka yang bergabung dengan Mullah Mohammad Omar antara lain: Mullah Mohammad Rabbani, Mullah Mohammad Shahod, Mullah Mohammad Hassan, Mullah Borjan, dan Haji Amir Mohammad Agha. Semua tokoh ini tadinya merupakan anggota faksi Younus Khalis dari Hizb-e-Islami.

Tokoh-tokoh lain yang ikut bergabung dengan Taliban adalah Syeikh Nuruddin Turabi, Ustad Sayyaf, Mullah Abbas, Mullah Muhammad Sadiq, dan Syeikh

Abdus Salam Rocketi.39 Dalam praktik pemerintahannya, setelah berhasil menguasai kota Kabul

hanya dalam hitungan hari, para pemimpin Taliban mengeluarkan sederet aturan sosial yang melumpuhkan aktivitas kota Kabul. Kaum wanita yang selama empat dekade leluasa melakukan aktivitas sosialnya dan mendominasi Universitas Kabul, sekarang tiba-tiba dilarang keluar rumah, kecuali memakai Burqah

(pakaian yang menutupi muka dan seluruh badan). Kaum pria diharuskan memanjangkan jenggot.40 Namun lama-kelamaan, karena keinginannya untuk mewujudkan hukum Islam yang ketat, maka rakyat Afghanistan, terutama kelompok-kelompok oposisi lantas menganggap Taliban menjadi terlalu keras dan

ekstrem dalam pemberlakuan hukum Islam tersebut. Sebenarnya terdapat beberapa tindakan positif yang dilakukan oleh

pemerintahan Taliban, salah satu yang terpenting adalah pelanggaran pengedaran obat-obatan terlarang. Para pecandu ditahan dan dilakukan investigasi terhadap bandarnya, yang diberi hukuman berat. Walaupun tidak terlalu berhasil karena Afghanistan hampir tidak memiliki sumber penghasilan lain, namun langkah ini patut dipuji. Selain itu, pada dasarnya Taliban meyakini wajib sekolah bagi anak 39

P. Bajpai dan S. Ram (eds.), Encyclopedia of Afghanistan, hal. 187.

40

Iwan Hadi Broto dkk, Perang Afghanistan: di Balik Perseteruan AS vs Taliban

laki-laki dan perempuan. Namun, keikutsertaan perempuan dalam pendidikan dan sekolah diberhentikan dengan alasan keamanan dan keadaan finansial negara yang tidak memungkinkan untuk menyokong biaya pendidikan bagi banyak anak

Afghanistan.41 Taliban juga dituduh menyulitkan pihak asing untuk memberikan bantuan

kemanusiaan bagi rakyat Afghanistan. Namun, terdapat beberapa kasus yang menunjukkan bahwa pihak Taliban bersedia bekerjasama demi kesejahteraan dan kebaikan rakyatnya. Sebagai contoh, vaksinasi polio berhasil dilaksanakan pada September 2001 sebelum pemboman dimulai dan kemudian dilanjutkan kembali pada November, walaupun beberapa bahkan banyak daerah yang tidak dapat dicapai pada saat perang. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa faktor yang mengganggu proses vaksinasi atau proses pemberian bantuan kemanusiaan lainnya-bukanlah Taliban, melainkan konflik dan perang yang terus menerus

terjadi di Afghanistan.42 Berdasarkan realitas yang ada, di mata Taliban, masalah yang terjadi di

Afghanistan tidak terlalu serius pada masa pemerintahannya. Satu-satunya tindakan terpenting yang dianggap Taliban harus segera dilakukan justru bagi negara-negara di dunia untuk mengakui Taliban sebagai pemerintahan yang sah di Afghanistan. Mereka menyatakan bahwa merupakan bagian dari

41

P. Bajpai dan S, Ram (eds), Vol 5, hal.199-200.

42

Stephen R. Shalom dan Michael Albert, “45 Questions and Answers: 9-11 and Afghanistan One Year Later,” Diakses pada 18 Desember 2007 dari http://www.globalissues.org geopolitics/WarOnTerror/ 45qaAfghan.asp

tanggungjawab dunia internasional untuk membantu Afghanistan membangun kembali negaranya di bawah pemerintahan Taliban.43

Dokumen terkait