• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

3. Kepemimpinan

3.3 Kegiatan Kepemimpinan

Kegiatan kepemimpinan dalam keperawatan mencakup banyak hal. Kegiatan tersebut mencakup cara mengarahkan, menunjukkan jalan, mensupervisi, mengawasi tindakan anak buah, mengkoordinasikan kegiatan yang sedang atau akan dilakukan, dan mempersatukan usaha dari berbagai individu yang memiliki karakteristik yang berbeda. Dari semua aktivitas, mengarahkan adalah yang paling sulit. Untuk memimpin bawahan sepanjang jalan tindakan yang telah ditetapkan, seorang pemimpin harus memiliki pandangan gambaran akhir yang jelas, harus terbiasa dengan kemampuan dan memotivasi bawahan, dan harus menghargai pengeluaran waktu dan usaha mengikuti jalan yang telah ditetapkan. Mengarahkan orang lain adalah transaksi yang rumit karena hal ini

menempatkan si pemimpin di dalam peran otoriter. Mengawasi merupakan kegiatan yang termudah karena tanggung jawab supervisor sendiri mendatangkan keingintahuan dan perhatian mengenai kontribusi bawahan. Akhirnya koordinasi merupakan kegiatan kepemimpinan yang sangat penting karena kecuali usaha semua pegawai disatukan dan difokuskan jelas pada tujuan kelembagaan, tenaga ahli yang bermacam–macam bias bekerja pada maksud yang sama satu sama lain (Gillies, 1989).

3.4 Gaya Kepemimpinan

Gaya adalah sebagai cara penampilan karakteristik atau tersendiri / khusus. Follet (1940) mendefinisikan gaya sebagai hak istimewa tersendiri dari si ahli , dengan hasil akhirnya tanpa menimbulkan isu sampingan. Gillies (1970) dalam Nursalam (2000) menyatakan bahwa gaya kepemimpinan dapat diidentifikasikan berdasarkan perilaku pimpinan itu sendiri. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh adanya pengalaman bertahun – tahun dalam kehidupannya. Oleh karena itu, kepribadian seseorang akan mempengaruhi gaya kepemimpinan yang digunakan. Gaya kepemimpinan cenderung sangat bervariasi dan berbeda – beda.

Gaya yang dikembangkan oleh seorang pemimpin dipengaruhi oleh tiga faktor utama. Ketiganya akan menentukan sejauh mana ia akan melakukan pengawasan terhadap kelompok yang dipimpin. Faktor kekuatan yang pertama bersumber pada dirinya sendiri sebagai pemimpin. faktor kedua bersumber pada

kelompok yang dipempin, dan faktor yang ketiga tergantung pada situasi (Muninjaya, 1999).

Secara mendasar gaya kepemimpinan dibedakan atas empat macam berdasarkan kekuasaan dan wewenang, yaitu otokratik, demokratik, participation, dan laisez – faire atau free rain. Keempat tipe atau gaya kepemimpinan tersebut satu sama lain memiliki karakteristik yang berbeda (Gillies, 1986).

a. Gaya kepemimpinan autokratis : merupakan kepemimpinan yang berorientasi pada tugas atau pekaryaan. Menggunakan kekuasaan posisi dan kekuatan dalam memimpin dengan cara otoriter, mempertanggung jawab untuk semua perencanaan tujuan dan pembuatan keputusan serta memotivasi bawahannya dengan menggunakan sanjungan, kesalahan, dan penghargaan. Pemimpin menetukan semua tujuan yang akan dicapai dalam pengambilan keputusan (Gillies, 1986). Seorang pemimpin yang menggunakan gaya ini biasanya akan menentukan semua keputusan yang berkaitan dengan seluruh kegiatannya dan memerintah seluruh anggotanya untuk mematuhi dan melaksanakannya (DepKes, 1990).

b. Gaya kepemimpinan demokratis : merupakan kepemimpinan yang menghargai sifat dan kemampuan setiap staf. Menggunakan kekuasaan posisi dan pribadinya untuk mendorong ide–ide dari staf, memotivasi kelompok untuk menentukan tujuan sendiri. Membuat perencanaan, mengontrol dalam penerapannya, informasi diberikan seluas – luasnya dan terbuka (Nursalam, 2002). Prinsipnya pemimpin melibatkan kelompok

dalam pengambilan keputusan dan memberikan tanggung jawab pada karyawannya (La Monica, 1986).

c. Gaya kepemimpinan Partisipatif : merupakan gabungan bersama antara gaya kepemimpinan otoriter dan demokratis. Dalam pemimpin partisipatif manajer menyajikan analisa masalah dan mengusulkan tindakan kepada para anggota kelompok, mengundang kritikan dan komentar mereka. Dengan menimbang jawaban bawahan atas usulannya, manajer selanjutnya membuat keputusan final bagi tindakan oleh kelompok tersebut (Gillies, 1986).

d. Gaya kepemimpinan Laisserz Faire : disebut juga bebas tindak atau membiarkan. Merupakan pimpinan ofisial, karyawan menentukan sendiri kegiatan tanpa pangarah, supervisi, dan koordinasi. Staf / bawahan mengevaluasi pekaryaan sesuai dengan cara sendiri. Pimpinan hanya sebagai sumber informasi dan pengendali secara minimal atau sebagai fasilitator (Nursalam. 2002).

4. Semangat Kerja

4.1 Pengertian Semangat Kerja

Moekijat ( 1997 ) menyatakan bahwa semangat kerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa semangat kelompok kegembiraan dan kegiatan. Apabila pekerjaan tanpa merasa senang optimis mengenai kegiatan tugas serta ramah satu sama lain maka karyawan itu dinyatakan mempunyai semangat kerja tinggi. Sebaliknya, apabila karyawan tanpak tidak puas , lekas

marah, sering sakit, suka membantah, gelisah dan pesimis, maka reaksi itu dikatakan sebagai bukti semangat kerja rendah. Menurut Gondokusumo (1995), semangat kerja adalah refleksi dari sikap pribadi atau sikap kelompok terhadap seluruh lingkungan kerja dan terhadap kerja sama dengan orang lain untuk mencapai hasil maksimal sesuai dengan kepentingan bersama.

Semangat kerja adalah melakukan pekerjaan secara lebih giat dengan jalan memperkecil kekeliruhan dalam pekerjaan, mempertebal rasa tanggung jawab, serta dapat menyelesaikan tugas tapi waktunya sesuai dengan rencana yang ditetapkan ( Nitisemito, 2000 )

Semangat (moril) kerja adalah kemampuan sekelompok orang-orang untuk bekerja sama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama (Moekijat, 2002 : 130).

Semangat kerja sangat penting bagi organisasi karena (1) semangat kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas, (2) dengan semangat kerja yang tinggi dari buruh dan karyawan maka pekerja yang diberikan atau ditugaskan kepadanya akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih cepat, (3) dengan semangat kerja yang tinggi pihak organisasi memperoleh keuntungan dari sudut kecilnya angka kerusakan karena semakin tidak puas dalam bekerja, semakin tidak bersemangatdalam bekerja, maka semakin besar angka kerusakan, (4) semangat kerja yang tinggi otomatis membuat karyawan akan merasa senang bekerja sehingga kecil kemungkinan karyawan akan pindah bekerja ketempat lain, (5) semangat kerja yang tinggi dapat

mengurangi angka kecelakaan karena karyawan yang mempunyai semangat kerja yang tinggi ncenderung bekerja dengan hati – hati dan teliti sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada (Tohardi, 2002).

4.2 Dimensi Semangat Kerja

Semangat kerja merupakan kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri pekerja yang sifatnya abstrak, tetapi sangat esensial dalam dunia kerja. Semangat kerja dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu semangat kerja tinggi dan semangat kerja rendah. Semangat kerja karyawan yang tinggi akan membawa sumbangan positif bagi temapt dia kerja. Pekerja yang mempunyai semangat kerja yang tinggi karakteristiknya seperti manusia dewasa. Ciri–cirinya adalah bekerja dengan senang hati, menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, interaksinya sangat dinamis, partisipasi maksimal, dapat bekerja sama dengan teman sejawat dan inovatif. Sebaliknya, pekerja dengan semangat rendah akan membawa dunia tempat kerjanya kepada kehancuran. Semangat kerja yang rendah ditandai dengan kegelisaan yaitu perpindahan bekerja, ketidakhadiran, keterlambatan, ketidakdisiplinan, dan menurunnya hasil kerja. Selain itu, karakteristiknya tidak jauh berbeda dengan sifat kekanak – kanakan dengan ciri–ciri bekerja tidak tenang, menunda pekerjaan, menghambat, bersifat menunggu perintah, tidak kreatif, dan bekerja dengan pola kaca mata kudaang hanya dapat memandang diri sendiri tanpa mau bekerja sama dengan orang lain. Semangat kerja berada pada satu rentang yang positif kesuasana batin negatif. Semangat kerja dapat berubah dari semangat kerja

rendah menjadi semangat kerja tinggi atau sebaliknya sesuai dengan faktor – faktor yang mempengaruhi dan upaya untuk membangun semangat kerja (Adnyani, 2008).

4.3 Indikator Semangat

Semangat kerja membutuhkan perhatian yang teratur, diagnostik dan pengobatan yang layak seperti halnya dengan kesehatan. Semangat agak sukar diukur karena abstrak. Semangat kerja merupakan gabungan dari kondisi fisik, sikap, perasaan, dan sentiment. Untuk mengetahui semangat kerja yang rendah dapat dilihat dari beberapa indikasi. Dengan demikian, perusahaan dapat mengetahui faktor penyebab dan berusaha untuk mengambil suatu keputusan yang lebih dini (Nitisemito, 1996).

Indikator turunnya semangat oleh setiap pekerjaan sangat penting untuk diketahui, dengan adanya pengetahuan tentang indikator tersebut akan dapat diketahui sebab turunnya semangat dan kegairahan kerja. Dengan demikian perusahaan akan dapat mengambil tindakan-tindakan pencegahan atau pemecahan masalah seawal mungkin dengan mengadakan penelitian terlebih dahulu (Jaya, 2008).

Indikator-indikator turunnya semangat antara lain: a) Turun/rendahnya produktivitas kerja

Salah satu indikasi turunnya semangat kerja ditunjukkan dari turunnya produktivitas kerja, ini dapat terjadi karena karyawan cenderung malas dalam melaksanakan tugas dan sengaja

menunda-nunda pekerjaan, dan dapat diukur atau dibandingkan dengan waktu sebelumnya.

b) Tingkat absensi yang naik/tinggi

Sebenarnya tingkat absensi yang naik juga merupakan salah satu indikator turunnya kegairahan kerja, maka perlu dilakukan penelitian bila ada gejala-gejala absensi naik.

Pada umumnya bila kegairahan kerja turun, maka mereka akan malas untuk setiap hari datang bekerja dan setiap ada kesempatan untuk tidak bekerja akan mereka pergunakan, apabila waktu yang luang tersebut dapat digunakan mendapatkan hasil yang lebih tinggi meskipun untuk sementara ada hal-hal lain yang menyebabkan kegairahan kerja menurun.

c) Labour turn-over (tingkat perpindahan) yang tinggi

Dalam suatu perusahaan tidak jarang terjadi perubahan dari sumber daya manusia yang ada, karena ada yang keluar akibat pindah, meninggal, dipecat, pensiun, pengurangan terpaksa, ketidakpuasan mereka bekerja di perusahaan tersebut. Tingkat keluar masuknya yang tinggi selain dapat menurunkan produktivitas kerja juga dapat menghambat kelangsungan hidup perusahaan.

d) Tingkat kerusakan yang tinggi

Indikator lain yang menunjukkan turunnya kegairahan kerja adalah naiknya tingkat kerusakan baik terhadap bahan baku, barang jadi maupun mesin dan peralatan.

e) Kegelisahan di mana-mana

Sebagai seorang pemimpin harus mengetahui kegelisahan yang timbul pada bawahannya. Kegelisahan yang timbul dapat berwujud ketidaktenangan dalam bekerja, perasaan tidak aman menghadapi masa depan serta hal-hal lainnya. Kegelisahan pada tingkat terbatas dengan dibiarkan begitu saja pada tingkat tertentu bukanlah tindakan yang bijaksana karena akan merugikan perusahaan dengan segala akibatnya.

f) Tuntutan yang sering kali terjadi

Tuntutan yang sering terjadi pada perusahaan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan para karyawannya, di mana semakin seringnya terjadi tuntutan merupakan indikasi yang kuat adanya kegairahan kerja yang menurun dari karyawannya.

g) Pemogokan

Pemogokan merupakan perwujudan ketidakpuasan atau kegelisahan yang juga merupakan tingkat indikasi yang paling kuat tentang turunnya kegairahan kerja ( Nitisemito, 2002 ).

Dalam hal ini setiap perusahaan selalu berusaha agar timbulnya pemogokan dapat dicegah karena hal ini bukannya sekedar indikasi turunnya semangat dan kegairahan kerja tetapi juga akan dapat menimbulkan kelumpuhan bagi perusahaan dengan segala akibatnya sehingga menyebabkan jalannya proses produksi menjadi kurang lancar.

Menurut Nitisemito (1996), berdasarkan indikasi yang menunjukkan kecenderungan rendahnya semangat kerja, maka karakteristik semagat kerja dapat diketahui dari tiga indikator yaitu disiplin, kerja sama, dan kepuasan kerja. Disiplin merupakan suatu keadaan tertip karena orang – orang yang bergabung dalam suatu organisasi tunduk dan taat kepada aturan yang ada serta melaksanakan dengan senang hati. Dalam disiplin ada 2 faktor yang mendukung yaitu faktor waktu dan faktor perbuatan. Usaha – usaha untuk menciptakan disiplin selain melalui tata tertib atau peraturan yang jelas juga harus ada pencabaran tugas dan wewenang yang jelas, tata cara, tata kerjayang sederhana dapat dengan mudah diketahui oleh pekerja. Disiplin dapat diukur dengan kepatuhan karyawan dengan kehadiran dalam bekerja, kepatuhan pekerja kepada jam kerja, kepatuhan pada perintah atasan, taat kepada peraturan dan tata tertip yang berlaku, berpakaian yang baik dan sopan di tempat kerja, menggunakan di dentitas atau tanda pengenal.

Kerja sama diartikan sebagai tindakan kolektif seseorang dengan orang lain yang dapat dilihat dari kesediaan para karyawan untuk bekerja sama dengan teman – teman sekerja dan atasan mereka sehubung dengan tugas masing – masing. Kerja sama adalah refleksi dari semangat dan akan baik jika semangat tinggi. Proses kerja sama mengandung segi relasi, interaksi, partisipasi, kontribusu setiap individu, dan masing – masing mereka menyumbangkan ide pikirnya.

Kepuasan mempunyai kontribusi yang sangat besar terhadap produktivitas kerja. Setiap pekerja mempunyai dorongan untuk bekerja adalah kerja adalah pusat dari kehidupan dan kerja adalah sejumlah aktivitas fisik dan mental untuk mengerjakan suatu pekerjaan. Kepuasan kerja berhubungan dengan sikap pekerja terhadap pekerjaanya, situasi kerja, serta kerja sama dengan pimpinan dan sesama pekerja. Pekerja yang tidak memperoleh kepuasan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosan, emosi tidak stabil, sering singgah, dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Oleh karena itu, pekerja akan merasa puas atas kerja yang telah dilaksanakan jika yang dikerjakan dianggap memenuhi harapan sesuai dengan tujuan.

4.4 Faktor – faktor Mempengaruhi Semangat Kerja

Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja karyawan (Jaya, 2008), yaitu antara lain:

a. Gaji yang cukup

Setiap perusahaan seharusnya memberikan gaji yang cukup kepada karyawan/pegawainya. Pengertian “cukup” ini adalah sebenarnya sangat relatif sifatnya. Oleh karena itu cukup di sini adalah jumlah yang mampu dibayar tanpa menimbulkan kerugian bagi perusahaan tersebut. Dan dengan sejumlah gaji yang diberikan tersebut akan mampu memberikan kegairahan kerja atau semangat kerja para

pegawainya. Dengan gaji yang rendah, para pekerja akan malas bekerja dan kurang bergairah untuk melakukan tanggung jawabnya dalam tugas. Akibatnya pekerjaan terjadi terlambat, banyak pekerjaan yang harus dilakukan tidak dilaksanakan.

Perlu dicatat disini bahwa yang dimaksud gaji bukanlah imbalan jasa dalam bentuk uang semata, tetapi dalam bentuk yang lain. Misalnya: jatah beras, perawatan kesehatan, fasilitas perumahan, adanya penilaian terhadap kerja dan sebagainya.

b. Memperhatikan kebutuhan rohani

Selain kebutuhan materi yang berbentuk gaji yang cukup, mereka juga membutuhkan kebutuhan rohani. Kebutuhan rohani ini antara lain adalah menyediakan tempat untuk menjalankan ibadah, rekreasi, partisipasi dan sebagainya.

Meskipun dengan kebutuhan rohani yang dimaksudkan terutama adalah menyediakan tempat ibadah, tetapi jauh lebih luas lagi yaitu kebutuhan untuk dihargai, kebutuhan berpartisipasi, kebutuhan ketentraman jiwa.

c. Sekali – sekali perlu menciptakan suasana santai

Suasana kerja yang rutin sering kali menimbulkan kebosanan dan ketegangan kerja bagi karyawan. Untuk menghindari hal-hal seperti itu maka perusahaan perlu sekali kadang-kadang (dalam kurun waktu tertentu) menciptakan suasana santai.

Banyak sekali cara-cara yang dapat dijalankan oleh perusahaan, misalnya dengan jalan mengadakan rekreasi/ piknik bersama-sama, mengadakan pertandingan olah raga antar karyawan dan sebagainya. Pengaruh yang diakibatkan karena itu cukup besar, kegairahan kerja para karyawan akan timbul karenanya. Mereka akan saling merasa dalam satu kesatuan dan masa satu naungan di bawah nama perusahaan.

d. Harga diri perlu mendapat perhatian

Institusi yang baik biasanya mempunyai karyawan yang hasil kerjanya dapat diandalkan. Dengan keadaan seperti itu institusi akan cepat maju karena cara kerja karyawan cukup baik.

Jika prestasi karyawan itu cukup menonjol apa salahnya bila pemimpin memberikan penghargaan baik berupa surat penghargaan maupun dalam bentuk hadiah materi. Setiap orang pasti menghendaki dirinya dihormati orang lain. Seorang pekerja akan merasa harga dirinya diperhatikan jika ia sekali – sekali diajak berunding dalam memecahkan masalah atau persoalan. Dengan diajaknya berunding dalam memecahkan masalah akan tanggung jawabnya akan semakin besar.

e. Tempatkan para karyawan/pegawai pada posisi yang tepat

Setiap perusahaan harus mampu menempatkan para karyawannya pada posisi yang tepat. Artinya tempatkan mereka pada posisi yang sesuai dengan keterampilan masing-masing. Jadi sesungguhnya masalah

ketepatan menempatkan para karyawan pada posisi yang telah merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha membangkitkan kegairahan kerja karyawan.

f. Berikan kesempatan untuk maju

Kegairahan kerja karyawan akan timbul jika mereka mempunyai harapan untuk maju. Jika hendaknya setiap perusahaan memberikan kesempatan kepada karyawannya. Berikanlah penghargaan kepada karyawan yang berprestasi.

Bagi perusahaan yang baik bukan saja hanya memberikan penghargaan akan tetapi bahkan pihak perusahaan mengadakan program pendidikan tambahan bagi karyawannya. Tentu saja para karyawan akan menyambutnya dengan hati gembira dan kegembiraan inilah salah satu pendorong kegairahan kerja.

g. Perasaan aman menghadapi masa depan perlu diperhatikan

Kegairahan kerja para karyawan akan terpupuk jika mereka mempunyai perasaan aman terhadap masa depan profesi mereka. Untuk menciptakan rasa aman menghadapi masa depan, ada sementara perusahaan yang melaksanakan program pensiun bagi karyawannya. Kalau sekiranya pemberian tunjangan pensiun dirasakan sebagai suatu tindakan yang erat bagi perusahaan, maka sebenarnya ada jalan lain yang cukup baik. Misalnya dengan cara mewajibkan para karyawannya untuk menyisihkan sebagian penghasilannya untuk ditabung dalam bentuk polis asuransi.

h. Usahakan agar para karyawan mempunyai loyalitas

Kesetiaan/loyalitas para karyawan terhadap perusahaan akan dapat menimbulkan rasa tanggungjawab. Tanggung jawab dapat menciptakan kegairahan kerja. Untuk dapat menimbulkan loyalitas para karyawan terhadap perusahaan maka pihak pimpinan harus mengusahakan agar para karyawan merasa senasib dengan perusahaan. Dengan merasa senasib seperti ini kemajuan dan kemunduran perusahaan akan dapat dirasakan juga oleh mereka.

Sebenarnya loyalitas dapat juga ditimbulkan dengan cara pemberian gaji yang cukup, perhatian terhadap kebutuhan rohani dan hal-hal positif lain seperti yang dijelaskan dimuka.

i. Sekali-kali para karyawan/pegawai perlu juga diajak berunding

Di dalam perusahaan merencanakan sesuatu yang agak penting sebaiknya para karyawan diajak berunding. Misalnya kita akan merencanakan menaikkan penjualan sebanyak 25% untuk tahun depan. Maka setiap karyawan yang bertugas dibidang penjualan, produksi, pembelian dan keuangan sebaiknya diajak berunding.

Dengan mengikut sertakan mereka berunding maka perasaan bertanggungjawab akan timbul sehingga mereka dalam melaksanakan kebijaksanaan baru tersebut akan lebih baik.

j. Pemberian insentif yang terarah

Agar perusahaan memperoleh hal secara langsung maka selain cara-cara yang telah disebutkan di atas, dapat pula ditempuh sistem pemberian insentif kepada para karyawan.

Perusahaan akan memberikan tambahan penghasilan secara langsung kepada para karyawan yang menunjukkan kelebihan prestasi kerjanya. Cara seperti ini sangat efektif untuk mendorong gairah kerja para karyawan. Tentu saja cara itu harus juga disertai dengan kebijaksanaan yang tepat.

k. Fasilitas yang menyenangkan

Setiap perusahaan bila mana memungkinkan hendaknya menyediakan fasilitas yang menyenangkan bagi para karyawan. Apabila dengan fasilitas tersebut ternyata mampu menambah kesenangan pada karyawannya maka berarti kegairahan kerjanya dapat pula ditingkatkan.

Fasilitas yang menyenangkan janganlah diartikan secara sempit, sebab banyak menafsirkan bahwa fasilitas menyenangkan antara lain rekreasi, cafetaria sampai olah raga dan sebagainya.

Sebenarnya fasilitas yang menyenangkan sangat luas, sehingga termasuk juga pengobatan, tempat ibadah, kamar kecil yang bersih, pendidikan untuk anak dan sebagainya. Tempat ibadah akan menimbulkan ras kesenangan batiniah, sebab dengan penyediaan

tempat ibadah akan memudahkan mereka yang akan menjalankan ibadah (Nitisemito, 2002 : 108).

Apabila kegairahan kerja karyawan menurun, akan berdampak negatif terhadap perkembangan suatu perusahaan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya moral kerja dari karyawan karena adanya perasaan tidak puas terhadap cara-cara yang dipergunakan oleh pemimpin untuk menggerakkan bawahannya.

Ketidakpuasan ini dapat dilihat dalam bentuk:

a) Labour turn over (pergantian pegawai) yang tinggi.

b) Sering terjadi pertikaian perburuhan (labaur disputes) yang dapat mengakibatkan showdown atau bentuk-bentuk lainnya.

c) Tingkat kebiasaan absen (abseniesme) yang tinggi, artinya terlalu banyak jumlah pegawai yang tidak masuk atau sering datang terlambat

d) Moral yang rendah dalam bentuk kenakalan, perbuatan yang merugikan nama baik organisasi, dan lain sebagainya. e) Tidak adanya loyalitas kepada organisasi.

f) Pessimisme g) Appatisme

4.5 Upaya Membina Semangat Kerja

Membina semangat kerja perlu dilakukan secara terus–menerus agar mereka menjadi terbiasa mempunyai semangat kerja yang tinggi. Dengan kondisi yang demikian, pekerja diharapkan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan kreatif. Pembinaan semangat kerja dalam suatu pekerjaan tentulah pimpinan sebagai atasan. Pembinaan semangat kerja akan dapat berhasil jika pimpinan benar – benar menempatkan dirinya bersama – sama dengan pekerja dan berusaha memperbaiki kondisi kerja agar kondusif sehingga suasana kerja turut mendukung terbinanya semangat kerja (Adnyani, 2008).

Menurut Saydam (2000), keberhasilan pembinaan semangat kerja sangat tergantung pada supervisi yang bermutu, kondisi kerja yang menyenangkan, adanya kesempatan untuk berparisipasi, hubungan yang harmonis, dan adanya aturan mainan yang jelas. Selain itu teknik pengawasan dan kebijakan menajemen meliputi pengawasan berusaha agar pekerja mempunyai minat kerja yang besar, memberi pujian.

Menurut Zainun (2004), beberapa usaha positif dalam rangka menyelenggarakan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja, yaitu orientasi, supervisi, partisipasi, komunikasi, rekognasi, delegasi, kompesi, integrasi, dan motivasi silang. Sastrohadiwiryo (2002), menunjukkan bahwa cara yang ditempuh untuk meningkatkan semangat kerja adalah memberi kompensasi kepada tenaga kerja dalam porsi yang wajar, tetapi tidak memaksakan kemampuan , menciptakan kondisi kerja yang menggirahkan

semua pihak, memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual tenaga kerja. Untuk meningkatkan semangat kerja dilakukan pemberian gaji yang cukup, memperhatikan kebutuhan rohani, menciptakan suasana kerja yang santai, memperhatikan harga diri, menempatkan posisi pekerja pada tempatnya, dan memberikan fasilitas yang menyenangkan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Manajemen Keperawatan

1.1 Pengertian Manajemen Keperawatan

Manajemen keperawatan adalah penggunaan waktu yang efektif, karena manajemen adalah pengguna waktu yang efektif, keberhasilan rencana perawat manajer klinis, yang mempunyai teori atau sistematik dari prinsip dan metode yang berkaitan pada instusi yang besar dan organisasi keperawatan di dalamnya, termasuk setiap unit. Teori ini meliputi pengetahuan tentang misi dan tujuan dari institusi tetapi dapat memerlukan pengembangan atau perbaikan termasuk misi atau tujuan devisi keperawatan. Dari pernyataan

Dokumen terkait