• Tidak ada hasil yang ditemukan

a. Cara Pengambilan Tanah yang Dilakukan oleh Pihak Pengelola24

Dalam program Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) hutan adat marga Mahuze yang termasuk dalam perencanaan pengadaan tanahnya adalah seluas 200 Km2 . Pemerintah melalui mantan Bupati Kabupaten Merauke Drs. Romanus Mbaraka, MT memberikan ijin lokasi kepada PT. Agriprima Citra Persada dengan mengeluarkan SK Bupati No. 6 tahun 2013, tanggal 17 Januari 2013. Sehingga yang melakukan pengadaan tanah adalah PT. Agriprima Citra Persada dan bukanlah Pemerintah. Awalnya pihak PT. Agriprima Citra Persada

24

melakukan sosialisasi, setelah itu pihak perusahaan memberikan uang senilai Rp. 300.000.000 kepada marga Mahuze. Namun, menurut marga Mahuze sosisalisasi yang dilakukan oleh PT. Agriprima Citra Persada tidaklah jelas. Dalam sosialisasi yang dilakukan oleh PT. Agriprima Citra Persada hanya membahas janji-janji yang diberikan oleh PT. Agriprima Citra Persada kepada marga Mahuze. Janji-janji perusahaan meliputi :

- Memberikan pekerjaan yang layak kepada anggota marga Mahuze - Pengadaan Listrik agar listrik di wilayah marga Mahuze bisa

menyala 24 jam/hari. Dikarenakan Listrik di Distrik Muting hanyalah menyala mulai jam 18.00 WIT – 00.00 WIT

- Pengadaan Air Bersih. Mayarakat muting menggantungkan hidupnya dikali, mulai dari mandi sampai mencuci pakaian. Namun, kali dimana masyarakat Marga Mahuze menggantungkan hidupnya telah tercemar, disebabkan oleh limbah pabrik.

- Membangun rumah untuk marga Mahuze secara gratis, dikarenakan permukiman marga Mahuze masih sangatlah sederhana, rumah-rumahnya hanyalah beralaskan tanah dan papan. Kemudian pihak Perusahaan memberikan uang sebesar Rp. 300.000.000 kepada marga disertai dengan memberikan surat perjanjian. Setelah itu marga Mahuze menolak dan berniat menggembalikan uang yang diberikan oleh Perusahaan.

b. Alasan Marga Mahuze Menolak Penggusuran Hutan Adat Mereka25

25

Marga Mahuze menolak adanya penggusuran atas hutan adat mereka dikarenakan, sejak kecil mereka ditanamkan pikiran oleh orang-orang tua dan leluhur mereka kalau Hutan Adat mereka itu harus dianggap sebagi rahim seorang ibu, dan mereka adalah bayi didalamnya. Dimana hutan telah menyediakan semua keperluan mereka secara gratis mulai dari bahan makanan dan bahan untuk bertahan hidup lainnya. Contohnya jika mereka mau makan mereka bisa berburu untuk mendapatkan lauk sedangkan makanan pokok mereka adalah sagu, satu pohon sagu bila mereka pangkur satu hari bisa untuk persediaan satu keluarga selama enam bulan. Jika mereka mau membuat rumah, dinding dan atapnya bisa dibuat dari pohon yang diambil dari hutan adat mereka.

Dalam upaya pengadaan tanah yang dilakukan oleh pihak Perusahaan marga Mahuze beranggapan bahwa sosialisasi yang dilakukan oleh perusahaan tidak jelas karena isi dari sosialisasi hanyalah janji-janji yang akan diberikan oleh pihak perusahaan kepada marga Mahuze saja tidak memberikan jalan keluar yang baik kepada marga Mahuze, Marga Mahuze lebih memilih untuk mempertahankan tanah adat mereka. Dengan berbagai alasan antaranya adalah :

- Karena marga Mahuze berpikirjauh kedepan. Bagaimana nasib anak cucu mereka yang tidak bisa mendapatkan kerja yang layak. Jika hutan adat marga Mahuze habis, mau darimana anak cucu mereka yang tidak bisa mendapat pekerjaan yang layak mengambil bahan-bahan untuk hidup mulai dari bahanbahan untuk membuat rumah sampai dengan bahan-bahan makanan.

- Karena menurut Marga Mahuze tanah yang memberikan mereka maan untuk hidup dari tumbuhan yang ada didalamnya dan juga hewan-hewan yang berada didalam hutan adat mereka.

- Karena jika hutan adat digusur dan sagu hilang maka marga Mahuze takut tradisi dan budaya mereka seperti pangkur sagu hilang. Marga Mahuze ingin mempertahankan tradisi dan budaya adat mereka agar anak dan cucu mereka juga harus tetap mempertahankan tradisi-tradisi adat marga Mahuze.

Marga Mahuze juga merasa Pihak Perusahaan mengintimidasi mereka melalui TNI dan POLRI. Bukan tidak beralasan marga mahuze berpikiran begitu, karena dari pihak Koramil dan Polsek yang berada di distrik Muting. Danramil dan Kapolsek keduanya melakukan rapat dengan Marga Mahuze meskipun diwaktu yang berbeda namun pembahasannya sama yakni membujuk marga Mahuze untuk menandatangani perjajanjian yang diberikan oleh perusahaan. Marga merasa kecewa dengan sikap TNI/POLRI yang bersangkutan, menurut mereka tugas dari TNI/POLRI adalah menjaga keamanan, dan apabila TNI/POLRI mau menjadi mediator antara pihak perusahaan dan Marga Mahuze, TNI/POLRI harus bersifat adil bukan malah ikut membujuk dan mengintimidasi anggota marga Mahuze.

Marga Mahuze sebelumnya telah mempelajari masalah-masalah sengketa atas tanah melalui video-video yang ada mulai dari dalam negeri bahkan dari luar negeri. Satu hal yang mereka dapat ialah jangan sampai menggunakan kekerasan dalam melakukan pemalangan. Karena, jika mereka melakukan kekerasan apalagi

sampai menimbulkan kontak fisik, mereka sendiri bisa ditahan dan setelah itu tidak ada lagi yang bisa membela dan memperjuangkan hak-hak mereka.

Langkah-langkah yang dilakukan oleh marga Mahuze adalah :

- Melakukan rapat Marga, dalam rapat Marga Mahuze mereka saling menguatkan tekat dan persatuan antar anggota marga agar dalam melakukan pemalangan mereka semua kompak dan tidak terpecah belah dan berpaling ke pihak perusahaan.

- Dengan jalan damai meminta perusahaan untuk membatalkan penggusuran atas hutan adat mereka. Perusahaan meminta mereka menggembalikan uang yang terlebih dahulu diberikan oleh perusahaan sebesar Rp. 300.000.000 dan juga mengumpulkan surat perjanjian yang diberikan oleh perusahaan. Marga Mahuze kemudian melakukan semua yang diminta oleh perusahaan. Namun, perusahaan selanjutnya menolak menerima kembali itu semua. Pihak perusahaan juga memalsukan tanda tangan anggota-anggota Marga Mahuze, banyak dari anggota-anggota marga tidak menandatangani perjanjian tersebut tetapi faktanya semua anggota marga menandatangani perjanjian tersebut. Dan perusahaan menggunakan itu sebagai dasar untuk terus menggusur hutan adat marga mahuze.

- Melakukan pemalangan langsung kepada kontraktor-kontraktor yang ditunjuk perusahaan. Hampir setiap hari anggota marga Mahuze pergi menemui para pekerja dilapangan dan menyuruh

mereka pulang, namun mereka tetap saja datang lagi. Hal tersebut membuat marga mahuze mulai emosi namun mereka tetap menyuruh pekerja-pekerja dilapangan itu pulang dengan baik tanpa melakukan tindak kekerasan.

- Melaporkan tindakan TNI/POLRI ke komnas HAM dan Bupati Kabupaten Merauke. Karena mereka merasa terintimidasi oleh TNI/POLRI. Setelah marga Mahuze melaporkan ke Bupati, Danramil dan Kapolsek distrik muting itu kemudian dimutasikan. - Marga Mahuse menanam patok-patok penolakan yang telah

dilakukan adat “sasi”. Tetapi, perusahaan tetap menyuruh security -security untuk mencabut patok-patok tersebut. Marga Mahuze merasa adat mereka tidak dihargai oleh orang-orang yang berasal dari luar daerah. Dan menurut adat istiadat mereka barang siapa

yang melanggar adat “sasi” hukumannya adalah mati. Marga

Mahuze kembali ke perusahaan dan menyampaikan rasa kekecewaan mereka. Para security yang mencabut patok-patok yang telah di sasi tersebut ketakutan. Mereka meminta maaf kepada Marga Mahuze, tetapi dalam adat Marga Mahuze haruslah dilakukan upacara adat dan membayar denda adat untuk menghindari adanya korban karena adat mereka telah dilanggar. c. Alasan Marga-Marga lain yang telah Memberikan Hutan Adat Mereka

Kepada Perusahaan26

26

Pada dasarnya tidak ada dari keenam marga masyarakat Adat suku Marind yang setuju hutan adat mereka diambil oleh perusahaan. Namun ada beberapa alasan yang membuat mereka menyerahkan hutan adat mereka :

- Termakan janji-janji Perusahaan

Adanya janji-janji yang diberikan oleh perusahaan sangatlah mempengaruhi marga-marga yang telah melepaskan hutan adat mereka. Karena mereka menginginkan rumah yang layak dan pekerjaan yang jelas.

- Persatuan Marga yang kurang kuat

Persatuan marga sangatlah penting. Agar antar sesama anggota marga bisa satu hati dan satu pikiran. Namun marga-marga yang telah melepaskan tanah mereka memiliki persatuan marga yang kurang baik. Mereka lebih mementingkan kepentingan mereka pribadi dibandingkan kepentingan bersama.

- Mendapatkan bayaran yang besar

Masyarakat adat sanagtlah jarang bisa mendapatkan pekerjaan sehingga mereka hanya mencari nafkah melalui penjualan hasil buruan, hasil berkebun, dan memancing. Ketika perusahaan menawarkan bayaran yang besar bagi mereka, mereka sangatlah senang. Namun, mereka tidak memikirkan bagaimana nasib anak-cucu mereka nanti.

Pada kenyataannya janji-janji perusahaan ini tidaklah ditepati. Mereka tidak mendapatkan pekerjaan dan rumah yang layak, dan hutan adat mereka telah digusur sehingga mereka tidak bisa lagi berburu untuk mencari nafkah. Perusahaan dalam menggurus hutan adat mereka juga melakukan kecurangan

menanam patok-patok batas hutan yang digusur. Namun jika penggusuran hampir sampai dipatok yang telah ditanam, perusahaan menggeser lagi patok tersebut. Hal ini diakukan secara terus menerus sehingga masyarakat adat sangatlah dirugikan.

C. Analisis

Dokumen terkait