• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.4 Kegiatan Penebangan

Kegiatan penebangan dilakukan oleh chainsaw man, dalam melakukan kegiatan tersebut untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti tersangkutnya bar chainsaw ketika dilakukan penebangan. Pada saat melakukan penebangan dimulai dengan persiapan alat yaitu terlebih dahulu dengan pengikiran mata chainsaw, memasukkan bahan bakar campur, dan memasukkan oli agar mata chainsaw tidak mudah putus. Kemudian setelah persiapan alat selesai, maka kegiatan selanjutnya adalah pembersihan tumbuhan merambat di sekitar pohon yang akan ditebang. Pembersihan tumbuhan merambat dilakukan agar tidak ada yang menahan pohon yang akan ditumbang dan mencegah pohon melenting.

Setelah pembersihan tumbuhan merambat maka dibuat jalur keselamatan. Pembuatan jalur keselamatan dilakukan untuk memudahkan operator dan helper menghindari pohon tumbang. Sebelum dilakukan penebangan, terlebih dahulu operator menentukan arah rebah. Penentuan arah rebah yang dilakukan oleh operator hanya dengan mempertimbangkan kemiringan tajuk. Padahal dalam aturan Reduce Impact Logging (RIL) sedikitnya ada 7 faktor yang menentukan arah rebah pohon. Faktor-faktor tersebut adalah: arah penyaradan, kemiringan lapangan, kemiringan pohon, kesimetrisan tajuk, menghindari pohon lain, menghindari jatuh pada benda keras (batu, batang, dll), dan ketersedian alat bantu (baji, penunjang).

Kegiatan penebangan dimulai dengan cara menebang pohon yang dekat dengan TPN terlebih dahulu kemudian menjauh. Langkah pertama dalam menebang pohon adalah membuat takik rebah dan takik balas. Pembuatan takik rebah dan takik balas dilakukan oleh operator chainsaw untuk merebahkan pohon yang akan ditebang dan membantu mengarahkan pohon ke arah rebah yang diinginkan. Jika berpedoman dalam RIL, tunggak diusahakan seminimal mungkin (maksimal 50 cm untuk pohon tidak berbanir dan 80 cm untuk pohon berbanir). Kayu berbanir dan di atas cabang pertama dimanfaatkan secara maksimal. Lalu pembuatan takik rebah dilakukan dengan cara membuat lantai takik berupa potongan tegak lurus batang pada arah rebah lalu membuat atap takik rebah, bersudut 45° dengan lantai takik. Takik rebah ini dibuat sedalam 1/3 sampai ¼ diameter pohon. Kemudian pada ketinggian 2-5 cm dari lantai takik rebah dibuat takik balas di belakang takik rebah.

Gambar 6 Salah satu bentuk kegiatan penebangan di PT. Sarpatim. Sumber: Koleksi Pribadi

4.4.1 Karakteristik responden penebangan

Karakteristik responden diperlukan untuk mengetahui identitas responden yang kita teliti, sehingga dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan pemahaman K3 yang telah dilaksanakan selama ini di perusahaan. Karakteristik responden ditinjau dalam hal jenis kelamin, pendidikan, usia, dan pengalaman kerja. Dimana responden terdiri dari masing-masing bidang yang terkait dengan penelitian ini.

Pada pekerjaan kehutanan sebagian besar pekerjaannya dilakukan oleh kaum laki-laki, tentu saja hal itu dapat kita lihat di lapangan, dari data yang diambil untuk bidang penebangan, seluruh responden yang terkait merupakan laki-laki dengan jumlah responden sebanyak 19 orang.

Pendidikan merupakan salah satu pertimbangan penting bagi perusahaan dalam mempekerjakan karyawan. Secara umum untuk pekerjaan kehutanan terutama para operator memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Hal itu tentu saja berpengaruh terhadap wawasan karyawan terhadap pemahaman penerapan K3 yang telah dilakukan perusahaan.

SD, 4 SMP, 12 D3, 0 S1, 0 SMA, 1 Lainnya, 2

Gambar 7 Pendidikan responden penebangan.

Berdasarkan Gambar 7 dapat diketahui bahwa pada responden penebangan yang berpendidikan SD sebanyak 4 orang (21,1%), (SMP) sebanyak 12 orang (63,2%), SMA sebanyak 1 orang (5,3%), diploma (D3) tidak ada (0%), sarjana (S1) tidak ada, dan lainnya 2 orang (10,5%). Semakin tinggi pendidikan karyawan

19-29, 8

30-39, 4 40-49, 6

50-59, 1 60, 0

maka diharapkan semakin tinggi pula tingkat pemahaman dan penerapan K3 karyawan kepada perusahaan.

Usia yang ditetapkan oleh PT. Sarpatim bagi karyawannya yaitu berkisar 18 hingga 55 tahun, dimana usia tersebut merupakan usia produktif untuk bekerja. Untuk usia responden dalam bidang antara lain 8 orang berusia 19-29 tahun (42,1%) , 4 orang berusia 30-39 tahun (21,1%) , 6 orang (18,2%) berusia 40-49 tahun, dan 1 orang berusia 55-59 (5,3%) sedangkan untuk yang pekerja berusia

60 tahun tidak ada (0%) (Gambar 8).

Pengalaman kerja merupakan tolak ukur karyawan memahami perusahaan dimana karyawan tersebut bekerja. Begitu pula halnya dengan karyawan PT. Sarpatim yang telah bekerja di PT. Sarpatim lebih dari 3 tahun, para pekerja mengetahui apa yang terjadi di PT. Sarpatim termasuk pemahaman serta penerapan K3 perusahaan. Berdasarkan hasil kuisioner, lamanya responden bekerja di PT. Sarpatim antara lain 1-5 tahun sebanyak 11 orang (57,9%), 6-10 tahun sebanyak 3 orang (15,8%), 11-19 tahun sebanyak 4 orang (21,1%), 20-29 tahun sebanyak 1 orang (5,3%) dan 30 tahun tidak ada (0%) dapat dilihat pada Gambar 9. Oleh karena itu, semakin lama karyawan bekerja di PT. Sarpatim maka diharapkan mampu meningkatkan pemahaman terhadap penerapan K3 yang ada, serta semakin tingginya tingkat kesadaran pekerja akan pentingnya arti K3 dalam pekerjaanya sendiri.

Ya, melaksanakan, 4 tidak melaksanakan, 2 Tidak Tahu, 13 (1-5), 11 (6-10), 3 (11-19), 4 (20-29), 1 30, 0

Gambar 9 Pengalaman kerja responden penebangan.

Indikator lain tentang sejauh mana keberhasilan K3 perusahaan telah terlaksana, dapat dilihat dari tingkat pemahaman dan penerapan K3 dari masing-masing responden itu sendiri. Pada kuisioner penelitian penulis memasukkan pertanyaan sejauh mana pemahaman dan penerapan tentang K3 di perusahaan. Hasil kuisioner menyebutkan bahwa persepsi pemahaman pekerja tentang K3 seperti Gambar 10. Pada bidang penebangan 13 orang (68,4%) menyatakan tidak tahu tentang apa yang dimaksud dengan pemahaman dan penerapan K3 di perusahaan, 2 orang (10,5%) menyatakan tidak melaksanakan K3 atau tidak paham, dan 4 (21,1%) orang menyatakan bahwa ya, melaksanakan K3 atau tahu dan paham tentang apa yang dimaksud dengan K3 itu serta bagaimana penerapannya di lapangan (Gambar 10).

Gambar 10 Pemahaman responden penebangan tentang penerapan K3.

4.4.2 Hasil uji satistik Wilcoxon pada bidang penebangan

Perbandingan antara penilaian pekerja dengan penilaian menggunakan standar ILO tehadap pemahaman K3 secara general, yang terkait dengan aspek

knowledge, skill dan attitude dilakukan dengan cara uji statistik Wilcoxon menggunakan software statistik SPSS 13.0 for windows.

Tabel 9 Hasil uji statistik Wilcoxon terhadap pemahaman perlindungan K3 antara penilaian pekerja bidang penebangan dengan penilaian berdasarkan standar ILO.

Penebangan dengan ILO Pemahaman K3

Z -2,750

Asymp. Sig (2-tailed) 0,006

0,05 Keputusan diambil dengan melihat angka probabilitas, dengan ketentuan: - angka probabilitas (asymp. Sig) > nilai (Alpha) 0.05 maka Ho diterima

- angka probabilitas (asymp. Sig) < nilai (Alpha) 0.05 maka Ho ditolak

Pada Tabel 9 dilihat dari nilai angka probabilitas penebangan mengenai persepsi pekerja terhadap pelaksanaan K3 yang ada yaitu sebesar 0,006 dan angka probabilitas tersebut kurang dari nilai (Alpha) = 0,05 maka keputusan yang diambil yaitu tolak Ho (-) hal ini berarti pemahaman perlindungan K3 antara penilaian pekerja dengan penilaian menggunakan standar ILO berbeda nyata. Maksud dari berbeda nyata disini adalah kondisi berdasarkan penilaian pekerja bisa dikatakan belum sesuai atau terjadi gap dengan kondisi yang ada di lapangan. Perbedaan dapat kita lihat dari selisih nilai antara persepsi pekerja dan kondisi dilapangan yang didapat dari pernyataan di dalam kuisioner.

Tabel 10 Hasil uji statistik Wilcoxon penebangan antara penilaian pekerja dengan penilaian berdasarkan standar ILO.

Nilai Knowledge Skill Attitude

Z -0,767 -0,134 -2,769

Asymp. Sig (2-tailed) 0,443 0,894 0,006

(Alpha) 0,05 0,05 0,05

Keputusan diambil dengan melihat angka probabilitas, dengan ketentuan: - angka probabilitas (asymp. Sig) > nilai (Alpha) 0,05 maka Ho diterima

- angka probabilitas (asymp. Sig) < nilai (Alpha) 0,05 maka Ho ditolak

Untuk pengambilan keputusan bisa berarti berbeda nyata bernilai positif dan berbeda nyata bernilai negatif. Begitu pula untuk pernyataan tidak berbeda nyata dapat bernilai negatif dan positif. Proses pengambilan keputusan atau hipotesis suatu masalah merupakan perbandingan antara penilaian yang dirasakan pekerja kemudian dibandingkan dengan kondisi di lapangan menggunakan standar ILO.

Pada Tabel 10 jika dilihat dari nilai angka probabilitas bidang penebangan hasil uji statistik menggunakan Wilcoxon menyebutkan bahwa pada aspek knowledge nilai asymp.sig = 0,443 > nilai nilai (Alpha) = 0,05 maka keputusan yang diambil yaitu terima Ho. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang nyata pada aspek knowledge antara penilaian pekerja dengan penilaian di lapangan menggunakan standar ILO.

Pada aspek skill sendiri tidak terdapat perbedaan yang nyata pula, hal ini dapat dilihat dari nilai asymp.sig = 0,894 > nilai nilai (Alpha) = 0,05 maka keputusan yang diambil yaitu terima Ho. Hal ini berarti tidak terdapat perbedaan yang nyata pada aspek skill antara penilaian pekerja dengan penilaian di lapangan menggunakan standar ILO.

Untuk attitude pekerja bidang penebangan memiliki nilai asymp.sig = 0.006 < nilai (Alpha) = 0.05 maka keputusan yang diambil yaitu tolak Ho. Hal ini berarti terdapat perbedaan yang nyata pada aspek attitude antara penilaian pekerja dengan penilaian di lapangan menggunakan standar ILO.

4.4.3 Selisih nilai skor rata-rata berdasarkan masing-masing aspek kompetensi

Tabel 11 Selisih nilai kompetensi pekerja bidang penebangan antara penilaian pekerja dengan penilaian berdasarkan standar ILO.

Nilai skor rata-rata Tingkat

Pemahaman K3 Knowledge Skill Attitude

Penilaian Pekerja 3,0 3,8 3,7 3,7

Penilaian Berdasarkan Standar ILO 2,4 3,6 3,8 3,0

Selisih Skor Nilai -0,6 -0,2 0,1 -0,7

Dari data yang disajikan pada Tabel 11 untuk penebangan pemahaman K3 secara umum memiliki selisih nilai -0,6 dengan antara penilaian berdasarkan standarisasi ILO dengan penilaian pekerja itu sendiri. Kemudian untuk penilaian berdasarkan skala Likert pemahaman K3 secara umum pada bidang penebangan masih dalam taraf rentang skala tidak mengetahui yaitu pada kisaran nilai 2,4. sedangkan untuk knowledge dari pekerja bidang penebangan sendiri memiliki selisih nilai -0,2 dan memiliki kategori nilai kedalam kelas mengetahui sebesar 3,6 hal ini berarti untuk knowledge pekerja bidang penebangan sudah baik, sedangkan untuk skill pekerja itu sendiri memiliki selisih 0,1 lebih tinggi

dibandingkan dengan penilaian pekerja itu sendiri yaitu sebesar 3,8 yang termasuk kedalam rentang skala mampu, sehingga dari sisi skill untuk pekerja bidang penebangan sudah termasuk baik. Dari attitude pekerja bidang penebangan memiliki selisih nilai -0,7 antara standar ILO dengan penilaian pekerja itu sendiri, nilai rata-rata attitude sebesar 3,0 termasuk kedalam rentang skala cukup mau. Hal ini berarti untuk aspek kompetensi attitude bidang penebangan masih termasuk kedalam kategori cukup. Berdasarkan selish nilai dan uji yang ada maka hal yang menjadi prioritas untuk ditingkatkan yaitu pada aspek kompetensi attitude pekerja.

4.4.4 Hasil uji korelasi Spearman

Uji korelasi Spearman dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan yang nyata antara aspek-aspek knowledge, skill, dan attitude dari masing-masing bidang pekerjaan. Nilai dari korelasi Spearman dapat diartikan sebagai suatu hubungan yang saling terkait, hal ini berarti bahwa satu variabel saling berhubungan atau mempengaruhi variabel lainya.

Tabel 12 Hasil uji korelasi Spearman penebangan Korelasi

Spearman Nilai knowledge skill attitude

penebangan knowledge Koefisien korelasi ,.000 0,703* 0,491 sig. (2-tailed) . 0,016 0,126 N 11 11 11 skill koefisien korelasi 0,703* 1,000 0,708* sig. (2-tailed) 0,016 . 0,015 N 11 11 11 attitude koefisien korelasi 0,491 0,708* 1,000 sig. (2-tailed) 0,126 0,015 . N 11 11 11

*Korelasi signifikan pada taraf nyata 0.05 (2-tailed)

Keputusan diambil dengan melihat angka probabilitas, dengan ketentuan: - angka probabilitas (sig.2-tailed) > nilai (Alpha) 0.05 maka Ho diterima

- angka probabilitas (sig. 2-tailed ) < nilai (Alpha) 0.05 maka Ho ditolak

Dari Tabel 12 disebutkan bahwa terdapat hubungan yang nyata pada selang kepercayaan 95% antara knowledge dan skill dari bidang pekerjaan penebangan dengan nilai korelasi Spearman = 0,703 dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,016 < nilai

(Alpha) = 0,05 maka keputusan yang diambil yaitu tolak Ho. Kemudian disebutkan pula bahwa terdapat hubungan yang nyata antara aspek skill dan attitude dengan nilai korelasi Spearman = 0,708, dan nilai Sig.(2-tailed) = 0,015 < nilai (Alpha) = 0,05. Dapat diambil kesimpulan bahwa variabel yang mempengaruhi pola kompetensi pekerja pada bidang penebangan yaitu antara aspek knowledge dan skill, serta antara aspek skill dengan attitude. Hasil perhitungan korelasi Spearman digunakan untuk menentukan alternatif strategi apa yang akan dipakai dalam meningkatkan attitude bidang penebangan. Dari nilai yang ada pola hubungan antara skill dan attitude menjadi prioritas dalam menentukan alternatif strategi yang akan dipakai.

Dari uji statistik yang ada menggunakan uji statistik Wilcoxon pada penebangan perbandingan antara penilaian pekerja dengan penilaian menggunakan standar ILO terdapat perbedaan yang nyata pada aspek kompetensi attitude dengan nilai 0,006 dimana nilai skor rata-rata menggunakan standar ILO sebesar 3,0 dan memiliki selisih nilai -0,7. Dengan rentang skala masuk kedalam rentang skala cukup. Penilaian menurut pekerja sebesar 3,7 padahal jika diukur menggunakan standar ILO nilainya sebesar 3,0 sehinga disini terjadi gap, pekerja merasa mereka sudah masuk kedalam kategori yang baik, padahal tidak demikian. Nilai yang ada menunjukkan bahwa attitude perlu menjadi prioritas untuk ditingkatkan. Pada penebangan untuk merubah attitude dapat dilihat menggunakan uji korelasi Spearman. Menurut hasil uji korelasi Spearman hal-hal yang perlu dilakukan dalam merubah attitude selain dengan penetapan aturan terkait juga dengan skill, upaya yang dilakukan seperti berikut:

1. Penerapan peraturan dan tata tertib secara tegas oleh perusahaan.

2. Perlunya pengawasan yang berkelanjutan dari mandor ataupun supervisor. 3. Perlu adanya konsultasi, motivasi, dan kesadaran dari pekerja akan pentingnya

perlindungan K3.

4. Pemberian pelatihan tentang aturan penggunaan alat-alat mekanis sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

Dokumen terkait