• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 TINJAUAN KHUSUS

3.5. Desain dan Tata Ruang Apotek Kimia Farma No.50 Bogor

3.7.2. Kegiatan Non Teknis Kefarmasian

Kegiatan non teknis kefarmasian mencakup kegiatan yang dilakukan bagian euangan dan bagian administrasi seperti pencatatan atau administrasi harian dalam bentuk pembuatan laporan harian yang biasa disebut LIPH (Laporan Ikhtisar Penjualan Harian) baik penjualan tunai dan kredit.

Universitas Indonesia BAB 4

PEMBAHASAN

Apotek merupakan suatu sarana pelayanan kesehatan tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi (obat, obat tradisional, alat kesehatan, dan kosmetika) kepada masyarakat. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Apotek juga berperan sebagai salah satu tempat pengabdian dan praktek profesi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian. Apoteker memiliki tanggung jawab dan peran penting dalam melaksanakan pelayanan kesehatan kepada masyarakat agar keamanan, efektivitas, ketepatan, dan kerasionalan penggunaan obat dapat tercapai. Pembekalan pengalaman dan pembelajaran bagi calon apoteker yang telah dilakukan di apotek Kimia Farma No.50 akan turut meningkatkan kualitas dan kompetensi apoteker.

Kegiatan yang dilakukan selama praktek kerja profesi apoteker di Apotek Kimia Farma No.50 Bogor adalah mengamati dan melaksanakan pelayanan farmasi dasar, proses pengelolaan perbekalan farmasi, mengamati pemberian informasi obat dan konseling serta memperoleh pembelajaran tentang kegiatan administrasi apotek. Pengelolaan perbekalan farmasi terdiri atas perencanaan, pengadaan, pemesanan, penerimaan, penyimpanan, pengeluaran, pengelolaan resep dan obat daluarsa. Kegiatan administrasi APP sebagian besar dilakukan di Unit Bisnis Manajer wilayah Bogor yang meliputi pengelolaan keuangan, SDM, dll.

Apoteker Pengelola Apotek pada Apotek Kimia Farma No.50 berperan sebagai Manajer Apotek Pelayanan (MAP) yang memimpin dan mengelola apotek beserta sumber dayanya. Terdapat apoteker pendamping yang bertugas melakukan pelayanan kefarmasian ketika APA tidak berada di apotek. Dalam menjalankan kegiatan teknis kefarmasian dan non kefarmasian, APA dibantu oleh Asisten Apoteker (AA), petugas administrasi, petugas pengadaan, juru resep, kasir, dan

pekarya.

4.1 Pelayanan Farmasi Resep dan Non Resep

Kegiatan yang dilakukan terkait meliputi mengenal obat/alkes swalayan farmasi dan obat ethical, melakukan skrining resep, dan menyiapkan obat. Pengenalan obat/alkes termasuk mengetahui tata letak, penyimpanan dan menambah wawasan apoteker terutama pengetahuan nama dagang obat, kandungan dan indikasinya. Apotek Kimia Farma menetapkan standar operasional prosedur (SOP) dalam pelayanan resep yang disebut dengan 6 langkah prosedur layanan resep yaitu:

4.1.1 Penerimaan Resep

a. Pemeriksaan keabsahan dan kelengkapan resep yaitu nama, alamat, nomor SIP, tanda tangan atau paraf dokter penulis resep, nama pasien, umur, alamat dan nomor telepon.

b. Pemberian nomor resep.

c. Pemeriksaan ketersediaan obat. d. Penetapan harga.

4.1.2 Perjanjian dan Pembayaran

a. Pengambilan obat semua atau sebagian.

b. Ada/tidak penggantian obat atas persetujuan dokter atau pasien. c. Pembayaran tunai/kredit.

d. Validasi dan penyerahan nomor resep. e. Pembuatan kwitansi dan salinan resep. 4.1.3 Penyiapan Obat dan Peracikan

a. Penyiapan etiket/penandaan obat dan kemasan.

b. Peracikan obat termasuk menghitung dosis, menimbang, mencampur dan mengemas.

c. Penyajian hasil akhir. 4.1.4 Pemeriksaan Akhir

a. Kesesuaian hasil peracikan dengan resep yaitu nomor resep, nama obat, bentuk dan jenis sediaan, jumlah dan aturan pakai, nama pasien, umur, alamat, dan nomor telepon.

Universitas Indonesia 4.1.5 Penyerahan Obat dan Pemberian Informasi

a. Penyerahan obat harus disertai dengan penjelasan informasi tentang nama obat, bentuk dan jenis sediaan, jumlah dan aturan pakai, efek samping yang mungkin terjadi, interaksi terutama dengan makanan dan cara penyimpanan.

b. Tanda terima pasien/penerima obat 4.1.6 Layanan Purna Jual

a. Komunikasi dan informasi setiap waktu

b. Penggantian obat bila perlu atas permintaan dokter

Pelayanan yang diberikan telah sesuai dengan prinsip 6 langkah prosedur pelayanan resep yang ditetapkan oleh Apotek Kimia Farma. Tahapan pelayanan resep di Apotek Kimia Farma No.50 berjalan secara sistematis mulai dari penerimaan resep hingga penyerahan obat dan pemberian informasi kepada pasien. Pada setiap tahapan penyiapan obat terdapat keterangan pada lembar pemeriksaan yang harus diparaf oleh petugas. Lembar pemeriksaan dapat dilihat pada lampiran 7. Petugas yang mengambil obat dan memeriksa kesesuaian obat dengan resep dilakukan oleh orang yang berbeda untuk mencegah terjadinya medication error. Pada saat pengamatan dilakukan selama praktek kerja, petugas kurang disiplin dalam memberi paraf pada tahapan−tahapan tersebut padahal penting untuk tujuan penelusuran apabila terjadi masalah.

Kecepatan pelayanan resep merupakan salah satu faktor penting dalam pelayanan kefarmasian di Apotek karena sangat mempengaruhi kepuasan pelanggan. Kecepatan dan ketanggapan respon petugas dalam penerimaan resep maupun pembelian lainnya perlu ditingkatkan terutama pada saat banyak pelanggan yang datang. Pentingnya pelanggan tercermin dalam prinsip pelayanan Apotek yaitu dalam pelayanan yang diberikan, harus dipastikan hak pelanggan terpenuhi yaitu:

a. Menerima senyum, sapa, salam dan komunikasi dengan santun

b. Mengetahui harga, jenis, bentuk kemasan dan jumlah obat yang dibeli

c. Mendapatkan informasi obat dan penggunaan alat kesehatan secara langsung maupun melalui telepon

Dengan terpenuhinya hak pelanggan tersebut, pelanggan akan merasa puas dan pelayanan yang diberikan berkualitas sehingga dapat meningkatkan citra apotek. Perlu dilakukan survey kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang selama ini diberikan oleh apotek sehingga dapat diketahui faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan. Kelemahan tersebut dapat dievaluasi untuk peningkatan kualitas pelayanan dan untuk memenuhi harapan pelanggan.

4.2 Pengelolaan Perbekalan Farmasi 4.2.1 Perencanaan dan Pengadaan

Perencanaan perbekalan farmasi adalah salah satu fungsi yang menentukan dalam proses pengadaan perbekalan farmasi. Sedangkan pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah direncanakan. Pengadaan sangat penting terhadap pelayaan yang diberikan apotek, yang menentukan pula dalam hal keuntungan dan kerugian. Pengadaan yang efektif yaitu sesuai jenis maupun jumlah barang dan tepat waktu. Apotek dengan ketersediaan obat yang lengkap tentu mempunyai citra yang baik di mata konsumen.

Pengadaan barang (selain narkotika dan psikotropika) dilakukan secara terpusat di BM dengan menggunakan sistem pembelian sentralisasi (pooling sistem) dengan menerapkan sistem DC (Distribution Center) dan BPBA (Bon Permintaan Barang Apotek). Sistem pengadaan DC mempunyai beberapa keuntungan yaitu

a. Menghemat faktur sehingga menghemat tenaga untuk memisahkan bon dan mengentri faktur

b. Mengurangi kesalahan dalam mengentri faktur c. Kegiatan yang dilakukan lebih fokus

d. Diskon yang diperoleh lebih besar

e. Keuntungan yang diperoleh juga lebih besar

f. Bisa mengkover apotek Kimia Farma baru yang belum mendapat diskon

g. Mempermudah negosiasi dengan distributor karena barang yang dipesan volumenya besar

Universitas Indonesia Selain itu sistem pengadaan DC mempunyai beberapa kekurangan, antara lain: a. Penjualan substitusi dan penjualan sebenarnya tidak bisa dibedakan

b. Barang yang datang lama

c. Terkadang jumlah barang yang terbaca dengan sistem DC tidak sesuai

d. Barang yang datang dari BM harus dilakukan pengecekan kembali saat sampai ke apotek

Pengadaan sangat penting karena berkaitan dengan keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh apotek. Apabila tidak dikelola dengan baik dan efektif maka akan menguntungkan apotek. Ketersediaan obat yang lengkap akan meningkatkan citra apotek di mata pelanggan. Pengadaan obat dan perbekalan farmasi lainnya pada Apotek Kimia Farma No.50 dilakukan berdasarkan pertimbangan anggaran yang tersedia, harga, pola konsumsi masyarakat, pola penyakit, pola penulisan resep dokter dan stok persediaan barang.

4.2.2 Pemesanan

Pemesanan yang dilakukan adalah dengan menyiapkan Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) dan Surat Pesanan (SP) Narkotika dan psikotropika. BPBA dikirim ke Unit Bisnis/BM Bogor secara online melalui sistem informasi yang terhubung secara langsung kemudian BM akan mengubah BPBA menjadi SP. SP Narkotika dibuat empat rangkap, tiga rangkap untuk distributor (termasuk yang asli) dan satu rangkap untuk apotek. Satu SP untuk satu jenis narkotika. Sedangkan SP psikotropika terdiri dari tiga rangkap, dua rangkap termasuk asli untuk distributor dan satu rangkap untuk arsip apotek. Satu SP psikotropika dapat digunakan untuk beberapa jenis psikotropika. Surat pesanan ditandatangai oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek. Contoh SP narkotika dan psikotropika dapat dilihat pada lampiran 4 dan 5. Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan sebelum melakukan pemesanan antara lain stok minimum, waktu tunggu (lead time) dan parameter lain sehingga waktu pemesanan tepat dan tidak terjadi stok kosong. Petugas perlu memantau stok minimum obat dan menuliskan di buku defecta yang selanjutnya akan diubah menjadi BPBA atau SP. Petugas dibagi berdasarkan rak obat yang telah ditentukan untuk melihat dan mencatat jumlah stok fisik dari setiap barang.

4.2.3 Penerimaan

Barang yang datang dari BM dilakukan beberapa pemerikasaan sesuai dengan daftar barang yang dipesan melalui BPBA maupun sistem DC. Proses pemeriksaan ini merupakan tahapan yang sangat penting dalam penerimaan barang untuk mencegah kerugian yang dapat dialami apotek akibat barang yang rusak atau kadaluarsa. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi nama, kemasan, jumlah, tanggal kadaluarsa dan kondisi barang. Untuk narkotika dan psikotropika yang datang langsung dari distributor harus dilakukan pemeriksaan kesesuaian barang yang datang dengan SP dan dengan faktur pembeliannya terhadap jenis barang, merk, jumlah, harga satuan, jumlah harga per jenis barang dan jumlah harga keseluruhan obat yang tertera di dalam faktur, dan tanggal kadaluarsa. Obat yang sudah diterima juga diperiksa nomor batch dan tanggal kadaluarsanya untuk mencegah kemungkinan diterimanya obat yang sudah kadaluarsa atau mendekati kadaluarsa. Jika pemeriksaan narkotika dan psikotropika sudah sesuai, faktur ditandatangani oleh apoteker atau petugas apotek yang diberi kuasa dan diberi stempel.

Dengan sistem DC, barang dikirim secara berkala ke apotek sehingga sering berlangsung proses penerimaan dan pemeriksaan yang menyebabkan perlunya waktu dan tenaga yang lebih banyak. Hal ini menjadi salah satu kekurangan sistem DC tetapi dapat diatasi oleh petugas apotek dengan mengatur pembagian kerja untuk melakukan proses pemeriksaan ini.

4.2.4 Penyimpanan

Penyusunan obat dilakukan berdasarkan bentuk sediaan, dikelompokkan berdasarkan farmakologi, dan disusun secara alfabetis. Untuk obat khusus untuk Askes di susun di rak terpisah. Obat golongan narkotik disimpan sesuai peraturan undang-undang yang berlaku dan obat golongan psikotropik di simpan di lemari terpisah untuk menghindari penyalahgunaan Sedangkan untuk produk-produk termolabil seperti suppositoria, injeksi disimpan di dalam lemari pendingin. Sedangkan ditempat swalayan farmasi menyediakan OTC, alat kesehatan, vitamin, produk bayi, kosmetik, makanan dan minuman.

Universitas Indonesia Rak obat yang digunakan untuk penyimpanan menggunakan kotak obat yang disusun seperti sarang tawon. Penyusunan ini menyebabkan penyimpanan obat terlihat sangat rapi dan teratur. Obat disimpan dalam kotak biasanya kemasan sekundernya dibuang. Bila kemasan sekunder tersebut cukup untuk dimasukkan ke kotak obat dalam rak, alangkah lebih baik jika obat tidak dikeluarkan dari kemasan sekunder. Hal ini bermanfaat ketika obat harus dikembalikan ke distributor karena kadaluarsa terutama jika terdapat perjanjian dengan distributor. Jika obat harus dikeluarkan dari kemasan sekunder, sebaiknya kemasan dihancurkan/dirusak terlebih dahulu sebelum dibuang untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan oleh pihak−pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kegiatan yang dilakukan dalam proses penyimpanan meliputi memasukkan barang yang datang ke kotak obat, mencatat obat ke dalam kartu stok, dan melakukan pengendalian persediaan. Petugas mempunyai tanggung jawab untuk mengontrol stok obat yang ada di apotek. Kegiatan ini disebut dengan uji petik. Uji petik dilakukan dengan mencatat dan membandingkan stok obat dalam kartu stok, jumlah obat secara fisik dan jumlah obat yang tercatat dalam komputer. Setiap petugas apotek diberikan tugas untuk bertanggung jawab terhadap beberapa rak obat. Hal ini dilakukan untuk meminimalisasir ketidaksesuaian stok, memeriksa tanggal kadaluarsa obat, untuk mengetahui jumlah obat yang dibutuhkan untuk dipesan setiap minggu dan dimasukkan ke dalam buku defekta, serta untuk mengetahui obat-obat yang slow moving maupun fast moving.

4.2.5 Penyiapan Obat

Kegiatan yang dilakukan adalah turut serta dalam peracikan, menyiapkan obat racikan, membungkus dalam bungkus puyer atau kapsul, menyiapkan obat jadi dan memberikan etiket. Penghitungan jumlah obat yang akan diracik dan pemeriksaan kebenaran/kesesuaiannya dengan resep harus dilakukan oleh asisten apoteker yang berbeda untuk mencegah kesalahan. Dalam penyiapan atau pelayanan resep terdapat beberapa tahapan pelayanan yang terdiri dari menghargai, timbang, kemas, kuitansi, salinan resep (copy resep) yang harus diparaf oleh setiap petugas yang mengerjakan tiap tahapan. Hal ini dijadikan sebagai salah satu bentuk kontrol kualitas pelayanan dan sebagai bentuk

pengawasan terhadap kemungkinan kesalahan di setiap tahapan sehingga dapat menjadi bahan evaluasi yang lebih fokus. Adanya beberapa tahapan yang harus dilalui ini untuk memastikan bahwa obat yang tiba di tangan pasien adalah tepat dan benar. Peracikan yang dilakukan sebaiknya sesuai dengan SOP yang telah dibuat berdasarkan standar pelayanan kefarmasian yang baik.

4.2.6 Pengelolaan resep dan obat daluarsa

Pengelolaan resep yaitu dengan melakukan penyimpanan resep yang dikumpulkan sesuai nomor urut dan tanggal resep. Resep disimpan dengan baik. Resep yang mengandung narkotika dipisahkan dari resep lainnya dan disusun pula sesuai nomor urut dan tanggal resep tersebut. Resep disimpan dalam tempat tertentu agar memudahkan pengontrolan. Resep disimpan selama 3 tahun sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Pengelolaan obat kadaluarsa dilakukan dengan mengecek obat−obat yang mendekati tanggal kadaluarsa dan rusak. Pengendalian obat kadaluarsa penting untuk dilakukan untuk mencegah pasien menerima obat daluarsa akibat kelalaian. Hal ini dilakukan dengan mencantumkan tanggal kadaluarsa pada etiket setiap pembelian obat dan disampaikan pula kepada pasien. Selain itu, pengendalian obat daluarsa juga dilakukan dengan menandai tahun kadaluarsa obat pada kotak penyimpanan obat dengan label berwarna yang menunjukkan tahun kadaluarsa obat. Pengendalian obat kadaluarsa akan meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan oleh apotek dan mencegah kerugian yang dapat terjadi.

4.3 Pemberian Informasi Obat dan Konseling

Pada saat penyerahan obat, Apotek Kimia Farma No.50 melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik. Pada saat penyerahan obat, pasien harus memperoleh informasi tentang obat dan pengobatannya. Informasi yang diberikan kepada pasien meliputi nama obat, kandungan, kekuatan, indikasi, aturan pakai, cara penggunaan obat, kontraindikasi, efek samping, interaksi, dan cara penyimpanan obat. Terkadang, pemberian informasi mengenai obat yang diberikan kepada pasien belum dilakukan secara maksimal. Hal ini disebabkan banyaknya obat yang masih harus diberikan kepada pasien dalam waktu yang

Universitas Indonesia sama dan pasien biasanya menghendaki penyampaian informasi yang cepat sehingga pemberian informasi obat lebih ditekankan pada aturan pakai dan cara penggunaan obat. Pada penyerahan obat juga disampaikan jumlah obat dan tanggal kadaluarsanya. Terdapat tempat khusus untuk penyerahan obat sehingga membuat pasien merasa nyaman dan informasi yang disampaikan juga dapat diterima dengan efektif.

Konseling dilakukan di dalam ruang apotek di tempat kerja APA. Konseling dilakukan terutama untuk pasien dengan penyakit kronis, pasien yang mendapat terapi polifarmasi, geriatri, dan pediatri. Konseling bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang obat dan pengobatan, pasien terhindar dari penggunaan obat yang salah sehingga tujuan terapi dapat tercapai dengan baik. Konseling dapat menjadi salah satu aspek untuk peningkatan pelayanan kefarmasian di apotek. Pasien dengan penyakit kronis (TBC, Diabetes, Hipertensi) yang merupakan pelanggan apotek, perlu diberikan konseling dengan meminta persetujuan pasien. Hal ini akan membuat pasien merasa diperhatikan dan dapat menyebabkan pasien menjadi loyal kepada apotek. Konseling yang dilakukan untuk pasien ini sebaiknya berupa konseling berkelanjutan agar dapat sekaligus memantau pengobatan pasien.

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

a. Apoteker memiliki peranan, wewenang, dan tanggung jawab yang besar dalam kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek dalam mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal.

b. Kegiatan yang dilakukan di apotek dalam pengelolaan perbekalan farmasi antara lain perencanaan, pemesanan, penyimpanan, penjualan, dan pengendalian. Sedangkan kegiatan administrasi yang dilakukan adalah pengelolaan keuangan dan laporan.

c. Pelayanan kefarmasian di apotek yaitu pelayanan resep, swamedikasi, promosi, edukasi termasuk pemberian informasi obat dan konseling.

5.2 Saran

a. Perlu dilakukan pengkajian tentang kepuasan pelanggan terhadap pelayanan yang diberikan oleh Apotek Kimia Farma No.50 misalnya dengan pembagian questioner kepada pelanggan.

b. Pasien dengan penyakit kronis (TBC, Diabetes, Hipertensi) perlu diberikan konseling atas persetujuan pasien sehingga pasien merasa diperhatikan dan dapat menyebabkan pasien menjadi loyal. Konseling dapat menjadi salah satu aspek untuk peningkatan pelayanan.

c. Jika obat harus dikeluarkan dari kemasan sekunder, sebaiknya kemasan dihancurkan/dirusak terlebih dahulu sebelum dibuang untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan oleh pihak−pihak yang tidak bertanggung jawab. d. Brosur obat sebaiknya tidak dibuang, tetapi disimpan dalam kotak obat

sehingga memudahkan petugas bila perlu mendapatkan informasi tentang obat. e. Dibuat poster atau brosur tentang kesehatan seperti cara mencuci tangan yang

benar, cara penggunaan suppositoria, inhaler, obat tetes, dll.

Universitas Indonesia DAFTAR REFERENSI

Daris, Azwar. (2008). Undang – undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Suplemen Himpunan Peraturan dan Perundang−undangan Kefarmasian. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

Daris, Azwar. (2008). Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dalam Himpunan Peraturan dan Perundang−undangan Kefarmasian. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

Daris, Azwar. (2008). Undang – undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dalam Suplemen Himpunan Peraturan dan Perundang−undangan Kefarmasian. Jakarta: PT. ISFI Penerbitan.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Depkes RI

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Review Penerapan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan Sistem Pelaporan Dinamika Obat PBF Regional I, II dan III Tahun 2010. Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. www.depkes.go.id

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri No. 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta. Kimia Farma. (2012). Materi Praktek Kerja Profesi Apoteker. Jakarta: PT. Kimia

Lampiran 2. Denah Ruangan Apotek Kimia Farma No.50

Keterangan:

1. Display 11. Lemari Narkotik 2. Ruang Tunggu 12. Lemari Pendingin 3. Swalayan Farmasi 13. Meja Peracikan 4. Lemari pendingin 14. Ruang Administrasi 5. Obat ethical 15. Optik 6. Kasir 16. Lab Klinik 7. Meja penyerahan obat 17. Ruang Praktek Dokter 8. Meja APA 18.WC Lemari 44

Lampiran 3. Struktur Organisasi Apotek Kimia Farma No.50 Bogor

Layanan Farmasi Swalayan Farmasi

AA Adm Kasir Juru

Resep

Pekarya

Manajer Apotek Pelayanan/ Apoteker Pengelola Apotek

Kasir Petugas swalayan farmasi

ANALISA RESEP PENGOBATAN ULKUS PEPTIKUM DI

APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 BOGOR

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DIAN RENI AGUSTINA, S.Farm.

1106046830

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI

DEPOK

JUNI 2012

ii

Halaman HALAMAN JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iv BAB 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Tujuan ... 2

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1. Definisi Ulkus Peptik ... 3 2.2. Etiologi dan Faktor Pencetus ... 3 2.2.1. Helicobacter pylori ... 3 2.2.2. Anti Inflamasi Non Steroid (AINS) ... 6 2.2.3. Merokok ... 6 2.2.4. Makanan ... 7 2.2.5. Stress... 7 2.2.6. Penyakit ... 8 2.3. Patogenesis ... 8 2.4. Manifestasi Klinis ... 9 2.5. Terapi ... 9 2.5.1 Tujuan Terapi. ... 9 2.5.2. Terapi Non Farmakologi ... 9 2.5.3. Terapi Farmakologi ... 10

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 16 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 16 3.2. Sampel Penelitian ... 16 3.3. Metode Penelitian ... 16 BAB 4. PEMBAHASAN ... 17

Dokumen terkait