• Tidak ada hasil yang ditemukan

D. Nilai Manfaat Kedawung

1. Kegunaan untuk obat

Daun kedawung dapat digunakan sebagai obat sakit perut nyeri dan mulas; bijinya dapat digunakan sebagai obat untuk nyeri haid, kejang-kejang pada waktu haid, atau akan bersalin, demam nifas, kholera, mulas, masuk angin, antidiare, mencret, sakit perut, karminatif, borok, kudis, luka, sakit pinggang, sakit jantung mengipas, cacingan, radang usus, penguat lambung dan cacar air; dan kulitnya dapat digunakan sebagai obat kudis (Heyne, 1987; Hadad, Taryono, Udin dan Rosita, 1993; Yuliani, Ma’mun dan Tritianingsih, 1993).

Kayu kedawung dapat dalam ukuran sangat besar akan tetapi karena tidak begitu awet, tidak digunakan; warnanya putih rata, kasar dan lunak serta tidak mengandung kayu teras. Menurut keterangan Koorders dalam Tectona 1910, halaman 121 yang dikutib oleh Heyne (1987), di Manila kayu tumbuhan ini digunakan sebagai bahan industri korek api akan tetapi di pabrik korek api yang

68 pertama di Jawa di anggap tidak dapat digunakan karena baunya yang tidak enak. Selanjutnya di Bogor diberitakan bahwa setelah kulitnya direbus dengan adas- pulasari dapat digunakan sebagai obat kudis. Dikemukakan pula bahwa polong kedawung setelah ditumbuk dengan air dipakai untuk mencuci kepala. Dalam vakliteratur pernah diberitakan tentang pembuatan gula dari polong, sedangkan bijinya kadang-kadang digunakan sebagai pengganti pete tetapi rasanya pahit. Di Bogor biji dimakan dengan nasi kalau masih sangat muda (Heyne, 1987). Biji yang tua dimana-mana dipakai sebagai obat penyakit kolik dan bahan ini merupakan bagian penting dari obat kolera (diterbitkan dalam Tijdschr.v.Inl. Geneeskundigen 1910, hlm. 25). Biji dapat dipanggang seperti kopi kemudian dikupas dan ditumbuk. Tepung biji dapat diminum sebagai obat kolik angin dan seduhan dari tepung yang sama dengan daun sembung diminum untuk pengobatan kejang pada waktu haid (Heyne, 1987; Kloppenburg-Versteegh,1983). Penulis yang sama mengemukakan bahwa penggunaan kedawung sebagai tapel pada berak darah dan lendir sebagai akibat masuk angin. Orang Melayu menurut Ridley juga menggunakan sebagai obat penyakit kolik dan selanjutnya digunakan sebagai obat penguat lambung (Heyne, 1987).

Pemanfaatan biji di beberapa Negara Afrika meliputi berbagai macam produk terutama produk hasil fermentasi. Biji yang dipanggang dapat dimanfaatkan sebagai pengganti kopi (Wildeman, 1906 dalam Hall, Tomlison, Oni, Buchy and Aebischer, 1997). Ekpenyong et al. (1977) dalam Hall et al. (1997), telah meneliti kemungkinan penambahan biji dalam bubur yang sering digunakan sebagai weaning food atau makanan bayi. Dalam pengobatan tradisional, biji yang telah difermentasi digunakan untuk mengobati hipertensi dan infeksi (Covi, 1971 dalam Hall et al., 1997). Ekstrak air dari bijinya menunjukan efek penghambatan terhadap sekresi dan agregasi platelet (Rendu et al., 1993 dalam Hall et al., 1997). Sedangkan masyarakat Indonesia terutama di Jawa, biji kedawung merupakan bagian penting dari obat kolera (Heyne, 1987).

Saat ini masyarakat generasi muda sudah tidak mengenal lagi kedawung yang pernah dilaporkan oleh Heyne (1987), yaitu bahwa kebiasaan masyarakat pada zaman dulu memakan biji muda kedawung dengan nasi. Pengetahuan tradisional ini telah terputus, padahal jenis ini berfungsi bagi kesehatan

69 masyarakat dalam memelihara proses pencernaan. Seperti diketahui bahwa gangguan pencernaan merupakan awal dan sumber dari segala macam penyakit. Pada Gambar 14 dapat dilihat berbagai manfaat pohon kedawung dan bagian-bagiannya yang digunakan oleh masyakarat hutan di Afrika Barat. Pohon kedawung bagi mereka ternyata sangat penting dalam adat-istiadat dan kehidupan sehari-hari.

2. Kandungan kimia

Akar kedawung mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, steroid. Kulit batang mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, steroid; daun mengandung alkaloid, flavonoid, saponin, steroid. Sedangkan biji kedawung mengandung zat glukosa, damar, samak, garam-garam alkali, tanin, senyawa-senyawa sterol berupa kampesterol, stgimasterol dan sitosterol (Baihaki, 1995; Yuliani, Ma’mun, Tritianingsih, 1993; Hanani, 1993; Studiawan dan Dyatmiko, 1993). Kandungan kimia biji meliputi glikosida, damar, tanin dan sistein (Ditjenpom, 1985 dalam Sumarto dan Wahyuni, 1993).

Daun dapat digunakan sebagai campuran tepung sereal (Dalzeil, 1937 dalam Hall et al., 1997). Analisis kimia daun dari pohon kedawang yang tumbuh di Afrika, meliputi 9.1 % mengandung protein, 90 ppm mengandung Fe, 93 ppm mengandung Na, 0.44 % mengandung Ca dan 0.13 % mengandung Mg (Ouedraogo, 1995).

Daun, kulit batang dan kulit akar kedawung memiliki senyawa yang berfungsi sebagai antimikroba. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kulit batang kedawung memiliki aktivitas antimikroba yang paling tinggi dibandingkan daun dan kulit akar. Biji kedawung tidak mengandung aktivitas antimikroba terhadap keempat bakteri uji, yaitu S. aureus, B. cereus, E. coli dan V. cholerae. Kulit batang kedawung dengan konsentrasi 10,70 mg/ml (5%) telah menghambat pertumbuhan S. aureus, B. cereus, E. coli dan V. cholerae. Ekstrak kulit batang dengan konsentrasi 21,40 mg/ml (10%) menunjukkan penghambatan terbesar

70

Pemisahan daging, kulit dan biji

Sumber : Quedraogo (1995)

Gambar 14. Fungsi multi guna kedawung ( Parkia biglobosa G.Don) di masyarakat tradisional Afrika Barat.

Fungsi-fungsi material dan spiritual Pohon Fungsi Spiritual

9 Penyuburan dan stabilisasi tanah

9 Eksudat-eksudat akar telah digunakan secara luas untuk obat tradisional pada berbagai macam penyakit kulit, sistem nerveus, kencing manis, darah tinggi, dan kurang tenaga

Akar

9 Digunakan untuk tiang bangunan

9 Kayu bakar

9 Pulp dan Kertas

Batang/ cabang

Digunakan seperti simbol dalam cerita populer dan kepercayaan spiritual tertentu Sering digunakan sebagai obat tradisional

dalam penyembuhan lebih dari 20 penyakit infeksi dan parasit; organ sirkulasi, pernafasan, pencernaan, kulit, sistem artikuler dan muskuler, penyakit trauma, dll.

Kulit batang/ tangkai/

ranting

Dikategorikan ke dalam persiapan benda-benda yang dipuja, digunakan di lapangan

• Peneduh dan penyubur tanah

• Makanan ternak

• Banyak digunakan sebagai obat tradisional dalam penyembuhan lebih dari 20 penyakit infeksi dan parasit, organ sirkulasi, pernafasan, pencernaan, kulit, sistem artikuler dan muskuler, trauma dan gejala lainnya.

Daun

Banyak digunakan dalam upacara keagamaan dan adat, kelahiran, kebangkitan, pemakaman, dan pemujaan.

9 Pakan bagi lebah madu

9 Untuk penyembuhan beberapa penyakit pada organ sirkulasi, untuk dimakan

Bunga

Buah

Daging buah Kulit luar dan serat Biji

9 Tepung dari daging, digunakan untuk makanan manusia 9 Minuman 9 Makanan ringan 9 Makanan tambahan 9 Farmakologi (resep untuk penyembuhan berbagai macam penyakit) 9 Legendaris populer : ritus dan upacara adat 9 Tanin, digunakan untuk ukir-ukiran dinding, pewarnaan keramik 9 Serat untuk mengikat dan melepas anak panah

9 Mengail ikan 9 Farmakologi untuk penyembuhan berbagai macam penyakit 9 Legendaris

9 Ritus dan upacara adat 9 Biji yang difermentasi banyak digunakan untuk makanan 9 Biji-bijian mentah digunakan untuk penyembuhan berbagai macam penyakit

9 Ritus dan upacara adat pada hari kelahiran, pesta, hari pemakaman dan bagi waris

71 terhadap pertumbuhan keempat bakteri uji pada waktu kontak 24 jam. Bakteri Gram positif yang resisten terhadap senyawa antimikroba dari kulit batang adalah B. cereus sedangkan bakteri Gram negatif yang paling resisten adalah E. coli. Bakteri S. aureus paling sensitif terhadap senyawa antimikroba dari kulit batang dibandingkan bakteri lainnya (Sari, 2000).

Potensi yang sangat menarik dari biji kedawung adalah memiliki kadar protein dan lemak yang tinggi. Biji kedawung mengandung : protein sistein yang cukup menonjol sebesar 42,3 %, lemak 24,6 %, karbohidrat 22,1 %, serat 3,6 % dan abu 7,2 % (Hall et al., 1997). Melihat besarnya kandungan protein dalam biji kedawung, maka spesies ini merupakan spesies tumbuhan sumber penghasil protein nabati dari hutan yang potensial dan memiliki prospek baik di masa datang, baik sebagai sumber nutrisi langsung yang bisa dikonsumsi manusia, maupun oleh hewan ternak.

3. Nilai ekonomi

Total pemanfaatan biji kedawung secara nasional selama tahun 1998 mencapai sebesar 75 ton, sedangkan pada tahun 1996 hanya mencapai 12 ton, yang berarti selama 2 tahun terjadi peningkatan permintaan sebesar 525 % (Sandra dan Kemala, 1994). Sebagian besar kebutuhan dipenuhi dari pohon kedawung yang tumbuh liar di hutan dimana spesies ini belum banyak dibudidayakan. Manfaat biji kedawung ini secara tradisional sudah sejak lama diketahui masyarakat untuk mengobati gangguan pencernaan dan merupakan bahan baku jamu 10 terbesar yang dibutuhkan oleh industri jamu di Indonesia (Sandra dan Kemala, 1994)

Kedawung yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat sekarang ini adalah bijinya. Biji kedawung ini diambil dari pohon kedawung yang berada di hutan alam tepatnya di kawasan Taman Nasional Meru Betiri.

Harga biji kedawung berkisar dari Rp 6.000 per kg (pengepul tahap 1) sampai Rp 40.000 per kg (pedagang toko). Berikut disajikan nilai jual biji kedawung mulai dari masyarakat pendarung kedawung di desa sampai ketingkat pedagang eceran di Jember:

72 Tabel 14. Harga jual biji kedawung berdasarkan mata rantai perdagangannya

Mata rantai perdagangan Jumlah produk (kg) Harga jual/kg (Rp) Nilai total (Rp) Selisih (margin) (Rp) Pendarung kedawung ke

pengepul 1, di tingkat desa

8.953 6.000 53.718.000 53.718.000 Pengepul 1 ke pengepul 2, di tingkat kecamatan 8.953 10.000 89.530.000 35.812.000 Pengepul 2 ke pengepul 3, di tingkat kabupaten 8.953 15.000 134.295.000 44.765.000 Pengepul 3 ke pengepul 4, di tingkat propinsi 8.953 20.000 179.060.000 44.765.000 Pengepul 4 ke pedagang eceran/industri 8.953 26.000 232.778.000 53.718.000 Pedagang eceran/toko ke masyarakat 8.953 40.000 358.120.000 125.342.000 Sumber : Dewi (2007)

Data di atas mengungkapkan, bahwa masyarakat pendarung kedawung berada pada posisi lemah, nilai tambah yang diperoleh pihak pedagang, mulai pengepul 1, pengepul 2, pengepul 3, pengepul 4 dan pedagang eceran secara komulatif mencapai Rp.304.402.000,- Margin yang diterima pedagang sangat besar dibanding yang diperoleh masyarakat pendarung kedawung, yaitu sebesar 567 % dari total nilai penjualan. Distribusi hasil penjualan terhadap total pendapatan masyarakat pendarung kedawung setiap tahunnya hanya berkisar 13- 15 %. Ini merupakan salah satu faktor kendala tidak terwujudnya konservasi kedawung oleh masyarakat, karena masyarakat selama ini belum mendapat insentif yang memadai yang bisa menjadi stimulus bagi aksi konservasi. Berdasarkan data di atas pendapatan pendarung dapat ditingkatkan, asal pengelola dan pemerintah melakukan penguatan dan peningkatan kapasitas masyarakat pendarung dan kelembagaannya, terutama dalam aspek pemasarannya.

Menurut Purwandari (2001), perkiraan kebutuhan kedawung untuk industri jamu mencapai 100 ton per tahun. Jika harga rata-rata biji kedawung saat ini sekitar 25.000 Rp/Kg, maka nilai ekonomi pohon kedawung yang ada di kawasan hutan alam diasumsikan produksi totalnya 10 ton per tahun adalah sebesar 250 juta rupiah. Kalau diasumsikan 70% pohon kedawung yang ditanam di lahan rehabilitasi 1994 berhasil berbuah 15 tahun lagi, maka nilai kedawung yang ditanam seluas 3000 ha dengan jumlah 8 pohon per ha akan mencapai 21 milyar rupiah. Nilai jual produksi kedawung per tahun ini tanpa memasukkan faktor inflasi dan biaya produksi selama 15 tahun.

Dokumen terkait