• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Fungsi dan Peran Perpustakaan

3. Kehancuran Bani Abbasiyah

Berakhirnya kekuasaan Bani Seljuk atas Baghdad atau khalifah Abbsiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu Dinasti tertentu,

29Hid a ya ti, “ Ba ni Ab b a siya h.”

walaupun banyak sekali Dinasti islam berdiri. Ada diantaranya Dinasti yang cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para khalifah Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukan kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tar-tar menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancurluluhkan tanpa perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara Mongol ini adalah awal babak baru dalam sejarah islam, yang disebut masa pertengahan.31

Sebagaimana dalam periodisasi khalifah Abbasiyah, masa kemunduran dimulai sejak periode kedua, namun demikian faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba, benih-benihnya sudah terlihat pada periode pertama, hanya khalifah pada saat periode itu sangat kuat, benih-benih ini tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila kalifah kuat, para mentri cenderung berperan sebagai pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.32

B. Perpustakaan Masa Abbasiyah

1. Sejarah Perpustakaan Masa Abbasiyah

31Ra tna ne ng sih, “ Se ja ra h Pe ra d a b a n Isla m p a d a Za m a n Ba ni Ab b a siya h d i Ba g hd a d .”

32Ra tna ne ng sih, “ Se ja ra h Pe ra d a b a n Isla m p a d a Za m a n Ba ni Ab b a siya h d i

Bani Abbasiyah, mencapai masa kejayaan politik dan intelektual. Kekhalifahan Baghdad yang didirikan oleh al-Saffah dan al-Mansur mencapai masa keemasannya antara masa khalifah ketiga, al-Mahdi, dan khalifah kesembilan, al-Watsiq, dan lebih khusus lagi adalah masa Harun al-Rasyid dan anaknya al-Ma’mun. Terutama karena khalifah yang hebat itulah Bani Abbasiyah memiliki kesan baik dalam ingatan publik, dan mencapai Dinasti yang paling terkenal dalam sejarah Islam.33 Bani Abbasiyah berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah mengalahkan Bani Umayyah. Bani Abbasiyah dibentuk oleh keturunan dari paman Nabi Muhammad yaitu Abbasiyah. Berkuasa mulai tahun 750 M dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Meskipun usianya kurang dari setengah abad. Baghdad pada saat itu muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat kemakmuran dan peran internasional yang luar biasa. Kejayaannya berjalan seiring dengan kemakmuran kerajaan, terutama ibukotanya. Saat itulah Baghdad menjadi “kota yang tiada bandingannya di seluruh dunia.”34

Sejarah dan berbagai legenda menyebutkan bahwa zaman keemasan Baghdad terjadi selama masa kekhalifahan Harun al-Rasyid (786-809 M). Pada masa kekhalifahan ini dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran di bidang ilmu pengetahuan. Khalifah Harun al-Rasyid adalah khalifah Abbasiyah yang dikenal sebagai khalifah yang mencintai seni dan ilmu. Ia

33Hitti, Histo ry o f The Ara b s, h. 369.

banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan kalangan ilmuwan dan mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap seni.

Sejak peradaban Islam menguasai teknologi pembuatan kertas, aktivitas penulisan buku di akhir abad ke-8 M kian menggeliat. Jumlah buku yang terbit di era kekuasaan Bani Abbasiyah itu sungguh melimpah. Pada era itu minat baca sangat tinggi, sehingga setiap orang berlomba membeli dan mengoleksi buku.35

Guna menampung buku-buku yang terbit setiap saat, pada abad ke-9 M di seluruh kota Islam sudah ada perpustakaan-perpustakaan untuk menampung buku-buku yang terbit saat itu. Masyarakat Islam menyebutnya sebagai dar al-‘ilm. Peradaban di era kekhalifahan tidak hanya memiliki perpustakaan yang banyak. Masyarakat muslim di masa keemasan juga memperkenalkan konsep perpustakaan modern.

Setidaknya ada dua kondisi masyarakat saat itu yang menyebabkan banyak terbentuknya perpustakaan:

a. Timbulnya kecintaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan di masyarakat muslim, sehingga buku-buku yang terbit masa itu menempati kedudukan yang istimewa dalam masyarakat. Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan merupakan hasil dukungan yang diberikan oleh khalifah dan golongan penguasa.

b. Adanya minat yang besar untuk memperoleh dan mengumpulkan buku dengan timbulnya industri kertas yang pada akhirnya

35He ri Rusla n, “ Kha za na h: Pe rp usta ka a n Lum b ung Ilm u d i Era Ke kha lifa ha n,”

mendorong berkembangnya perdagangan dan pasar buku. Dalam hal ini pemerintah kerajaan memberikan dukungan dalam bentuk pembebasan pajak buku.

Dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam, perpustakaan pada masa itu sampai puncak kejayaannya menunjukkan suatu peran yang sangat besar dalam pendidikan masyarakat. Dalam aktivitas ilmiah, ada beberapa aktivitas ilmiah yang berlangsung di kalangan umat Islam pada masa Bani Abbasiyah yang mengantar mereka mencapai kemajuan di bidang ilmu pengetahuan. Misalnya dalam bidang penerjemahan, aktivitas penerjemahan mencapai puncaknya pada masa Al Ma’mun. Khalifah ini juga seorang cendekiawan yang sangat besar perhatiannya kepada ilmu pengetahuan.36

2. Perkembangan Perpustakaan Masa Abbasiyah

Pada masa Bani Abbasiyah, kota Baghdad menjadi pusat intelektual Muslim, dimana terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam. Perpustakaan adalah salah satu tempat yang ditempuh orang dahulu untuk menyiarkan ilmu pengetahuan. Munculnya perpustakaan-perpustakaan masa itu tidak terlepas dari peran pemerintah yang sangat peduli dengan ilmu pengetahuan yang berkembang. Saat itu para khalifah berlomba-lomba mengoleksi buku sebanyak mungkin, walaupun saat itu harga buku sangat mahal. Para khalifah juga mendirikan perpustakaan-perpustakaan yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan koleksi buku yang dimiliki. Biasanya perpustakaan didirikan oleh bangsawan atau orang-orang kaya sebagai lembaga-lembaga kajian yang terbuka untuk umum. Banyak perpustakaan

36

yang tidak hanya didirikan di tempat-tempat umum oleh penguasa (Khalifah), tapi juga di kediaman (rumah) para penguasa saat itu. Sehingga terdapat empat jenis perpustakaan, yaitu perpustakaan umum, semi umum, khusus dan sekolah. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang terbuka untuk umum. Perpustakaan semi umum, di sisi lain terbuka untuk satu kelompok yang terpilih. Perpustakaan khusus, sebagaimana sebutannya dimiliki oleh para cendekiawan untuk kebutuhan pribadi. Dan perpustakaan sekolah adalah perpustakaan yang tergabung pada sebuah sekolah dikelola oleh sekolah untuk menunjang kegiatan belajar. Berikut penjelasannya:

a. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang didirikan untuk digunakan orang ramai, yang diselenggarakan oleh pemerintahan atau wakaf dari para ulama dan sarjana, tujuannya untuk mensponsori kegiatan ilmiah dengan sumber dana dari wakaf atau subsidi pemerintah. Sistem layanan yang digunakan yaitu sistem terbuka. Koleksi yang ada pada perpustakaan ini berupa buku-buku ilmu agama Islam dan bahasa Arab. Bermacam-macam ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu. Buku-buku terjemah bahasa Yunani, Persia, India, Qibty dan Arami. Menerjemahkan karya-karya umum termasuk literasi humaniora, buku-buku Aristoteles dan Hipocrates.37 Contoh perpustakaan umum masa itu sebagai berikut:

1) Perpustakaan Bait al-Hikmah

Perpustakaan yang didirikan oleh Khalifah al-Ma’mun ini, diperkirakan sebagai perpustakaan besar pertama yang ada di Baghdad. Perpustakaan ini berdiri sekitar tahun 830 M. Sebenarnya perpustakaan ini

sudah ada sejak pemerintahan Khalifah Harun-al-Rasyid, ayah dari Khalifah al-Ma’mun, yang berkuasa tahun 786-809 M, kemudian perpustakaan ini dikembangkan dan diperbesar oleh Khalifah al-Ma’mun.38

Di samping dikenal sebagai perpustakaan yang besar, Bait al-Hikmah juga dikenal sebagai perguruan tinggi pertama dalam sejarah Islam. Lembaga ini terdiri dari observatorium astronomi dan perpustakaan, juga berfungsi sebagai lembaga penerjemahan. Di observatorium milik

Bait al-Hikmah para ilmuwan mempelajari, meneliti, dan menulis dalam berbagai bidang ilmu. Para ilmuwan yang bekerja di lembaga ini memperoleh beasiswa dari pemerintah. Perpustakaan Bait al-Hikmah ini merupakan bagian dari bangunan istana khalifah, yang dilengkapi dengan ruang tersendiri unuk para, penyalin, penjilid dan pustakawan.39

Jumlah koleksi yang ada pada perpustakaan ini tercatat dalam al-Fihrist karya Ibn al-Nadim sekitar 60.000 buah. Perpustakaan ini mempunyai daftar judul buku yang berfungsi sebagai katalog perpustakaan. Koleksi perpustakaan juga mencakup berbagai bidang ilmu karena minat khalifah Abbasiyah saat itu sudah meluas tidak saja terbatas pada ilmu-ilmu agama.40

Pada pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid perpustakaan Bait al-Hikmah merupakan tempat menyimpan buku yang dipimpin oleh seorang

38Hitti, Histo ry o f The Ara b s, h. 410.

39Zia ud d in Sa rd a r, Ta nta ng a n Dunia Isla m Ab a d 21. Te rj. AE Priyo no d a n Ilya s Ha sssa n (Ba nd ung : Miza n, 1991), h. 49.

kepala dan dibantu oleh sejumlah staf. Untuk pengembangan koleksi Khalifah Harun al-Rasyid melantik Yuhana ibn Masuwiyah untuk menerjemahkan buku-buku dan menyediakan staf untuk membantu pekerjaannya. Usaha penerjemahan ini dilanjutkan oleh Khalifah al-Ma’mun, karena penerjemahan ini merupakan kegiatan penting di Bait al-Hikmah.

Ada dua orang ilmuwan yang tercatat sebagai pustakawan di perpustakaan Bait al-Hikmah pada masa Khalifah al-Ma’mun. Tanggung jawab para pustakawan itu meliputi keseluruhan lembaga tidak terbatas pada perpustakaan saja. Salm (terkadang disebut Salma atau Salman), salah satu dari mereka, dikenal sebagai orang yang mempunyai minat besar terhadap ilmu. Tugas yang diembannya sebagai kepala perpustakaan adalah pengumpulan dan menerjemahkan buku-buku ilmiah. Pustakawan yang bekerja bersama Salman adalah Sahl ibn Harun. Sahl ibn Harun adalah pustakawan Bait al-Hikmah yang paling terkenal. Sahl, berkebangsaan Persia, dikagumi karena sikapnya, kemampuannya sebagai penyair dan pembicara, kebijaksanaannya, kelembutannya dan pengetahuannya mengenai buku.

2) Perpustakaan Al-Haidariyah

Perpustakaan ini berlokasi di kota Najaf di Irak. Perpustakaan ini termasuk dalam lingkungan makam Ali ibn Abu Thalib. Nama perpustakaan ini diambil dari julukan yang diberikan oleh golongan Syi’ah untuk Ali r.a, yaitu Haidar yang artinya singa. Koleksi perpustakaan ini yang masih ada sampai dengan tahu 1950 meliputi sejumlah besar

buku-buku berharga dalam bahasa Arab dan Persia yang kebanyakan ditulis tangan oleh pengarangnya sendiri. Di sini juga terdapat sejumlah besar koleksi al-Qur’an yang ditulis dengan kaligrafi dengan ukiran-ukiran yang sangat indah.41

3) Perpustakaan Darul Hikmah di Cairo (Mesir)

Perpustakaan ini didirikan oleh al-Hakim Biamrillah al-Fatimy tahun 1004 M. Dalam perpustakaan itu terdapat buku-buku dengan berbagai macam bidang ilmu pengetahuan. Perpustakaan ini terbuka untuk umum, semua orang pencinta ilmu diperbolehkan mengunjungi perpustakaan. Diantara mereka ada yang datang untuk membaca kitab, ada yang datang untuk menyalin buku dan ada juga untuk belajar.

Pada semua pintu dan lorongnya dipasangi tirai. Di situ ditempatkan pula para penanggung jawab, karyawan dan petugas. Di situ dihimpun buku-buku yang belum pernah dihimpun oleh seorang raja pun. Perpustakaan itu mempunyai 40 lemari. Bahkan ada salah satu lemari yang memuat 18.000 buku tentang ilmu-ilmu kuno. Semua orang boleh masuk ke situ. Di antara mereka ada yang datang untuk membaca buku, menyalin atau untuk belajar. Di situ terdapat segala yang diperlukan (tinta, pena, kertas dan tempat tinta).

b. Perpustakaan semi umum yaitu perpustakaan yang khusus untuk para ulama, sarjana dan pelajar, perpustakaan ini tidak dibuka untuk umum tetapi diperbolehkan kepada ahli-ahlinya saja, didirikan oleh khalifah atau

41Kusum a , “ Pe ra n Pe rp usta ka a n Ba g i Pe m ikira n d a n Pe ra d a b a n Isla m .” a rtike l

d ia kse s p a d a 26 Juli 2008 d a ri http :/ / a rd ia nko e so e m a .m ultip ly.c o m / jo urna l/ ite m / 16

raja-raja yang berlokasi di dalam kerajaan atau lembaga kekhalifahan dengan tujuan untuk menunjang kebutuhan dan kemudahan studi/penelitian. Kebutuhan informasi khalifah dan kalangan istana, sumber dana dari khalifah atau dana dari kerajaan, perpustakaan semi umum ini menganut sistem layanan tertutup. Koleksi di sini terdiri dari kitab-kitab fiqh, nahwu, bahasa, hadist, sejarah, hikayat raja-raja, ilmu perbintangan, kerohanian dan ilmu kimia.42

1) Perpustakaan An-Nashir Li Dinillah

Didirikan oleh khalifah An-nashir Li Dinillah yang dianggap telah mampu mengembalikan keagungan dan kemegahan kekhalifahan. Khalifah al-Nasir ini adalah seseorang yang mempunyai perhatian besar terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Untuk menunjang kegiatannya dalam bidang ilmu, khalifah membangun sebuah perpustakaan pribadi, dan perpustakaan ini terbuka bagi kalangan tertentu yang telah memperoleh izin darinya.

2) Perpustakaan Al-Musta’shim Billah

Didirikan oleh khalifah terakhir dari Bani Abbasiyah, yang telah memberikan andil besar bagi ilmu pengetahuan. Al-Musta’shim ini adalah khalifah terakhir Bani Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 1242-1258 M. Dinding perpustakaan miliknya ini bertuliskan bait-bait syair.

c. Perpustakaan khusus yaitu perpustakaan pribadi yang dimiliki oleh para pembesar dan ulama, pemiliknya ulama atau para pembesar yang berlokasi di rumah para ulama atau pembesar dengan tujuan untuk koleksi dan

kepentingan ulama atau pembesar tersebut, sebab rata-rata mereka sangat menyukai buku, sumber dana berasal dari pembesar atau ulama tersebut karena mereka mempunyai dana khusus untuk mengelola perpustakaannya dan sistem layanannya hanya untuk digunakan pribadi tetapi terkadang memperbolehkan orang luar untuk menggunakan koleksinya. Koleksi yang ada pada perpustakaan ini biasanya bidang-bidang ilmu yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan pemiliknya.43

1) Perpustakaan Hunain Ibnu Ishaq

Beliau adalah seorang dokter dan penterjemah yang paling terkemuka di masa Al-Ma’mun. Beliau banyak menerjemahkan buku-buku filsafat dan kedokteran. Kebesaran perpustakaan pribadi miliknya dapat diperkirakan dari banyaknya buku yang telah diterjemahkan olehnya, buku-buku karangannya, dan buku-buku yang dijadikan sumber karangannya.

2) Perpustakaan Al-Fathu Ibnu Haqam

Al-Fathu Ibnu Haqam adalah seorang wazir dari Mutawakil al-Abbasiyahi, dia adalah seorang yang gemar membaca dan berwawasan luas. Untuk memenuhi kebutuhan membacanya dia membangun sebuah perpustakaan yang besar. Perpustakaan ini berisi buku yang dipilih oleh Ali ibn Yahya Abi Mansur al-Munajjin seorang ilmuwan dan sastrawan. 3) Perpustakaan Al-Muwaffaq Ibnul Matran

Beliau adalah seorang yang cerdas dan rajin serta mempunyai bidang keahlian pada ilmu kedokteran dan banyak mengarak buku dalam

bidang kedokteran pula. Muwaffaq ibnul Matran sangat menyukai buku dan berusaha keras mengumpulkan buku untuk koleksi perpustakaannya. Selain menulis dan menyalin buku dengan tangannya sendiri. Kebanyakan buku yang ada di perpustakaannya telah dikoreksi olehnya. Jumlah koleksi perpustakaannya mencapai 10.000 buah dalam bidang kedokteran dan bidang-bidang lainnya. Dia juga dikenal sebagai seorang yang pemurah dan sering memberikan hadiah kepada murid-muridnya, sebagai pendorong bagi mereka agar giat belajar.

4) Perpustakaan Al-Mubassyir Ibnu Fatik

Beliau adalah seorang pangeran Mesir terkemuka dan dikenal sebagai ulama yang mahir dalam ilmu falak, ilmu pasti, filsafat dan ilmu kedokteran. Dia juga seorang penulis hebat. Al-Mubasysyir banyak menulis buku, menyalin kembali buku-buku karya pengarang terdahulu dan mengumpulkan buku-buku untuk koleksi perpustakaannya.

5) Perpustakaan Jamaluddin Al-Qifthi

Didirikan oleh seorang wazir yang terkenal dengan keahliannya dalam berbagai disiplin ilmu, seperti linguistik, nahwu, fiqh, hadits, ilmu Qur’an, Ushul dan sebagainya. Jamaluddin sangat senang mengumpulkan buku dan sering dikunjungi para penulis dan penjual buku yang ingin menjual buku kepadanya. Koleksi buku-bukunya itu, yang diperkirakan bernilai 50.000 dinar.

d. Perpustakaan Sekolah merupakan salah satu sarana pendukung sistem pendidikan sekolah. Keberadaan sebuah perpustakaan di sekolah memegang peranan yang sangat penting dalam membantu tercapainya

tujuan pendidikan sekolah. Betapa pentingnya perpustakaan sehingga orang sulit untuk menemukan sekolah atau madrasah yang tidak memiliki perpustakaan. Salah satu perpustakaan sekolah yang terkenal pada masa Abbasiyah adalah perpustakaan sekolah Nizamiyah di Baghdad. Pada saat itu perpustakaan sangat kuat karena didukung oleh para penguasa dan cendekiawan serta kebanyakan masyarakat.44

Pada saat itu seluruh kota Islam terdapat berbagai perpustakaan yang besar yang melayani semangat ilmiah masyarakat sekitarnya. Beberapa perpustakaan ini merupakan lembaga besar dan megah di mana terdapat sejumlah besar karya-karya berharga. Ini menunjukkan perpustakaan-perpustakaan dalam peradaban Islam lebih lengkap di bandingkan dengan perpustakaan yang ada pada saat ini yang cukup keras dengan peraturan.

Pembangunan perpustakaan dalam paradaban Islam kala itu, amat diberi perhatian tinggi oleh pemerintah, para ilmuwan, bangsawan bahkan orang awam sekalipun. Pendiri perpustakaan di anggap orang yang mulia dan terpandang dalam masyarakat. Perpustakaan pada masa itu telah menjadi perhiasan rumah, bahkan merupakan suatu kemestian.

Kesadaran akan pentingnya membaca sebagai jalan masuknya ilmu telah mendorong generasi terdahulu umat Islam untuk mendirikan fasilitas yang bisa menampung bahan bacaan karya-karya ulama Islam waktu itu.

3. Hancurnya Perpustakaan Masa Abbasiyah

Sebagai lembaga yang diciptakan dan tumbuh berkembang bersama masyarakatnya, perpustakaan sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat tempat perpustakaan tersebut berada. Seperti perpustakaan lain dalam sejarah, banyak perpustakaan yang dibangun umat Islam mengalami kemunduran selama masa perang dan kondisi politik yang tidak stabil.45

Kemunduran perpustakaan Islam merupakan salah satu faktor dari hancurnya peradaban Islam. Kehancuran perpustakaan Islam disebabkan oleh perbuatan musuh-musuh Islam maupun dari kalangan umat Islam itu sendiri dengan bermacam alasan.

Pertama, faktor internal, seperti (1) Konflik politik antar umat Islam; (2) Kemunduran kerajaan-kerajaan Islam; (3) Menurunnya minat terhadap ilmu pengetahuan; (4) Pencurian koleksi perpustakaan;(5) Pengelolaan yang kurang professional.

Kedua, Faktor Eksternal, di antaranya: (1) Serangan dari pasukan asing; (2) Pencurian dari orang luar; (3) Bencana Alam, Gempa bumi serta Banjir dan tanah longsor.46

Banyak peristiwa yang sama terjadi dalam rangka penghancuran dunia perpustakaan. Sangat disayangkan banyak dari perpustakaan itu hancur karena perang. Pada saat pendudukan Mongol, perpustakaan Baghdad dihancurkan. Mereka membakar dan membuang ke sungai Tigris koleksi buku perpustakaan Baghdad. Ini adalah pemusnahan buku paling mengerikan dalam sejarah perpustakaan Islam. Petaka serangan Salib juga telah membuat kita kehilangan

45Hid a ya ti, “ Ba ni Ab b a siya h.”

perpustakaan-perpustakaan paling berharga yang ada di Tripoli, Maarrah, Al-Quds, Ghazzah, Asqalan, di kota-kota lainnya yang dihancurkan mereka.47

Kejayaan perpustakaan yang pernah muncul di masa Bani Abbasiyah tersebut pamornya sedikit merosot sepeninggal Al-Ma’mun. Meski Bait al-Hikmah masih tetap berjaya sampai kepemimpinan Khalifah Al-Mu’tasim (833-842 M) dan Khalifah Al-Wathiq (842-847 M). Namun, pamor Bait al-Hikmah kian memudar pada zaman kekuasaan Khalifah Al-Mutawakil (847-861 M). Meredupnya obor pengetahuan –Bait al-Hikmah– terjadi lantaran Khalifah Al-Mutawakil melarang berkembangnya paham Mu’tazilah.

Pada tahun 1258 ketika kota itu diporak-porandakan oleh Mongol, ada 36 perpustakaan yang tercatat oleh para ahli sejarah. Tapi selanjutnya Baghdad menderita kemunduran.

BAB IV

PERAN PERPUSTAKAAN DALAM MEMBANTU PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN MASA ISLAM KLASIK

Setelah mendapatkan informasi dari berbagai sumber tertulis, pada bab ini akan dijelaskan mengenai pembahasan dan hasil penemuan dari berbagai sumber informasi yang diperoleh. Sesuai dengan teknik penelitian dalam skripsi ini yang berupa kajian sejarah (historis) maka penelitian ini dilakukan dengan mempelajari buku-buku, literatur, dokumen, dan artikel. Dengan maksud untuk mendapatkan gambaran karangka teori sesuai dengan pembahasan skripsi yang akhirnya menghasilkan penjelasan tentang Peran Perpustakaan dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan Masa Bani Abbasiyah.

Pada bab ini penulis juga akan memaparkan hasil analisis terhadap apa yang dibahas. Adapun analisisnya dengan memberikan komentar dan pendapat pada masing-masing sub bab.

Topik yang dikaji dalam penelitian ini adalah substansi yang berhubungan dengan peran perpustakaan sebagai penunjang perkembangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat yang ada pada masa Abbasiyah, ilmu pengetahuan yang berkembang masa itu antara lain: bidang kedokteran, filsafat Islam, astronomi dan matematika, kimia, geografi, sejarah, teologi, hukum dan etika Islam, dan bidang sastra dan kesenian. Kemudian peran perpustakaan sebagai media penghubung antara sumber informasi dengan ilmu pengetahuan

diantaranya berupa aspek-aspek perpustakaan yang mencakup koleksi dan organisasi koleksi, gedung dan fasilitas perpustakaan juga kegiatan-kegiatan perpustakaan yang membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

A. Perpustakaan sebagai Penunjang Perkembangan Ilmu Pengetahuan bagi Masyarakat

Keberhasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah dalam pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban Islam secara menyeluruh, tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di antaranya

Dokumen terkait