• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Perpustakaan Dalam Membantu Pengembangan Ilmu Pengetahuan Masa Islam Klasik : sebuah kajian historis tentang perpustakaan masa Bani Abbasiyah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peran Perpustakaan Dalam Membantu Pengembangan Ilmu Pengetahuan Masa Islam Klasik : sebuah kajian historis tentang perpustakaan masa Bani Abbasiyah"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PERPUSTAKAAN DALAM MEMBANTU PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN MASA ISLAM KLASIK

(SEBUAH KAJIAN HISTORIS TENTANG PERPUSTAKAAN MASA BANI ABBASIYAH)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Perpustakaan dan Informasi

Oleh : Riana Intan

NIM: 104025000878

JURUSAN ILMU PERPUSTAKAAN DAN INFORMASI FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

(2)

ABSTRAK

RIANA INTAN

Peran Perpustakaan dalam Membantu Pengembangan Ilmu Pengetahuan Masa Islam Klasik (Sebuah Kajian Historis tentang Perpustakaan Masa Bani Abbasiyah)

(3)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...

KATA PENGANTAR ...

DAFTAR ISI ... i

ii

v

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ...

B. Pembatasan dan Perumusan ...

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...

D. Metodologi Penelitian ...

E. Sistematika Penulisan ... 1

5

5

6

8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perpustakaan ...

B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Perpustakaan...

C. Fungsi dan Peran Perpustakaan ... 10

11

15

BAB III KEPUSTAKAAN ISLAM

A. Sejarah Bani Abbasiyah

1. Berdirinya Bani Abbasiyah ………

2. Kemajuan yang Dicapai Bani Abbasiyah ………...

3. Kehancuran Bani Abbasiyah ………...

B. Perpustakaan Masa Abbasiyah

21

22

(4)

1. Sejarah Perpustakaan Masa Abbasiyah ………...

2. Perkembangan Perpustakaan Masa Abbasiyah ………..

3. Hancurnya Perpustakaan Masa Abbasiyah ……… 27

30

39

BAB IV PERAN PERPUSTAKAAN DALAM MEMBANTU

PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN MASA ISLAM KLASIK

A. Perpustakaan sebagai Penunjang Perkembangan Ilmu

Pengetahuan bagi Masyarakat ...

B. Perpustakaan sebagai Media Penghubung antara Sumber

Informasi dengan Ilmu Pengetahuan ... 42

52

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ...

B. Saran-Saran ... 68

70

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

71

(5)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Agama Islam telah membawa perubahan besar pada bangsa Arab dan

seluruh pemeluknya. Masyarakat Muslim berhasil membentuk sebuah kerajaan

besar yaitu Bani Abbasiyah yang wilayahnya meliputi jazirah Arabia, sebagian

benua Afrika, Asia dan Eropa dari abad ke-7 sampai ke-12 Masehi, sejak

munculnya Bani Abbasiyah inilah kejayaan Islam semakin terlihat.

Islam sebagai agama yang dianut mayoritas masyarakat dalam Bani

Abbasiyah tidak hanya berfungsi sebagai aturan hidup ritual keagamaan,

melainkan juga menaungi, memberi arahan dan aturan terhadap segala aspek

kehidupan dan paradaban yang tumbuh dan berkembang dalam kehidupan

masyarakatnya.

Kebesaran (masyarakat Muslim) hampir empat setengah abad benar-benar

telah mengubah masyarakat Arab yang dikenal keras menjadi masyarakat yang

berperadaban maju. Pada kurun waktu ini pulalah, peradaban Islam amat berjasa

dalam mempersiapkan dasar-dasar bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan

teknologi modern.1

Islam sebagai sebuah ajaran memberikan sebuah konsep tersendiri

terhadap ilmu dan penyebaran ilmu bagi pemeluknya. Islam benar-benar

1

(6)

menjadikan menuntut ilmu pengetahuan sebagai kewajiban.2 Kesadaran akan

kewajiban terhadap ilmu yang tidak hanya terbatas pada kewajiban mencari dan

mendalami ilmu saja, telah mendorong umat Islam mengembangkan

lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi pemrosesan dan penyebaran ilmu seperti

lembaga pendidikan dan perpustakaan.

Pada permulaan Bani Abbasiyah, belum terdapat pusat-pusat pendidikan

formal, seperti sekolah-sekolah, yang ada hanya beberapa lembaga non formal

yang disebut Ma’ahid. Baru pada masa pemerintahan Harun al-Rasyid

didirikanlah lembaga pendidikan formal seperti Bait al-Hikmah yang kemudian

dilanjutkan dan disempurnakan oleh al-Ma’mun yang berfungsi sebagai perguruan

tinggi, observatorium, perpustakaan, dan lembaga penerjemahan. Dari lembaga

inilah banyak melahirkan para sarjana dan ahli ilmu pengetahuan yang membawa

kejayaan Bani Abbasiyah dan umat islam pada umumnya.3

Perpustakaan menurut sistem ulama Islam dahulu, bukan saja tempat

membaca, membahas dan menyelidik, bahkan juga tempat berhalaqah, seperti di

masjid. Perpustakaan adalah sebagai institut ilmu pengetahuan masa sekarang,

disamping usahanya memberi kesempatan kepada umum untuk membaca

buku-buku dalam perpustakaan tersebut. Oleh sebab itu perpustakaan termasuk salah

satu tempat pendidikan. Perpustakaan dapat diibaratkan sebagai telaga ilmu yang

tidak pernah kering.

Budaya masyarakat Muslim yang mendorong usaha pencarian dan

penyebaran ilmu telah mendorong tumbuh dan berkembangannya perpustakaan.

2

Ziauddin Sardar, Tantangan Dunia Islam Abad 21. Terj. Priyono dan Ilyas Hasan, (Bandung: Mizan, 1980), h. 39.

3

(7)

Dari abad ke-9 M telah menjadi hal yang berkaitan dengan gengsi bagi para

bangsawan dan orang kaya di seluruh dunia Islam untuk mengumpulkan

karya-karya keagamaan, ilmiah dan sastra dan menyajikan koleksi tersebut terbuka bagi

ilmuwan dan palajar.

Perhatian kaum Muslimin dalam membangun perpustakaan-perpustakaan

ternyata telah meninggalkan pengaruh besar dalam perputaran roda pendidikan

dan ilmu pengetahuan. Perpustakaan dalam Islam telah berkembang sedemikian

rupa sehingga dapat dibanggakan. Di sebagian besar masjid, sekolah-sekolah, dan

gedung-gedung pendidikan, terdapat perpustakaan-perpustakaan yang berisi

berbagai jenis buku dan referensi yang jarang bandingannya untuk dipergunakan

oleh para siswa, ulama, pembaca, dan para penyalin setiap saat.4

Salah satu perpustakaan yang pernah berjaya di masa Bani Abbasiyah

adalah perpustakaan Bait al-Hikmah yang didirikan pada tahun 830 M oleh

Khalifah Harun al-Rasyid, kemudian dikembangkan lagi oleh anaknya yaitu

Khalifah al-Ma’mun. Berisi tidak kurang dari 100.000 volume, boleh jadi

sebanyak 600.000 jilid buku, termasuk 2.400 buah al-Qur’an berhiaskan emas dan

perak disimpan di ruang terpisah. Menurut Cyril Elgood yang dikutip dari buku

Mehdi Nakosteen: “Buku-buku tentang fiqih, tata bahasa, retorika, sejarah,

biografi, astronomi, ilmu kimia dan lainnya tersusun dan tersimpan rapih dalam

rak”.5 Di samping dikenal sebagai perpustakaan yang besar, Bait al-Hikmah juga

dikenal sebagai perguruan tinggi pertama dalam sejarah Islam. Adapun ilmu-ilmu

4

Muhammad ‘Athiyah al-Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, Terj. Bustami A. Gani dan Djohar Bahri.(Jakarta: Bulan Bintang, 1970), h. 87.

5

(8)

yang berkembang saat itu salah satunya adalah kajian Historiografi yaitu ilmu

yang membahas tentang masa lampau, biasanya menceritakan legenda dan

anekdot yang terkait dengan masa pra-Islam, dan tradisi keagamaan yang berkisar

pada nama dan kehidupan Nabi.

Maka tak heran jika para khalifah-khalifah pada zaman keemasan Islam

semakin sadar akan pentingnya ilmu pengetahuan, untuk itu mereka mendirikan

perpustakaan-perpustakaan sebagai pusat intelektual muslim, di mana kota

Baghdad menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam

yang terpenting dalam sejarah intelektual Islam.

Dipilihnya topik yang berjudul Peran Perpustakaan dalam Membantu

Pengembangan Ilmu Pengetahuan Masa Islam Klasik (sebuah kajian historis

tentang perpustakaan masa Bani Abbasiyah) karena perpustakaan merupakan

sumber ilmu dan telah menjadi bukti sebuah kesuksesan peradaban Islam dimasa

lalu. Dengan melihat sejarah tersebut, maka dapat menjadi acuan kita untuk

mampu memelihara tradisi keilmuan di masa lalu dengan menjadikan

perpustakaan sebagai tempat pengkajian dan pengembangan ilmu pengetahuan

sehingga penulis tertarik untuk membahasnya. Selain itu, alasan lainnya adalah

topik ini masih jarang diangkat oleh para mahasiswa, khususnya di lingkungan

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat banyaknya permasalahan yang ada di atas dan terbatas

kemampuan penulis, maka masalah yang diteliti akan dibatasi kepada permasalah

tentang perkembangan ilmu pengetahuan di masa klasik Islam khususnya masa

(9)

masa itu yang turut membantu pengembangan ilmu pengetahuan. Dalam

penelitian ini yang dimaksud perkembangan ilmu pengetahuan di masa klasik

Islam adalah Masa Bani Abbasiyah pada pemerintah Harun ar-Rasyid dan

putranya al-Makmun.

Dari latar belakang masalah dan pembatasan masalah di atas, dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut:

1. Perpustakaan sebagai penunjang perkembangan ilmu pengetahuan bagi

masyarakat?

2. Perpustakaan sebagai media penghubung antara sumber informasi dengan

ilmu pengetahuan?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Untuk memperjelas sasaran yang akan dicapai melalui penelitian ini,

sesuai dengan masalahnya, maka tujuan penelitian ini :

1. Untuk mengetahui bagaimana peran perpustakaan sebagai penunjang

perkembangan ilmu pengetahuan bagi masyarakat.

2. Untuk mengetahui bagaimana peran perpustakaan sebagai media penghubung

antara sumber informasi dengan ilmu pengetahuan.

Adapun manfaat dari penelitian ini ada tiga, di antaranya:

1. Kegunaan keilmuan atau ilmiah/akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan kajian

keilmuan pendidikan khususnya ilmu perpustakaan dalam rangka pendidikan

Islam secara universal.

(10)

Penelitian ini dapat diperoleh sumbangan pemikiran bagi para pengambil

keputusan agar menggunakan strategi yang tepat dalam mengembangkan

lembaga perpustakaan-perpustakaan sebagai wadah sumber ilmu pengetahuan

dan sarana menambah wawasan praktek dalam pelaksanaan kepustakawanan.

3. Untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam meraih gelar kesarjanaan strata

satu (S1) Fakultas Adab dan Humaniora Jurusan Ilmu Perpustakaan dan

Informasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ketiga hal di atas menjadi landasan pemanfaatan utama penulis dalam

penulisan skripsi, karena sesungguhnya ilmu bukanlah sekedar untuk kepentingan

sendiri akan tetapi ilmu untuk kepentingan kesejahteraan manusia dalam

menopang kehidupannya.

D. Metodologi Penelitian

1. Bentuk dan Jenis Penelitian

Topik yang dikaji mengenai “Peran Perpustakaan dalam Pengembangan

Ilmu Pengetahuan Masa Islam Klasik (sebuah kajian historis tentang perpustakaan

masa Bani Abbasiyah” karenanya pendekatan atau metode penelitian dan

penulisan skripsi ini menggunakan jenis penelitian sejarah (historis)6. Metode penelitian sejarah adalah sekumpulan asas dan kaidah yang sistematis yang dibuat

secara efektif dapat membantu pengumpulan sumber bahan-bahan sejarah,

menilainya secara kritis, dan menyajikan sebuah sintesa (umumnya dalam bentuk

tertulis) dari hasil yang diperoleh. Selain memperhatikan sumber primer dan

6

(11)

sekunder juga mengadakan kritik ekstern dan intern, karena penelitian ini

bertujuan mendeskripsikan dan menganalisis peristiwa-peristiwa masa lampau.

2. Sumber Data

Adapun sumber-sumber data atau informasi yang dimaksud kebanyakan

diperoleh dari perpustakaan. Maka penelitian ini dilihat dari sudut objeknya

bersifat kepustakaan, karenanya teknik pengumpulan data (sumber) menggunakan

metode Library Research, dalam kaitan ini penulis langsung mencari,

mengumpulkan bahan-bahan, sumber atau referensi dari perpustakaan baik

berbentuk buku, literatur, dokumen, artikel, ensiklopedi, dan lain-lain yang

dibutuhkan.

3. Analisi Data

Analisis data di sini adalah proses pengorganisasian yang

mengurut-urutkan data yang terkumpul dalam berbagai jenis ke dalam suatu pola atau

kategori untuk dijadikan sebagai uraian dasar (deskripsi awal) sehingga dapat

ditemukan tema dan hipotesa kerja.7 Data yang terkumpul segera dianalisis dan

dituangkan ke dalam satu laporan ringkas. Proses kerjanya sebagaimana lazimnya

penulisan karya sejarah, ada empat tahapan, yaitu:

a. Heuristik, yaitu dengan mencari data primer maupun sekunder, tetapi

dalam hal ini penulis mendasarkan pada penelitian kepustakaan yang

mayoritas terdiri dari karya-karya yang ditulis oleh para ilmuwan yang

memberi perhatian pada perpustakaan masa Abbasiyah dalam

perkembangan ilmu pengetahuan.

7

Arikunto, Prosedur Penelitian (Yogyakarta: Rineka Cipta, 1993), h. 128.; Moleong,

(12)

b. Kritik, yakni meneliti/menganalisa kevalidan informasi dari sekian banyak

sumber tertulis yang ada, baik kritik intern maupun ekstern.

c. Interpretasi, yaitu menafsirkan fakta-fakta yang saling berhubungan

dengan menggunakan pendekatan deskriptif analitis.

d. Hasil dari keseluruhan proses berbentuk penulisan sejarah ini berupa

skripsi yang berjudul Peran Perpustakaan dalam Membantu

Pengembangan Ilmu Pengetahuan Masa Islam Klasik (sebuah kajian

historis tentang perpustakaan masa Bani Abbasiyah), penulisan sejarah ini

merupakan interaksi penulis dengan karya-karya terkait.

E. Sistematika Penulisan

Akan dijelaskan satu persatu bab-bab yang terdapat pada tulisan ini,

dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN; Pada bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode

penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA; Bab ini berisi pengertian perpustakaan, sejarah pertumbuhan dan perkembangan perpustakaan, fungsi dan peran

perpustakaan.

BAB III KEPUSTAKAAN ISLAM; Bab ini menguraikan tentang sejarah masa Abbasiyah yang mencakup berdirinya Bani Abbasiyah, kemajuan

yang dicapai oleh masa Abbasiyah, dan kehancuran Bani Abbasiyah,

perpustakaan masa Abbasiyah yang terdiri dari sejarah dan perkembangan

(13)

BAB IV PERAN PERPUSTAKAAN DALAM MEMBANTU PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN MASA ISLAM KLASIK; Bab ini menguraikan tentang perpustakaan sebagai penunjang perkembangan ilmu

pengetahuan bagi masyarakat, dan perpustakaan sebagai media penghubung

antara sumber informasi dengan ilmu pengetahuan.

(14)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perpustakaan

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, pustaka artinya kitab, buku.8

Dalam bahasa Inggris, dikenal dengan istilah library. Istilah ini berasal dari kata

Latin liber atau libri artinya buku. Dari kata Latin tersebut, terbentuklah istilah

librarius yang artinya tentang buku. Istilah itu berasal dari kata biblia bahasa

Yunani artinya tentang buku, kitab. Istilah kitab suci Bible, juga berasal dari kata

biblia yang juga artinya buku, kitab. Karena itu, terjemahan Bible ke dalam

bahasa Indonesia ialah Alkitab. Dengan demikian, tidaklah aneh bila dalam semua

bahasa istilah perpustakaan, library, dan bibliotheek selalu dikaitkan dengan buku

atau kitab.9

Menurut Ensiklopedi Nasional Indonesia, perpustakaan adalah kumpulan

buku-buku yang tersimpan disuatu tempat tertentu, milik suatu instansi/lembaga

tertentu. Di dalam perpustakaan terdapat buku-buku yang bisa dipinjam selama

beberapa hari atau minggu, tetapi ada juga yang hanya boleh dibaca di

perpustakaan seperti buku-buku referensi.10

8De p a rte m e n Pe nd id ika n d a n Ke b ud a ya a n, Ka m us Be sa r Ba ha sa Ind o ne sia

(Ja ka rta : Ba la i Pusta ka , 1989), h. 713.

9Sulistyo -Ba suki, Pe ng a nta r Ilm u Pe rp usta ka a n (Ja ka rta : PT G ra m e d ia , 1993), h.

3.

10Lilia na D. Te d ja sud ha na , Ensiklo p e d i Na sio na l Ind o ne sia (Ja ka rta : PT C ip ta

(15)

Webster's Third Edition International Dictionary edisi 1961 menyatakan

bahwa perpustakaan merupakan kumpulan buku, manuskrip, dan bahan pustaka

lainnya yang digunakan untuk keperluan studi atau bacaan, kenyamanan, atau

kesenangan. Definisi tersebut masih melihat perpustakaan dari segi koleksi buku

dikaitkan dengan tujuan perpustakaan. Dalam Encyclopaedia Britanica dituliskan

tentang pengertian perpustakaan yaitu: “A Library (from Lat. Liber, “book”) is a

collection of written, printed or other graphic material (incliding film, slide,

phonograph record and tapes) organized for use”.

Pengertian di atas dapat diartikan bahwa suatu perpustakaan (dari bahasa

Latin liber, “buku”) adalah suatu himpunan bahan-bahan tertulis, tercetak ataupun

grafis lainnya (termasuk film, slide, rekaman-rekaman fonografis dan tape-tape)

yang diatur untuk digunakan.11

Dari definisi perpustakaan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

perpustakaan adalah sebuah ruangan, ataupun gedung yang digunakan untuk

menyimpan buku, maniskrip dan terbitan pustaka lainnya, yang disimpan menurut

tata susunan tertentu untuk digunakan pembaca atau pengunjung perpustakaan,

bukan untuk dijual.

B. Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Perpustakaan

Perkembangan perpustakaan tidak dapat dipisahkan dari sejarah manusia

karena perpustakaan merupakan produk manusia. Dalam sejarahnya, manusia

mula-mula tidak menetap tetapi mengembara dari satu tempat ke tempat lain.

11Zurni Za ha ra , “ Ko nse p Da sa r Ilm u Pe rp usta ka a n” a rtike l d ia kse s p a d a

(16)

Kehidupan seperti itu sering disebut kehidupan nomaden. Dalam

pengembaraannya, manusia memperoleh pengalaman bahwa bila dia memberi

tanda pada sebuah batu, pohon, papan, lempengan serta benda lainnya, ternyata

manusia dapat menyampaikan berita ke manusia lainnya. Pesan ini dipahatkan

pada batu atau pohon atau benda lainnya. Manusia berhubungan dengan manusia

lain melalui bahasa lisan maupun bahasa isyarat. Setelah menggunakan berbagai

tanda yang di pahatkan pada pohon ataupun batu ataupun benda lainnya, manusia

mulai berkomunkasi dengan kelompok lain melalui bahasa tulisan.12

Dari segi lain, tanda ataupun tulisan yang dipahatkan pada pohon atau batu

atau benda lain dapat digunakan sebagai cantuman (record) mengenai apa yang

dikatakan manusia maupun apa yang perlu diketahui seseorang. Adanya tulisan

tersebut dapat membantu daya ingat manusia karena kini manusia dapat melihat

”catatannya” pada pohon, batu, dan lempengan. Pesan dalam berbagai pahatan itu

dapat diteruskan ke generasi berikutnya. Bila kegiatan memberi tanda pada

berbagai benda itu dilakukan dari satu generasi ke generasi berikutnya maupun

dari satu suku ke suku lainnya maka banyak dugaan bahwa perpustakaan dalam

bentuknya yang sangat sederhana sudah mulai dikenal ketika manusia mulai

melakukan kegiatan penulisan pada berbagai benda. Benda itu dapat diteruskan

dari satu generasi ke generasi berikutnya ataupun dapat dibaca oleh suku lain.

Walaupun demikian, kita tidak pernah mengetahui kapan perpustakaan pertama

kali berdiri. Hanya berdasarkan bukti arkeologis diketahui bahwa perpustakaan

pada awal mulanya tidak lain berupa tumpukan catatan transaksi niaga. Dengan

kata lain, perpustakaan purba tidak lain merupakan sebuah kemudahan untuk

(17)

menyimpan catatan niaga. Karena kegiatan perpustakaan purba tidak lain

menyimpan kegiatan niaga maka ada kemungkinan bahwa perpustakaan dan arsip

semula bersumber pada kegiatan yang sama untuk kemudian terpisah.13

Seperti telah disebutkan di atas, manusia berusaha mencatat kegiatannya

dengan cara memahatkan catatannya pada kayu, batu, dan lempengan. Lambat

laun catatan itu dianggap kurang praktis karena sulit digunakan serta sukar

disimpan. Catatan pada batu atau lempengan tanah liat memang dapat digunakan

namun kurang praktis. Karena itu, manusia berusaha menemukan alat tulis yang

lebih baik daripada alat tulis periode sebelumnya. Salah satu usaha yang berhasil

ialah, penemuan orang Mesir sekitar tahun 2500 sebelum Masehi. Penemuan

tersebut sederhana namun memuaskan serta mempunyai pengaruh besar bagi

peradaban manusia. Orang Mesir berhasil menemukan bahan tulis berupa papyrus

yang dibuat dari sejenis rumput yang tumbuh di sepanjang Sungai Nil. Rumput

tersebut dipukul-pukul agar rata kemudian dikeringkan. Sesudah itu baru ditulisi

dengan menggunakan pahatan dan tinta.14

Dari kata papirus berkembanglah istifah paper, papier, papiere, papiros

yang berarti kertas. Penemuan kertas dari rumput papirus ini dianggap penting

bagi manusia karena serat selulosenya merupakan landasan kimiawi bagi

pembuatan kertas zaman modern. Hingga sekitar tahun 700-an Masehi, papirus

masih digunakan sebagai bahan tulis, kemudian mulai digunakan bahan lain

seperti kulit binatang.15

13Sulistyo -Ba suki, Pe ng a nta r Ilm u Pe rp usta ka a n.

14Sulistyo -Ba suki, Pe ng a nta r Ilm u Pe rp usta ka a n, h. 21.

(18)

Sekitar abad pertama Masehi, sejenis bahan yang mirip dengan kertas yang

kita gunakan dewasa ini telah ditemukan di Cina. Namun karena pengetatan yang

dilakukan penguasa Cina terhadap semua benda yang keluar masuk dari Cina

maka penemuan kertas itu tidak dikenal di Eropa hingga tahun 1150-an. Eropa

baru mengenal kertas pada abad ke-12, sedangkan mesin cetak baru dikenal pada

abad ke-15 maka pengembangan perpustakaan berjalan lambat. Ketika kertas

sudah dikenal, sedangkan teknik pencetakan masih primitif, di Eropa Barat

dikenal sejenis terbitan bernama incunabulla yang berarti buku yang dicetak

dengan menggunakan teknik bergerak (movable tipe) sebelum tahun 1501.

Kesemuanya itu merupakan bahan tulis yang bagus, kuat, tahan lama namun

untuk membuatnya memerlukan waktu yang lama, sedangkan produknya terbatas.

Pengaruhnya bagi perpustakaan adalah perpustakaan terutama di Eropa hanya

menyimpan naskah tulisan tangan lazim yang disebut "manuskrip". Manuskrip ini

umumnya berbentuk gulungan atau biasa disebut scroll.16

Kalau dilihat dari kenyataan di atas, nyatalah bahwa pada masa itu

peradaban Cina jauh lebih maju daripada peradaban Eropa. Misalnya, dalam hal

cetak mencetak orang-orang Cina telah menemukan sejenis bentuk cetakan,

berupa cetakan blok dengan cara memahat sebuah aksara pada blok kayu.Teknik

tersebut kemudian dikembangkan lagi menjadi tipe gerak yang artinya sebuah

aksara dapat dipindahkan ke blok lain. Proses semacam ini baru dikenal di Eropa

Barat sekitar tahun 1440 tatkala Johann Gutenberg dari kota Mainz, Jerman

mencetak buku dengan tipe cetak gerak. Sejak penemuan Gutenberg ini

(sebenarnya penemuan untuk kawasan Eropa) pembuatan manuskrip yang semula

(19)

ditulis tangan, kini dapat digandakan dengan mesin cetak. Karena teknik

pencetakan yang masih sederhana ini maka hasilnya pun masih sederhana

dibandingkan dengan buku cetakan masa kini. Buku yang diterbitkan semasa ini

hingga abad ke-16 dikenal dengan nama incunabula.17

Mesin cetak penemuan Gutenberg kemudian dikembangkan lagi sehingga

mulai abad ke-16 pencetakan buku dalam waktu singkat mampu menghasilkan

ratusan eksemplar. Hasilnya bagi perpustakaan ialah terjadinya revolusi

perpustakaan artinya dalam waktu singkat perpustakaan diisi dengan buku cetak.

Revolusi yang mirip sama terjadi hampir 400 tahun kemudian ketika buku mulai

digantikan bentuk elektronik. Dari Jerman, mesin cetak kemudian tersebar ke

seluruh Eropa, kemudian dibawa lagi ke Asia tempat asal usul mesin cetak. Inilah

hasil sampingan penemuan mesin cetak serta dampaknya terhadap perpustakaan.

Mesin cetak yang diasosiasikan dengan buku menimbulkan dampak sosial yang

besar.18

C. Fungsi dan Peran Perpustakaan

Berbicara mengenai fungsi perpustakaan, maka dibahas tentang

tugas-tugas yang harus dilakukan oleh sebuah perpustakaan agar perpustakaan tersebut

berjalan sebagaimana mestinya.

Sulistyo-Basuki dalam bukunya “pengantar Ilmu perpustakaan” secara

rinci menuliskan beberapa fungsi perpustakaan, di antaranya:19

17Sulistyo -Ba suki, Pe ng a nta r Ilm u Pe rp usta ka a n.

18Sulistyo -Ba suki, Pe ng a nta r Ilm u Pe rp usta ka a n.

(20)

1. Sebagai sarana simpan karya manusia. Perpustakaan di sini berfungsi sebagai

tempat menyimpan karya manusia, khususnya karya cetak seperti buku,

majalah, sejenisnya serta karya rekaman seperti kaset, piringan hitam, dan

sejenisnya. Perpustakaan berfungsi sebagai arsip umum bagi produk

masyarakat berupa buku dalam arti luas. Dalam kaitannya dengan fungsi

simpan, perpustakaan bertugas menyimpan khazanah budaya hasil masyarakat.

Salah satu jenis perpustakaan yang benar-benar berfungsi sebagai sarana

simpan ial a h p e r pustakaan nasional. Di manapun tempatnya, perpustakaan

nasional sebuah negara selalu bertugas menyimpan semua buku yang

diterbitkan di negara yang bersangkutan.

2. Fungi informasi. Bagi anggota masyarakat yang memerlukan informasi dapat

memintanya ataupun menanyakannya ke perpustakaan. Informasi yang

diminta dapat berupa informasi mengenai tugas sehari-hari, pelajaran maupun

informasi lainnya. Dengan koleksi yang tersedia, perpustakaan harus

berusaha menjawab setiap pertanyaan yang diajukan ke perpustakaan. Bila

tidak terjawab, dapat minta bantuan ke perpustakaan lain yang dianggap

mampu menjawab pertanyaan tersebut karena pada hakekatnya semua

perpustakaan melaksanakan fungsi informasi.

3. Fungsi rekreasi. Masyarakat dapat menikmati rekreasi kultural dengan cara

membaca dan bacaan ini disediakan oleh perpustakaan. Fungsi rekreasi ini

tampak nyata pada perpustakaan umum yaitu perpustakaan yang dikelola

dengan dana umum serta terbuka untuk umum. Umum artinya setiap orang

tanpa memandang perbedaan jenis kelamin, usia, pekerjaan, agama, dan

(21)

menjalin kerjasama dengan berbagai komponen seperti penulis yang menulis

buku, penerbit yang menerbitkan buku, produsen kertas, toko buku, unsur

pembaca yang berasal dari semua pihak dan dengan sendirinya juga

pengelola perpustakaan. Kegiatan membaca sebagai bagian fungsi rekreasi

dikaitkan pula dengan tingkat melek huruf. Berbeda dengan anggapan bahwa

melek huruf sudah berarti tahu aksara, sedangkan dalam kenyataannya

terdapat berbagai tingkat melek huruf dilihat dari segi penggunaan

pustaka. Melek huruf ini terbagi atas: (1) golongan yang tidak dapat membaca

dalam arti tahu aksara, namun tidak tahu cara membacanya; (2) golongan

yang memiliki kemampuan terbatas, dalam arti mereka ini dianggap setengah

melek huruf; (3) golongan sedang belajar aksara serta mungkin melek huruf;

(4) golongan yang melek huruf, namun tidak membaca kecuali bacaan

terbatas pada kehidupan sehari-hari; (5) golongan yang melek huruf

namun bukan pembaca buku; (6) golongan melek huruf namun bukan

pembaca buku yang tetap; dan (7) golongan melek huruf serta pembaca tetap.

4. Fungsi pendidikan. Perpustakaan merupakan sarana pendidikan non formal

dan informal, artinya perpustakaan merupakan tempat belajar di luar bangku

sekolah maupun juga tempat belajar dalam lingkungan sekolah. Dalam hal

ini, yang berkaitan dengan pendidikan nonformal ialah perpustakaan

umum, sedangkan yang berkaitan dengan pendidikan informal ialah

perpustakaan sekolah dan perpustakaan perguruan tinggi. Bagi mereka

yang sudah meninggalkan bangku sekolah maupun putus maka

perpustakaan merupakan tempat belajar yang praktis, berkesinambungan

(22)

sebagian waktunya di perpustakaan serta memperoleh banyak bahan dari

perpustakaan sekolah. Seperti Abraham Lincoln (Presiden AS ke-16) yang

dikenal banyak memperoleh pendidikan nonformal dari perpustakaan,

Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri pertama India), Karl Marx (penulis

buku Manifesto Komunis) yang menghabiskan waktunya di British Library

di London.

5. Fungsi kultural. Perpustakaan merupakan tempat untuk mendidik dan

mengembangkan apresiasi budaya masyarakat. Pendidikan ini dapat dilakukan

dengan cara menyelenggarakan pameran, ceramah, pertunjukan kesenian,

pemutaran film bahkan bercerita untuk anak-anak. Dengan cara demikian

masyarakat dididik mengenal budayanya. Di sini budaya memiliki arti segala

ciptaan manusia. Seringkali fungsi ini disalahgunakan sebagai sarana

propaganda politik penguasa, terutama di negara totaliter seperti Jerman

semasa Hitler. Pada masa itu, pihak Nazi mengisi perpustakaan dengan buku

yang mendukung Nazi, sedangkan buku karangan Yahudi dibakar.

Kelima fungsi di atas masih dilaksanakan oleh berbagai, perpustakaan

hingga sekarang. Betapapun majunya teknologi, penulis yakin bahwa

perpustakan masih mampu melaksanakan kelima fungsi tersebut.

Perpustakaan sebagai sumber informasi ilmu pengetahuan, teknologi dan

kebudayaan yang mempunyai fungsi berbeda antara satu dan lainnya ini memiliki

peran tersendiri, di antaranya sebagai penyerap yang menyebabkan melimpahnya

informasi dalam berbagai jenis maupun bentuk media, serta tersedianya perangkat

yang mampu menunjang kegiatan yang sulit dilakukan di masa-masa lalu yang

(23)

layanan maupun peranan yang diberikan, sebagai mediator informasi, penunjuk

jalan, fasilitator, pedamping pendidik. Untuk lebih lengkapnya, peran

perpustakaan tersebut, berikut ini:

1. Perpustakaan merupakan media atau jembatan yang menghubungkan antara

sumber informasi dan ilmu pengetahuan yang terkandung di dalam koleksi

perpustakaan dengan para pemakainya.

2. Perpustakaan sebagai sarana untuk menjalin dan mengembangkan komunikasi

antara sesama pemakai, dan antara penyelenggara perpustakaan dengan

masyarakat yang dilayani.

3. Perpustakaan sebagai lembaga untuk mengembangkan minat baca, kegemaran

membaca, kebiasaan membaca, dan budaya baca, melalui penyediaan berbagai

bahan bacaan yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat.

4. Perpustakaan berperan aktif sebagai fasilitator, mediator dan motivator bagi

mereka yang ingin mencari, memanfaatkan dan mengembangkan ilmu

pengetahuan dan pengalamannya.

5. Perpustakaan merupakan agen perubahan, agen pembangunan dan agen

kebudayaan umat manusia. Sebab berbagai penemuan, sejarah, pemikiran dan

ilmu pengetahuan yang ditentukan pada masa lalu, direkam dalam bentuk

tulisan atau bentuk tertentu yang disimpan di perpustakaan dapat dipelajari,

diteliti, dikaji dan dikembangkan oleh generasi sekarang, dan kemudian

dipergunakan sebagai landasan penuntun untuk merencanakan masa depan

yang lebih baik.

6. Perpustakaan sebagai lembaga pendidikan nonformal bagi masyarakat dan

(24)

penelitian, menggali, memanfaatkan dan mengembangkan sumber informasi

dan ilmu pengetahuan.

7. Perpustakaan sebagai pembimbing dan memberikan konsultasi kepada

pemakai atau melakukan pendidikan pemakai.

8. Perpustakaan menghimpun dan melestarikan koleksi bahan pustaka agar tetap

dalam keadaan baik semua hasil karya umat manusia yang tak ternilai

harganya.

9. Perpustakaan dapat berperan sebagai ukuran atas kemajuan masyarakat dilihat

dari intensitas kunjungan dan pemakaian perpustakaan. Sebab masyarakat

yang sudah maju dapat ditandai dengan adanya perpustakaan yang sudah maju

pula, sebaliknya masyarakat yang berkembang belum mempunyai

perpustakaan yang memadai dan representatif.

Secara tidak langsung, perpustakaan yang berfungsi dan dimanfaatkan

dengan baik, dapat ikut berperan dalam mengurangi dan mencegah kenakalan

remaja seperti tawuran, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, dan tindak

indisipliner. Perpustakaan dengan bahan bacaan yang berisi pendidikan, informasi

dan rekreasi yang sehat dan positif serta dipahami dan dijiwai oleh pembacanya.

Materi bacaan tersebut mampu menggugah aspirasi dan mengembangkan minat

dan bakat kemudian diarahkan untuk melakukan hal-hal positif dan produktif baik

bagi dirinya sendiri maupun orang lain.20

20Suta rno , Pe rp usta ka a n d a n Ma sya ra ka t, (Ja ka rta : Ya ya sa n O b o r Ind o ne sia ,

(25)

BAB III

KEPUSTAKAAN ISLAM

A. Sejarah Bani Abbasiyah

1. Berdirinya Bani Abbasiyah

Al-Saffah menjadi pendiri Bani Arab Islam ketiga -setelah Khulafa

al-Rasyidin dan Bani Umayyah- yang sangat besar dan berusia lama. Dari 750 M

sampai dengan 1258 M, penerus Abu al-Abbas memegang peranan

pemerintahan, meskipun mereka tidak selalu berkuasa.21

Abu al-Abbas al-Saffah (750-754 M) adalah pendiri Bani Abbasiyah.

Akan tetapi karena kekuasaannya sangat singkat, Abu Ja’far al-Manshur

(754-775 M) yang banyak berjasa dalam membangun pemerintahan Bani

Abbasiyah. Pada tahun 762 M, Abu Ja’far al-Manshur memindahkan ibukota

dari Damaskus ke Hasyimiyah, kemudian dipindahkan lagi ke Baghdad. Oleh

karena itu, ibukota pemerintahan Bani Abbasiyah berada di tengah-tengah

bangsa Persia.22

Abu Ja’far Manshur sebagai pendiri Abbasiyah setelah Abu

al-Abbas al-Saffah, digambarkan sebagai orang yang kuat dan tegas,

21Phillip K. Hitti, Histo ry o f The Ara b s: fro m the e a rlie st tim e to the p re se nt, Te rj.

R. C e c e p Lukm a n Ya sin d a n De d i Sla m e t Riya d i, (Ja ka rta : Se ra m b i Ilm u Se m e sta , 2006), h. 358.

22Ba d ri Ya tim , Se ja ra h Pe ra d a b a n Isla m : Dira sa h Isla m iya h II, (Ja ka rta : PT.

(26)

ditangannyalah Abbasiyah mempunyai pengaruh yang kuat. Selama Dinasti

ini berkuasa, pola pemerintahan yang diterapkan berbeda-beda sesuai dengan

perubahan politik, sosial dan budaya. Berdasarkan pola pemerintahan dan pola

politik itu para sejarawan biasanya membagi masa pemerintahan Bani

Abbasiyah menjadi lima periode:23

a. Periode Pertama (750-847 M), disebut periode pengaruh Persia

pertama.

b. Periode Kedua (847-945 M), disebut masa pengaruh Turki pertama.

c. Periode Ketiga (945 M-1055 M), masa kekuasaan Bani Buwaih dalam

pemerintahan khalifah Abbasiyah. Periode ini disebut juga masa

pengaruh Persia kedua.

d. Periode Keempat (1055-1194 M), masa kekuasaan Dinasti Bani sejak

dalam pemerintahan khalifah Abbasiyah, biasanya disebut juga dengan

masa pengaruh Turki kedua.

e. Periode Kelima (1194-1258 M), masa khalifah bebas dari pengaruh

Dinasti lain, tetapi kekuasaannya hanya efektif disekitar kota Baghdad.

2. Kemajuan yang Dicapai Bani Abbasiyah

Setiap Dinasti atau rezim mengalami fase-fase yang dikenal dengan

fase pendirian, fase pembangunan dan kemajuan, fase kemunduran dan

kehancuran. Akan tetapi durasi dari masing-masing fase itu berbeda-beda

karena bergantung pada kemampuan penyelenggara pemerintahan yang

bersangkutan.

(27)

Pada masa pemerintahan, masing-masing memiliki berbagai kemajuan

dari beberapa bidang, diantaranya bidang politik, bidang ekonomi, bidang

sosial. Pada masing-masing bidang memiliki kelebihan dan kekurangan.24

a. Bidang Politik

Walaupun demikian, dalam periode ini banyak tantangan dan gerakan

politik yang mengganggu stabilitas, baik dari kalangan Bani Abbas

sendiri maupun dari luar. Gerakan-gerakan ini seperti sisa-sisa Bani

Umayyah dan kalangan intern Bani Abbas, revolusi al-Khawarij di

Afrika utara, gerakan zindik di Persia, gerakan Syi’ah dan konflik

antar bangsa serta aliran pemikiran keagamaan, semuanya dapat

dipadamkan.

b. Bidang Ekonomi

Pada masa al-Mahdi perekonomian mulai meningkat dengan

peningkatan di sektor pertanian, melalui irigasi dan peningkatan hasil

pertambangan seperti perak, emas, tembaga dan besi. Terkecuali itu

dagang transit antara timur dan barat juga banyak membawa kekayaan.

Bahsrah menjadi pelabuhan yang penting.

c. Bidang Sosial

Popularitas Bani Abbasiyah mencapai puncaknya di zaman khalifah

Harun al-Rasyid (786-809 M) dan putranya Al-Ma’mun (813-833 M).

kekayaan yang banyak di manfaatkan Harun al-Rasyid untuk

24Ra tna ne ng sih, “ Se ja ra h Pe ra d a b a n Isla m p a d a Za m a n Ba ni Ab b a siya h d i

(28)

keperluan sosial. Rumah sakit, lembaga pendidikan, dokter, dan

farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak 800 orang

dokter. Disamping itu pemandian-pemandian juga dibangun. Tingkat

kemakmuran yang paling tinggi terwujud pada zaman khalifah ini,

kesejahteraan sosial, kesehatan, pendidikan, ilmu pengetahuan dan

kebudayaan serta kesusastraan berada pada zaman keemasannya.

Adapun penyebab keberhasilan kaum penganjur berdirinya Bani

Abbasiyah ialah karena mereka berhasil menyadarkan kaum muslimin pada

umumnya, bahwa Bani Abbasiyah adalah keluarga yang paling dekat kepada

Nabi Muhammad SAW, dan bahwasanya mereka akan mengamalkan

al-Qur’an dan Sunnah rasul dan menegakkan syari’at Allah.

Jika dasar-dasar pemerintahan Bani Abbasiyah diletakkan dan

dibangun oleh Abu al-Abbas dan Abu Ja’far Al-Manshur, maka puncak

keemasan dari Dinasti ini berada pada tujuh khalifah sesudahnya, yaitu

Mahdi (775-785 M), Hadi (775-786 M), Harun Rasyid (786-809 M),

al-Ma’mun (813-833 M), al-Mu’tashim (833-842 M), al-Wasiq (842-847 M),

dan al-Mutawakkil (847-861 M).25

a. Kemajuan dalam Bidang Ilmu Pengetahuan

Keberhasilan umat Islam pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah

dalam pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban Islam secara

menyeluruh, tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di antaranya

adalah kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non

25Ja ih Mub a ro k, Se ja ra h Pe ra d a b a n Isla m (Ba nd ung : Pusta ka Ba ni Q ura isyi,

(29)

Arab (Mawali), yang memiliki tradisi intelektual dan budaya riset yang sudah

lama melingkupi kehidupan mereka. Mereka diberikan fasilitas berupa materi

atau finansial dan tempat untuk terus melakukan berbagai kajian ilmu

pengetahuan melalui bahan-bahan rujukan yang pernah ditulis atau dikaji oleh

masyarakat sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata membawa dampak yang

sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan sains

yang membawa harum Dinasti ini.26 Dengan demikian, banyak bermunculan

ahli dalam bidang ilmu pengetahuan, seperti Filsafat, filosuf yang terkenal saat

itu antara lain adalah Al Kindi (801-873 M). Abu Nasr al-Faraby, (870-950

M) dan lain-lain.27

Kemajuan ilmu pengetahuan dan peradaban Islam juga terjadi pada

bidang ilmu sejarah, ilmu bumi, astronomi dan sebagainya. Diantaranya

sejarawan muslim yang pertama yang terkenal yang hidup pada masa ini

adalah Muhammad bin Ishaq (w. 768 M).28

Khalifah Harun al-Rasyid dikenal sebagai khalifah yang mencintai seni

dan ilmu. Ia banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan kalangan

ilmuwan dan mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap seni. Al-Rasyid

mengembangkan satu akademi Gundishapur yang didirikan oleh Anushirvan

pada tahun 555 M. Pada masa pemerintahannya lembaga tersebut dijadikan

26Fa hm i Hid a ya ti, “ Ba ni Ab b a siya h” a rtike l d i a kse s p a d a 26 Juli 2008 d a ri

http :/ / sp ik13.b lo g sp o t.c o m / 2008/ 04/ Ba ni-Ab b a siya h.21.htm l

27Hid a ya ti, “ Ba ni Ab b a siya h.”

(30)

sebagai pusat pengembangan dan penerjemahan bidang ilmu kedokteran, obat

dan falsafah.29

Dari gambaran diatas terlihat bahwa, Daulah Bani Abbas pada periode

pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam

daripada perluasan wilayah. Disinilah perbedaan pokok antara Bani Abbasiyah

dan Bani Umayyah.

b. Kemajuan dalam Ilmu Agama Islam

Masa pemerintahan Bani Abbasiyah yang berlangsung lebih kurang

lima abad (750-1258 M), dicatat sebagai masa-masa kejayaan ilmu

pengetahuan dan peradaban Islam. Kemajuan ilmu pengetahuan dan

peradaban Islam ini, khususnya kemajuan dalam bidang ilmu agama, tidak

lepas dari peran serta para ulama dan pemerintah yang memberi dukungan

kuat, baik dukungan moral, material dan finansial, kepada para ulama.

Perhatian yang serius dari pemerintah ini membuat para ulama yang ingin

mengembangkan ilmu ini mendapat motivasi yang kuat, sehingga mereka

berusaha keras untuk mengembangkan dan memajukan ilmu pengetahuan dan

peradaban Islam. Diantaranya ilmu pengetahuan agama Islam yang

berkembang dan maju adalah ilmu hadits, ilmu tafsir, ilmu fiqih dan tasawuf.30

3. Kehancuran Bani Abbasiyah

Berakhirnya kekuasaan Bani Seljuk atas Baghdad atau khalifah

Abbsiyah merupakan awal dari periode kelima. Pada periode ini, khalifah

Abbasiyah tidak lagi berada dibawah kekuasaan suatu Dinasti tertentu,

29Hid a ya ti, “ Ba ni Ab b a siya h.”

(31)

walaupun banyak sekali Dinasti islam berdiri. Ada diantaranya Dinasti yang

cukup besar, namun yang terbanyak adalah Dinasti kecil. Para khalifah

Abbasiyah, sudah merdeka dan berkuasa kembali, tetapi hanya di Baghdad

sekitarnya. Wilayah kekuasaan khalifah yang sempit ini menunjukan

kelemahan politiknya. Pada masa inilah tentara Mongol dan Tar-tar

menyerang Baghdad. Baghdad dapat direbut dan dihancurluluhkan tanpa

perlawanan yang berarti. Kehancuran Baghdad akibat serangan tentara

Mongol ini adalah awal babak baru dalam sejarah islam, yang disebut masa

pertengahan.31

Sebagaimana dalam periodisasi khalifah Abbasiyah, masa kemunduran

dimulai sejak periode kedua, namun demikian faktor-faktor penyebab

kemunduran itu tidak datang secara tiba-tiba, benih-benihnya sudah terlihat

pada periode pertama, hanya khalifah pada saat periode itu sangat kuat,

benih-benih ini tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas

terlihat bahwa apabila kalifah kuat, para mentri cenderung berperan sebagai

pegawai sipil, tetapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda

pemerintahan.32

B. Perpustakaan Masa Abbasiyah

1. Sejarah Perpustakaan Masa Abbasiyah

31Ra tna ne ng sih, “ Se ja ra h Pe ra d a b a n Isla m p a d a Za m a n Ba ni Ab b a siya h d i

Ba g hd a d .”

32Ra tna ne ng sih, “ Se ja ra h Pe ra d a b a n Isla m p a d a Za m a n Ba ni Ab b a siya h d i

(32)

Bani Abbasiyah, mencapai masa kejayaan politik dan intelektual.

Kekhalifahan Baghdad yang didirikan oleh al-Saffah dan al-Mansur mencapai

masa keemasannya antara masa khalifah ketiga, al-Mahdi, dan khalifah

kesembilan, al-Watsiq, dan lebih khusus lagi adalah masa Harun al-Rasyid

dan anaknya al-Ma’mun. Terutama karena khalifah yang hebat itulah Bani

Abbasiyah memiliki kesan baik dalam ingatan publik, dan mencapai Dinasti

yang paling terkenal dalam sejarah Islam.33 Bani Abbasiyah berkembang pesat

dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan

menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia.

Kekhalifahan ini naik kekuasaan setelah mengalahkan Bani Umayyah. Bani

Abbasiyah dibentuk oleh keturunan dari paman Nabi Muhammad yaitu

Abbasiyah. Berkuasa mulai tahun 750 M dan memindahkan ibukota dari

Damaskus ke Baghdad. Meskipun usianya kurang dari setengah abad.

Baghdad pada saat itu muncul menjadi pusat dunia dengan tingkat

kemakmuran dan peran internasional yang luar biasa. Kejayaannya berjalan

seiring dengan kemakmuran kerajaan, terutama ibukotanya. Saat itulah

Baghdad menjadi “kota yang tiada bandingannya di seluruh dunia.”34

Sejarah dan berbagai legenda menyebutkan bahwa zaman keemasan

Baghdad terjadi selama masa kekhalifahan Harun al-Rasyid (786-809 M).

Pada masa kekhalifahan ini dunia Islam mengalami peningkatan besar-besaran

di bidang ilmu pengetahuan. Khalifah Harun al-Rasyid adalah khalifah

Abbasiyah yang dikenal sebagai khalifah yang mencintai seni dan ilmu. Ia

33Hitti, Histo ry o f The Ara b s, h. 369.

(33)

banyak meluangkan waktunya untuk berdiskusi dengan kalangan ilmuwan dan

mempunyai apresiasi yang tinggi terhadap seni.

Sejak peradaban Islam menguasai teknologi pembuatan kertas,

aktivitas penulisan buku di akhir abad ke-8 M kian menggeliat. Jumlah buku

yang terbit di era kekuasaan Bani Abbasiyah itu sungguh melimpah. Pada era

itu minat baca sangat tinggi, sehingga setiap orang berlomba membeli dan

mengoleksi buku.35

Guna menampung buku-buku yang terbit setiap saat, pada abad ke-9

M di seluruh kota Islam sudah ada perpustakaan-perpustakaan untuk

menampung buku-buku yang terbit saat itu. Masyarakat Islam menyebutnya

sebagai dar al-‘ilm. Peradaban di era kekhalifahan tidak hanya memiliki

perpustakaan yang banyak. Masyarakat muslim di masa keemasan juga

memperkenalkan konsep perpustakaan modern.

Setidaknya ada dua kondisi masyarakat saat itu yang menyebabkan

banyak terbentuknya perpustakaan:

a. Timbulnya kecintaan yang besar terhadap ilmu pengetahuan di

masyarakat muslim, sehingga buku-buku yang terbit masa itu

menempati kedudukan yang istimewa dalam masyarakat.

Kecintaan terhadap ilmu pengetahuan merupakan hasil dukungan

yang diberikan oleh khalifah dan golongan penguasa.

b. Adanya minat yang besar untuk memperoleh dan mengumpulkan

buku dengan timbulnya industri kertas yang pada akhirnya

35He ri Rusla n, “ Kha za na h: Pe rp usta ka a n Lum b ung Ilm u d i Era Ke kha lifa ha n,”

(34)

mendorong berkembangnya perdagangan dan pasar buku. Dalam

hal ini pemerintah kerajaan memberikan dukungan dalam bentuk

pembebasan pajak buku.

Dalam sejarah pemikiran dan peradaban Islam, perpustakaan pada

masa itu sampai puncak kejayaannya menunjukkan suatu peran yang sangat

besar dalam pendidikan masyarakat. Dalam aktivitas ilmiah, ada beberapa

aktivitas ilmiah yang berlangsung di kalangan umat Islam pada masa Bani

Abbasiyah yang mengantar mereka mencapai kemajuan di bidang ilmu

pengetahuan. Misalnya dalam bidang penerjemahan, aktivitas penerjemahan

mencapai puncaknya pada masa Al Ma’mun. Khalifah ini juga seorang

cendekiawan yang sangat besar perhatiannya kepada ilmu pengetahuan.36

2. Perkembangan Perpustakaan Masa Abbasiyah

Pada masa Bani Abbasiyah, kota Baghdad menjadi pusat intelektual

Muslim, dimana terjadi perkembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan

Islam. Perpustakaan adalah salah satu tempat yang ditempuh orang dahulu

untuk menyiarkan ilmu pengetahuan. Munculnya perpustakaan-perpustakaan

masa itu tidak terlepas dari peran pemerintah yang sangat peduli dengan ilmu

pengetahuan yang berkembang. Saat itu para khalifah berlomba-lomba

mengoleksi buku sebanyak mungkin, walaupun saat itu harga buku sangat

mahal. Para khalifah juga mendirikan perpustakaan-perpustakaan yang

dijadikan sebagai tempat penyimpanan koleksi buku yang dimiliki. Biasanya

perpustakaan didirikan oleh bangsawan atau orang-orang kaya sebagai

lembaga-lembaga kajian yang terbuka untuk umum. Banyak perpustakaan

36

(35)

yang tidak hanya didirikan di tempat-tempat umum oleh penguasa (Khalifah),

tapi juga di kediaman (rumah) para penguasa saat itu. Sehingga terdapat empat

jenis perpustakaan, yaitu perpustakaan umum, semi umum, khusus dan

sekolah. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang terbuka untuk umum.

Perpustakaan semi umum, di sisi lain terbuka untuk satu kelompok yang

terpilih. Perpustakaan khusus, sebagaimana sebutannya dimiliki oleh para

cendekiawan untuk kebutuhan pribadi. Dan perpustakaan sekolah adalah

perpustakaan yang tergabung pada sebuah sekolah dikelola oleh sekolah untuk

menunjang kegiatan belajar. Berikut penjelasannya:

a. Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang didirikan untuk digunakan

orang ramai, yang diselenggarakan oleh pemerintahan atau wakaf dari para

ulama dan sarjana, tujuannya untuk mensponsori kegiatan ilmiah dengan

sumber dana dari wakaf atau subsidi pemerintah. Sistem layanan yang

digunakan yaitu sistem terbuka. Koleksi yang ada pada perpustakaan ini

berupa buku-buku ilmu agama Islam dan bahasa Arab. Bermacam-macam

ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu. Buku-buku terjemah

bahasa Yunani, Persia, India, Qibty dan Arami. Menerjemahkan

karya-karya umum termasuk literasi humaniora, buku-buku Aristoteles dan

Hipocrates.37 Contoh perpustakaan umum masa itu sebagai berikut:

1) Perpustakaan Bait al-Hikmah

Perpustakaan yang didirikan oleh Khalifah al-Ma’mun ini,

diperkirakan sebagai perpustakaan besar pertama yang ada di Baghdad.

Perpustakaan ini berdiri sekitar tahun 830 M. Sebenarnya perpustakaan ini

(36)

sudah ada sejak pemerintahan Khalifah Harun-al-Rasyid, ayah dari

Khalifah al-Ma’mun, yang berkuasa tahun 786-809 M, kemudian

perpustakaan ini dikembangkan dan diperbesar oleh Khalifah

al-Ma’mun.38

Di samping dikenal sebagai perpustakaan yang besar, Bait

al-Hikmah juga dikenal sebagai perguruan tinggi pertama dalam sejarah

Islam. Lembaga ini terdiri dari observatorium astronomi dan perpustakaan,

juga berfungsi sebagai lembaga penerjemahan. Di observatorium milik

Bait al-Hikmah para ilmuwan mempelajari, meneliti, dan menulis dalam

berbagai bidang ilmu. Para ilmuwan yang bekerja di lembaga ini

memperoleh beasiswa dari pemerintah. Perpustakaan Bait al-Hikmah ini

merupakan bagian dari bangunan istana khalifah, yang dilengkapi dengan

ruang tersendiri unuk para, penyalin, penjilid dan pustakawan.39

Jumlah koleksi yang ada pada perpustakaan ini tercatat dalam

al-Fihrist karya Ibn al-Nadim sekitar 60.000 buah. Perpustakaan ini

mempunyai daftar judul buku yang berfungsi sebagai katalog

perpustakaan. Koleksi perpustakaan juga mencakup berbagai bidang ilmu

karena minat khalifah Abbasiyah saat itu sudah meluas tidak saja terbatas

pada ilmu-ilmu agama.40

Pada pemerintahan Khalifah Harun al-Rasyid perpustakaan Bait

al-Hikmah merupakan tempat menyimpan buku yang dipimpin oleh seorang

38Hitti, Histo ry o f The Ara b s, h. 410.

39Zia ud d in Sa rd a r, Ta nta ng a n Dunia Isla m Ab a d 21. Te rj. AE Priyo no d a n Ilya s

Ha sssa n (Ba nd ung : Miza n, 1991), h. 49.

(37)

kepala dan dibantu oleh sejumlah staf. Untuk pengembangan koleksi

Khalifah Harun al-Rasyid melantik Yuhana ibn Masuwiyah untuk

menerjemahkan buku-buku dan menyediakan staf untuk membantu

pekerjaannya. Usaha penerjemahan ini dilanjutkan oleh Khalifah

al-Ma’mun, karena penerjemahan ini merupakan kegiatan penting di Bait

al-Hikmah.

Ada dua orang ilmuwan yang tercatat sebagai pustakawan di

perpustakaan Bait al-Hikmah pada masa Khalifah al-Ma’mun. Tanggung

jawab para pustakawan itu meliputi keseluruhan lembaga tidak terbatas

pada perpustakaan saja. Salm (terkadang disebut Salma atau Salman),

salah satu dari mereka, dikenal sebagai orang yang mempunyai minat

besar terhadap ilmu. Tugas yang diembannya sebagai kepala perpustakaan

adalah pengumpulan dan menerjemahkan buku-buku ilmiah. Pustakawan

yang bekerja bersama Salman adalah Sahl ibn Harun. Sahl ibn Harun

adalah pustakawan Bait al-Hikmah yang paling terkenal. Sahl,

berkebangsaan Persia, dikagumi karena sikapnya, kemampuannya sebagai

penyair dan pembicara, kebijaksanaannya, kelembutannya dan

pengetahuannya mengenai buku.

2) Perpustakaan Al-Haidariyah

Perpustakaan ini berlokasi di kota Najaf di Irak. Perpustakaan ini

termasuk dalam lingkungan makam Ali ibn Abu Thalib. Nama

perpustakaan ini diambil dari julukan yang diberikan oleh golongan Syi’ah

untuk Ali r.a, yaitu Haidar yang artinya singa. Koleksi perpustakaan ini

(38)

buku-buku berharga dalam bahasa Arab dan Persia yang kebanyakan ditulis

tangan oleh pengarangnya sendiri. Di sini juga terdapat sejumlah besar

koleksi al-Qur’an yang ditulis dengan kaligrafi dengan ukiran-ukiran yang

sangat indah.41

3) Perpustakaan Darul Hikmah di Cairo (Mesir)

Perpustakaan ini didirikan oleh al-Hakim Biamrillah al-Fatimy

tahun 1004 M. Dalam perpustakaan itu terdapat buku-buku dengan

berbagai macam bidang ilmu pengetahuan. Perpustakaan ini terbuka

untuk umum, semua orang pencinta ilmu diperbolehkan mengunjungi

perpustakaan. Diantara mereka ada yang datang untuk membaca kitab,

ada yang datang untuk menyalin buku dan ada juga untuk belajar.

Pada semua pintu dan lorongnya dipasangi tirai. Di situ

ditempatkan pula para penanggung jawab, karyawan dan petugas. Di

situ dihimpun buku-buku yang belum pernah dihimpun oleh seorang

raja pun. Perpustakaan itu mempunyai 40 lemari. Bahkan ada salah satu

lemari yang memuat 18.000 buku tentang ilmu-ilmu kuno. Semua orang

boleh masuk ke situ. Di antara mereka ada yang datang untuk membaca

buku, menyalin atau untuk belajar. Di situ terdapat segala yang

diperlukan (tinta, pena, kertas dan tempat tinta).

b. Perpustakaan semi umum yaitu perpustakaan yang khusus untuk para

ulama, sarjana dan pelajar, perpustakaan ini tidak dibuka untuk umum

tetapi diperbolehkan kepada ahli-ahlinya saja, didirikan oleh khalifah atau

41Kusum a , “ Pe ra n Pe rp usta ka a n Ba g i Pe m ikira n d a n Pe ra d a b a n Isla m .” a rtike l

(39)

raja-raja yang berlokasi di dalam kerajaan atau lembaga kekhalifahan

dengan tujuan untuk menunjang kebutuhan dan kemudahan

studi/penelitian. Kebutuhan informasi khalifah dan kalangan istana,

sumber dana dari khalifah atau dana dari kerajaan, perpustakaan semi

umum ini menganut sistem layanan tertutup. Koleksi di sini terdiri dari

kitab-kitab fiqh, nahwu, bahasa, hadist, sejarah, hikayat raja-raja, ilmu

perbintangan, kerohanian dan ilmu kimia.42

1) Perpustakaan An-Nashir Li Dinillah

Didirikan oleh khalifah An-nashir Li Dinillah yang dianggap telah

mampu mengembalikan keagungan dan kemegahan kekhalifahan.

Khalifah al-Nasir ini adalah seseorang yang mempunyai perhatian besar

terhadap kemajuan ilmu pengetahuan. Untuk menunjang kegiatannya

dalam bidang ilmu, khalifah membangun sebuah perpustakaan pribadi, dan

perpustakaan ini terbuka bagi kalangan tertentu yang telah memperoleh

izin darinya.

2) Perpustakaan Al-Musta’shim Billah

Didirikan oleh khalifah terakhir dari Bani Abbasiyah, yang telah

memberikan andil besar bagi ilmu pengetahuan. Al-Musta’shim ini adalah

khalifah terakhir Bani Abbasiyah yang berkuasa pada tahun 1242-1258 M.

Dinding perpustakaan miliknya ini bertuliskan bait-bait syair.

c. Perpustakaan khusus yaitu perpustakaan pribadi yang dimiliki oleh para

pembesar dan ulama, pemiliknya ulama atau para pembesar yang berlokasi

di rumah para ulama atau pembesar dengan tujuan untuk koleksi dan

(40)

kepentingan ulama atau pembesar tersebut, sebab rata-rata mereka sangat

menyukai buku, sumber dana berasal dari pembesar atau ulama tersebut

karena mereka mempunyai dana khusus untuk mengelola perpustakaannya

dan sistem layanannya hanya untuk digunakan pribadi tetapi terkadang

memperbolehkan orang luar untuk menggunakan koleksinya. Koleksi yang

ada pada perpustakaan ini biasanya bidang-bidang ilmu yang sesuai

dengan keinginan dan kebutuhan pemiliknya.43

1) Perpustakaan Hunain Ibnu Ishaq

Beliau adalah seorang dokter dan penterjemah yang paling

terkemuka di masa Al-Ma’mun. Beliau banyak menerjemahkan buku-buku

filsafat dan kedokteran. Kebesaran perpustakaan pribadi miliknya dapat

diperkirakan dari banyaknya buku yang telah diterjemahkan olehnya,

buku-buku karangannya, dan buku-buku yang dijadikan sumber

karangannya.

2) Perpustakaan Al-Fathu Ibnu Haqam

Al-Fathu Ibnu Haqam adalah seorang wazir dari Mutawakil

al-Abbasiyahi, dia adalah seorang yang gemar membaca dan berwawasan

luas. Untuk memenuhi kebutuhan membacanya dia membangun sebuah

perpustakaan yang besar. Perpustakaan ini berisi buku yang dipilih oleh

Ali ibn Yahya Abi Mansur al-Munajjin seorang ilmuwan dan sastrawan.

3) Perpustakaan Al-Muwaffaq Ibnul Matran

Beliau adalah seorang yang cerdas dan rajin serta mempunyai

bidang keahlian pada ilmu kedokteran dan banyak mengarak buku dalam

(41)

bidang kedokteran pula. Muwaffaq ibnul Matran sangat menyukai buku

dan berusaha keras mengumpulkan buku untuk koleksi perpustakaannya.

Selain menulis dan menyalin buku dengan tangannya sendiri. Kebanyakan

buku yang ada di perpustakaannya telah dikoreksi olehnya. Jumlah koleksi

perpustakaannya mencapai 10.000 buah dalam bidang kedokteran dan

bidang-bidang lainnya. Dia juga dikenal sebagai seorang yang pemurah

dan sering memberikan hadiah kepada murid-muridnya, sebagai

pendorong bagi mereka agar giat belajar.

4) Perpustakaan Al-Mubassyir Ibnu Fatik

Beliau adalah seorang pangeran Mesir terkemuka dan dikenal

sebagai ulama yang mahir dalam ilmu falak, ilmu pasti, filsafat dan ilmu

kedokteran. Dia juga seorang penulis hebat. Al-Mubasysyir banyak

menulis buku, menyalin kembali buku-buku karya pengarang terdahulu

dan mengumpulkan buku-buku untuk koleksi perpustakaannya.

5) Perpustakaan Jamaluddin Al-Qifthi

Didirikan oleh seorang wazir yang terkenal dengan keahliannya

dalam berbagai disiplin ilmu, seperti linguistik, nahwu, fiqh, hadits, ilmu

Qur’an, Ushul dan sebagainya. Jamaluddin sangat senang mengumpulkan

buku dan sering dikunjungi para penulis dan penjual buku yang ingin

menjual buku kepadanya. Koleksi buku-bukunya itu, yang diperkirakan

bernilai 50.000 dinar.

d. Perpustakaan Sekolah merupakan salah satu sarana pendukung sistem

pendidikan sekolah. Keberadaan sebuah perpustakaan di sekolah

(42)

tujuan pendidikan sekolah. Betapa pentingnya perpustakaan sehingga

orang sulit untuk menemukan sekolah atau madrasah yang tidak memiliki

perpustakaan. Salah satu perpustakaan sekolah yang terkenal pada masa

Abbasiyah adalah perpustakaan sekolah Nizamiyah di Baghdad. Pada saat

itu perpustakaan sangat kuat karena didukung oleh para penguasa dan

cendekiawan serta kebanyakan masyarakat.44

Pada saat itu seluruh kota Islam terdapat berbagai perpustakaan yang

besar yang melayani semangat ilmiah masyarakat sekitarnya. Beberapa

perpustakaan ini merupakan lembaga besar dan megah di mana terdapat

sejumlah besar karya-karya berharga. Ini menunjukkan

perpustakaan-perpustakaan dalam peradaban Islam lebih lengkap di bandingkan dengan

perpustakaan yang ada pada saat ini yang cukup keras dengan peraturan.

Pembangunan perpustakaan dalam paradaban Islam kala itu, amat

diberi perhatian tinggi oleh pemerintah, para ilmuwan, bangsawan bahkan

orang awam sekalipun. Pendiri perpustakaan di anggap orang yang mulia dan

terpandang dalam masyarakat. Perpustakaan pada masa itu telah menjadi

perhiasan rumah, bahkan merupakan suatu kemestian.

Kesadaran akan pentingnya membaca sebagai jalan masuknya ilmu telah

mendorong generasi terdahulu umat Islam untuk mendirikan fasilitas yang bisa

menampung bahan bacaan karya-karya ulama Islam waktu itu.

3. Hancurnya Perpustakaan Masa Abbasiyah

(43)

Sebagai lembaga yang diciptakan dan tumbuh berkembang bersama

masyarakatnya, perpustakaan sangat dipengaruhi oleh kondisi masyarakat

tempat perpustakaan tersebut berada. Seperti perpustakaan lain dalam sejarah,

banyak perpustakaan yang dibangun umat Islam mengalami kemunduran

selama masa perang dan kondisi politik yang tidak stabil.45

Kemunduran perpustakaan Islam merupakan salah satu faktor dari

hancurnya peradaban Islam. Kehancuran perpustakaan Islam disebabkan oleh

perbuatan musuh-musuh Islam maupun dari kalangan umat Islam itu sendiri

dengan bermacam alasan.

Pertama, faktor internal, seperti (1) Konflik politik antar umat Islam;

(2) Kemunduran kerajaan-kerajaan Islam; (3) Menurunnya minat terhadap

ilmu pengetahuan; (4) Pencurian koleksi perpustakaan;(5) Pengelolaan yang

kurang professional.

Kedua, Faktor Eksternal, di antaranya: (1) Serangan dari pasukan

asing; (2) Pencurian dari orang luar; (3) Bencana Alam, Gempa bumi serta

Banjir dan tanah longsor.46

Banyak peristiwa yang sama terjadi dalam rangka penghancuran dunia

perpustakaan. Sangat disayangkan banyak dari perpustakaan itu hancur karena

perang. Pada saat pendudukan Mongol, perpustakaan Baghdad dihancurkan.

Mereka membakar dan membuang ke sungai Tigris koleksi buku perpustakaan

Baghdad. Ini adalah pemusnahan buku paling mengerikan dalam sejarah

perpustakaan Islam. Petaka serangan Salib juga telah membuat kita kehilangan

45Hid a ya ti, “ Ba ni Ab b a siya h.”

(44)

perpustakaan-perpustakaan paling berharga yang ada di Tripoli, Maarrah,

Al-Quds, Ghazzah, Asqalan, di kota-kota lainnya yang dihancurkan mereka.47

Kejayaan perpustakaan yang pernah muncul di masa Bani Abbasiyah

tersebut pamornya sedikit merosot sepeninggal Al-Ma’mun. Meski Bait

al-Hikmah masih tetap berjaya sampai kepemimpinan Khalifah Al-Mu’tasim

(833-842 M) dan Khalifah Al-Wathiq (842-847 M). Namun, pamor Bait

al-Hikmah kian memudar pada zaman kekuasaan Khalifah Al-Mutawakil

(847-861 M). Meredupnya obor pengetahuan –Bait al-Hikmah– terjadi lantaran

Khalifah Al-Mutawakil melarang berkembangnya paham Mu’tazilah.

Pada tahun 1258 ketika kota itu diporak-porandakan oleh Mongol, ada

36 perpustakaan yang tercatat oleh para ahli sejarah. Tapi selanjutnya

Baghdad menderita kemunduran.

(45)

BAB IV

PERAN PERPUSTAKAAN DALAM MEMBANTU PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN MASA ISLAM KLASIK

Setelah mendapatkan informasi dari berbagai sumber tertulis, pada bab

ini akan dijelaskan mengenai pembahasan dan hasil penemuan dari berbagai

sumber informasi yang diperoleh. Sesuai dengan teknik penelitian dalam

skripsi ini yang berupa kajian sejarah (historis) maka penelitian ini dilakukan

dengan mempelajari buku-buku, literatur, dokumen, dan artikel. Dengan

maksud untuk mendapatkan gambaran karangka teori sesuai dengan

pembahasan skripsi yang akhirnya menghasilkan penjelasan tentang Peran

Perpustakaan dalam Pengembangan Ilmu Pengetahuan Masa Bani Abbasiyah.

Pada bab ini penulis juga akan memaparkan hasil analisis terhadap apa

yang dibahas. Adapun analisisnya dengan memberikan komentar dan pendapat

pada masing-masing sub bab.

Topik yang dikaji dalam penelitian ini adalah substansi yang

berhubungan dengan peran perpustakaan sebagai penunjang perkembangan

ilmu pengetahuan bagi masyarakat yang ada pada masa Abbasiyah, ilmu

pengetahuan yang berkembang masa itu antara lain: bidang kedokteran, filsafat

Islam, astronomi dan matematika, kimia, geografi, sejarah, teologi, hukum dan

etika Islam, dan bidang sastra dan kesenian. Kemudian peran perpustakaan

(46)

diantaranya berupa aspek-aspek perpustakaan yang mencakup koleksi dan

organisasi koleksi, gedung dan fasilitas perpustakaan juga kegiatan-kegiatan

perpustakaan yang membantu dalam pengembangan ilmu pengetahuan.

A. Perpustakaan sebagai Penunjang Perkembangan Ilmu Pengetahuan bagi Masyarakat

Keberhasilan umat Islam pada masa pemerintahan Dinasti Abbasiyah

dalam pengembangan ilmu pengetahuan sains dan peradaban Islam secara

menyeluruh, tidak terlepas dari berbagai faktor yang mendukung. Di antaranya

adalah kebijakan politik pemerintah Bani Abbasiyah terhadap masyarakat non

Arab (Mawali), yang memiliki tradisi intelektual yang sudah lama melingkupi

kehidupan mereka. Munculnya gerakan intelektual ini sebagian besar

disebabkan oleh pengaruh asing, sebagian Indo-Persia, Suriah, dan Yunani.

Gerakan intelektual itu ditandai oleh kegiatan penerjemahan karya-karya

Persia, Sansekerta, Suriah, dan Yunani ke bahasa Arab. Mereka diberikan

fasilitas berupa materi atau finansial dan tempat untuk terus melakukan

berbagai kajian ilmu pengetahuan melalui bahan-bahan rujukan yang pernah

ditulis atau dikaji oleh masyarakat sebelumnya. Kebijakan tersebut ternyata

membawa dampak yang sangat positif bagi perkembangan dan kemajuan ilmu

pengetahuan dan sains yang membawa harum dinasti ini.48

Tiga abad lebih setelah berdirinya Baghdad, dunia literatur Arab telah

memiliki karya-karya filsafat utama Aristoteles, neo-Platonis, dan

tulisan-tulisan kedokteran Galen, juga karya-karya ilmiah Persia dan India. Hanya

48

(47)

dalam waktu beberapa puluh tahun para sarjana Arab telah menyerap ilmu dan

budaya yang dikembangkan selama berabad-abad oleh Yunani.49

Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan, masa itu muncul

ulama-ulama terkenal seperti Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam

Hambali, Imam Bukhari, Imam Muslim, Hasan Al-Basri, Abu Bakar Ar-Razy,

dan lain-lain.50 Ulama-ulama inilah yang menyemarakkan perkembangan ilmu

pengetahuan melalui bidang-bidang ilmu yang mereka kuasai dengan

menyumbangkan penemuan baru di masing-masing bidang keilmuwan.

Semasa kepemimpinan Harun al-Rasyid dan putranya al-Ma’mun,

dinasti Abbasiyah mendulang kesuksesan dalam bidang ilmu dan pendidikan.

Banyak madrasah, dari tingkat dasar, menengah, hingga atas, berdiri di

kota-kota besar. Puncaknya berdirilah Bait al-Hikmah di Baghdad. Di tangan

al-Ma’mun, lembaga tersebut berfungsi sebagai perguruan tinggi, perpustakaan,

dan lembaga penelitian.

Perpustakaan masa itu merupakan sarana penunjang perkembangan

ilmu pengetahuan bagi masyarakat. Karena dengan tersimpannya berbagai

jenis ilmu melalui buku atau apa saja yang menjadi koleksi perpustakaan,

masyarakat dapat mengakses dan mempelajarinya sesuka hati. Dengan

demikian, pengetahuan masyarakat bertambah, ilmu pengetahuan pun

berkembang. Karena masyarakatlah yang menyebarluaskan ilmu pengetahuan

yang diperolehnya dari sumber-sumber di perpustakaan.

49

Hitti, History of The Arabs, h. 382.

50

(48)

Corak gerakan keilmuwan pada Dinasti Abbasiyah lebih bersifat

spesifik. Kajian keilmuwan yang kemanfaatannya bersifat keduniaan bertumpu

pada ilmu kedokteran, di samping kajian yang bersifat pada Qur’an dan

al-Hadits, sedang astronomi, mantik, dan sastra baru dikembangkan dengan

penerjemahan dari Yunani. Berikut kemajuan ilmu pengetahuan yang dicapai

masa Bani Abbasiyah.

1. Kajian dalam Bidang Kedokteran

Dalam hal ini, ada catatan yang penting, kala itu di Irak dan daerah

Islam lainnya sering terjadi sakit mata, maka fokus kedokteran paling awal

diarahkan untuk menangani penyakit itu. Dari tulisan Ibn Masawayh, kita

mendapat sebuah risalah sistematik berbahasa Arab paling tua tentang

gangguan pada mata. Kisah tentang Jibril ibn Bakhtiarsyu, dokter khalifah

al-Rasyid, al-Ma’mun, juga keluarga Barmark, telah mengumpulkan kekayaan

sebanyak 88.800.000 dirham, ini memperlihatkan bahwa profesi dokter bisa

menghasilkan banyak uang. Sebagai dokter pribadi al-Rasyid, Jibril menerima

100 ribu dirham dari khalifah, ia juga menerima jumlah yang sama karena

jasanya memberikan obat penghancur makanan di usus. Keluarga Bakhtiarsyu

melahirkan enam atau tujuh generasi dokter ternama hingga paruh pertama

abad ke-11, banyak kemajuan berarti yang dilakukan orang Arab pada masa

itu. Merekalah yang membangun apotek pertama, mendirikan sekolah farmasi

pertama, dan menghasilkan buku daftar obat-obatan.51

Para penulis utama bidang kedokteran adalah orang Persia yang

menulis dalam bahasa Arab: Ali Thabari, Razi, Ali ibn Abbas

51

(49)

Majusi, dan Ibn Sina.52 Al-Razi merupakan dokter Muslim terbesar dan penulis

paling produktif. Karya utamanya adalah al-Hawi (buku yang komprehensif),

yang pertama kali diterjemahkan ke bahasa Latin dengan judul Continens,

seperti yang tercermin dari judulnya, buku ini dimaksudkan sebagai

ensiklopedia kedokteran. Selain merangkum pengetahuan kedokteran Yunani,

Persia, dan Hindu yang telah dikuasai oleh orang Arab saat itu, buku itu juga

memuat konstribusi orisinal dalam bidang kedokteran. Karya al-Razi tentang

kedokteran ini selama berabad-abad telah memberi pengaruh besar terhadap <

Gambar

tabel astronomi, al-Khwarizmi juga menulis karya tertua tentang aritmatika

Referensi

Dokumen terkait

Koleksi yang dipunyai oleh perpustakaan umum rata – rata adalah berbagai buku agama Islam serta berbagai buku ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu yang

Koleksi yang dipunyai oleh perpustakaan umum rata – rata adalah berbagai buku agama Islam serta berbagai buku ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa itu yang

1) Dapat menambah pengetahuan dan wawasan peneliti maupun pembaca mengenai peranan perpustakaan bagi masyarakat. Dalam hal ini berkaitan dengan kajian tentang bagaimana

Reflective history sejarah pantulan peran Ash-Shuffah dalam mengembangkan ilmu pengetahuan pada masa Nabi Muhammad Saw adalah masjid-masjid perguruan tinggi Islam sebagai pusat