• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan da

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan da"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar Belakang

Sebelum diutusnya Rasulullah saw. ke dunia, manusia berada di masa

kebodohan, di mana kemaksiatan merajalela, banyak terjadi pembunuhan, para

pemimpin semena-mena kepada rakyatnya, penyembahan terhadap berhala dan

kesesatan lainnya. Maka ketika Rasulullah datang perilaku-perilaku ini di perbaiki

dengan akhlak-akhlak mulia.

Ada dua sumber utama rujukan manusia dalam menjalankan kehidupan di

dunia sesuai dengan koridor yang telah di tetapkan Allah swt. yakni al-Qur’an dan

as-Sunnah.

Ayat al-Qur’an yang pertama kali turun yakni perintah untuk “membaca”,

yang memiliki arti sesungguhnya untuk mencari ilmu. Selain itu, Rasulullah saw.

juga memerintahkan umatnya untuk menuntut ilmu bahkan hingga ke negeri China.

Terbangunnya suatu peradaban terjadi karena kebudayaan suatu

masyarakat yang maju. Pada masa awal Islam perhatian Rasulullah saw. dan para

sahabat sepenuhnya kepada al-Qur’an dan Sunnah. Barulah kemudian di

masa-masa setelahnya ilmu pengetahuan berkembang dengan luas.

Perkembangan ilmu pengetahuan dalam dunia Islam telah mencapai

puncak kejayaannya beberapa abad silam. Maka dalam makalah ini akan

(2)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk penyampaian ilmu pengetahuan ke dunia Islam?

2. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Islam klasik?

3. Bagaimana perkembangan ilmu pengetahuan pada masa kejayaan Islam?

C. Tujuan Penulisan

1. Mengetahui dan memahami bentuk penyampaian ilmu pengetahuan ke

dunia Islam.

2. Mengetahui dan memahami perkembangan ilmu pengetahuan masa Islam

klasik.

3. Mengetahui dan memahami perkembangan ilmu pengetahuan pada masa

(3)

3

BAB II

Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Sains dalam Islam

Pada masa 3000 tahun sebelum masehi telah muncul peradaban di lembah

Mesopotamia (dataran di antara sungai Tigris dan Efrat) di Timur Tengah, di tepi

sungai Nil, Mesir, dan di lembah sungai Indus. Selain itu, peradaban juga muncul

di lembah Sungai Kuning (peradaban bangsa Cina). Di tempat-tempat

perkembangan peradaban kuno, pertumbuhan masyarakat semakin kompleks

menyebabkan penciptaan aksara untuk mempermudah usaha administrasi dan

niaga.1 Dengan mulai majunya peradaban kuno dengan mengenal aksara ini

merupakan awal perkembangan ilmu pengetahuan manusia.

Kemudian pada sejarah dunia lama yaitu masa awal abad masehi, yaitu pada

masa Yunani Kuno (perkembangan awal filsafat ilmu pengetahuan lebih lanjut).

Menurut Amsal Bakhtiar dalam bukunya, filsafat di jadikan sebagai landasan

berfikir oleh bangsa Yunani untuk menggali ilmu pengetahuan, sehingga

berkembang pada generasi-generasi setelahnya.2 Zaman ini berlangsung dari abad

6 SM sampai dengan akhir abad 6 M. Zaman ini menggunakan sikap an inquiring

attitude (suatu sikap yang senang menyelidiki sesuatu secara kritis) dan tidak

menerima pengalaman yang di dasarkan pada sikap receptive attitude (sikap

menerima segitu saja). Sehingga pada zaman ini filsafat tumbuh dengan subur.3

1“Sejarah Dunia”, Wikipedia the Free Encyclopedia.

http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_dunia (23 Januari 2018).

2Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), h. 22.

(4)

A. Penyampaian Ilmu dan Filsafat Yunani ke Dunia Islam

Dalam perjalanan ilmu dan juga filsafat di dunia islam, pada dasarnya

terdapat upaya rekonsiliasi - dalam arti mendekatkan dan mempertemukan dua

pandangan yang berbeda, bahkan seringkali ekstrim - antara pandangan filsafat

yunani, seperti filsafat Plato dan Aristoteles, dengan pandangan keagamaan dalam

Islam yang seringkali menimbulkan benturan - benturan. Al-farabi, dalam hal ini,

memiliki sikap yang jelas karena dia percaya pada kesatuan filsafat dan bahwa

tokoh-tokoh filsafat harus bersepakat diantara mereka sepanjang yang menjadi

tujuan mereka adalah kebenaran. Bahkan bisa dikatakan para filosof Muslim mulai

dari al-Kindi sampai Ibn Rusyd terlibat dalam upaya rekonsiliasi tersebut, dengan

cara mengemukakan pandangan pandangan yang relatif baru dan menarik.

Usaha-usaha mereka pada gilirannya menjadi alat dalam penyebaran filsafat dan

penetrasinya ke dalam studi-studi keislaman lainnya, dan tak diragukan lagi upaya

rekonsiliasi oleh para filsof Muslim ini menghasilkan afinitas dan ikatan yang kuat

antara filsafat Arab dan filsafat Yunani.4

Dalam mendekatkan atau mempertemukan pandangan kailmuan para

filsuf Yunani ke dunia Islam para ilmuan Islam melakukan penerjemahan dan

penafsiran karya tulis berbahasa Yunani. Pengetahuan dan filsafat Yunani dipelajari

dengan cara menerjemahkan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab agar

dapat dibaca oleh masyarakat, baik untuk kepentingan ilmu pengetahuan semata

maupun untuk pengkajian lebih lanjut.5

4Ibrahim Madkoer, Filsafat Islam dan Renesans Eropa (Cet. I; Bandung: Pustaka, 1986), h. 118-119.

(5)

Upaya penerjemahan ini telah melahirkan filsuf Islam seperti al-Kindi,

Ibnu Rusyd, al-Farabi dan Ibnu Sina. Pemikiran mengenai logika, matematika dan

metafisika misalnya, yang berawal dari pemikiran Aristoteles telah membuat

kagum dan memengaruhi pemikir Islam. Namun pemikir Islam tidak memungut

begitu saja pemikiran para filsuf tersebut, melainkan mengolahnya kembali sesuai

dengan ajaran Islam.6

Menurut C. A. Qadir, proses penerjemahan dan penafsiran buku-buku

Yunani di negeri-negeri Arab dimulai jauh sebelum lahirnya agama Islam atau

penaklukan Timur Dekat oleh bangsa Arab pada tahun 641 M.7

Jauh sebelum umat Islam dapat menaklukan daerah-daerah di Timur

Dekat, pada saat itu Suriah merupakan tempat bertemunya dua kekuasaan dunia,

Romawi dan Persia. Atas dasar itu, bangsa Suriah di sebut-sebut memainkan peran

penting penyebaran kebudayaan Yunani ke timur dan barat. Dikalangan umat

Kristen Suriah, terutama kaum Nestorian, ilmu pengetahuan Yunani dipelajari dan

disebarluaskan melalui sekolah mereka. Walaupun tujuan utama

sekolah-sekolah tersebut menyebarluaskan pengetahuan injil, namun pengetahuan ilmiah,

seperti kedokteran, banyak diminati oleh para pelajar. Sayangnya, pihak gereja

memandang ilmu kedokteran itu sebagai ilmu sekular dan dengan demikian

posisinya lebih rendah daripada ilmu pengobatan spiritual yang merupakan hak

istimewa para pendeta.8

6Aceng Rahmat, dkk., Filsafat Ilmu Lanjutan, h. 67.

7C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Edisi II, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2002), h. 34.

(6)

Pada masa ini juga didapati pusat-pusat ilmu pengetahuan seperti Ariokh,

Ephesus dan Iskandariah, dimana buku-buku Yunani Purba masih di baca dan

diterjemahkan kedalam berbagai bahasa, terutama Siriani, bahkan setelah

pusat-pusat itu ditaklukan oleh umat Islam, pengaruh pemikiran Yunani tetap mendalam

dan meluas. Pada masa ini juga didapati seorang tokoh Kristen bernama Nestorius,

yang melakukan deskonstruksi atas pemahaman teologi kalangan Kristen

konservatif ortodoks, setelah ia terpengaruh oleh alam pikiran Yunani tersebut. Dia

bersama pengikutnya hijrah ke Suriah dan melanjutkan kegiatan ilmu pengetahuan

dan filsafat Yunani. Kegiatan ini pada gilirannya menghasilkan terjemahan karya

filsof Yunani seperti Phorphyrius, di antaranya adalah Isagoge, Categories,

Hermeneutica, dan Analytica Priori. Pusat-pusat ilmu pengetahuan yang dipimpin

oleh umat Kristen ini, terus berkembang dengan bebasnya sampai mereka berada

dibawah kekuasaan Islam.9

Sejak masa Nabi Muhammad saw. sampai dengan masa kekhalifaan

(khulafaurrasyidin) ilmu pengetahuan berkembangan sesuai dengan tuntunan

zaman. Salah satu hal mengenai perkembangan ilmu dalam Islam adalah peristiwa

Fitnah al-Kubra, yang tidak hanya membawa konsekuensi logis dari segi politis

an-sich seperti yang di pahamkan selama ini, tetapi ternyata juga membawa

perubahan besar bagi pertumbuhan dan perkembangan ilmu di dunia Islam. Pasca

terjadinya Fitnah al-Kubra muncul berbagai golongan yang memiliki aliran

teologis tersendiri yang pada dasarnya berkembang karena alasan-alasan politis.10

9C. A. Qadir, Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam, Edisi II, h. 35-36.

(7)

Adanya pertentangan dan perbedaan aliran dalam hal teologis tersebut,

menumbuhkan kegiatan kajian tentang teologi Islam lebih sistematis, misalnya

tentang masalah hukum, masalah kebebasan manusia dan peranan akal. Hal ini,

mengakibatkan terjadinya perkembangan pemikiran mengenai berbagai hal tentang

teologi Islam dan ilmu pengetahuan. Pemikiran tentang keilmuan pihak luar yang

berpengaruh ke dalam dunia Islam ialah unsur pemikiran dari Yahudi dan Kristen

serta budaya Hellenisme.11

B. Perkembangan Ilmu Pada Masa Islam Klasik

Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Islam klasik di awali dengan

permasalahan politik yakni peristiwa Fitnah Al-Kubra yang membagi umat menjadi

tiga golongan yaitu syiah (pengikut ali), khawarij dan pengikut muawiyah.

Diluar konflik yang muncul saat itu, sejarah mencatat dua orang tokoh

besar yang tidak ikut terlibat dalam perdebatan teologis yang cenderung

mengkafirkan satu sama lain, tetapi justru mencurahkan perhatiannya pada bidang

ilmu agama. Kedua tokoh itu adalah Abdullah Ibnu Umar dan Abdullah Ibnu

Abbas. Yang disebut pertama mencurahkan perhatiannya dalam bidang ilmu hadits,

sementara yang disebut belakangan lebih berorientasi dalam bidang ilmu tafsir.

Kedua tokoh ini sering disebut sebagai pelopor tumbuhnya institusi keulamaan

dalam islam, sekaligus berarti pelopor kajian mendalam dan sistematis tentang

agama islam. Mereka juga sering di sebut sebagai “moyang” golongan sunni atau

Ahl-al-Sunnah wa al-Jama’ah.12

11Aceng Rahmat, dkk., Filsafat Ilmu Lanjutan, h. 66-67.

(8)

Kelompok netral ini yang bersikap moderat dan toleran mempunyai tujuan

untuk tetap menggalang solidaritas dan kesatuan umat. Untuk keperluan tersebut

mereka meninggalkan politik dan menyibukkan diri dalam pendalaman ilmu

terutama untuk mengkaji Sunnah Nabi dan menggunakannya untuk memahami dan

mendalami agama secara lebih luas.13

Disamping itu ketekunan mereka terhadap kajian as-Sunnah

menyebabkan as-Sunnah mendapat perhatian umat dan pada akhirnya

menyebabkan as-Sunnah menjadi terpelihara. Usaha mereka sungguh usaha yang

membekas bagi pertumbuhan ilmu pengetahuan Islam pada khususnya dan agama

Islam pada umumnya karena as-Sunnah merupakan sumber agama Islam yang

kedua sesudah al-Qur’an.14

Tahap penting berikutnya dalam proses perkembangan dan tradisi

keilmuan Islam ialah masuknya unsur-unsur dari luar kedalam Islam, khususnya

unsur-unsur budaya Perso-Semitik (Zoroastrianisme – khususnya Mazdaisme, serta

Yahudi dan Kristen) dan budaya Hellenisme. Yang disebut belakangan mempunyai

pengaruh besar terhadap pemikiran Islam ibarat pisau bermata dua. Satu sisi ia

mendukung Jabariyah (antara lain oleh Jahm Ibnu Safwan), sedang di sisi lain ia

mendukung Qadariyah (antara lain Washil Ibnu Atha’, tokoh dan pendiri Mu’tazilah). Dari adanya pandangan dikotomis antara keduanya kemudian muncul

usaha menengahi dengan menggunakan argument-argumen Hellenisme, terutama

13Musyarifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam (Jakarta: Kencana, 2003), h. 34.

(9)

filsafat Aristoteles. Sikap menengahi itu terutama dilakukan oleh Abu Hasan

Al-Asy’ari, dan Al-Maturidi yang juga menggunakan unsur Hellenisme.15

Perkembangan kemajuan sains dan teknologi pada zaman khalifah

Islamiyah yang dicapai kaum muslimin di mulai dengan pengalihan pengetahuan

yang ada pada filsafat Yunani ke lingkungan dunia Islam. Pengalihan tersebut

dilakukan dengan cara mempelajari pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh

Plato dan Aristoteles yang sudah berkembang terlebih dahulu.16

Seperti yang di bahas sebelumnya, dalam mempelajari

pemikiran-pemikiran yang dihasilkan oleh para Filsuf Yunani, salah satu yang dilakukan oleh

para ilmuan Islam yaitu dengan menerjemahkan karya-karya mereka ke dalam

bahasa arab.

Proses penerjemahan itu sendiri paling awal dimulai pada masa

kekhalifaan Bani Umayyah (661 - 750 M), khususnya masa kekhalifaan Abd Malik

(685 - 705 M). Pada masa ini, buku-buku yang diterjemahkan lebih berkaitan

dengan persoalan administrasi, laporan-laporan dan dokumentasi-dokumentasi

pemerintahan, demi untuk mengimbangi dan melepaskan diri dari pengaruh model

administrasi Bizantium-Persia. Setelah itu, buku-buku yang berkaitan denga

ilmu-ilmu pragmatis, seperti kedokteran, kimia dan antropologi. Hanya saja, karena

pemerintahan lebih disibukkan oleh persoalan politik dan ekonomi, usaha-usaha

keilmuan ini tidak berlangsung baik.17

15Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 39.

16Aceng Rahmat, dkk., Filsafat Ilmu Lanjutan, h. 65.

(10)

Dengan begitu, masuknya cara pandang keilmuan dunia luar melalui

karya-karya pemikiran para sarjana luar islam dan mempengaruhi cara pandang

para pemikir islam akan ilmu pengetahuan hingga selanjutnya pengaruh-pengaruh

tersebut terus mengakar dalam perkembangan ilmu pengetahuan pada masa-masa

berikutnya.

C. Perkembangan Ilmu pada Masa Kejayaan Islam

Mengenai Sejarah Kebudayaan Islam, para ahli membagi menjadi

beberapa periode:18

1. Zaman ideal, yang meletakkan dasar-dasar pertama kebudayaan

Islam, berjalan selama 40 tahun terdiri dari: a) Masa Nabi Muhammad

saw. semenjak hijrah kemadinah sampai wafatnya selama 10 tahun; b)

Masa Khulafau ar-Rasyidin selama 30 tahun.

2. Zaman perkembangan, yaitu masa berkembangnya kebudayaan Islam,

meliputi tiga benua Asia, Afrika dan Eropa. Ini terjadi pada masa

Umayyah yang berpusat di Damaskus selama 90 tahun.

3. Zaman keemasan Islam, yaitu zaman kebudayaan Islam mencapai

puncaknya, baik lapangan ekonomi, kekuasaan, ilmu pengetahuan

maupun kesenian. Meliputi: a) Masa Abbasiyah I yang berpusat di

Baghdad, berjalan selama 100 tahun dengan para khalifanya yang

mempunyai kekuasaan penuh, berpikir maju dan pecinta ilmu; b)

Masa Abbasiyah II, politik pusat Abbasiyah berangsur-angsur

melemah, tetapi lapangan kebudayaan, terutama dalam lapangan ilmu

(11)

pengetahuan, ibukota-ibukota propinsi berlomba menyaingi Baghdad

dalam hal kemajuan.

4. Zaman penyerbuan, dimana umat Islam mengalami penyerbuan dari

segala penjuru.

5. Zaman kemunduran, yang dimulai oleh zaman gemilang dalam

lapangan politik di zaman Otsmaniyah, Shafawi dan Mughal, diakhiri

dengan penjajahan hampir seluruh dunia Islam oleh Eropa Barat.

Berdasarkan uraian di atas, masa keemasan dari perkembangan ilmu

pengetahuan terjadi sekitar masa kekuasaan bani Abbasiyah yang terbagi dalam dua

periode yakni masa Abbasiyah I dimana khalifah-khalifah yang memerintah

merupakan khalifah yang berpikiran luas dan senang akan ilmu pengetahuan dan

masa Abbasiyah II di mana daerah-daerah disekitaran kekuasaan bani Abbasiyah

yang berlomba-lomba menyaingi kemajuan Baghdad dimana kekuasaan bani

Abbasiyah sendiri berangsur-angsur melemah.

Gerakan ilmu secara besar-besaran dirintis oleh khalifah Ja’far al-Mansur.

Setelah ia mendirikan kota Baghdad (144 H/762 M) dan menjadikannya sebagai

ibu kota negara. Ia menarik banyak ulama dan para ahli dari berbagai daerah untuk

datang dan tinggal di Baghdad. Ia merangsang usaha pembukuan ilmu agama,

seperti fiqh, tafsir, tauhid, hadits atau ilmu lain seperti ilmu bahasa dan ilmu sejarah.

Akan tetapi yang lebih mendapat perhatian adalah penerjemahan buku ilmu yang

berasal dari luar.19

(12)

Pada masa Harun ar-Rasyid (786-809) proses penerjemahan masih terus

berlangsung. Harun memerintahkan, Yuhanna Ibnu Masawyh (w. 857), seorang

dokter istana, untuk menerjemahkan buku-buku kuno mengenai kedokteran. Di

masa itu juga diterjemahkan karya-karya dalam bidang astronomi, seperti

Siddhanta; sebuah risalah India yang diterjemahkan oleh Muhammad Ibnu Ibrahim

al-Fazari (w. 806).20

Perkembangan ilmu selanjutnya berada pada masa pemerintahan

Al-Ma’mun (813-833). Ia telah berjasa besar dalam mengembangkan ilmu di dunia

Islam dengan membangun Bait al-Hikmah, yang terdiri dari sebuah perpustakaan,

sebuah observatorium, dan sebuah departemen penerjemah.21

Adapun pencapaian ilmu pengetahuan pada masa Bani Abbasiyah telah

memberikan manfaat yang sangat besar dalam berbagai aspek kehidupan pada saat

itu dan terutama imbasnya pada masa sekarang. Kemajuan yang telah di capai bani

Abbasiyah antara lain:22

1. Administrasi pemerintahan dengan biro-bironya;

2. Sistem organisasi militer;

3. Administrasi wilayah pemerintahan;

4. Pertanian, perdagangan dan industry;

5. Islamisasi pemerintahan;

20Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 40-41.

21Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, h. 41.

(13)

6. Kajian dalam bidang kedokteran, astronomi, matematika, geografi,

historiografi, filsafat Islam, teologi, hukum (fiqh), dan etika Islam,

sastra, seni dan penerjemahan;

7. Pendidikan, kesenian, arsitektur meliputi pendidikan dasar (kuttab),

menengah dan perguruan tinggi; perpustakaan dan toko buku, media

tulis, seni rupa, seni musik dan arsitek.

Dua imperium besar dimana tingkat minat dan gairah mempelajari filsafat

dan ilmu pengetahuan waktu itu begitu tinggi yang mana pemerintahlah yang

menjadi pelopor serta pioner utamanya yakni Abbasiyah dengan ibu kotanya

Baghdad (di timur), dan Umayyah dengan ibu kotanya Kordova (di barat). Dua kota

ini menjadi pusat peradaban dunia yang menghasilkan banyak orang bergelut dalam

dunia kefilsafatan.23

Adapun kemajuan yang di raih umat Islam di Spanyol dalam lapangan

ilmu pengetahuan dan kebudayaan yang banyak sejarawan berpendapat supremasi

Islam tersebut sangat berpengaruh terhadap kemajuan Eropa, adapun lapangan ilmu

pengetahuan yaitu filsafat, sains, bahasa sastra dan musik, sejarah dan geografi, fiqh

dan kemajuan pembangunan fisik (perpustakaan, jembatan, irigasi, istana-istana,

masjid, dll).24

1. Perkembangan Ilmu Naqli25

23Abdul Malik Wello, Filsafat Ilmu dan Sains Perfektif Islam (Makassar: Alauddin University Press, 2013), h. 35.

24Dedi Supriyadi, Sejarah Peradaban Islam, h. 120.

(14)

Ilmu naqli adalah ilmu yang bersumber dari naqli (al-Qur’an dan Hadits),

yaitu ilmu yang berhubungan dengan agama Islam. Ilmu ini mulai disusun dasar

perumusannya pada sekitar 200 tahun setelah hijrah Nabi saw. sehingga menjadi

ilmu yang kita kenal sekarang. Ilmu-ilmu itu antara lain:

a. Ilmu Tafsir. Yang pertama menafsirkan ayat al-Qur’an ialah sahabat Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud, Ali bin Abi Thalib dan Ubay bin Ka’ab. Ada dua cara

menafsirkan yaitu menafsirkan al-Qur’an dengan hadits nabi dan menafsirkan

al-Qur’an dengan mempergunakan akal dengan memperluas pemahaman yang

terkandung didalamnya.

b. Ilmu Hadits. Hadits adalah sumber hukum Islam yang kedua setelah al-Qur’an.

Karena kedudukannya itu, maka setiap abad umat Islam selalu berusaha untuk

menjaga dan melestarikannya. Usaha pelestarian dan pengembangannya terjadi

pada dua periode besar yaitu masa Mutaqaddimin dan masa Mutaakhirin.

c. Ilmu Kalam. Lahirnya ilmu kalam karena dua faktor yaitu 1) Untuk membela

Islam dengan bersenjatakan filsafat seperti halnya musuh yang memakai senjata

itu.; 2) Karena semua masalah termasuk masalah agama telah bergeser dari pola

rasa kepada pola akal dan ilmu. Kaum Mu’tazilah berjasa dalam menciptakan

ilmu kalam, karena mereka adalah pembela gigih terhadap Islam dari serangan

Yahudi, Nasrani dan Wasani.

d. Ilmu Tasawuf. Inti ajarannya tekun beribadah dengan menyerahkan diri

sepenuhnya kepada Allah, meninggalkan kesenangan dan perhiasan dunia, serta

(15)

Rabi’ah al-Adawiyah (w. 185 H), Ibrahim bin Adham (w. 162 H), Ja’far al

-Sidiq (w. 148 H).

e. Ilmu Bahasa. Yang dimaksud ilmu bahasa adalah nahwu, sharaf ma’ani,

bayan, bad’i, arudh, qamus dan insya. Ulama-ulama yang termasyhur ialah

Sibawaihi (w. 153 H), Muaz al-Harro (w. 187 H), al-Kasai (w. 190 H), Abu

Usman al-Maziny (w. 249 H).

f. Ilmu Fiqh. Para ulama fiqh terbagi dalam dua aliran yaitu 1) Ahli hadits. Yang

mengarang fiqh berdasarkan hadits. Pemuka aliran ini adalah Imam Malik

dengan pengikut-pengikutnya, pengikut Imam Syafi’i, pengikut Sufyan da

pengikut Imam Hambali; 2) Ahli ra’yi adalah aliran yang mempergunakan akal

dan pikiran dalam menggali hukum. Pemuka aliran ini ialah Imam Abu Hanifah

dan teman-temannya fuqaha dari Irak.

2. Perkembangan Ilmu Aqli.26

a. Ilmu Kedokteran. Ilmu kedokteran masa ini masih merupakan bagian dari

ilmu filsafat dan berkembang bersama-sama ilmu filsafat. Orang yang

kemudian terkenal sebagai dokter Islam antara lain, ar-Razi dan Ibnu Sina.

b. Ilmu Filsafat. Tokoh-tokoh filsafat antara lain yakni al-Kindi, al-Farabi, Ibnu

Sina, al-Ghazali dan Ibnu Rusyd.

c. Ilmu Optik. Ahli yang terkenal ialah Abu Ali al-Hasan bin al-Haytam (965 M)

beliau seorang ahli dalam ilmu mata (optik), cahaya dan warna.

(16)

d. Ilmu Astronomi. Tokoh yang terkenal ialah al-Fazari, al-Farghani, al-Battani

(Albategnius), al-Biruni.

e. Ilmu Hitung. Tokoh yang terkenal ialah al-Khawarizmi, Umar al-Khayyam,

Sijmi, Ibnu Laith, Ibnu al-Haitham, al-Kuhi.

f. Ilmu Kimia. Tokoh yang terkenal ialah Jabir bin Hayyan, ar-Razi.

(17)

17

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Bantuk penyampaian ilmu pengetahuan dan filsafat Yunani ke dunia Islam

yaitu dengan menerjemahkan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa

arab yang kemudian banyak dari para filsuf Islam atau para ilmuan Islam

menafsirkannya untuk membuat pandangan atau pemikiran baru.

2. Fokus para ulama pada masa awal-awal kembangkitan Islam yaitu

menafsirkan al-Quran dan mengkaji as-Sunnah serta mendalami ilmu

agama. Adapun penerjemahan awal karya-karya filsuf Yunani belum

berkembang secara signifikan.

3. Pada masa kejayaan Islam, ilmu pengetahuan berkembang dengan pesat.

Ada dua bidang ilmu yang berkembang pesat saat itu yang memunculkan

banyak tokoh-tokoh ilmuan Islam yang sangat masyhur hingga sekarang.

Dalam bidang ilmu naqli ada Hasan al-Basri, Rabi’ah al-Adawiyah, Imam

Syafi’i, Imam Malik, Imam Hambali, Imam Abu Hanifa dan lainnya. Begitu

juga dalam bidan ilmu aqli ada al-Kindi, Ibnu Sina, Ibnu Rusyd, al-Ghazali,

al-Khawarizmi dan lainnya.

B. Implikasi

Dengan mengetahui sejarah awal masuknya pemikiran keilmuan Yunani

dalam Islam, diharapkan memberikan pengetahuan kepada para mahasiswa bahwa

(18)

Daftar Pustaka

“Sejarah Dunia”. Wikipedia the Free Encyclopedia. http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_dunia (23 Januari 2018).

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013.

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Madkoer, Ibrahim. Filsafat Islam dan Renesans Eropa. Cet. I; Bandung: Pustaka, 1986.

Qadir, C. A.. Filsafat dan Ilmu Pengetahuan dalam Islam. Edisi II. Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, 2002.

Rahmat, Aceng, dkk. Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana, 2011.

Soleh, H. A. Khudori. Filsafat Islam dari Klasik hingga Kontemporer. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013.

Sunanto, Musyarifah. Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan

Islam. Jakarta: Kencana, 2003.

Supriyadi, Dedi. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 2008.

Surajiyo. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia: Suatu Pengantar.

Jakarta: Bumi Aksara, 2007.

(19)

Referensi

Dokumen terkait

Kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang aeromodeling telah berkembang secara pesat. Seiring perkembangannya, saat ini telah berkembang

Adapun kemajuan yang dicapai umat Islam pada masa Dinasti Abbasiyah dalam bidang ilmu Pengetahuan, sains dan teknologi adalah a).. Astronomi, Muhammad Ibn Ibrahim al-Farazi (w. 777

Ilmu pengetahuan bidang filsafat yaitu, segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing seperti ilmu mantiq, kedokteran, kimia, astronomi, ilmu hitung,

Kemajuan Baghdad dalam bidang pemikiran dan ilmu pengetahuan itu telah memberi pengaruh yang amat besar bagi perkembangan ilmu pengetahuan di dunia Islam lainnya, sehingga

perkembangan ilmu dalam Islam sangat berbeda dengan yang berkembang

zaman ini juga dikenal sebagai masa rasionalisme yang tumbuh di zaman modern karena munculnya berbagai penemuan ilmu pengetahuan.. Tokoh yang menjadi pioner pada masa

Berbeda dengan keadaan di Eropa yang mengalami abad kegelapan, di dunia Islam pada masa yang sama justru mengalami masa keemasan ilmu pengetahuan dan

Zaman modern dikenal sebagai masa rasionalisme yang tumbuh dizaman modern karena munculnya berbagai ilmu pengetahuan yang berkembang dengan baik.. Tokoh yang menjadi pioner