• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehidupan Rumah Tangga Mohammad Said

Dalam dokumen BIOGRAFI MOHAMMAD SAID (1902-1995) (Halaman 68-76)

MASA KECIL, PENDIDIKAN, DAN KEHIDUPAN RUMAH TANGGA MOHAMMAD SAID

2.2 Kehidupan Rumah Tangga Mohammad Said

Langkah, pertemuan, rezeki dan maut ada ditangan tuhan ini adalah sebuah kata yang sering di perdengarkan orang tua jaman dulu dan sepertinya hal ini juga dialami oleh Mohammad Said. Beliau tidak bisa mengelak kehendak dari yang mahakuasa bahwa dia jatuh cinta kepada sosok wanita yang sangat tanguh dan banyak dikagumi oleh banyak orang. Wanita itu adalah seorang wartawan yang sangat tangguh, pintar dan penuh semangat, wanita itu bernama Ani Idrus. Walaupun pada waktu itu banyak juga wanita yang mengagumi kemampuan beliau yang sangat pandai membujuk dan merayu.16

Awal perkenalan Mohammad Said dengan Ani Idrus dimulai sejak beliau mengusahakan surat kabar Penjedar.17 Beliau mengenal Ani Idrus ketika Ani Idrus menjadi wartawan di Sinar Deli dan penulis di surat kabar Penjedar. Disinilah beliau mulai megagumi Ani Idrus yang pada waktu itu sudah berusia 21 tahun. Ani Idrus

15 Ibid, hal. 284.

16 Triandah Bangun, Hjj, Ani Idrus Sebagai Tokoh Wartwan Sumatera, Jakarta, CV Haji Masagung. hal. 163.

sudah sangat mahir menulis dan juga memiliki pesona kecantikan yang melebihi wanita-wanita lainya pada waktu itu.18

Pada awalnya Ani Idrus mengangap Mohammad Said adalah teman sejawat, tetapi Ani Idrus tidak dapat menyimpan kekagumanya terhadap beliau yang memiliki keuletan serta kemampuan yang mumpuni di bidang jurnalistik. Kekaguman Ani Idrus bertambah setelah beliau menerbitkan dan memimpin majalah mingguan Soeruan Kita.

Banyak peristiwa yang terjadi ketika Mohammad Said bekerja sama dengan Ani Idrus di surat kabar Soeruan Kita yang membuat cinta mereka berdua tidak bertepuk sebelah tangan. Mereka saling mengagumi satu sama lain dan menjadi sangat dekat karena banyaknya intesintas mereka berdua bertemu dikala menjalankan roda perusahaan surat kabar Soeruan Kita.

Di usia 21 tahun, Ani Idrus mulai merasa bahwa dia harus memikirkan masa depan hidupnya. Di sekelilingnya tidak sedikit pemuda dengan berbagai watak serta tabiat, dengan aneka kemampuan dan kecakapan. Ada yang terang-terangan menyatakan rasa hati terhadapnya. Ada pula diantara kaum pria tadi yang hanya samar-samar mendekatinya karena takut19. Mohammad Said adalah pemuda20 yang bergabung di pemuda yang mendekati Ani Idrus dengan samar-samar, tetapi karena

18 Ibid. hal. 203.

19 Triandah Bangun, Hjj, Ani Idrus Sebagai Tokoh Wartwan Sumatera, Jakarta, CV Haji Masagung. hal. 169.

Ani Idrus juga memberi respon maka beliau pun terang-terangan mengagumi Ani Idrus. Ani Idrus akhirnya menerimanya karena mengangap beliau adalah seorang laki-laki yang pintar dan bercita-cita tinggi. Sayang hidupnya seperti sebutir mutiara dalam lumpur dan ingin mengakatnya menjadi mutiara yang indah.21

Pada bulan September 1939 akhirnya Mohammad Said menikahi Ani Idrus dalam upacara yang sangat sederhana. Hanya sanak kerabat yang dekat saja yang datang, sekadar menyaksikan kehadiran keluarga yang baru ditengah-tengah masyarakat.

Tanggal 6 agustus 1940 keluarga ini dikaruniai anak lelaki yang diberi nama Tribuana dan sekarang terkenal dengan Tribuana Said. Setelah mempunyai anak pertama ini Ani Idrus berhenti untuk menjadi penulis tetapi naluri menulisnya tidak hilang. Ani Idrus masih tetap membaca koran-koran yang terbit saat itu dan juga sering berdiskusi dengan Mohammad Said mengenai keadaan surat kabar yang di pegang oleh Mohammad Said dan juga mengenai kajadian-kejadian di Sumatera Timur maupun di Indonesia hingga internasional.

Selama berumah tangga ini Mohammad Said tetap aktif sebagai jurnalis dan memimpin mingguan Penjedar dan berlanjut ke Soeruan Kita. Dari sinilah beliau membiayai kehidupan keluarganya setiap hari.

Di zaman pendudukan Jepang semua surat kabar dan media massa dilarang terbit, kecuali yang diterbitkan secara resmi oleh saudara tua itu. Bukan saja pesawat radio yang ditangan rakyat didaftar, malah di kemudian hari disita. Pokoknya rakyat hanya dibenarkan membaca dan mendengar hasil siaran-siaran resmi pemerintah militer Jepang.22

Maka Mohammad Said pun berhenti bekerja sebagai orang pers. Ia dan istrinya mulai mengalami hidup baru dan berada dalam kesulitan biaya rumah tangga. Mengerjakan hal-hal yang belum pernah dikerjakan, seperti menjadi makelar, perantara sebagai jual beli barang dan berjualan apa saja yang laku. Yang Penting mendapatkan uang demi keluarga. Dalam keadaan ekonomi yang tidak menentu lahirlah seorang anak perempuan yang mereka beri nama Saida sehingga Mohammad Said harus bekerja lebih ekstra lagi.

Setahun setelah kelahiran Saida, maka lahirlah adik Saida yang mereka beri nama Indra Buana Said. Dengan lahirnya anak laki-laki kedua ini, membuat mereka harus lebih giat lagi untuk mencukupi kebutuhan rumah tangga.23 Beliau bekerja keras mencari uang dengan ngobyek sini-ngobyek sana atau sering disebut di Medan dengan ucapan mocok-mocok, disamping ini mereka menggarap sebidang tanah dengan tanaman ubi atau sejenis tanaman pangan lainya. Sebagai keluarga yang belum pernah bertani sawah maupun bertani ladang mereka cukup kewalahan,

22 Ibid, hal. 60.

canggung tetapi lambat laun jadi biasa juga. Seperti kata pepatah ala bisa karena biasa. Kehidupan keluarga ini seperti petani yang sering tergambar dalam cerita sehari-hari. Bahwa sehari-hari seorang petani membawa dedaunan untuk dimasak sebagai pauk dan menanam padi hingga menuai padi juga dijalanii oleh keluarga Mohammad Said ini. Pekerjaan ini lah yang membuat keluarga Mohammad Said benar-benar menyatu dan semakin harmonis ditambah lagi dengan kehadiran ketiga anaknya yang benar-benar pada usia yang masih lucu-lucu.

Pekerjaan sebagi tukang mocok-mocok dan orang tani pada jaman Jepang itu kemudian berakhir dengan masuknya Mohammad Said menjadi pegawai Jepang di BUNKAKA24 dengan bantuan seorang kenalan yang sangat dekat dengan Jepang yang bernama Abdul Xarim. Setelah beliau bekerja sebagai pegawai BUNKAKA, maka perolehan gajinya sudah cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarganya walaupun sederhana. Hal demikian tidak mengherankan, karena selama penjajahan Jepang pada umumnya kehidupan rakyat Indonesia sangat susah. Namun bagaimanapun keadaan itu telah telah memberi napas kepada istrinya dan dirinya untuk mengurus ketiga anaknya.

Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, tiga hari kemudian pemimpin utama bangsa Indonesia, Soekarno dan Mohammad Hatta memproklamirkan proklamasi kemerdekaan Indonesia yaitu pada hari jumat 17 agustus 1945. Suasana tak menentu, lebih-lebih setelah tentara Inggris/ NICA memasuki kota Medan menyebabkan roda

kehidupan rakyat juga dalam keadan prihatin. Tidak terkecuali dalam keluarga Mohammad Said, tetapi mereka tetap tabah dan kuat menyandang segala kesulitan. Apalagi setelah beliau dan wartawan lain seperti Amarullah Ombak Lubis bulan september 1947 menerbitkan surat kabar Pewarta Deli, padahal waktu itu sumber dana sulit sekali. Begitu cintanya keluarga ini terhadap kemerdekaan Indonesia mereka selalu mengedepankan tujuan mempertahankan kemerdekaan daripada masalah rumah tangga.

Pasangan ini memilki saling pengertian yang dalam. Dengan saling pengertian itulah pula dan dibantu oleh beberapa tenaga muda wartawan, pada tanggal 11 januari 1947 mereka menerbitkan harian Republiken dikota Medan bernama Waspada.

Antara Mohammad Said dan Ani Idrus sebagai suami istri dan sama-sama berpropesi sebagai wartawan, ternyata bukan hanya mengerti dalam urusan rumah tangga. Lebih jauh dari itu mereka berpandangan sama dalam pendirian politik. Mereka berdua adalah Republikan. Sama-sama mempelopori kongres rakyat Sumatera Timur bulan april 1950, menuntut pembubaran negara Sumatera Timur sampai berhasil. Berpaham kebangsaan, sama-sama sebagi pengurus PNI dan masih banyak lagi aktivitas yang mereka lakukan berdua secara bersama-sama.

Keluarga ini memiliki enam anak yaitu anak pertama bernama Tribuana Said, anak kedua bernama Saida Tumengkol, anak ketiga bernama Indra Buana, anak ke empat dr. Rayati Syafrin, anak kelima Drs. Med Teruna Jasa Said dan anak ke enam

bernama Prabudi Said.25 Selama empat puluh tahun Mohammad Said dan Ani Idrus sehilir semudik, ringan sama dijingjing berat sama dipikul, senasib sepenangungan dan saling mengisi akhirnya harus berpisah sebagai suami istri. Mereka masing-masing mencari jalan hidup maing-masing-masing. Karena tidak ada kecocokan lagi diantara mereka berdua.26

Setelah berpisah ditahun 1980-an dengan Ani Idrus, Mohammad Said meneruskan hidupnya sambil menjalani pengobatan karena beliau memiliki sakit dikakinya yang membutuhkan perawatan yang rutin. Disaat melakukan pengobatan beliau diperkenalkan oleh keluarganya kepada seorang wanita yang bernama Usmariati yang menjadi wanita tambatan hati terakhirnya.

Mohammad Said menikahi Usmariati pada tanggal 4 April 1984 dikediaman barunya di Jakarta setelah berpisah dengan Ani Idrus. Tempat pernikahan ini jugalah yang menjadi kediaman dari beliau dan istrinya Usmariati.

Setelah menikah segala aktivitas dari belia benar-benar di bantu oleh Usmariati, mulai dari pengobatan dan juga kegiatan dalam mencari sumber-sumber untuk tulisan-tulisan baik untuk buku maupun untuk artikel-artikel. Selama tiga tahun keluarga ini tinggal di Jakarta dan akhirnya kembali ke Sumatera dan menetap di Sei Buluh hingga ahir hayatnya.27

25 Lihat Lampiran III Mohammad Said Bersama keluarga.

26 Wawancara dengan Saida Tumenggkol. 23-1-2013.

Selama bersama Usmariati beliau tidak pernah berhenti berkarya dan juga menyalurkan ilmu yang dimilikinya kepada orang-orang disekitarnya dan juga kepada orang-orang yang datang bertemu dengannya. Usmariati selain menjadi instrinya juga sebagai orang yang yang mendapat ajaran langsung beliau seperti cara mengkliping yang baik dan cara mengambil foto yang bagus. Selain berbagi ilmu beliau juga memberikan ajaran tentang pentinganya disiplin itu untuk kehidupan seperti yang disampaikanya kepada Mohammad T.W.H.28

Setelah kembali ke Sumatera Utara bersama istrinya Keadaan kesehatan Mohammad Said semakin berkurang, Istrinya Usmariati Sering kali bolak balik merawat beliau ke rumah sakit Malahayati dan Rumah Sakit Permata Bunda yang terletak di Medan. Setelah menetap tinggal di Sei buluh beliau sudah harus menggunakan kursi roda dan dengan tulus Usmariati merawat Mohammad Said Sampai ahir hanyat Mohammad Said.29

Setelah melakukan serangkaian pengobatan akhirnya Mohammad Said berpulang ke rahmatullah pada hari Rabu, 26 April 1995 pukul 10:20 Wib dalam usia 89 tahun. Jenazahnya dimakamkan hari kamis, 27 April 1995 di perkuburan muslim Jalan Thamrin Medan.30

28 Wawancara dengan mohammad TWH, Medan. 26-1-2013.

29 Wawancara dengan Usmariati , Sei Buluh. 7-2-2013.

30 Waspada 3 Mei 1995. Tokoh Pers, Sejarawan Dan Pendiri Harian Waspada H. Mohammad Said berpulang , Lihat Lampiran 11.

BAB I

PENDAHULUAN

Dalam dokumen BIOGRAFI MOHAMMAD SAID (1902-1995) (Halaman 68-76)

Dokumen terkait