• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOGRAFI MOHAMMAD SAID (1902-1995)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "BIOGRAFI MOHAMMAD SAID (1902-1995)"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

Daftar Pustaka

Bangun Triandah, Hjj, Ani Idrus Sebagai Tokoh Wartwan Sumatera, Jakarta, Cv Haji Masagung, 1990.

Direja Gunawan Thaja, Chairul Tanjung Sianak Singkong, Jakarta : Kompas Gramedia, 2012.

Fu’ad Zulfikar, Menulis Biografi, Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2008.

Gonggong Anhar, Abdul Qahar Mudzakar Dari Patriot Hingga Pemberontak Yogyakarta : Ombak, 2004.

Graves Elizabeth E. Elite Minangkabau Modern : Respons Terhadap Kolonial Belanda Abad Xix. Jakarta Yayasan Obor, 2001.

Gootschalk Louis, Mengerti Sejarah ( Terjemahan Nugroho Notosusanto), Jakarta : UI-Press, 1985.

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka. 2001.

Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Tiara Wacana 1994.

Nazir Moh, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Nusantara, 2009.

Pelzer. J Karl., Sengketa Agraria: Pengusaha Perkebunan Melawan Petani (Trj) Jakarta: Pustaka Sinar Harapan , 1991

Said Mohammad, Sejarah Pers Disuamatera Utara, Jakarta : Ui-Press, 1976.

_________, Soetan Koemala Boelan (Flora), Jakarta : Ui-Press____

Suprayitno, Mencoba (Lagi) Menjadi Indonesia, Yogyakarta : Yayasan Untuk Indonesia, 2001.

Supardi, Dasar-Dasar Ilmu Sosial. Yogyakarta: Ombak.2001

(2)

Soebagijo, Jagat Wartawan Indonesia, Jakarta : Gunung Agung, 1981.

Sinar T. Luckman. Denyut Nadi Revolusi Indonesia. Taufik Abdulah (Ed) Jakarta : PT Gramedia. 1992.

TWH Mohammad . Sejarah Perjuangan Pers Sumatera Utara . Medan Tanpa Penerbit 2001.

Karya Ilmiah

Agustono, Budi dan Oddi Arma, “ Penyerobotan Tanah: Sumatera Timur 1950-1960” Makalah, Naskah diketik.

Alexander, Robinson, Latar Belakang dan Perkembangan berdirinya Harian Umum Waspada di Kota Medan (1947-1950), Skripsi Sarjana Sejarah USU, 2000 Gusnandi, Peri, Aksi Penyerobotan Tanah Perkebunan di Sumatera Timur (

1950-1960). Skripsi Sarjana Sejarah USU, 2007.

Ritonga, Farida Hanum, Peranan Partai Politik Pada Peristiwa 3 Maret 1946 di Langkat, Skripsi Sarjana Sejarah USU, 1981.

Hutagalung, Jungjung, Partai Nasional Indonesia di Medan (1955-1966). Skripsi Sarjana Sejarah USU, 2001.

(3)

BAB III

PERANAN, AKTIVITAS DAN PEMIKIRAN MOHAMMAD SAID DALAM PERS

3.1 Peranan dan Aktivitas Mohammad Said di Dunia Pers

3.1.1 Keaadan Surat Kabar Sumatera Timur

Surat kabar di Sumatera Timur lahir dari tekanan pemerintah kolonial

terhadap rakyat. Pada awalnya pers yang berkembang dikota Medan dipelopori oleh

pemerintah kolonial Belanda. Surat kabar pertama yang berdiri di kota Medan adalah

Deli Courant yang terbit sejak tanggal 18 maret 1885. Pemilik dan pemimpin

redaksinya adalah Jaques Deen, yang berkebangsaan Belanda. Surat kabar ini terbit

dua kali seminggu yaitu pada hari rabu dan pada hari sabtu, dengan oplah 150

eksemplar setiap edisinya.31

Beritanya didominasi oleh aktivitas para investor asing yang bergerak dalam

bidang perkebuanan di Sumatera Timur. Disamping itu juga terdapat berita-berita

tentang perlawanan Aceh, silsilah sultan Deli dan juga legenda terjadinya tanah

Batak. Selain surat kaber Deli Courant juga terdapat surat kabar yang memberitakan

tentang perkembangan Eropa yang bernama De Sumatera Post yang diterbitkan oleh

J. Hallerman pada tahun 1899.32

31 Kurniawan Junaedhie. Ensiklopedi Pers Indonesia. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,

1991. hal. 206.

32 H. Mohammad Said. Sejarah Pers Sumatera Utara. Medan : Percetakan Waspada, 1976.

(4)

Pada tahun 1902 terbitlah surat kabar yang berbahasa melayu yakni Pertja

Timoer dibawah pimpinan Mangaradja Salembue. Surat kabar ini banyak menyajikan

fakta tentang korelasi antara sultan Deli dengan pemeritah kolonial Belanda sehingga

menimbulkan sikap antipati di pihak kesultanan Deli dan pemerintah Belanda

terhadap keberadaan surat kabar ini, sehingga surat kabar ini berhenti terbit ditahun

1908.33

Dua tahun kemudian terbitlah surat kabar Pewarta Deli yang dikelola oleh Dja

Endar Moeda. Surat kabar ini mula-mula terbit secara mingguan kemudian menjadi

dua kali seminggu dan akhirnya terbit setiap hari. Surat kabar ini merupakan surat

kabar nasional pertama yang terbit dikota Medan. Surat kabar ini banyak

membicarakan tentang keadaan masyarakat pada waktu itu terutama nasib kuli

kontrak di Sumatera Timur. Sejak tahun 1932 surat kabar Perwarta Deli di pimpin

oleh Adinegoro sampai kedatangan tentara Jepang ke Indonesia.

Selain dari pada surat kabar tersebut masih banyak lagi surat kabar yang

bermunculan pada masa pemerintahan kolonial Belanda di Medan, banyak yang

berumur panjang tetapi banyak juga yang berumur pendek baik yang berbahasa

Belanda maupun yang berbahasa Melayu dan juga ada yang berbahasa Tionghoa dan

juga ada yang memakai dwi bahasa seperti surat kabar Tionghoa Melayu yang

bernama "Tjin Po".

(5)

Mohammad Said setelah memulai karirnya banyak mengalami banyak

tantangan yang menjadikanya sebagai wartawan yang serba bisa dan berpengaruh

dijamanya. Mohammad said banyak memiliki peranan dan Aktivitas dalam

perkembangan surat kabar di Sumatera Timur seperti mendirikan surat-surat kabar

yang pro republik, menulis ulasan-ulasan yang yang memperjuangkan kepentingan

rakyat dan lainnya walaupun hal itu membahayakan nyawanya. Aktivitas dan peranan

Mohammad Said dalam dunia pers dapat kita lihat ketika Mohammad Said Memulai

Karirnya di Surat Kabar Tjin Po.

3.1.2 Perjalanan Karir Mohammad Said di Pers

Mohammad Said memulai karirnya di surat kabar Tjin Po pada tahun 1928.

Mohamamad Said melamar ke surat kabar ini dengan membawa contoh-contoh

tulisan yang pernah ditulisnya sebagai salah satu pertimbangan untuk mempekerjakan

seorang calon penulis disurat kabar. Itu adalah salah satu kebijakan yang sampai

sekarang masih tetap diberlakukan disetiap surat kabar yang ada di Indonesia

bilamana ingin mempekerjakan seseorang menjadi seorang pewarta atau penulis

disurat kabar.

Mohamamad said tidaklah lama bekerja di Tjin Po yang terbit tiga kali dalam

seminggu. Mohamamad Said bekerja di surat kabar ini hanya dua bulan, hal ini

karena sikap diskriminsi masih sangat kental di tubuh surat kabar tersebut. Surat

(6)

memberhentikannya karena beliau bukanlah seorang lulusan sekolah tinggi dan

seorang pribumi. Pemimpin surat kabar Tjin Po lebih mengutamakan suku Tionghoa

yang bekerja di surat kabar Tjin Po ini.

Setelah keluar dari surat kabar Tjin Po, Mohammad Said tidak patah arang

untuk mengeluti dunia jurnalistik dia melamar ke surat kabar Oetosan Sumatera yang

dipimpin oleh Soetan Parlindungan sebagai wartawan, yang dikemudian hari menjadi

pemimpin redaksi mengantikan Mohammad Idham yang berhenti secara tiba-tiba.

Oetosan Sumatera adalah surat kabar yang diterbitkan oleh percetakan Sjarikat

Tapanoeli yang awalnya bernama Pantjaran Berita.

Setelah berkarir di koran Oetosan Sumaetara yang dimulai sejak september

1928 Mohammad Said mulai mengenal perkumpulan politik, sosial maupun

keagamaan yang bersakala nasional secara langsung. Sebelumnya Mohammad Said

hanya mengetahui perkumpulan-perkumpulan itu ada dari koran yang dibacanya

selama bekerja di pemerintahan Belanda di Labuhan Batu yang kemudian

memberhentikanya karena tidak menyukai penindasan terhadap rakyat.

Partai Nasional Indonesia yang didirikan oleh dr. Tjipto Mangunkusunmo dan

Ir. Soekarno di kota Bandung tahun 1927 adalah perkumpulan nasional yang di ikuti

oleh Mohammad Said dan pernah menjadi pemimpin partai ini.

Setelah keluar dari Otesan Soematera Mohammad Said membuka praktek

(7)

kwaarnemer. Mohamamd said membuka praktek ini sebagi pekerjaan membantu

masyarakat terutama buruh perkebunan yang dirugikan oleh golongan pemilik modal

yang sering disebut dengan haves, selain dengan haves, buruh juga kerap kali

bermasalah dengan rentenir.

Pada tahun 1937 Mohammad Said bertemu dengan seorang tokoh politik yang

bernama Abdul Xarim MS yang baru bebas dari penjara Digul, Papua.34 Kedekatan

Mohammad Said dengan Abdul Xarim MS terjalin karena Mohammad Said aktif

dalam dunia pergerakan. Mereka berdua kemudian menerbitkan koran mingguan

dengan nama Penjedar, dan Mohammad Said sebagai pemimpin redaksinya. Namun

karena perbedaan paham dengan penerbit dan Abdul Xarim MS, Mohammad Said

akhirnya mengundurkan diri.

Setelah keluar dari Penjedar, Mohammad Said bertemu dengan Ani Idrus

seorang wartawati dari Sinar Deli. Dan pada sekitar tahun 1937 mereka menerbitkan

sebuah koran mingguan bergambar bernama “Soeruan Kita”. Tapi sekitar tahun 1939

terjadi peritiwa besar yang sangat berdampak bagi kehidupan manusia di seluruh

dunia yaitu perang dunia II. Masyarakat sangat tertarik akan berita tentang

perkembangan perang tersebut. Hal ini membuat koran Sinar Deli kalah dari koran

Pewarta Deli yang menyediakan berita yang sangat aktual dari peristiwa perang dunia

ke II. Koran ini dipimpin oleh seorang akademisi yang sangat mumpuni yaitu

Adinegoro. Adinegoro adalah orang pertama yang memimpin sebuah surat kabar di

(8)

Sumatera Timur yang berasal dari kalangan lulusan akademi jurnalistik. Adinegoro

merupakan alumni akademi jurnalistik di Munchen, Jerman.

Penurunan jumlah pembaca dan kerugian yang semakin menumpuk akibat

kalah bersaing dengan Pewarta Deli membuat Mohammad Said dan Ani Idrus

menutup surat kabar tersebut, dan mereka kembali menjadi wartawan freelance di

beberapa surat kabar yang masih terbit waktu itu.

Setelah Jepang menyerang pangkalan Amerika Serikat di Pearl Harbour

membuat daerah jajahan bangsa-bangsa yang tergabung dalam blok Sekutu jatuh

ketangan Jepang demikian juga dengan Indonesia. Setelah kedatangan Jepang ke

Indonesia membawa pengaruh yang sangat besar terhadap pers tanah air. Dunia pers

dikendalikan berdasarkan undang-undang penguasa (Osamu Seiri) No 16 tentang

badan-badan pengumunan dan penerangan menurut apsal 3 undang-undang itu

berbunyi :

“Terlarang Menerbitkan barang tjeatkan jang

berhoeboengandengan pengomoeman ataoe penerangan beroepa penerbitan setiap hari, setiap minggoe, setiap boelan maopoen penerbitan dengan tidak tertenttoe waktunya, ketjoelai oleh badan-badan yang soedah mendapat izin” 35

Berdasarkan ketentuan tersebut, semua surat kabar Belanda dan Cina diambil

alih oleh Jepang. Panglima militer Jepang kemudian menerbitkan beberapa buah surat

35 Tribuana Said. Sejarah Pers Nasional dan Pembangunan Pers Pancasila. Jakarta : Haji

(9)

kabar sebagai pengganti surat kabar yang dilarang beredar. Mengenai surat kabar

yang diterbitkan Jepang selama masa pendudukan di Indonesia, dalam recent japaese

sources for Indonesia historiography” disebutkan :

Indonesia terbagi dalam dua bagian : Jawa dan Sumatera dikuasai angkatan

darta Jepang selam pendudukan sementara Kalimantan, Sulawesi dan daerah sebalah

timurnya dikuasai angkatan laut. Sebagai media komunikasi di daerah-daerah

tersebut, ada lima surat kabar yang diterbitakn dibawah pengawasan pemerintah

militer. Surat-suarat kabar tersebut adalah Jawa Shinbun di Jawa, Sumatera Shinbun

di Sumatera, Borneo Shinbun di Kalimantan, Celebes Shimbun di Sulawasi dan

Ceram Shimbun masing-masing diurus Asahi pres, Mainichi pers dan Yomiuri pres.

Domei Press mengurusi Sumatera Shinbun bekerja sama dengan surat-surat kabar

lokal domestik Jepang. Surat kabar tersebut berisi hal-hal penting yang berhubungan

dengan perkembangan pemerintahan milter sehari-hari.36

Surat Kabar Sumatera Shimbun merupakan satu-satunya surat kabar

diterbitkan Jepang di Sumatera.37 Surat kabar ini terbit dua edisi, yaitu edisi yang

berbahasa Indonesia dan edisi yang berbahasa Tionghoa . Edisi yang berbahsa

Indonesia dimpin oleh Adinegoro dengan staf redaksinya Mahmud Nasution, Hadely

Hasibuan, Bustaman dan Anwar Lukman. Sedangkan untuk yang berbahasa

36 Edward C Smith. Pembreidelan Pers Di Indonesia. Jakarta : Grafiti Press, 1983. hal. 17. 37 H. Mohammad Said . Waspada Harian Republiken di Daerah NICA. Medan. Tanpa Tahun

(10)

Tionghoa para stafnya redaksinya dari berbagai beberapa bekas harian China seperti

New China Times.

Harian Sumatera Shimbun terbit pada sore hari dan dicetak pada percetakan “

Sriganda bekas percetakan Varekamp” pada pemerintahan Belanda. Sebelum dicetak

isi berita di sensor lebih dahulu oleh dinas penerangan Jepang yang bernama

BUNKAKA.

BUNKAKA merupakan tempat Mohammad Said bekerja, Mohammad Said

bisa bekerja di dinas ini karena kedekatanya dengan Abdul Xarim MS yang bekerja

sebagi kotapraja Jepang untuk Medan. Mohammad Said bekerja di departeman

penerangan sebagai penyaring berita-berita yang akan diterbitkan oleh surat kabar.

Jika surat kabar tersebut menerbitkan berita yang mengkritik pemeritahan atau

menceritakan penderitaan rakyat Indonesia akibat tindakan Jepang maka berita

tersebut akan ditarik.

Setelah pers di kuasai oleh militer Jepang, pemberitaan menjadi Jepang

centris. Semua media baik itu surat kabar maupun radio hanya berisikan kepentingan

dari bangsa Jepang semata yaitu cita-cita Asia Timur Raya. Hal yang pada prakteknya

membuat wartawan Indonesia dalam surat kabar Jepang itu tidak lagi mengerjakan

pekerjaan jurnalistik, melainkan hanya sebagai pegawai.

Pada mulanya proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak diketahui di Medan

(11)

desus-desus bahwa tentara Belanda yang membonceng Sekutu akan segera mendarat.38

Tetapi itu hanya desas desus saja karena tidak ada berita resmi yang memberitahukan

keadaan yang sebenarnya. Pihak Jepang memang sengaja mengulur waktu untuk

tidak memberitahukan kekalahan mereka agar status jajahan bagi Indonesia tetap

diberlakukan. Setelah tanggal 22 agustus 1945, gubernur militer Jepang Sumatera

Timur Tetsuzo Nakashima mengumumkan secara resmi bahwa Jepang telah kalah

perang. Dalam hal ini Sekutu telah menginstruksikan kepada Jepang untuk

memelihara keamanan sampai tentara Sekutu berada didaerah ini dan rakyat harus

tetap patuh kepada Jepang dalam memelihara keamanan.

Pengumuman resmi itu merupakan jawaban bagi rakyat yang selama ini hanya

mendengar desus-desus. Namun berita itu tidak membawa perubahan yag berarti

karena Jepang masih berkuasa, sedangkan berita tentang proklamasi belum juga

terdengar. Penyiaran berita proklomasi sebenarnya telah berlangsung sejak tanggal 17

agustus 1945 melalui kantor berita Domei Jakarta, bahkan malam harinya radio India,

Australia dan San Fransisco telah menyiarkan berita proklamasi, sekaligus

memberitakan adanya bantahan dari pihak Jepang tentang kebenaran berita itu. 39

Dengan demikian berita tentang proklamasi kemerdekaan telah sampai keluar

negeri, tetapi tidak demikian halnya di kota Medan. Informasi dari kantor berita

Domei tidak diterima karena para operator yang bekerja pada kantor berita Domei

38 T. Luckman Sinar. Denyut nadi revolusi Indonesia. Taufik abdulah (ed) Jakarta ; PT

Gramedia, 1992. hal. 141.

(12)

Medan adalah orang-orang Jepang. Berita tentang proklamasi kemerdekaan

Indonesia di kota Medan baru terjadi setelah tiga orang perwakilan dari Sumatera

yang duduk didalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dipanggil ke

Jakarta untuk membicarakan tentang proklamasi kemerdekaan. Mereka adalah Mr.

Teuku Mohammad Hasan, Dr. Mohamad Amir dn Mr. Abdul Abbas. Setelah kembali

dari Jakarta mereka tidak segera menyiarkan informasi itu karena kondisi tidak

memungkinkan. Adanya desas-desus bahwa beberapa pemimpin rakyat Sumatera

Timur telah mengungsi keluar daerah membuat mereka ragu untuk merealisasikan

proklamasi kemerdekaan Indonesia di kota Medan.

Situasi demikian mendorong keinginan Mohammad Said untuk segera

mendirikan Pewarta Deli. Surat kabar ini diterbitkan oleh Mohammad Said dengan

Sjarikat Tapanuli sebagai percetakanya. Tiga minggu setelah proklamasi

kemerdekaan Indonesia, yaitu tanggal 29 September 1945 Mohammad Said

membuka kembali sekaligus memimpin surat kabar “Pewarta Deli” yang sebelumnya

dicabut izin penerbitanya pada masa penjajahan Belanda, Mohammad Said menjabat

sebagai pemimpin redaksi yang kosong ditinggal Djamaluddin Adi Negoro yang

pindah ke Bukit Tinggi, Sumatera Barat.

Berita headline Pewarta Deli telah membuka jalan mengetahui kebenaran

(13)

Said . Seandainya berita Pewarta Deli tidak ada, pastilah kumandang proklamasi itu

akan tersimpan di kantong safari Mr. Tengku Mohammad Hasan.40

Pertemuan pemuda dan Tengku Mohammad Hasan di gedung Taman Siswa41

yang dijadikan headline oleh Pewarta Deli menjadi topik yang selalu

diperbincangkan surat kabar ini,dan surat kabar yang lainya di Medan.

Setahun sebagai pemimpin redaksi di Pewarta Deli, Mohammad Said harus

kembali berhenti karena surat kabar ini di breidel oleh pasukan Sekutu dengan, mesin

pencetaknya di bom oleh Sekutu. Hal ini dilakukan karena surat kabar ini

menerbitkan berita dengan tajuk dan sentilan yang tajam dalam mengkritik

kekejaman penjajahan Belanda.

Adapun topik berita yang dijadikan headline oleh surat kabar ini adalah

mengenai barang-barang kalengan yang dibawa oleh tentara Inggris ke Medan

terdapat kalengan yang berisi dinamit. Walaupun berita ini benar tentara Inggris

kebakaran jenggot dan mendatangi kantor Pewarta Deli yang terletak dilantai dua dari

Percetakan Sjarikat Tapanuli tersebut untuk menangkap Mohammad Said, tetapi tidak

jadi karena para pemuda di sekitar kantor Pewarta Deli telah bersiap-siap mengejar

40 Lihat Lampiran V Tulisan Mohammad Said berjudul, Merdeka Diumumkan terlamabat di

Medan .

41 Mohammad TWH. Sejarah Perjuangan Pers Sumatera Utara, Medan: Tanpa Penerbit,

(14)

tentara Inggris tersebut jika kalau mereka menangkap pemimpin surat kabar

tersebut.42

Pada bulan September 1945 komando Asia Tenggara (Southheast Asia

Comand) dibawah pimpinan Lord Louis Mounthbatten memasuki wilayah Indonesia

untuk mengambil alih keamanan yang dipegang oleh tentara Jepang, sekaligus

membawa pasukan NICA yang ingin kembali berkuasa di Indonesia. Sejak Oktober

1945 pasukan NICA yang membocengi Sekutu mendarat di Medan. Sambutan

pesimis dari Mohammad Said dia tunjukkan melalui harian Pewarta Deli.

Mohammad Said dan surat kabarnya Pewarta Deli dianggap mendeskreditkan

Sekutu/Belanda. Yang akhirnya memaksa penguasa militer untuk mengambil

tindakan atas harian itu dan menghancurkan Percetakan Sjarikat Tapanuli.

Surat kabar Pewarta Deli kemudian terpaksa menghentikan penerbitanya atas

perintah pasukan Inggris. Ketika memberangus Pewarta Deli pada bulan Maret 1946,

Sekutu juga menangkap wakil pimpinan redaksi A.O Lubis dan pemimpin percetakan

Sjarikat Tapanuli Rahmat Nasution serta menghancurkan alat-alat cetak Sjarikat

Tapanuli. Sedangkan pemimpin Pewarta Deli ketika itu sedang berkunjung ke

Yogyakarta untuk memenuhi undangan dari pemerintah Republik.

Setelah dihancurkanya Pewarta Deli, maka surat kabar yang pro-Repulik tidak

ada lagi terbit di kota medan sehingga Mohammad Said mengusulkan supaya kantor

(15)

perwakilan Antara didirikan di kota Medan. Hal ini dilakukan mengingat perlunya

mass media yang mendukung Republik. Dengan usaha Mohammad Said bersama

para eks wartawan Pewarta Deli didirikanlah kantor cabang Antara yang mengambil

tempat di jalan pusat pasar no 126.

Situasi Keamanan yang tidak lagi menjamin pada saat itu menyebabkan

banyak warga yang mengungsi bahkan gubernur sendiri mengungsi ke Pamatang

Siantar dan kantor keresidenan harus pindah ke Tebing Tinggi. Dengan demikain

kantor berita antara kehilangan sumber bantuan. Apalagi pasukan Poh An Tui

bentukan Sekutu untuk meneror penduduk rakyat Indonesia di daerah pendudukan

telah membuat kubu perlawan disekitar kantor Antara. Maka Mohammad Said

menginstruksikan pemindahan kantor berita Antara ke Pematang Siantar. Mohammad

Said sendiri tetap tinggal di kota Medan yang telah diduduki NICA untuk tetap

melakukan perjuangan dengan media pers. Ditengah-tengah situasi keamanan yang

demikian, kaum pers tetap berkeinginan untuk menerbitkan suatu harian, terlebih lagi

dalam keadaan posisi dan strategi perjuangan yang semakin mendesak. Akhirnya

Mohammad Said memberanikan diri untuk menerbitkan surat kabar Republiken yang

diberi nama surat kabar Waspada pada tanggal 11 januari 1947.

3.1.3 Menerbitkan Waspada

Masa Perang kemerdekaan, kota Medan diblokir oleh Sekutu yang

(16)

sementara itu surat kabar Belanda dan Cina lebih menguasai informasi baik dari

dalam negeri maupun dari luar negeri. Untuk menandingi berita yang dikeluarkan

Belanda itu dirasakan perlu untuk menerbitkan suatu media informasi yang dapat

mengantisipasi berita-berita Belanda sesuai dengan gerak perjuangan. Oleh sebab itu

diterbitkanlah surat kabar Waspada dengan perhitungan bahwa rakyat yang terkepung

di daerah pendudukan akan membacanya dan hasil penerbitan itu dapat dimanfaatkan

untuk menutupi biaya hidup para pegawainya.43

Surat kabar tersebut diberi nama Waspada karena tidak terlepas dari situasi

dan keadaan kota Medan saat itu sedang menghadapi konflik dengan pihak Belanda.

Hal ini bertitik tolak dari persetujuan Linggar Jati. Dalam merealisasikan tujuan

tersebut telah dilaksanakan beberapa perundingan mengenai genjatan senjata antar

kedua belah pihak. Pada tanggal 6 desember 1946 dicapailah persetujuan yang

disebut persetujuan prinsip dua kilometer. Dalam penerimaan persetuujuan bersama

itu, pihak Republik dipengaruhi hasutan-hasutan untuk mempertentangkan sentimen

yang berkembang dikalangan masyarakat, kondisi tersebut dirancanakan pihak

Sekutu demi memecah belah ras dan persatuan. Hal ini menyebabkan Mohammad

Said tergugah untuk menamai surat kabar yang hendak diterbitkanya dengan nama

Waspada.

Begitu besarnya keinginan Mohammad Said untuk menerbitkan surat kabar

Waspada sehingga tanpa sadar bahwa persiapan belum ada sama sekali. Lima hari

(17)

sebelum surat kabar Waspada terbit, Mohammad Said mengunjungi kantor

percetakan Sjarikat Tapanuli di moskee straat. Kebetulan percetakan ini sedang

menganggur disebabkan kurangnya bahan yang akan dicetak dan karyawanya banyak

mengungsi kedaerah pedalaman. Mahmud Nasution selaku pimpinan percetakan ini

tetap bertahan dikota Medan dan tidak mau menggungsikan percetakanya

kepedalaman. Setelah Mohammad Said melakukan pembicaraan dengan Rahmat

Nasution sebagai pemimpin Sjarikat Tapanuli, diperoleh kata sepakat bahwa saat itu

sangat penting untuk mengumandangkan suara Republik.

Setelah Sjarikat Tapanuli setuju untuk menerbitkan surat kabar Waspada

diadakanlah persiapan-persiapan. Para pengecr surat kabar Waspada. Mereka

menyatakan sanggup membayar kontan seberapa banyak surat kabar yang dipesan.

Mohammad Said kemudian menemui rekan-rekanya sesama wartawan untuk

mempersiapkan berita-berita yang akan diturunkan pada surat kabar edisi pertama itu.

Para wartawan yang dicatat namanya ikut berjuang pada awal penerbitan surat kabar

Waspada adalah Djafar yang bertugas sebagai wakil pemimpin redaksi, Amir Daud,

Hasan Soemito dan D.I Lubis. Sedangkan Mohammad Said sendiri adalah sebagai

pemimpin redaksi dan penagung jawab surat kabar Waspada.

Pada saat sibuk mempersiapkan penerbitan pertama surat kabar Waspada,

Mohammad Said didatangi oleh wakil pemerintahan Belanda di kota Medan yaitu Dr.

J.J Van de Velde yang didampingi seorang tentara KNIL yaitu letnan L. Manik.

(18)

saat berbincang-bincang letnan L.Manik menyela bahwa “ adalah janggal kota

dibakar musuh sedangkan kita pemiliknya membiarkan saja. Yang artinya janggal

kalau surat kabar Republik didaerah Belanda dibiarkan menghantam Belanda. Tetapi

sebelumnya Dr Van De Velde menangkap isyarat yang dimaksudkan oleh Letnan

Manik itu. Mohammad Said menjawab sekarang antar Republik Indonesia dan

Belanda terdapat kekuasaan gencantan senjata dimana secara de fakto adalah

Republik Indonesia atas seluruh wilayah Madura dan Jawa di akui oleh Sekutu dan

sejak November 1946 diserah terimakan dalam status quo kemudian Mohammad Said

memberikan pertanyaan “ apakah Belanda menguasai Medan dengan membawa

sistem kenaziannya atau dengan demokrasi ? Mendengar hal; tersebut Dr. JJ Van de

Velde tertegun dan berkata : hukum pers Hindia Belanda yang berlaku sekarang

undang-undang daruratnya adalah bahwa kita tidak meringtangi orang menerbitkan

surat kabar, tetapi kita berhak untuk melarangnya dan ini tergantung dengan isi surat

kabar yang telah disiapkan. Demikialah akhirnya Dr JJ. Van de Velde pulang dengan

tidak melarang terbit dan Mohammad Said tidak pernah meminta izin terbit 44.

Dengan semangat dan tekadnya, akhirnya Mohammad Said dapat menerbitkan

Waspada. Nomor perdana harian tersebut terbit dengan setengah lembar, dengan

jumlah oplah 1000 eksemplar. Pada nomor kedua dan ketiga satu halaman dan pada

penerbitan keempat terbit dengan dua halaman penuh. Demikian seterusnya beredar

mulai Senin sampai Sabtu, untuk hari Sabtu terbit dengan empat halaman.

44 H. Mohammad Said . Waspada Harian Republiken di Daerah NICA. Medan :Tanpa Tahun

(19)

Banyak kendala yang dialami oleh Waspada pada awal terbit, seperti kesulitan

dalam mencari pekerja, tidak adanya kertas di kota Medan dan juga adanya teror

terhadap pekerja Waspada yang di lakukan oleh Tentara Kolonial Belanda. Hal yang

paling susah diatasi adalah tidak adanya kertas di kota Medan sehingga membuat

Mohammad Said harus membeli sendiri kertas ke Tanjung Balai karena pada waktu

itu hanya Tanjung Balai daerah pelabuhan terdekat yang di kuasai oleh Republik.

Sepanjang tahun 1947- 1949 Waspada telah mengalami lima kali pembridelan

karena pemberitaan oleh pihak Kolonial Belanda. Adapun pembridelan yang terjadi

yaitu :

1. Tanggal 21-27 juli 1947 yaitu pada masa agresi militer Belanda. Kantor

Waspada digeledah dan diperiksa oleh kapten Been. Sambil menyerahkan

surat yang isinya terjadi “ Politionale Acti” Yaitu surat untuk mengamkan

wilayah pendudukan Belanda atas kota Medan

2. Tanggal 23 Juli 1948 Pasukan militer Belanda masuk kekantor Waspada

sambil menyerahkan secarik kertas yang ditandatangani oleh kolonel P.

Scholten. Yang isinya menyatakan bahwa Waspada dibreidel selama 14 hari

hingga 6 agustus 1948. Bersamaan dengan itu percetakan yang digunakan

oleh Waspada juga dilarang melakukan aktivitas percetakan. Hal itu dilakukan

karena Waspada menulis tulisan Rosihan Anwar yang Berjudul “ Merdeka,

Sepuhan Juragan” yang isinya mengenai 16 perwira Kon. Lenger di Garut

(20)

3. Tanggal 19 Agustus 1948 dilakukan oleh seorang rseiden yang bukan pihak

militer Belanda. alasan pembridelan ini adalah karena berita yang dimuat

Waspada tertanggal 2 agustus 1948 yaitu tentang pengurangan gaji dan

pembunuhan kuli yang melarikan diri oleh tuan-tuan kebun yang ada di

daerah pedalaman yang dirasa bahwa berita ini tidak benar dan merusak citra

Belanda yang dikenal demokratis.

4. Desember 1948 yaitu pada masa agresi militer Belanda II, semua surat kabar

yang tidak pro Belanda semuanya dibridel.45

5. 7 mei 1949 yaitu sewaktu berlangsungnya perjanjian Roem Royen, hal ini

dikarenakan dalam pemberitaanya Waspada selalu menyudutkan Negara

Sumatera Timur yang tergabung dengan RIS.

Ketika terjadi agresi militer Belanda keluarga Mohammad Said pernah disekap dalam

sebuah kamar layaknya seperti adegan film yang sering terjadi dalam sebuah film

perjuangan seperti yang pernah dituliskan oleh Mohammad Said sendiri :

“ Berita-berita yang dimuat tanggal 19 juli dan komentar radio telah mengarah kepada kemungkinan meletusnya aresi Belanda. pada pukul 0.00 malam masuk ke 21 juli, penulis baru saja masuk kekamar tidur, tiba-tiba seorang Belanda mendobrak pintu kami di loteng ke-3. Ketika telah terbuka, seorang kapten Belanda melompat kedalam cepat-cepat sambil menodongkan revolvernya.

Surat kuasa penggeledahan yang ditunjukkanya memperkenalkan namanya kapten been. Ia memberi tahu

bahwa sekarang dilancarkan “politioneele actie’ diseluruh jawa

(21)

dan sumatera. Kami sekeluarga didorong berkumpul dengan mengangkat tangan keatas.

Bunyi sepatu serdadu-serdadu yang hingar dibawah penggeledahan sedang dilakukan. Putra tertua saya melototkan matanya kearah perwira yang kelam kabut sendiri itu. Setelah sejam digeladah, rupanya tidak ada pemuda bersenjata bersembunyi kami pun dikumpul ke suatu kamar yang sempit dibagian bawah. Besok pagi-pagi kesatuan polisi Belanda menggantikan pengawalan dan kali ini cukup lama penggeledahan surat-surat dan arsip yang diperiksa...”46

Dari tulisan Mohammad Said ini menandakan bahwa Mohammad Said

berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia di daerah Sumatera

Timur sehingga dia harus ditawan oleh Belanda bersama pembesar-pembesar

Republik lainya.

Pegalaman pahit lainya yang dialami oleh Mohammad Said pada jaman agresi

militer Belanda adalah ketika berkas-berkas dan buku-buku pentingnya disita.47

Buku-buku tersebut sangat penting bagi Mohammad Said karena buku tersebutlah

yang menjadi arsip dari pemikiran Mohammad Said.

Ketika terjadinya pemberontakan PRRI/PERMESTA Mohammad Said juga

menunjukan loyalitasnya kepada NKRI melalui tulisannya yang dimuat di Waspada

pada tanggal 1 desember 1956 dalam artikel tulisanya Mohamad Said menolak tegas

adanya pemberontakan tersebut, akibatnya Waspada dilarang oleh pemberontak

46 Mohammad TWH, Op-Cit. hal. 137.

(22)

beredar di daerah Tapanuli dan Labuhan Batu yang dikuasai oleh pemberontak

hingga 1961.48

Mohammad Said adalah tokoh pers yang sangat loyal terhadap NKRI

sehingga Mohammad Said menjadi wartawan yang dibawa oleh pemerintah dalam

melakukan kunjunganya keluar negeri. Seperti pada tanggal 18 juli 1955 ketika

Soekarno melakukan lawatan ke Mesir Mohammad Said di bawa bersama Djawoto

yang menjabat sebagai pemimpin redaksi Antara dan Adinegoro sebagai direktur pers

biro Indonesia. Dalam lawatanya ini mereka juga bertolak ke Arab Saudi untuk

menunaikan ibadah haji yang setalah lawatanya ini Mohammad Said menambahkan

haji di depan namanya. Dalam Konfresi Meja Bundar Mohammad Said juga

diikutkan oleh pemerintah sebagai perwakilan pers dari Indonesia.

Pada tanggal 1 Agustus 1961 Mohammad Said menyerahkan jabatan

pimpinan redaksi dan penangung jawab direksi kepada istrinya Ani Idrus, sedangkan

pemimpin direksi masih dipegang oleh Mohammad Said. Pada September 1964

Mohammad Said menunjuk anaknya menjadi pemimpin redaksi dan menjadi

penangung jawab harian Waspada. Tetapi tanggal 24 februari 1965 Waspada dibredal

karena Tribuana Said yang menjadi pemimpin redaksi Waspada terlibat dalam

(23)

Barisan Pendukung Soekarno (BPS) yang di fitnah oleh golongan-golongan kiri yang

tergabung dalam pemerintahan.49

Pada 17 Agustus 1967 Waspada mulai terbit dibawah kepemimpinan

Mohammad Said. Mohammad Said benar-benar berhenti dari dunia pers pada tanggal

1 Februari ketika Mohammad Said menyerahkan jabatanya untuk kedua kalinya

kepada anaknya Tribuana Said. Mohamad Said berheti sebagai penggiat pers dan

konsen di bidang politik dan penulisan sejarah.

Semasa menjadi insan pers Mohammad Said banyak memperoleh

penghargaan, seperti penghargaan Satya Penegak Pers Pancasila pada tahun 1985,

penghargaan sebagai tokoh yang mendirikan serikat pernerbit surat kabar di solo yang

menjadi cikal bakal berdirinya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) pada tahun

1946.

Ketika Mohammad Said menjadi wartawan di surat kabar dijaman kolonial

Belanda Mohammad Said pernah mengalami delik pers yaitu akibat dari sebuah

tulisan yang dianggap memberi malu atau menghina orang. Untuk kealpaanya itu dia

didenda dua puluh lima gulden, karena dituduh melanggar pasal 310 kitab

undang-undang hukum pidana, wtboek van strafrecht voor nederlands indie. Mohammad Said

adalah penulis yang sangat hati-hati karena dia suka membaca buku-buku yang

(24)

menyangkut hukum. Dia sering menyaksikan orang sering kali disiksa dan dicambuk

kala mendapat hukuman.50

Pada jaman orde baru Mohammad Said juga memiliki pandangan tersendiri

mengenai kebebasan pers yang pada waktu itu cukup ketat. Mohammad said pernah

menyampaikannya ketika wawancara dengan Soebagijo.

“Tidak sepenuhnya bebas. Namun kebebasanya ada, karena

masih bisa orang menulis tanpa disensor terlebih dahulu. Mengenai makna “ tidak sepenuhnya bebas ialah karena adanya wewenang penguasa untuk mencabut izin terbit surat kabar, jadi beda dengan peraturan yang lazim yakni mereka yang terkena ranjau pers. Hanya akan dihukum berdasar

kesalahanya“.51

Dari pendapat Mohammad Said ini menandakan bahwa sebenarnya pers

dijaman penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang lebih berat penderitaanya dan

hukumanya dibanding jaman orde baru.52

50 Soebagijo, Op-Cit. hal. 281. 51 Ibid, hal. 282.

(25)

BAB IV

MOHAMMAD SAID SEBAGAI POLITISI DAN SEJARAWAN

4.1 Mohammad Said Sebagai Politisi

4.1.2 Keadaan Politik di Sumatera Timur

Bagi daerah Sumatera Timur dan Tapanuli (sekarang Sumatera Utara),

perkembangan atau interaksi dengan organisasi yang ada di Jawa terbatas oleh

kondisi atau interaksi dengan organisasi yang lain oleh kondisi setempat yang yang

berbeda-beda. Pada umumnya kehidupan berorganisasi di daerah ini dimulai abad ke

20, yang mendapat rintangan yang sangat berat. Tidak sedikit orang-orang terdidik

yang berjuang terutama karena melihat penderitaan kaum buruh atau kuli kebun.

Tetapi kegiatan mereka terhalang oleh tindakan pemilik-pemilik modal di

perkebunan.

Organisasi-organisasi yang tumbuh dan berkembang di pula Jawa Juga ikut

tumbuh dan berkembang di sumatera Timur Seperti Budi Utomo yang didirikan di

Medan tahun 1908 oleh orang-orang Jawa yang tinggal di daerah perkebunan. Serekat

Islam juga didirikan di Sumatera Timur oleh ulama-ulama, Dr. Pringadi adalah salah

satu penggagas supaya Budi Utomo didirikan di Sumatera Timur. Dan untuk Sjarekat

(26)

Organisasi-organisasi pemuda yang hidup daerah Sumatera Timur tahun 20-an

selain organisasi yang bersifat nasional ada juga organisasi yang bersifat lokal seperti

: Jong Islamaten Bond, Indonesia Muda, Organisasi Gereja, Organisasi Islam Al

Jamiatul Wasliyah. Organisasi ini bergerak dibidang keagaman dan Pendidikan.

Dikalangan penduduk pada jaman kolonial dulu terdapat kelompok kuli

perkebunan, kelompok masyarakat yang dikuasai sultan-sultan dibeberapa kerajaan

yaitu kerajaan Langkat, Deli, Asahan dan lainya, kemudian di daerah Karo

pedalaman dan Simalungun terdapat raja-raja kecil. Sedangkan di Tapanuli rakyat

langsung diperintah oleh penguasa kolonial melalui kepala-kepala nagari.

Terhadap kuli perkebunan, pemerintah kolonial Belanda tidak secara langsung

menguasainya, karena sebenarnya mereka itu dikuasai oleh kaum ondernamers.

Kaum ondernamers melalui koelei ordonatie menjadikan kaum buruh sebagai sapi

perahan dan mengisolasikan kehidupan buruh itu dari perkembangan masyarakat

sekitar. Tujuannya adalah menjadikan kelompok buruh ini turun temurun menjadi

kuli. Kehidupan kuli perkebunan sangat terikat oleh kontrak yang selalu diperpanjang

dan praktis mereka mereka tidak mungkin meninggalkan pekerjaan itu untuk

mengubah nasib mereka. Kaum kuli sudah dibiasakan hidup royal pada hari gajian

dengan demikian selalu berkekurangan, lalu setiap kali terpaksa memperpanjang

(27)

Ada juga yang menginginkan perubahan nasib, tapi tidak mungkin dilakukan

dengan organisasi. Kegiatan organisasi terlarang keras diperkebunan. Jalan yang

dapat ditempuh ialah melalui tulisan pada surat kabar tetapi tetap saja tidak merubah

nasib buruh diperkebunan. Di Medan pada tahun 1919 berdiri serikat pekerja DSM

dibawah pimpinan Muhammad Samin bernama da crediet. Serikat pekerja ini

melakukan mogok kerja untuk meminta kenaikan upah tetapi tidak berhasil.

Bagi daerah Sumatera Timur, pada umumnya telah banyak pemimpin

organisasi antara tahun 1926-1927. Para pemimpin itu pada umumnya berasal dari

golongan petani maju, pedagang, golongan intelek, golongan agama. Mereka inilah

yang punya sikap tertentu yang mempunyai kesadaran politik, punya dasar

kebangsaan dan juga mempunyai tujuan. Mereka ada yang kooperasi dan ada yang

non kooperasi dan mereka cenderung berjuang melalui surat kabar.

Organisasi Kepartaian juga tumbuh dan berkembang di Sumatera Timur

seperti organisasi lainya. Di Sumatera Timur ada beberapa organisasi kepartaian yang

memiliki basis cukup kuat disumatera seperti PKI, PNI, PESINDO dan masih banyak

lagi.

Pada Sekitaran tahun 30-an masyarakat Sumatera Timur telah mengenal

beberapa taktik perjuangan, yaitu melalui pendidikan politik, dengan jalan melakukan

pertemuan-pertemuan rahasia yang dilakukan oleh hanya beberapa orang yang sangat

(28)

dan meneguhkan sikap serta menentukan taktik menghadapi pengawasan keras dan

penangkapan-penangkapan yang semakin sering dilakukan kolonial Belanda.

kelompok-kelompok ini terdiri dari berbagi jenis lapisan masyarakat dan sering kali

masyarakat yang bukan anggota partai ikut. Pada tahun 30-an seni berpolitik di

daerah ini bermacam-macam kode untuk menentukan apakah orang berdekatan

dengan kita itu lawan atau kawan seperti cara bersalaman, cara menegur seseorang,

dan cara berpakaian.53

4.1.3 Mohammad Said Sebagai Pemimpin PNI Cabang Medan

Partai Nasional Indonesia masuk ke Medan dibawakan oleh Mr. Iwa Kusuma

Sumantri dan Mr. Sunaryo.54 Awal masuknya pengaruh Partai Nasional Indonesia di

Medan adalah bermula saat pemrintahan kolonial Belanda masih berkuasa di negara

Sumatera Timur. Adapun tujuan dari Partai Nasional Indonesia adalah untuk

mewujutkan kemerdekaan di wilayah Sumatera dan menghapus adanya perbedaan

status sosial yang dimilki masyarakat Medan secara khusus dan secara umum untuk

memerdekakan Indonesia dari penindasan yang dilakukan oleh kolonial Belanda

masuknya Partai Nasional di wilayah Sumatera tepat pada tahun 1929, dua tahun

setelah berdirinya partai politik ini yaitu 4 juli 1927, dulunya partai nasional

Indonesia bernama Perserikatan Nasional Indonesia, tetapi setelah kongres di

53 Wawancara dengan Mohammad TWH. Medan 26-1-2013.

54 Suprayitno, Mencoba Lagi Menjadi Indonesia, Yogyakarta, Yayasan Untuk Indonesia,

(29)

Surabaya namanya diganti. Partai Nasional Indonesia masuk ke daerah Medan di

bawakan oleh Mr. Iwa Kusuma Sumatri dan Mr. Sunaryo.55

Tujuan Partai Nasional Indonesia didirikan didasarkan munculnya kesadaran

yang sangat tinggi diantara para pelajar indonesia dalam menciptakan konsep negara

nasional Indonesia, bahasa nasional Indonesia, kebudayaan nasional Indonesia dan

bendera nasional Indonesia serta lagu nasional. Perkembangan partai ini di wilayah

sumatera bahkan wilayah lain sangat mengkwatirkan pemerintah kolonial Belanda

pada saat itu. Apalagi tokoh-tokoh partai ini berasal dari kalangan intelektual yang

mempunyai kesadaran yang sangat tinggi terhadap penindasan yang dilakukan oleh

pemerintah kolonial Belanda. Akibat dari kekwatiran inilah pemerintah kolonial

Belanda membubarkan segala aktivitas partai politik ini tahun 1931. Walaupun partai

ini dibubarkan namun sumbangsih pemikiran dalam konsep nasionalisme tetap

dijalankan oleh tokoh-tokohnya baik terhadap partai lain, misalnya dengan

membangkitkan gerakan nasionalisme terhadap Gerakan Rakyat Indonesia

(GERINDO) dan Partai Indonesia Raya (PARINDRA)

Ketika Indonesia mengalami penindasan yang dilakukan oleh Jepang, suasana

dalam mewujudkan Indonesia merdeka seperti yang diinginkan oleh Partai Nasional

Indonesia dalam konsep nasionalismenya semakin tertutup, terlihat dari banyaknya

organisasi yang diciptakan Jepang sendiri, seperti Bushito dan lain-lain. Saat

kemerdekaan Indonesia diplokamirkan tanggal 17 agustus 1945 oleh Soekarno dan

(30)

M. Hatta atas persetujuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang

diikuti oleh penyetujuan bentuk pemerintah negara RI meliputi Jawa Barat, Jawa

Timur, Jawa Tengah, Sumatera, Kalimantan, Sulawsai, Maluku, serta Nusa Tenggara

Timur56, semenjak ini pula pembenahan terhadap sistem politik dilakukan. Setelah

sekian lama Partai Nasional Indonesia dibekukan atau tidak melakukan aktivitas

partai. Maka pada tahun 1946 tepatnya tanggal 29 januari di kota Kediri kembali

partai ini masuk arena perpolitikan Indonesia. Munculnya kekuatan Partai Nasional

Indonesia saat itu merupakan warisan dari ideologi Partai Nasional Indonesia 1927.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa Partai Nasional Indonesia di daerah

Medan telah ada jauh sebelum Indonesia melepaskan diri dari kolonial Belanda.

ketika Partai Nasional Indonesia dipimpin oleh Sarmidi Mangoensarkoro,

pembentukan dewan daerah untuk Sumatera dilakukan yang diketuai Dr. Ak Gani.

Pembubaran terhadap Partai Nasional Indonesia terjadi lagi tetapi aktivitas

partai di daerah sumatera tetap berjalan sehingga pada wal bulan november 1946

Partai Nasional Indonesia dipimpin oleh Saleh Umar, pada saat ini revolusi sosial di

Sumatera Timur terjadi dalam menghilangkan hak-hak istimewa kelompok

bangsawan. Ketika berbentuk propinsi Sumatera Utara (Gabungan Sumatera Timur

Dan Tapanuli) pada bulan april 1948 dengan ibukotanya Medan maka segala

peraturan daerah tidak lagi berkaitan dengan kebijakan Negara Sumatera Timur. Saat

(31)

terbentuknya propinsi Sumatera Utara Pimpinan Partai Nasional Indonesia dijabat

oleh Mohamamad Said menggantikan Saleh Oemar.

Pada Awal kemerdekaan Republik Indonesia Mohammad Said melakukan

kegiatan politik yang aman yaitu tidak terlibat kepada organisasi manapun tetapi

sejak ditanda tanganinya persetujuan Renvile antara RI-Belanda awal januari 1948

dan awal dari terbentuknya Negara Sumatera Timur yang merupakan ciptaan

gubernur jenderal Dr Van Mook dengan mendapat dukungan dari segelintir orang

Indonesia. Membuat Mohammad Said yang sedari awalnya sangat mencintai NKRI

membuat dia menunjukan eksistensi politiknya dengan menjadi orang yang terdepan

menentang adanya keberadaan Negara Sumatera Timur dengan dibantu oleh istrinya

Ani Idrus. 57

Ani Idrus menghimpun kekuatan dari kaum wanita untuk menentang Negara

Sumatera Timur yang digabungkan dalam Organisasi Wanita Demokrat Sumatera

Utara. Kegiatan-kegiatan dari organisasi wanita ini cukup banyak antara lain

menyokong perjuangan Republik Indonesia untuk keutuhan negara.

Mohammad said menjadi pemimpin PNI di Sumatera Timur pada tahun 1948,

yang menjadi salah satu kendaraan politik yang digunakan oleh Mohammad Said

untuk mempertahankan keutuhan NKRI dari rongrongan kolonial Belanda yang

dibantu oleh pasukan militer Inggris. Dalam perkembanganya memasuki tahun

(32)

an PNI mengalami kemajuan yang cukup pesat yang pada waktu itu dipimpin oleh

Mohammad Said. Strategi yang digunakan oleh mohammad said adalah dengan

membangun opini-opini masyarakat melalui surat kabar yang dipimpinnya waktu itu.

Harian waspada menjadi corong partai untuk menyebarkan paham, gagasan, ide-ide

dan kegiatan partai kepada rakyat.

Kekuatan Partai Nasional Indonesia di Medan sangat nyata dalam mengawasi

berbagai penyelewengan yang dilakukan pemerintah daerah. Seperti peritiwa

jatuhnya gubernur A. Hakim yang merupakan kader Masyumi pada tahun 1953.

Kejatuhan gubernur ini tidak terlepas dari pengaruh PNI yang dipimpin oleh

Mohammad Said. Mohammad Said Bersama Partai Nasional Indonesia Menentang

dekrit yang memberikan hak benda untuk 125.000 hektar kepada perusahaan

tembakau yang dikeluarkan oleh A. Hakim yang memuncak pada peristiwa

Tanjungmorawa 1953.58 Dalam peristiwa ini Mohammad Said memainkan peranan

politik PNI dengan memberikan pembelaan kasus tanah yang dialami oleh penduduk

Sumatera Utara dalam peralihan dari tanah kolonial terhadap tanah rakyat. Untuk

masalah tanah dari seluruh kader PNI yang ada di Indonesia hanya PNI Sumatera

Utara yang berpihak kepada kaum buruh dan petani dan ini tidak terlepas dari

pemahaman Mohammad Said yang benar-benar mendukung kaum buruh dan tani

yang sudah dia jalani semasa pemerintahan Kolonial Belanda.

58 Feri Gusnandi. Aksi Penyerobotan Tanah Perkebunan di Sumatera Timur 1950-1960,

(33)

Aktivitas politik dari Mohammad Said semakin menonjol menjelang

berlangsungnya Konfrensi Meja Bundar yang berlangsung dari September hingga

Desember 1949 di Deen Hagg, Belanda. Seperti yang diketahui pada waktu itu,

secara nasional akan terbentuk Republik Indonesia Serikat sebagai buah dari

konfrensi Meja Bundar. Dengan lahirnya Republik Indonesia Serikat itu berarti

keberadaan negara-negara boneka ciptan Van Mook seperti Negara Sumatera Timur,

Negara Sumatera Selatan, Negara Indonesia Timur , Banjar dan lainya diakui.

Disamping Republik Indonesia yang berkedudukan di Yogyakarta. Demikian juga

dalam masalah ketata negaraan, kepegawaian ekonomi keuangan dan kemiliteran dan

lain-lain pasti akan dihadapi dan harus dapat ditanggulangi supaya tidak terjadi

gejolak yang membahayakan bangsa dan negara. Khusus sumatera Timur pada akhir

1949 itu disadari penuh oleh Mohammad Said dan pemimpin-peminpin organisasi

lain, muncul masalah yang cukup rumit dan memerlukan perhatian istimewa.

Salah satu tuntutan diantara permasalahan aktual pada waktu itu ialah

menderasnya tuntutan agar Negara Sumatera Timur dibubarkan, dilebur kedalam

Republik Indonesia. Tuntutan rakyat membubarkan Negara Sumatera Timur semakin

menderas lagi begitu Republik Indonesia Serikat berdiri tanggal 27 Desember 1949.

Sebagai insan politik Mohammad Said seusai menyelengarakan dan

mensukseskan Kongres Rakyat berkecimpung penuh di Partai Nasional Indonesia dan

juga sebagai pemimpin harian Waspada. Sewaktu menjabat sebagai ketua

(34)

ketua bagian penerangan dan propaganda aktif dalam menggiatkan penerangan

kepada massa Marhaen sampai pelosok Sumaetara Utara dan mereka menerbitkan

buletin bulanan partai bernama Banteng. Semasa kepemimpinan Mohammad Said di

PNI Mohammad Said juga memberikan sebuah contoh demokrasi yang baik dalam

perkembangan partai dengan menyelenggarakan Konfrensi Tingkat Daerah PNI yang

pertama di Sibolga.

Tantangan terbesar yang Mohammad Said hadapi ketika memimpin PNI

adalah banyaknya anggapan yang bahwa partai ini adalah partai orang Jawa sehingga

etnis lain yang ada di Sumatera Utara masih banyak yang mau bergabung. Tetapi

kecakapan Mohammad Said terbukti bahwa partai ini akhirnya bisa diterima

masyarakat pada pemilu 1955 di wilayah Sumatera Utara PNI mendapat suara

terbanyak kedua setelah Masyumi.59

Dalam Pemilihan tahun 1955 PNI Sumetera Utara memperoleh suara yang

cukup memuaskan yaitu 3 kursi yang pada waktu itu di wakili oleh M. Saleh Umar,

Dr. Lumban Tobing dan Slamet Ginting. Untuk posisi ketua DPRD Sumatera Utara

jatuh kapada ketua PNI yaitu Mohammad Said, tetapi Mohamad Said menolaknya

dan menyerahkanya kepada sekretaris PNI Adnan Nur Lubis, dikarenakan terjadinya

pertentangan di antara kalangan partai yang menginginkan calon-calon dari

daerahnya yang menjadi wakil di parlemen.

(35)

Mohammad Said menjadi kader dari PNI dari dibentuknya partai ini hingga

dimulainya pemerintahan orde baru yaitu setalah menjabat sebagi MPRS yang

direkomendasikan oleh PNI Osa Usep dan berhenti setahun kemudian dan resmi juga

berhenti menjadi kader dari PNI karena Mohammad Said tidak menyukai intervensi

militer di tubuh PNI. Setelah berhenti dari aktivitas politik Mohammad Said

menjalani hidupnya sebagai penulis sejarah hingga akhir hayatnya.

4.1.4 Mohammad Said Memimpin Kongres NST

Pada tanggal 30 Juli 1947, sepuluh hari setelah agresi militer belanda I,

sebuah rapat umum diadakan di Medan untuk menutut berdirinya daerah otonomi

Sumatera Timur dalam rapat itu hadir komandan Brigade Z (Kolonel Scholten)

residen Sumatera Timur (Mr. J. Gerristen) penasihat pemerintahan Dr. J.J. Van de

Velde.60 Dalam Rapat ini maka dibentuklah Komite Istimewa Sumatera Timur yang

menjadi cikal bakal menjadi sebuah negara federasi yang bernama Negara Sumatera

Timur.

Negara Sumatera Timur resmi didirikan oleh Van Mook dari dekrit resminya

yang menyatakan bahwa daerah istimewa Sumatera Timur diakui sebagai sebuah

negara. Pembentukan Negara Sumatera Timur bagi pihak belanda adalah sebuah

upaya untuk menguasai kembali segala sumber daya alam yang sangat melimpah

seperti perkebunan tembakau, perkebunan karet, dan tambang minyak bumi. Disisi

lain, orang-orang penduduk asli memanfaatkan Negara Sumatera Timur untuk

(36)

memulihkan posisi mereka seperti sedia kala yang pernah mereka rasakan pada

pemerintahan Kolonial Belanda. Selain motif tersebut ada juga penduduk yang

mendukung Negara Sumatera Timur karena mendapat perlakuan yang tidak baik dari

pihak Republik.

Pada proses dinamika pemerintahan Negara Sumatera Timur para

pemimpinya tidak dapat memperoleh dukungan dari masyarakat karena mereka

cenderung lebih berusaha memperdalam jurang status sosial antara bangsawan dan

penduduk. Pemimpin-pemimpin Negara Sumatera Timur selalu berusaha untuk

memulihkan kekuasaan kaum bangsawan melayu yang benar-benar tidak diinginkan

rakyat pada masa tersebut. Selain itu kemampuan politik dari pemimpin Negara

Sumatera Timur yang masih dibawah pemimpin yang pro republikan membuat

Negara Sumatera Timur kehilangan dukungan dari penduduk asli seperti Simalungun,

dan Karo yang menjadi berbalik menuntut supaya Negara Sumatera Timur

dibubarkan.61

Selain tekanan dari penduduk yang menuntut Negara Sumatera Timur

dibubarkan terdapat juga pertentanggan diantara para pemimpin Negara Sumatera

Timur yang selalu menonjolkan kelompoknya. Seperti pertentangan Kesultanan Deli

dan Asahan yang meminta keluarganya kembali berkuasa.

Setelah Agresi Militer Belanda Ke-II di Sumatera, Membuat Negara Sumatera

Timur semakin kehilangan dukungan dari penduduk, dan juga karena peristiwa ini

membuat perang baru dimulai yaitu perang gerilya yang melibatkan seluruh unsur

(37)

masyarakat, terutama masyarakat desa yang bertujuan untuk menghancurkan

kekuatan militer Belanda dan pemerintah Negara Sumatera Timur.62

Selain perang para penduduk juga melakukan tuntutan untuk membubarkan

Negara Sumatera Timur melalui demonstrasi. Demonstrasi yang dilakukan oleh

penduduk Sumatera Timur mendapat perlakuan yang tidak baik dari militer Belanda

dan pemerintah Negara Sumatera Timur sehingga membuat semakin hilangnya

wibawa pemerintah Negara Sumatera Timur.

Tuntutan pembubaran Negara Sumatera Timur terjadi diseluruh daerah yang

menjadi daerah Sumatera Timur. Aksi rakyat itu memuncak pada bulan Januari dan

Februari 1950. Yang membuat tokoh-tokoh yang berpengaruh pada waktu itu seperti

Mohammad Said, Ani Idrus, Sugondo Kartoprojo, Jahja Jacob, Udin Sjamsudin, G.B.

Jasua untuk membentuk sebuah wadah yang bernama Kongres Rakyat Se-Sumatera

Timur.

Atas kesepakatan bersama dari wakil-wakil rakyat seluruh kabupaten di

Sumatera Timur maka sebagai ketua umum terpilihlah Mohammad Said yang juga

menjabat sebagai ketua Partai Nasional Indonesia dan pemimpin harian umum

Waspada. Waspada adalah harian yang terkenal sebagi koran Republik selama perang

kemerdekaan.63

62 Ibid, hal. 169.

(38)

Pada Kongres ini Mohammad Said menyadari benar, betapa besarnya

tanggung jawab yang dipikulkan kepadanya. Sebab pada dirinyalah diberikan

kepercayaan untuk mensukseskan Kongres Rakyat Sumatera Timur yang

diprogramkan dihadiri lebih dari 1000 utusan sedangkan waktu untuk persiapan

cukup pendek. Pegurusan segala sesuatu bagi suksesnya di emban oleh Mohammad

Said, tetapi dalam urusan teknis Mohammad Said banyak dibantu oleh istrinya Ani

Idrus.

Peristiwa kongres ini merupakan peristiwa kongres rakyat terbesar di

Sumatera Timur sampai sekarang sudah berganti menjadi Sumatera Utara. Karena itu

panitia pusat kongres rakyat bekerja ekstra keras siang dan malam tanpa mengenal

lelah. Baik dalam menentukan aturan tentang pemilihan para utusan ke kongres dari

daerah-daerah yang pada waktu itu setiap 2500 orang diwakili oleh satu orang utusan,

menyusun tata tertib sidang, akomodasi peserta kongres, mengundang tamu-tamu dari

pusat, seperti pemerintah pusat. DPRS, RIS, Korps Diplomatik, Pembesar-Pembesar

RIS dan Negara Sumatera Timur. Panitia cukup kewalahan dalam mempersiapkan

kongres ini karena kongres dilakukan di Medan yang merupakan ibu kota dari Negara

Sumatera Timur.

Sebagai ketua panitia kongres rakyat yang pelaksanaanya cukup dekat maka

Mohammad Said mengerahkan segala kemampuanya sekaligus juga mengerahkan

kemampuan istrinya dalam memperoleh dana. Istrinya Ani Idrus sangatlah lihai dan

(39)

Said yang memiliki pengaruh yang cukup besar pada waktu itu benar-benar

bermanfaat untuk mengundang para peserta kongres, baik dari pihak Republikan dan

juga pihak Negara Sumatera Timur. Kongres rakyat Sumatera Timur berlangsung di

Medan dari tanggal 27 sampai 30 april 1950, dihadiri 417 utusan dan puluhan orang

peninjau.

Jauh sebelum kongres rakyat berlangsung di daerah telah terjadi pemilihan

utusan yang akan dikirm dalalam kongres tersebut, pemilihan kongres tersebut cukup

demokratis dan dilaksanakan pada umumnya di depan kantor camat. Pemilihan ini

cukup menarik perhatian rakyat, ribuan orang berbondong-bondong datang ke kota

untuk melakukan pemilihan, mereka banyak yang datang berjalan kaki puluhan

kilometer membawa bekal sendiri, menginap di tanah lapang dan kantor

pemerintahan seperti yang terjadi ditanah Karo.64

Kongres ini berlangsung di bangsal Medan-kongres65 yang memilki banyak

fungsi pada saat kongres karena selain tempat berlangsungya kongres tempat ini juga

dijadikan pemondokan bagi para peserta kongres. Di luar bangsal ini , terdapat

bangsal kecil yang digunakan sebagai press room bagi wartawan yang ingin

mengirim beritanya dan disamping bangsal ini diadakan kantor pos pembantu, bagi

wartawan yang ingin mengirim surat. Pada dingding gedung Medan kongres tersebut

terdapat slogan-slogan yang intinya adalah “suara rakyatlah penentunya”. Bangsal ini

64 Triandah Bangun, Op-Cit. hal. 168.

(40)

dihiasi dengan warna merah putih, dibelakang meja pimpinan terpampang gambar

presiden Soekarno yang besar, dihiasi bendera merah putih.

Kongres ini dihadiri oleh peninjau-peninjau resmi yang datang pada saat

kongres seperti Mr. Tambunan, Wangsa Wijdajda, Roeslan Abdul Gani, Suska,

Purbujo Kolopaking, Suparto, M. Natsir, M. Junan Nasution, Zainal Abidin,

Wondoamisemo, dan Sumarto. Pada malam resepsi hadirlah Gubernur militer dan

teritorium Sumatera, Kolonel Simbolon beserta opsir-opsirnya dan juga tampak hadir

opsir-opsir Belanda beserta opsir-opsir NICA. Selain para kalangan militer tampak

hadir juga orang-orang terkemuka dari berbagai kalangan seperti kalangan pedangang

dan juga perkebunan. Dari pihak Negara Sumatera Timur yang hadir dalam kongres

ini yaitu Mr. Abbas, Jaksa Agung Sumatera Timur Dt. Hafiz Haberman, kepala

wilayah Deli dan Serdang merangkap wakil walikota Medan, R.M. Sarsidi, Kepala

Departemen Lalu Lintas, F.H. Rotty.

Dalam pembukaan kongres ini terlihat sikap Mohammad Said yang

mengkritik pemerintah Republik Indonesia Serikat yaitu :

“bahwa persoalan utama pada masa itu adalah bukan pada paham federalis dan unitaris, tetapi sisa-sisa kolonialis yang masih bertahan di tengah-tengah masyarakat Sumatera Timur. Kongres yang berlangsung selama tiga hari ini dan dihadiri oleh kira-kira 3.000 orang telah menghasilkan resolusi mendukung penggabungan Sumatera Timur kedalam Republik

Indonesia dan menghapuskan NST...”66

(41)

Resolusi dan pidato ini secara panjang lebar adalah sebuah kritik kepada

pemerintahan Republik Indonesia Serikat yang sangat lamban untuk melaksanakan

mosi Yamin dan yunan yang disampaikan dalam rapat Republik Indonesia Serikat.

Demikianlah kongres ini berlangsung selam tiga hari dan mengalami

perdebatan-perdabatan yang mengkerucutkan bahwa kongres memutuskan bahwa Negara

Sumatara Timur kembali kepangkuan NKRI. Sebagai insan politik Mohammad Said

seusai menyelengarakan dan mensukseskan Kongres Rakyat berkecimpung penuh di

Partai Nasional Indonesia dan juga sebagai pemimpin harian Waspada.

4.2 Mohammad Said Sebagai Sejarawan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia sejarawan adalah orang yang ahli

serta mengkususkan untuk meneliti dan menulis sejarah.67Sejarawan dapat

digolongkan menjadi dua jenis yaitu sejarawan akademisi dan sejarawan atodidak.

Sejarawan akademisi artinya yaitu orang yang ahli dalam meneliti dan menuliskan

sejarah dengan menempuh studi khusus dibidang sejarah dan sejarawan autodidak

adalah orang yang ahli menuliskan dan meneliti sejarah dengan belajar sendiri.

Perkembangan sejarawan di Indonesia dimulai dari jaman penjajahan Belanda

telah banyak orang-orang yang meneliti sejarah baik secara atodidak maupun dengan

cara menempuh dunia pendidikan tinggi. Pada masa kemerdekaan sejarawan atodidak

di Indonesia banyak sekali yang berkembang tidak terkecuali di Sumatera Timur yang

67 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, 2012.

(42)

juga banyak menghasilkan sejarawan atodidak dan salah satunya adalah Mohammad

Said.

Mohammad Said banyak menuliskan karya-karya sejarah tanpa pernah

mengikuti pendidikan khusus bidang sejarah seperti kuliah di perguruan tinggi.

Secara kuantitas karya yang dihasilkan oleh Mohammad Said tidak kalah dengan

yang dihasilkan oleh lulusan perguruan tinggi. Tetapi dari segi kualitas karya dari

Mohammad Said masih perlu untuk di kaji ulang lagi, baik dari segi metode

penelitian maupun dari tata cara penulisanya. Dari isi dan ide penulisan yang terdapat

pada buku-buku Mohammad Said tidaklah salah hanya perlu di perbaiki di sisi

pemilihan kata-kata dan juga dari segi penentuan sumber-sumber primer dalam

penelitian tersebut. Salah satu kekurangan dari tulisan-tulisan Mohammad Said yang

dapat kita lihat adalah seringnya Mohammad Said terpengaruh tentang mitos-mitos

yang jelas-jelas bukan sejarah

Kemampuan Mohammad Said untuk berbahasa asing seperti bahasa Inggris

dan bahasa Belanda serta di tunjang dengan kemapuan menulis telah menciptakan

Mohammad Said menjadi seorang penulis sejarah yang sangat produktif.

Kemampuan bahasa Inggris dan Belandanya dia pergunakan untuk mempelajari

literatur-literatur tentang sejarah bangsa ini yang pada umumnya menggunakan

bahasa Belanda dan bahasa Inggris seperti karyanya yang berjudul Aceh Sepanjang

Abad yang banyak menggunakan sumber-sumber yang berbahasa Belanda dan bahasa

(43)

Mohammad Said adalah seorang sejarawan yang memiliki sifat cendikiawan,

kecendikiawanya dalam menulis sejarah terlihat dari karya-karya Mohammad Said

banyak yang menyinggung tentang denyut kehidupan sosial, politik dan budaya

masyarakat sekitar. Kemampuan Mohammad Said menulis karya sejarah yang

menyetuh nadi kehidupan masyarakat menjadikan karyanya sering dijadikan sumber

penelitian dari berbagai disiplin ilmu. Salah satu karya Mohammad Said yang

terkenal dengan nadi kehidupan masyarakat yaitu karya yang berjudul Koeli Kontrak

Tempo Doleloe.

Uraian-urain yang disuguhkan oleh Mohammad Said dalam karya-karyanya

memberikan gambaran tentang babakan sejarah yang terjadi. Seperti dalam karyanya

yang berjudul Aceh Sepanjang Abad yang menggambarkan babakan sejarah di Aceh

walaupun dalam karyanya terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki seperti metode

penelitian yang digunakan.

Dewasa ini banyak orang menuliskan sejarah di media massa dan

menjadikanya sebagai bahan utama. Salah satu media yang menjadikan sejarah

sebagai bahan utama adalah majalah historia. Hal seperti ini juga sudah dilakukan

oleh Mohammad Said semasa hidupnya. Mohammad Said banyak menulis sejarah

tentang masa kolonial Belanda ketika memimpin harian Waspada. Tulisan sejarah

Mohammad Said mencapai ratusan di surat kabar. Banyak karyanya yang diterbitkan

secara bersambung dan sering digunakan sebagai bahan diskusi di kalangan akademik

(44)

Selain menghasilkan karya dalam bentuk buku, Mohammad Said juga

seringkali meghasilkan tulisan berupa makalah-makalah sejarah. Makalah-makalah

tersebut tidak jarang di seminarkan diberbagai daerah dan dihadiri dari berbagai

kalangan, seperti seminar masuknya agama islam ke Indonesia yang diselenggarakan

di dua kota besar yaitu Aceh dan Medan. Selain seminar tentag islam Mohammad

Said juga pernah menjadi pembicara kunci dalam seminar sejarah pers tiga jaman di

Jakarta dan seminar Tuanku Tambusi di Medan.

Mohammad Said bukanlah penulis yang bagaikan pohon pisang, yang hanya

berbuah satu kali. Pada usia Mohammad Said sudah semakin senja, dengan beragam

kendala yang harus dia lalui Mohammad Said tetap bisa membuktikan jati dirinya

sebagai seorang penulis yang akan terus berkarya. Beliau membuktikan bahwa sakit

dan penyakit bukanlah penghalang untuk berkarya. Meskipun Mohammad Said harus

berada di atas kursi roda akibat penyakit yang dideritanya sejak berhenti dari

Waspada, tidak berarti kegiatannya menyusut.

Tidak hanya dalam mengikuti perkembangan dunia dan menuangkan hasil

renungan dalam tulisan Mohammad Said masih melakukan penelitian dan aktif

didalam pengembangan ilmu tulis menulis kepada warga dilingkungan tempat tinggal

Mohammad Said. Gaya bicaranya yang selalu meledak-ledak sebagai ciri khas orang

(45)

Semasa hidupnya yang sudah mengidap berbagai penyakit Mohammad Said

bersama istrinya sering kali berkunjung keperpustakaan dan bercerita dengan orang

yang ada di perpustakaan mengenai pers dan sejarah yang dia ketahui. Mohammad

Sering menolak istirahat dikala istrinya Usmariati memintanya ber istirahat dengan

ucapan“… masak hanya karena sakit macam ini lantas tidur melulu. Harus tidur dengan siapa?”. 68

Mohammad Said tidak pernah membatasi kegiatan dan aktivitasnya. Bedanya,

kalau dulu orang akan selalu melihat lelaki bertubuh tambun dengan kacamata tebal

tersebut hadir sendirian. Dimasa tuanya Mohammad Said tidak seperti itu lagi.

Penampilannya sama, namun ada orang yang membantunya untuk mendorong kursi

roda, menaik turunkan ke kendaraan, dan membantu keperluannya. “… maunya saya,

ya, masih macem dulu, bisa keluyuran ke mana-mana sendirian “. Tetapi, kan tidak

semua tempat umum di medan ini yang bisa diakses dengan bebas oleh orang seperti saya?” katanya kepada Shobiran Siregar ketika bercerita dengan Mohammad Said.69

Sebagai sejarawan, Mohammad Said menerima berbagai penghargaan yaitu

dari Pemerintah Daerah Istimewa Aceh yang pada waktu itu dijabat oleh Gubernur

Ali Hasjmy berupa Sarakata Pancacita dan Medali Pancacita dan penghargaan dari

Majelis Ulama Indonesia berupa Sarakata Ulama dan Medali Ulama untuk peran

Referensi

Dokumen terkait

Kreator membuat karya dokumenter dengan menampilkan informasi tentang sejarah Budaya yang berasal dari Desa Beji, Gunung Kidul, Yogyakarta. Khususnya tentang kebiasaan warga Desa Beji yang melakukan ritual setiap tahun untuk memperingati jasa leluhur. Namun masih sedikit yang mengkaji sejarah dan budaya di Desa Beji. Pada zaman dahulu hiduplah seorang anak bernama Nggoloco dengan ibunya bernama Roro Pejabat di sebuah desa. Ia melarikan diri dari kerjaan Majapahit. Anak ini dulu tinggal di Ngenoman yang biasa disebut Hutan Adat Wonosadi. Setiap menerima kiriman ibunya, ia selalu mengirim makanan ke Ngenoman karena anak ini tidak tinggal serumah dengan ibunya. Lama-kelamaan Ngolocoo tersesat