• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.3 Kejelasan Sasaran Anggaran

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah sebagai rencana kerja pemerintah daerah merupakan desain teknis pelaksanaan strategi untuk mencapai tujuan daerah. Jika kualitas anggaran Pemerintah daerah rendah, maka kualitas fungsi-fungsi pemerintah cendrung lemah. Anggran daerah seharusnya tidak hanya berisi mengenai informasi pendapatan dan penggunaan dana (belanja), tetapi harus menyajikan informasi mengenai kondisi kinerja yang ingin dicapai. Anggaran Pemerintah daerah harus bisa menjadi tolak ukur pencapaian kinerja yang diharapkan, sehingga perencanaan anggaran pemerintah daerah harus bisa menggambarkan sasaran kinerja secara jelas.

Menurut Kenis (1979), kejelasan sasaran anggaran merupakan sejauhmana tujuan anggaran ditetapkan secara jelas dan spesifik dengan tujuan agar anggaran tersebut dapat dimengerti oleh orang yang bertanggung jawab atas pencapaian sasaran anggaran tersebut. Oleh sebab itu sasaran anggaran pemerintah daerah harus dinyatakan secara jelas, spesifik dan dapat dimengerti oleh mereka yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Locke (1968) dalam Kenis (1979) menyatakan bahwa

penetapan tujuan spesifik akan lebih produktif. Hal ini akan mendorong karyawan/ Staf untuk melakukan yang terbaik bagi pencapaian tujuan yang dikehendaki sehingga berimplikasi pada peningkatan kinerja. Beberapa penelitian seperti Lathan dan Yuki (1975), Streers (1976), Ivancevich (1976) dalam kenis (1979), Darma (2004) menunjukkan adanya pengaruh positif antara kejelasan sasaran anggaran dan sasaran anggaran yang spesifik dengan kinerja manajerial.

Locke (1968) dalam Kenis (1979) menyatakan kejelasan sasaran anggaran disengaja untuk mengatur perilaku pegawai. Ketidak jelasan sasaran anggaran akan menyebabkan pelaksanaan anggaran menjadi bingung, dan tidak puas dalam bekerja. Hal ini menyebabkan pelaksana anggaran tidak termotivasi untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Kenis (1979) menemukan bahwa pelaksana anggaran memberikan realisasi positif dan secara relatif sangat kuat untuk meningkatkan kejelasan sasaran anggaran. Reaksi tersebut adalah peningkatan kepuasan kerja, penurunan ketegangan kerja, peningkatan sikap pegawai terhadap anggaran, kinerja anggaran dan efisiensi biaya pada pelaksana anggaran secara signifikan jika sasaran anggaran dinyatakan secara jelas. Kenis juga menyatakan bahwa anggaran tidak hanya sebagai alat perencanaan dan pengendalian biaya dan pendapatan dalam pusat pertanggungjawaban dalam suatu organisasi, sisi lain anggaran juga merupakan alat bagi manajerial SKPD untuk mengkoordinasikan, mengkomunikasikan, mengevaluasi kinerja dan memotivasi bawahannya. Jones dan Pendelbury (1996) mengatakan anggaran seharusnya bisa memotivasi secara optimal terhadap pegawai,

begitu juga Mardiasmo (2002) mengatakan anggaran merupakan alat motivasi bagi pegawai.

Riyanto (2003) menyatakan hubungan karakteristik anggaran, dalam hal ini kejelasan sasaran anggaran, dengan kinerja dipengaruhi oleh faktor-faktor individual yang bersifat psychological atribute. Efektif atau tidaknya kejelasan sasaran anggaran sangat ditentukan oleh psycological atribute, sehingga faktor-faktor individual tersebut sangat dipengaruhi oleh kejelasan sasaran anggaran dalam menilai kinerja manajerial SKPD.

Kejelasan sasaran anggaran akan membantu pegawai untuk mencapai kinerja yang diharapkan, dimana dengan mengetahui sasaran anggaran tingkat kinerja dapat tercapai. Pencapaian kinerja ini akan terkait dengan motivasi, dimana hal ini disebabkan dengan motivasi yang tinggi akan membantu pegawai untuk mencapai kinerja yang diharapkan. Dengan kata lain, kinerja menejerial akan dipengaruhi oleh kejelasan sasaran anggaran.

2.1.4 Struktur Desentralisasi

Diperkirakan tidak satupun akademisi maupun praktisi di bidang bisnis termasuk akuntasi yang menolak pernyataan bahwa tingkat atau intensitas partisipasi anggaran dan derajat struktur organisasi yang terdesentralisasi akan meningkatkan atau menurunkan kinerja orang yang terlibat dalam partisipasi dan struktur tersebut. Yang menjadi perhatian dan menimbulkan perbedaan pandangan adalah adanya faktor-faktor lain yang merupakan faktor moderating ataupun intervening yang diidentifikasi dan diteliti dalam penelitian sektor publik (Pemerintah Daerah) di

Indonesia yaitu hubungan antara partisipasi anggaran dan Struktur organisasi yang terdesentralisasi dengan kinerja menejerial.

Struktur organisasi desentralisasi secara umum ditujukan dengan pengambilan keputusan yang terjadi dalam organisasi. Dalam struktur sentralisasi yang tinggi, sebagian keputusan diambil pada tingkat hirarki organisasi yang tertinggi, dan apabila sebagian otorisasi didelegasikan pada level yang rendah dalam organisasi, maka organisasi tersebut lebih desentralisasi.

Adapun definisi desentralisasi menurut Simon (1989) yaitu suatu organisasi administratif adalah sentralisasi yang luas apabila keputusan yang dibuat pada level organisasi yang tinggi, desentralisasi yang luas apabila keputusan didelegasikan dari top menejemen kepada level yang rendah dari wewenang eksekutif. Dengan demikian desentraslisai akan membuat tanggung jawab yang lebih besar kepada manajerial SKPD dalam melaksanakan tugasnya, serta memberikan kebebasan dalam bertindak. Dengan desentralisasi akan meningkatkan independensi manajerial SKPD dalam berfikir dan bertindak dalam satu tim tanpa mengorbankan kebutuhan organisasi. Desentralisasi membutuhkan keseimbangan manajerial SKPD yang independen dengan timnya dan komitmennya pada organisasi.

Siegel dan Marconi (1989)mengemukakan beberapa alasan suatu organisasi membentuk struktur desentralisasi yaitu :

1.Akan memberikan Top menejemen waktu yang lebih banyak pada keputusan stratejik jangka panjang dari keputusan operasi

2.Dapat membuat organisasi memberikan respon yang lebih cepat dan efektif pada suatu masalah

3.Sistem ini tidak memungkinkan untuk mendapatkan seluruh kebutuhan yang optimal

4.Akan menghasilkan dasar Training yang baik untuk calon Top manajer dimasa yang akan datang

5.Memenuhi kebutuhan otonomi dan kemudian menjadi alat motivasi yang kuat bagi Manajerial SKPD

Desentralisasi akan menunjukkan tingkat otonomi yang didelegasikan pada manajerial SKPD sehingga manajerial SKPD mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap perencanaan dan pengendalian aktivitas operasi serta membutuhkan informasi yang lebih banyak. Jadi organisasi yang strukturnya lebih terdesentralisasi seperti pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, para manajerial SKPD mempunyai otonomi yang lebih besar dalam proses pengambilan atau penetapan keputusan.

Otonomi pengambilan keputusan ini antara lain meliputi tanggung jawab pimpinan kepala dinas atau badan secara keseluruhan terhadap unit kerja yang dipimpinnya. Sebelum diberlakukan otonomi daerah tanggungjawab fisik dan keuangan diemban oleh pimpinan proyek dan bendahara proyek, maka sejak otonomi daerah Kepala Dinas atau Badanlah yang bertanggung jawab secara langsung terhadap proyek-proyek tersebut. Dengan otonomi yang semakin tinggi ini, dapat diprediksikan bahwa Kepala Badan dan Kepala Dinas akan lebih bertanggung jawab, selanjutnya kinerja manajerial juga menjadi semakin meningkat. Dengan kata lain,

semakin struktur terdesentraslisasi organisasi di pemerintahan daerah, maka semakin tinggi pula kinerja kepala SKPD dalam menjalankan penelolaan keuangan daerah.

2.1.5 Pengawasan Intern

Pengawasan merupakan tahap integral dengan keseluruhan tahap pada penyusunan dan pelaporan APBD. Pengawasan diperlukan pada setiap tahap bukan hanya pada tahap evaluasi saja (Mardiasmo, 2001) Pengawasan yang dilakukan oleh pelaksanaan APBD dan Pertanggung jawaban APBD. Dengan adanya pengawasan di setiap tahapan pengelolaan keuangan daerah, maka diharapkan proses pengelolaan keuangan daerah terutama dalam proses penyusunan anggaran akan memperbesar pengaruhnya terhadap kinerja manajerial SKPD. Alamsyah (1997) menyebutkan bahwa tujuan adanya pengawasan APBD adalah untuk : (1) menjaga agar anggaran yang disusun benar-benar dijalankan, (2) menjaga agar pelaksanaan APBD sesuai dengan anggaran yang telah digariskan, dan (3) menjaga agar hasil pelaksanaan APBD benar-benar dapat dipertanggung jawabkan.

Pengawasan atas penyelenggaraan Pemerintahan Daerah adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintah Daerah berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan rencana dan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah meliputi: a) administrasi umum pemerintahan; b) urusan pemerintahan. penjagaan administrasi umum pemerintahan dilakukan terhadap: a) kebijakan daerah; b) kelembagaan; c) pegawai daerah; d) keuangan daerah ; dan e) barang daerah. Pengawasan urusan

pemerintahan dilakukan terhadap: a) urusan wajib; b) urusan pilihan; c) dana dekosentrasi; d) tugas pembantuan; dan e) kebijakan pinjaman hibah luar negeri.

Sebelum melakukan pengawasan yang dilaksanakan oleh Inspektorat Kabupaten disusun rencana pengawasan tahunan dalam bentuk Program Kerja Pengawasan Tahunan (PKPT) dengan berpedoman pada kebijakan pengawasan dengan berdasarkan atas prinsip keserasian, keterpaduan, menghindari pemeriksaan berulang-ulang serta memperlihatkan efisiensi dan efektivitas dalam penggunaan sumber daya pengawasan dengan berpedoman pada kebijakan pengawasan. PKPT meliputi: a) ruang lingkup; b) sasaran pemeriksaan; c) skpd yang diperiksa; d) jadwal pelaksanaan pemeriksaan; e) jumlah tenaga; f) anggaran pemeriksaan; dan g) laporan hasil pemeriksaan yang diterbitkan.

Selain PKPT sebagai pedoman bagi pejabat pengawas pemerintah dalam melaksanakan pengawasan penyelenggaraan pemerintah daerah, pejabat pengawas pemerintah juga berkoordinasi dengan Inspektur Provinsi dan Inspektur Kabupaten/ Kota. Sebagai bentuk konkrit pelaksanaan pengawasan oleh Pejabat Pengawas Pemerintah yaitu melakukan kegiatan pemeriksaan, monitoring dan evaluasi. Kegiatan pemeriksaan meliputi :

a.Pemeriksaan secara berkala dan komprehensif terhadap kelembagaan, pegawai daerah, keuangan daerah, barang daerah, urusan pemerintahan;

b.Pemeriksaan dana dekonsentrasi; c.Pemeriksaan tugas pembantuan; dan

Kegiatan monitoring dan evaluasi dilakukan terhadap administrasi umum pemerintahan dan urusan pemerintah. Pejabat Pengawas Pemerintah dalam melakukan kegiatan monitoring dan evaluasi berdasarkan petunjuk teknis. Selain pemeriksaan yang disebut sebelumnya, Pejabat Pengawas Pemerintah dapat melakukan pemeriksaan tertentu dan pemeriksaan terhadap laporan mengenai adanya indikasi terjadinya penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme. Hasil Pemeriksaan Pejabat Pengawas Pemerintah dituangkan dalam bentuk Laporan hasil Pemeriksaan. Sedangkan monitoring dan evaluasi Pejabat Pengawas Pemerintah dituang dalam bentuk laporan hasil monitoring dan evaluasi. Laporan Hasil Pemeriksaan Pejabat Pengawas Pemerintah Inspektorat Jenderal disampaikan kepada Menteri dan Gubernur dengan tembusan BPK. Laporan hasil pemeriksaan Pejabat Pengawas Pemerintah Provinsi disampaikan kepada Gubernur dengan tembusan kepada Menteri dan BPK Perwakilan. Sedangkan Laporan hasil pemeriksaan Pejabat Pengawas Pemerintah Inspektorat Kabupaten/Kota disampaikan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan kepada Gubernur dan BPK Perwakilan.

Dokumen terkait