• Tidak ada hasil yang ditemukan

6 PERTARUNGAN KUASA DAN LEGITIMASI KLAIM ATAS SUMBERDAYA HUTAN

6.1 Bentuk-Bentuk Pertarungan Kuasa dan Legitimasi Klaim atas Sumberdaya Hutan

6.1.2 Kekerasan sebagai Bentuk Pertarungan Fisik

Impilkasi hubungan aktor yang cukup rumit dalam penguasaan hutan di kawasan hutan restorasi bermuara pada konflik terbuka antara masyarakat dan perusahaan yang diwarnai ancaman dan kekerasaan. Sebagaimana kerangka Sikor dan Lund (2011) kekerasan merupakan bagian integral yang mendasari upaya melegitimasi klaim dalam perebutan di sekitar properti.

Saat pertama kali perusahaan restorasi masuk baik di wilayah terutama di Durian Dangkal maupun Camp Gunung sudah terdapat banyak masyarakat yang menetap dan melakukan aktivitas pelandangan. Oleh karena itu, bagi masyarakat kehadiran perusahaan restorasi merupakan sebuah ancaman bagi keberlangsungan hidup mereka yang semula dianggap akan lebih membaik atas lahan yang didapatkan setelah turut serta dalam program pembukaan lahan. Rata-rata masyarakat yang ikut serta dalam program pembukaan lahan dan menetap di wilayah tersebut merupakan masyarakat yang bertujuan untuk memperbaiki kehidupan ekonomi keluarga di sektor pertanian saat sektor lain tidak menyediakan tempat lagi bagi mereka. Dalam hal ini, perlawanan masyarakat terhadap perusahaan restorasi menjadi niscaya karena masuk ke dalam ruang nafas kehidupan masyarakat.

“...Pertama kali kami senang masuk hutan ini karena ada yang mengkoordinir, ada yang menerima uang sumbangan dari kami untuk program pembangunan desa. Katanya tanah ini tidak bermasalah sama sekali dan bisa diturunkan kepada anak-cucu, bisa disertifikat. Itu bilang seperti itu dulu saat kami belum masuk sini. Dulunya koordinator belum menetap di sini. Nge-camp di Unit 22 rumahnya mewah. Setelah ketemu di sana kemudian survey lapangan dan senang bisa masuk ke sini. Senang karena kehidupan yang di Jawa sudah dimasukan ke sini. Terpaksa ujung-ujungnya kami harus melawan dengan sekuat tenaga. Ibaratnya setelah kami mau dimasukan ke jurang. Walaupun tidak pernah berpendidikan kami tetap melawan. (KHR, Migran Trans Sosial Durian Dangkal)

Pertama kali perusahaan restorasi masuk ke wilayah Durian Dangkal dengan melakukan patroli dan memperkenalkan diri sebagai tim konservasi yang akan mengkonservasi hutan sehingga masyarakat harus keluar dari wilayah tersebut. Banyak masyarakat yang ketakutan karena ditakut-takuti oleh patroli perusahaan restorasi dengan senapan dan tembakan. Namun, banyak juga masyarakat yang bertahan dan kemudian mencari cara bagaimana agar bisa lepas dari intimidasi perusahaan restorasi hingga akhirnya bertemu dengan LSM yang konsen pada persoalan keadilan agraria.

Berbeda dengan apa yang dialami oleh masyarakat SAD Simpang Macan. Kehidupan SAD Simpang Macan menjadi semakin terdesak dengan hadirnya perusahaan restorasi yang membatasi ruang jelajah hidup SAD yang melakukan pertanian dengan sistem ladang berpindah dan perburuan terhadap hasil-hasil hutan.

“....Dusun Kunangan Jaya 1 sudah beberapa tahun terpuruk, 6 tahun

kelaparan karena petaninya ketutup oleh restorasi. Kayu tidak boleh ditumbang. Sebelum masuk PT makan tidak susah, tiap tahun tanam padi, cabe, buah, gula tidak perlu beli. Sekarang ini, seperti orang kaya, cabe

beli, pucuk ubi juga harus beli. Apa tidak pening kepala?”

“....Kami kelaparan karena tidak lagi bertani. Pada zaman PT Log dulu tidak dilarang buka hutan. Sisa PT Log yang digundulnya di garap oleh masyarakat. Makan dari tahun ke tahun kehidupan diperoleh dari

Mengingat keterdesakan hidup yang semakin berat dirasakan SAD Simpang Macan Luar, akhirnya mereka pun melakukan perlawanan terhadap perusahaan restorasi dengan menuntut hak atas lahan yang telah dikuasi untuk dikeluarkan dari perusahaana. Perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat Simpang Macan Luar menimbulkan reakasi perusahaan dengan meracuni tanaman milik SAD Simpang Macan tersebut. Meskipun mendapatkan pembinaan dari perusahaan restorasi, masyarakat tetap berupaya melakukan perlawanan mengingat program pembinaan yang diberikan oleh perusahaan restorasi tidak memberikan jaminan keberlangsungan hidup yang memadai.

Tindakan kekerasan yang lebih parah lagi dari perusahaan restorasi dialami oleh masyarakat di wilayah Camp Gunung. Pertama kali RE melakukan tindakan kekerasan dengan melakukan penangkapan terhadap warga yang dianggap sebagai perambah oleh perusahaan. Selain melakukan penangkapan warga, perusahaan juga menggeledah pondok-pondok masyarakat dan menyiramkan obat-obat tanaman yang terdapat dipondok tesebut ke tanaman- tanaman karet masyarakat hingga tanaman menjadi rusak dan teracuni. Padahal tanaman tersebut merupakan tanaman yang sudah bertahun-tahun dinantikan hasilnya oleh masyarakat. Sama halnya dengan yang terjadi di wilayah Durian Dangkal, operasi kekerasan yang dilakukan oleh perusahaan restorasi menyebabkan masyarakat kabur ketakutan dengan membawa perasaan shock yang mendalam.

Akibat tindakan kekerasan yang dilakukan perusahaan, masyarakat pun melakukan penolakan yang sangat keras terhadap perusahaan. Upaya kemitraan yang ditawarkan perusahaan sebagai alternatif penyelesaian sengketa mendapat penolakan yang juga sangat keras. Masyarakat Kunangan Jaya 1 dan Kunangan Jaya 2 menempuh sejumlah upaya untuk bisa keluar dari konsesi perusahaan, atau paling tidak tidak diganggu oleh perusahaan dan memiliki kedaulatan penuh untuk mengelola lahan yang dikuasinya.

Masyarakat Kuangan Jaya 1 melakukan sejumlah cara diantaranya melakukan aksi demonstrasi kepada pemerintah daerah untuk mendapatkan pengakuan dan dikeluarkan dari perusahaan, mengirim surat kepada donor perusahaan dengan menjelaskan tindakan kekerasan yang dilakukan yang perusahaan terhadap masyarakat. Pada akhirnya, dengan didampingi LSM masyarakat memilih jalur mediasi dengan perusahaan yang dimediatori oleh LSM untuk mendapatkan win-win solution. Hingga penelitian ini dilakukan, belum ada konsesus yang disepakati kedua belah pihak untuk penyelesaian konflik dengan status lahan masih dalam kendali masyarakat Kunangan Jaya 1.

Berbeda dengan upaya yang ditempuh masyarakat Kunangan Jaya 1, Masyarakat Kunangan Jaya 2 melakukan upaya aksi simbolik jalan kaki dari Jambi ke Jakarta dan melakukan upaya penuntutan dikeluarkannya SK HTR oleh Mentri Kehutanan pada lahan di kawasan restorasi ekosistem yang sudah dikuasai masyarakat Kunangan Jaya 2. Status konflik saat ini, menunggu turunnya SK HTR dan selama menunggu SK HTR tersebut turun penguasaan lahan konflik masih berada pada masyarakat Kunangan Jaya 2.