• Tidak ada hasil yang ditemukan

III PERBANDINGAN MODEL-MODEL BINOMIAL 3.1 Model Kontinu dan Model Diskret Perkembangan Harga Saham

3.2 Uji Kekonvergenan Model Binomial

' 0 ( ) ln( / ) ln , , a= ( ) ln ln n n n n n n n n n n n n r d u K S n d p p p u d r u d

dan (.) menyatakan fungsi distribusi binomial.

Formula (3.7), (3.8), dan (3.9) merupakan suatu pendekatan terhadap formula Black-Scholes pada (3.3). Pendekatan ini diperoleh dengan diskretisasi waktu terhadap perkembangan harga saham pada (3.1). sehingga secara implisit menggambarkan perkembangan harga opsi melalui argumentasi replikasi backward.

3.2 Uji Kekonvergenan Model Binomial

Semua pendekatan lattice disusun sedemikian sehingga Sn n, konvergen ke

T

S . Selanjutnya ditentukan rata-rata serta varian dari lnSn n, , yaitu ˆ n , ˆ n2 dan rata-rata serta varian dari lnST adalah t, 2t. Menurut Leisen dan Reimer (1996), dengan teorema limit pusat dan syarat batas Liapunov telah memberikan jaminan terhadap kekonvergenan masalah berikut.

ˆ n n n

(3.10) 2 2 ˆ n n n

(3.11) 3 , 1 3 ˆ (ln ) 0 ˆ ( ) n n n k k E R n

(3.12)

Ketiga model (CRR, JR dan Tian) konvergen lemah pada akhir periodenya. Tetapi dalam penelitian ini hanya akan memfokuskan pada perilaku dan kecepatan kekonvergenannya.

Gambar 3.1, 3.2, dan 3.3 memperlihatkan suatu pola tertentu dari perubahan harga opsi yang diperoleh dari beberapa refinement tree yang berbeda. Garis lurus horizontal menunjukkan solusi Black-Scholes. Untuk penghitungan dengan metode binomial, hasil dari setiap refinement dihubungkan dengan garis yang menggambarkan perubahan hasil. Dari ketiga model di atas ditemukan suatu pola khusus yaitu perkembangan harga opsi berosilasi dan bergelombang. Lebih jauh digambarkan bahwa interval dengan pengurangan error diikuti oleh interval dengan peningkatan error kembali. Pada suatu refinement n tertentu dari harga opsi selalu 25

berada di atas solusi Black-Scholes tetapi untuk n yang cukup besar, solusi dengan metode binomial akan konvergen ke solusi Black-Scholes.

Gambar 3.1, 3.2, dan 3.3 adalah grafik yang menunjukkan pola kekonvergenan dari model CRR, JR dan Tian untuk suatu pilihan parameter:

100, 110,

S K

1, 0.05, 0.3, 10,...,100

T r n .

Gambar 3.1 Grafik pola kekonvergenan model CRR

Gambar 3.2 Grafik pola kekonvergenan model JR

Gambar 3.3 Grafik pola kekonvergenan model Tian

Barisan dari (un n) dan (dn n) akan konvergen ke satu dengan bertambahnya

refinement n, demikian pula untuk perubahan Sn n, akan mendekati saham awalnya.

Posisi harga akhir opsi senantiasa bersilangan dengan jarak yang semakin kecil. Sebagai hasilnya, penghitungan harga opsi berosilasi dan bergelombang konvergen ke solusi Black-Scholes.

Pola kekonvergenan yang ada pada semua model binomial dengan pilihan parameter acak dapat ditunjukkan dengan nilai distribusi error. Nilai itu diperoleh dengan cara membandingkan antara solusi formula Black-Scholes dengan solusi dari perluasan barisan Rn (Rn i i, ) 1,...,n untuk setiap model binomialnya.

Untuk melihat kecepatan kekonvergenan, maka diambil satu barisan lattice tertentu, di mana harga yang diperoleh dari model diskret dan model kontinu tidak sama, maka akan terdapat error en c(0,S0) cn(0,S0) . Dengan teorema limit pusat

diperoleh limn en 0, yang berarti bahwa harga yang dihitung oleh barisan

lattice konvergen ke solusi Black-Scholes.

Gambar 3.4, 3.5 dan 3.6 adalah grafik yang menunjukkan error dari setiap nilai perbaikan n beserta batas error yang digambarkan dengan garis lurus pada model CRR, JR dan Tian. Sumbu-x dan sumbu-y digambarkan dengan skala log. Contoh untuk suatu pilihan parameter berikut:

100, 110, 1, 0.05, 0.3, 10,...,100

S K T r n

Gambar 3.4 Grafik error dan batas error untuk model CRR

Gambar 3.5 Grafik error dan batas error untuk model JR

Gambar 3.6 Grafik error dan batas error untuk model Tian

Dalam kaitan dengan pola gelombang pada perilaku kekonvergenan, maka akan dideskripsikan suatu pendekatan kecepatan secara formal, yang menggunakan batas atas untuk error en. Untuk ini digunakan konsep matematika “derajat kekonvergenan”. Untuk menjelaskan masalah tersebut diperlukan pendefinisian berikut.

Definisi 3.1

Misalkan f x: (x K) adalah fungsi payoff opsi call Eropa. Suatu barisan

lattice konvergen berderajat 0 , jika ada suatu konstanta 0 sedemikian sehingga N : n . n e n

(3.13)

Suatu pendekatan lattice konvergen dengan derajat 0 , jika untuk semua

0, , , ,

S K r T barisan khusus dari lattice konvergen dengan derajat 0 . Derajat kekonvergenan selalu lebih besar dari nol. Semakin tinggi derajatnya berarti semakin cepat kekonvergenannya. Konsep teoritis untuk derajat 28

kekonvergenan tidak tunggal, artinya pendekatan lattice dengan derajat juga mempunyai derajat .

Derajat kekonvergenan sangat mudah diamati pada simulasi, yaitu dengan menggambarkan error en terhadap perbaikan n pada skala log-log. Karena

log /n log logn, maka fungsi batas / n menjadi garis lurus dengan gradien seiring dengan perubahan . Garis lurus pada gambar 3.4, 3.5 dan 3.6 minimal melalui satu titik dari nilai error-nya. Nilai log

pada n 10

menggambarkan letak suatu titik pada sumbu log en yang berpotongan dengan garis yang bergradien . Nilai log untuk masing-masing model di atas untuk n = 10 adalah: model CRR = 0.2482, JR = 0.3248 dan Tian = 0.3375. Sebagai contoh ilustrasi, pada gambar 3.4, 3.5, dan 3.6 ditunjukkan bahwa model CRR, JR dan Tian konvergen berderajat satu karena garis batas untuk en bergradien satu.

Untuk memeriksa kriteria yang lebih spesifik pada penentuan derajat kekonvergenan untuk pendekatan lattice tertentu diberikan definisi berikut.

Definisi 3.2

Untuk suatu barisan lattice (Rn n) Ndan untuk semua n Nmaka 1 ,1 ,1 : [ 1] [ 1] n n n m E R E R

(3.14) 2 2 2 ,1 ,1 : [( 1) ] [( 1) ] n n n m E R E R

(3.15) 3 3 3 ,1 ,1 : [( 1) ] [( 1) ] n n n m E R E R

(3.16)

disebut momen dan

3 ,1 ,1 : [(ln )( 1) ] n n n p E R R

(3.17)

disebut momen semu.

Untuk sebarang n N dinotasikan Rn (Rn n) N sebagai pendapatan kontinu antara waktu tin dan tin1, yang merupakan varibel acak iid pada ruang peluang

( , , )F P sedemikian sehingga n 0 1 , 0,..., . k k n i t i S S R k n

Momen sebagaimana pada definisi 2 merupakan generalisasi dari momen per periode. Momen per periode pada pendekatan diskret tidak sama dengan momen per periode pada pendekatan kontinu sehingga mengakibatkan adanya error.

Implikasi dari persamaan (3.10), (3.11) dan (3.12) adalah momen

1 2 3

, dan

n n n

m m m akan konvergen ke nol. Sedangkan dari simulasi diperoleh bahwa tiga pendekatan lattice yang telah didefinisikan di atas konvergen sangat lemah.

Suatu pendekatan lattice konvergen dengan derajat 0 akan berimplikasi pada kekonvergenan harga opsi. Akan tetapi, kekonvergenan harga opsi tidak memberikan informasi tentang derajat kekonvergenan. Sementara kekonvergenan yang sesuai dengan momen tidak cukup menjamin kekonvergenan opsi. Pada pembahasan ini akan ditetapkan suatu formula lain untuk menentukan kekonvergenan harga opsi.

Teorema 3.1

Misalkan (Rn n) Nbarisan lattice dan m m pn2, n3, n masing-masing adalah momen (semu). Derajat kekonvergenan (Rn n) N merupakan derajat paling kecil yang dimuat dalam m mn2, n3 dan pndikurangi 1, tetapi tidak lebih kecil dari pada 1.

Pembuktian teorema 3.1 ada pada Leisen (1996).

Persepsi lain dari teorema di atas menyatakan bahwa derajat kekonvergenan dari (Rn n) N paling sedikit 1. Sehingga derajat kekonvergenan yang dimiliki oleh momen semu harus lebih dari satu. Selanjutnya agar memberikan kriteria yang lebih spesifik untuk membandingkan model yang titik perhatiannya pada kecepatan kekonvergenan, maka diberikan proposisi berikut.

Proposisi 3.1

Pendekatan lattice yang disampaikan Cox, Ross dan Rubinstein (1979) konvergen dengan derajat 1.

Proposisi 3.2

Pendekatan lattice yang disampaikan Jarrow dan Rudd (1983) konvergen dengan derajat 1.

Proposisi 3.3

Pendekatan lattice yang disampaikan Tian (1993) konvergen dengan derajat 1. Pembuktian proposisi 3.1, 3.2, dan 3.3 ada pada Leisen (1996).

Pada gambar 3.7, 3.8 dan 3.9 ditunjukkan penggunaan simulasi dari pendekatan lattice CRR, JR, dan Tian. Bagian kiri menunjukkan error dengan pola gelombang tertentu. Bagian kanan menggambarkan momen semu. Untuk semua 30

model, tingkah laku kekonvergenan dari momen semu sangat halus dan berbanding lurus dengan barisan (1/n2)n artinya momen tersebut berderajat dua. Ketiga model tidak ditemukan suatu perbedaan yang nyata. Namun demikian derajat kekonvergenan momen semu dapat disimpulkan secara mudah lewat simulasi.

Menurut teorema 3.1 terdapat kekonvergenan harga berderajat satu. Perbandingan tingkah laku kekonvergenan pada sisi kiri dan kanan pada setiap gambar, tercatat bahwa derajat kekonvergenan harga opsi melalui momen semu lebih mudah diamati dari pada melalui gambar error-nya.

Gambar 3.7, 3.8 dan 3.9 adalah grafik yang merupakan ilustrasi dari proposisi 3.1, 3.2, dan 3.3, yang menyatakan perbandingan derajat kekonvergenan dari model CRR, JR dan Tian dengan derajat kekonvergenan pada momennya, yang diuji untuk pilihan parameter yang berbeda.

Gambar 3.7 Grafik ilustrasi proposisi 3.1 dengan pilihan parameter berikut: 100, 90, 1, 0.05, 0.3, 10,...,1000

S K T r n

Gambar 3.8 Grafik ilustrasi proposisi 3.2 dengan pilihan parameter berikut: S 100, K 110, T 1, r 0.05, 0.3, n 10,...,1000

Gambar 3.9 Grafik ilustrasi proposisi 3.3 dengan pilihan parameter berikut: S 100, K 100, T 1, r 0.05, 0.3, n 10,...,1000.

Gambar 3.7, 3.8,, dan 3.9 menunjukkan bahwa model CRR, JR, dan Tian konvergen berderajat satu sebab momen kedua, momen ketiga dan momen semu masing-masing model konvergen berderajat dua. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan pada Teorema 3.1.

Dokumen terkait