• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II SIFAT-SIFAT LISTRIK DIELEKTRIK

II.2 Kekuatan Dielektrik

Suatu dielektrik tidak mempunyai elektron-elektron bebas, melainkan elektron-elektron yang terikat pada inti atom unsur yang membentuk dielektrik tersebut. Pada Gambar II.2 ditunjukkan suatu bahan dielektrik yang ditempatkan diantara dua elektroda piring sejajar. Bila tegangan diberi tegangan searah V, maka timbul medan elektrik (E) didalam dielektrik. Medan elektrik ini

memberi gaya kepada elektron-elektron agar terlepas dari ikatannya dan menjadi elektron bebas. Dengan kata lain, medan elektrik merupakan suatu beban yang menekan dielektrik agar berubah sifat menjadi konduktor. Lihat gambar sebagai berikut ini:

V

+

-E

Elektroda Elektroda Dielektrik

Gambar II.2 Medan Elektrik dalam Dielektrik

Beban yang dipikul dielektrik ini disebut juga terpaan medan elektrik, satuannya dinyatakan dalam Volt/cm. Setiap dielektrik mempunyai batas kekuatan untuk memikul terpaan dielektrik. Jika terpaan dielektrik yang dipikulnya melebihi batas tersebut dan terpaan berlangsung cukup lama, maka dielektrik akan menghantar arus atau gagal melaksanakan fungsinya sebagai isolator. Dalam hal ini dielektrik disebut tembus listrik atau “breakdown”. Terpaan dielektrik tertinggi yang dapat dipikul suatu dielektrik tanpa menimbulkan dielektrik tersebut tembus listrik disebut kekuatan dielektrik. Jika suatu dielektrik mempunyai kekuatan dielektrik Ek, maka terpaan dielektrik yang dapat dipikulnya adalah lebih kecil samadengan dari Ek.

Jika terpaan elektrik yang dipikul dielektrik melebihi Ek, maka di dalam dielektrik akan terjadi proses ionisasi berantai yang akhirnya dapat membuat dielektrik mengalami tembus listrik. Poses ini membutuhkan waktu dan lamanya tidak tentu tetapi bersifat statistik. Waktu yang dibutuhkan sejak mulai terjadi ionisasi sampai terjadi tembus listrik disebut waktu tunda tembus

(time lag). Jadi, tidak selamanya terpaan elektrik dapat menimbulkan tembus

listrik, tetapi ada dua syarat yang harus dipenuhi agar dikatakan tembus listrik, yaitu:

1. Terpaan elektrik yang dipikul dielektrik harus lebih besar atau

samadengan kekuatan dielektriknya

2. Lama terpaan elektrik berlangsung lebih besar atau sama dengan

waktu tunda tembus.

Untuk tegangan sinusoidal frekuensi daya dan untuk tegangan searah, syarat kedua tidak berlaku, karena waktu puncak tegangan berlangsung dalam orde milisekon sedangkan waktu tunda tembus ordenya dalam mikrosekon. Tetapi untuk tegangan impuls yang durasinya dalam mikrodetik kedua syarat tersebut harus dipenuhi. Untuk tegangan impuls, sekalipun tegangan yang diberikan telah menimbulkan terpaan elektrik yang lebih besar daripada kekuatan dielektrik, masih ada kemungkinan dielektrik tidak tembus listrik. Kemungkinan ini terjadi jika terpaan elektrik itu berlangsung lebih lama daripada waktu tunda tembusnya. Lamanya waktu tunda tembus tidak tentu, oleh karena itu ditentukan oleh statistik, sehingga terpaan elektrik yang menimbulkan tembus listrik dinyatakan dalam suatu harga statistik, yaitu harga yang memberikan probabilitas tembus 50 %.

Tegangan yang menyebabkan dielektrik tersebut tembus listrik disebut dengan tegangan tembus atau breakdown voltage. Tegangan tembus adalah besarnya tegangan yang menimbulkan terpaan elektrik pada dielektrik sama dengan atau lebih besar daripada kekuatan dielektriknya.

II.3.RUGI-RUGI DIELEKTRIK

Suatu bahan dilektrik terdiri dari susunan molekul-molekul, dimana elektron-elektron terikat kuat dengan inti atomnya. Susunan molekul suatu dielektrik yang bebas dari medan elektrik luar tidak beraturan seperti ditunjukkan pada Gambar II.3.Aa. Bila dielektrik dikenai medan elektrik, maka elektron-elektron akan mengalami gaya yang arahnya berlawanan dengan arah medan elektrik, sedang inti atom yang bermuatan positif akan mengalami gaya searah dengan arah medan elektrik. Gaya ini akan memindahkan elektron dari posisi semula, sehingga molekul-molekul berubah menjadi dipol-dipol yang letaknya sejajar dengan medan elektrik seperti ditunjukkan pada Gambar

II.3.Ab. Suatu dielektrik yang molekul-molekulnya berubah menjadi dipol,

disebut terpolarisasi. Jika medan elektrik berubah arah, maka gaya pada muatan-muatan dipol akan berubah arah membuat dipol berputar 1800. Dapat kita lihat pada Gambar II.3.Ac. Ketika molekul-molekul yang yang terpolarisasi ini berubah posisi, maka terjadilah gesekan antar molekul. Jika medan elektrik ulang berubah arah, maka gesekan antar molekul juga akan berulang-ulang, Gesekan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan panas pada dielektrik, dan panas inilah yang disebut dengan rugi-rugi dielektrik. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar sebagai berikut :

±

c

±

c

c

c

c

c

c

c

c

± ±

± ±

±

±

± ± ±

±

±

+

+

+

+

+

+

+

+

-Atom Netral Molekul terpolarisasi Molekul terpolarisasi

Gambar II.3.A Dampak medan Elektrik terhadap Molekul Dielektrik

Rugi-rugi dielektrik terjadi jika ada perubahan arah medan elektrik yang berulang-ulang. Oleh karena itu, rugi-rugi dielektrik hanya terjadi pada medan elektrik bolak-balik, yaitu medan yang ditimbulkan makin tinggi, maka frekuensi gesekan antar molekul akan meningkat, akibatnya rugi-rugi dielektrik semakin besar. Tetapi, jika frekuensi sangat tinggi, maka perubahan posisi dipol sangat sedikit, karena molekul harus segera kembali ke semula. Dalam hal ini, dipol tidak sempat berubah posisi 1800 sehingga peluang terjadinya gesekan antar molekul berkurang. Akibatnya, rugi-rugi dielektrik akan berkurang pada frekuensi yang sangat tinggi. Besarnya rugi-rugi dielektrik sebanding dengan besarnya frekuensi, dan tan δ. Hubungan faktor disipasi dengan frekuensi yang diambil dari buku yang ditulis oleh R.BARTNIKAS yang berjudul Electrical

Insulating Liquids Volume III dengan nama dari grafik Relaxation spectra of oxidized oil D, a high viscosity cable oil (after Bartnikas, unpublished work ca. 1963) ditunjukkan pada gambar sebagai berikut:

102 103 104 105 106 107 108 0 0,002 0,004 0,006 0,008 0,01 Frekuensi (Hz) tan δ (Faktor disipasi)

101 60

Gambar.II.3.B Hubungan Rugi-rugi dielektrik dengan Frekuensi

II.4.Tahanan Isolasi

Jika suatu dielektrik diberi tegangan searah seperti ditunjukkan pada gambar sebagai berikut:

IV IS

V

A

Ia

Pada gambar II.4.A, dapat kita lihat arus yang mengalir pada dielektrik terdiri atas dua komponen, yaitu:

a) Arus yang mengalir pada permukaan dielektrik (Arus permukaan, Is). b) Arus yang mengalir yang melalui volume dielektrik (Arus volume, Iv).

Sehingga arus sumber dapat dituliskan:

Ia = Is + Iv (II.4.a)

Hambatan yang dialami arus permukaan disebut tahanan permukaan

(Rs), sedang hambatan yang dialami arus volume disebut tahanan Volume (Rv). Dalam prakteknya, faktor-faktor yang mempengaruhi pengukuran tahanan isolasi antara lain arus absorpsi, suhu dan tegangan yang diterapkan. Berhubung dengan adanya arus absorpsi, maka dalam pengukuran tahanan perlu diperhatikan lamanya tegangan yang diterapkan dan sebelum pengukuran dimulai, bahan yang hendak diuji sudah dibebaskan dari muatan yang melekat padanya (waktu pelepasan biasanya 5-10 menit). Selanjutnya untuk melihat kondisi sesuatu bahan isolasi dipakai suatu indeks polarisasi yaitu sebagai dituliskan pada persamaan berikut ini :

(II.4.b)

Dimana R menyatakan tahanan isolasi, dan I menyatakan jumlah arus yang mengalir, semuanya diukur sesudah 1 atau 10 menit. Bila αp = 1. Maka dalam bahan isolasi terdapat kebocoran, dan dapat dikatakan bahan isolasi tersebut tidak baik. Untuk isolasi murni dan kering di Jepang berlaku syarat-syarat sebagai berikut :

αp > 1,5, untuk isolasi kelas A

Sebagai contoh untuk membuktikan karakteristik isolasi terhadap waktu dapat kita lihat dari dua buah generator yang ditunjukkan pada Gambar

II.4.C yang diambil sesuai dengan buku yang ditulis oleh Artono Arismunandar

yang berjudul Teknik Tegangan Tinggi. Lengkung A adalah karakteistik dari sebuah generator 20.000 kVA yang bersih dan dikeringkan, sedang lengkung B adalah karakteistik dari generator 18.750 kVA yang sudah tidak terpakai dan lembab. Dapat dilihat pada Gambar II.4.C yaitu Grafik Tahanan Isolasi vs

waktu bahwa untuk generator yang isolasinya baik, tahanannya naik terus,

dengan seiring waktu (lengkung A). Biasanya diperlukan waktu sehari penuh untuk mencapai harga akhinya. Sebaliknya, untuk generator untuk isolasi yang buruk (basah), waktu yang diperlukan untuk mencapai harga akhirnya pendek sekali (kira-kira 4 menit untuk lengkung B). Kecuali itu harganya pun rendah. Akibatnya ialah bahwa indeks polarisasi untuk generator A lebih besar dari indeks untuk generator B. Sebagai contoh lain, Gambar II.4.D menunjukkan variasi tahanan isolasi kelas B dari sebuah Angker A.C. selama proses pengeringan. Dalam gambar ini nilai tahanan 1 menit dan 10 menit digambar bersama. Biasanya, pada permulaan pengeringan tahanan isolasi turun dengan naiknya suhu, tetapi sesudah itu naik lagi bila bahannya menjadi bertambah kering. Proses pengeringan dapat dihentikan bila tahanannya mencapai kekenyangan, tahanannya cukup tinggi dan αp nya cukup besar. Untuk lebih jelasnya dapat kita lihat pada gambar sebagai berikut :

0,1 0,2 0,5 1,0 10 10 20 30 40 50 100 200 1000 1500 Tahanan Isolasi (MΩ) Waktu (Menit) Lengkung A Lengkung B 4,0

Gambar II.4.C Tahanan vs waktu

10 20 30 40 50 60 70 80 10 20 30 40 50 60 70 80 Pengukuran pada 1 menit 750C 300C 490C 90 100 750C 740C 750C 750C 740C 750C 750C Pengukuran pada 10 menit Tahanan Isolasi MΩ

Waktu Pengeringan (Jam)

Pengukuran tahanan isolasi biasanya dilakukan sesudah pengujian suhu. Untuk mesin, tahanan isolasi biasanya sangat terpengaruh oleh macam dan kapasitas mesin, dan kondisi pengujian, tetapi dapat diperkirakan dari rumus-rumus di bawah ini :

(II.4.d)

Atau bila kecepatan perputaran diperhitungkan :

(II.4.e)

Dimana : R : tahanan isolasi dalam Megaohm

V : tegangan nominal dalam volt

P : daya nominal dalam kW atau kVA

N : Perputaran nominal permenit (RPM)

Untuk generator berkapasitas besar dapat dipakai :

(II.4.f)

Dimana : K : 0,005 (Isolasi Kelas A)

Bila P > 1000 kVA K : 0,5 ( Isolasi Kelas B)

K : 0,008 (Isolasi Kelas A)

Bila P < 1000 kVA K : 0,015 ( Isolasi Kelas B)

Pengaruh dari suhu terhadap isolasi diberikan oleh rumus empiris sebagai berikut :

Dimana : R1 : tahanan isolasi pada t1 0C dalam Megaohm R2 : tahanan isolasi pada t2 0C dalam Megaohm

kT : konstanta suhu

: 30 untuk generator dengan isolasi kelas A : 60 untuk generator dengan isolasi kelas B : 40 untuk lilitan angker mesin D.C

Persamaan (II.4.g) dapat dituliskan sebagai berikut :

R1 = fR2 (II.4.h)

Di mana f adalah faktor koreksi suhu yaitu sebagai berikut :

f = 10A (T2 – T1) (II.4.i)

(II.4.j)

Adapun faktor lain yang mempengaruhi besarnya tahanan isolasi yaitu polaritas tegangan. Di dalam bahan isolasi gas dan cairan murni akan didapat hubungan arus dan tegangan. Pada Gambar II.4.E dijelaskan bahwa sebuah kapasitor plat sejajar yang memiliki media isolasi gas yang mempunyai jarak d disuplai tegangan searah sehingga timbul medan elektrik di antara dua plat sejajar tersebut dan sebelumnya keadaan molekul ion positif dan elektron masih stabil dan dikatakan terdapat banyak atom-atom netral. Untuk lebih jelasnya lihat gambar sebagai berikut ini :

dx

x

d

A

K

c c c c c c c c ± ± ± ± ± ± ± ±

Gambar II.4.E Kapasitor plat sejajar

Keadaan ini akan berubah karena adanya medan elektrik yang tinggi. Dengan metode Townsend dijelaskan bahwa jika medan elektrik tinggi maka arus dan tegangan akan tinggi juga. Akan tetapi arus akan tetap konstan walaupun tegangan dinaikkan pada titik tertentu dan tidak akan naik lagi dan arus ini dinamakan arus saturasi I0 dan dapat kita lihat pada Gambar II.4.F. Ketika pada tegangan yang lebih tinggi, arus akan bertambah secara eksponensial. Pertambahn arus secara eksponensial berkaitan dengan ionisasi benturan elektron pada gas. Sebagaimana tegangan bertambah dan otomatis medan elektrik pun bertambah, sehingga elektron akan bergerak lebih cepat. Dan ketika energi kinetik lebih besar dari energi ikat elektron maka elektron akan keluar dari ikatannya. Untuk menjelaskan pertambahan arus secara eksponensial, dapat dilihat pada Gambar II.4.E dan Townsend akan memperkenalkan sebuah koefisien α yang dikenal dengan koefisien ionisasi

townsend yang pertama yang artinya adalah jumlah elektron yang dihasilkan

di daerah medan elektrik tersebut. Dan no adalah jumlah elektron yang

meninggalkan katoda dan jumlah elektron yang meninggalkan katoda dan menuju suatu daerah tujuan x disimbolkan n. Dan ketika elektron n berpindah

dari anoda menuju daerah dx maka akan meghasilkan tambahan elektron sebesar dn dan akan menyebabkan benturan. Dan hasil benturan tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut :

dn = α n dx (II.4.k)

(II.4.l)

ln n = αx + A (II.4.m)

Dan pada x = 0, n = n0 sehingga ln n = A. Maka diperoleh :

ln n = αx + ln n0 (II.4.n)

(II.4.o)

Pada x = d, maka n = n0 eαd, Oleh karena itu, dapat diperoleh arusnya adalah :

I = I0 eαd (II.4.p)

Dimana eαd adalah banjiran elektron dan jumlah elektron adalah elektron yang berasal dari katoda ke anoda. Dari persamaan yang dikutip dari buku yang ditulis oleh C.L.Wadwha dengan judul New Age High Voltage Engineering, diperoleh grafik II.4.F yaitu hubungan antara arus dan tegangan yang mempengaruhi bahan isolasi tersebut yaitu sebagai berikut :

I0 V1 V2 I (AMPERE) V (Volt) Isolasi Gas atau Cair

Bahan isolasi padat dipengaruhi oleh tegangan dan arus dimana seiring bertambahnya tegangan yang diberikan maka arusnya juga bertambah dan hal ini sesuai dengan teori ionisasi. Kemudian arus tersebut bertambah secara eksponensial dan tidak mengalami titik saturasi. Besarnya arus yang bertambah secara eksponensial dapat dilihat pada persamaan (II.4.p). Dari persamaan tersebut maka diperoleh grafik yang diambil dari buku yang ditulis oleh Artono ArisMunandar yang berjudul Teknik Tegangan Tinggi yaitu sebagai berikut :

I (Arus)

V (Tegangan)

Isolasi Padat I = I0 eαd

Gambar II.4.G Hubungan Tegangan dan Arus terhadap bahan Isolasi Padat

Untuk keperluan evaluasi, dimana sampelnya dapat dilihat pada

Gambar II.4.F. Didefenisikan suatu faktor yang disebut faktor titik lemah, yaitu

perbandingan tahanan pada tegangan V1 dengan tahanan pada tegangan V2,

dimana V2 > V1, jika faktor titik lemah semakin besar, merupakan pertanda bahwa isolasi semakin buruk. Dapat kita lihat persamaan sebagai berikut :

(II.4.q)

Dimana : αtl = Faktor titik lemah

Rv1 = tahanan pada V1

Selain itu tahanan dielektrik tergantung pada temperatur, kelembapan, dan bentuk elektroda uji. Oleh karena itu, semua kondisi ini harus dicantumkan pada hasil pengukuran.

II.5 Kekuatan Kerak isolasi

Bila suatu sistem isolasi diberikan tekanan dielektrik, maka arus akan mengalir pada permukaannya. Besar arus permukaan ini ditentukan tahanan permukaan sistem isolasi. Arus ini sering juga disebut dengan arus bocor arus yang menyelusuri sirip isolator. Mudah dipahami, bahwa besar arus tersebut dipengaruhi oleh kondisi sekitarnya, yaitu suhu, tekanan, kelembapan dan polusi. Secara teknis, sistem isolasi harus mampu memikul arus bocor tersebut tanpa menimbulkan pemburukan pada permukaan sistem isolasi atau setidaknya pemburukan karena arus bocor tersebut dapat dibatasi.

Arus bocor menimbulkan panas, dan hasil sampingannya adalah timbulnya penguraian pada bahan kimia yang membentuk permukaan sistem isolasi. Efek yang sangat nyata dari penguaraian ini adalah timbulnya kerak (jejak arus). Kerak dapat membentuk suatu lajur konduktif yang selanjutnya akan menimbulkan tekanan elektrik yang berlebihan pada sistem isolasi. Panas yang ditimbulkan arus bocor dapat juga menimbulkan erosi tanpa didahului oleh adanya kerak konduktif.

Terjadinya kerak tidak terbatas hanya pada permukaan isolasi pasangan luar, tetapi dapat juga terjadi pada isolasi peralatan pasangan dalam yang terpasang pada tempat kotor dan lembab, juga pada isolasi yang terpasang dibahagian dalam peralatan itu sendiri. Semua kejadian itu dipengaruhi sifat material, bentuk dan kehalusan permukaan elektroda, juga oleh pengaruh luar.

Mekanisme terjadinya kerak sama dengan mekanisme lewat denyar isolasi terpolusi. Bergabungnya beberapa kerak dapat memicu lewat denyar sempurna.

II.6 Teori Kegagalan Isolasi

Suatu peralatan listrik jika mengalami kegagalan pengisolasian maka akan mengakibatkan Terjadinya Busur Api yang sudah menandakan terjadinya tembus listrik. Terjadinya atau padamnya busur api berhubungan dengan peristiwa ionisasi, deionisasi dan emisi. Berikut ini akan dijelaskan secara singkat tentang peristiwa ketiga tersebut.

II.6.A Ionisasi

Terjadinya atau padamnya busur api berhubungan dengan peristiwa

ionisasi. Lihat gambar sebagai berikut :

+

+

ea Elektron bebas ei Elektron terikat Proton Neutron

+

+

ea ei Proton Neutron

Gambar a.suatu

e

a membentur

e

i Gambar b.

e

i keluar lintasan Gambar II.6.A Proses Ionisasi

Pada Gambar II.6.A ditunjukkan model dari suatu atom helium. Inti

atom ini terdiri dari dua proton bermuatan positif dan dua neutron yang tidak bermuatan. Dua elektron bermuatan negatif berputar mengelilingi inti atom dengan lintasan yang berbeda. Dalam keadaan normal akan bersifat netral.

Oleh suatu proses, misalnya karena benturan suatu partikel dari luar, maka elektron dapat keluar dari lintasannya dan terlepas menjadi elektron bebas, sehingga partikel yang tersisa dalam atom tinggal berupa dua proton, dua neutron dan satu elektron. Karena muatan positif lebih banyak dari muatan negatif, maka total muatan atom sekarang menjadi positif. Terlepasnya elektron dari ikatan atom netral sehingga terjadi elektron bebas dan ion positif disebut ionisasi. Ionisasi dalam gas dapat terjadi karena tiga hal, yaitu: karena adanya radiasi sinar kosmis, adanya massa yang membentur gas (Ionisasi benturan) dan karena kenaikan temperatur gas ( Ionisasi thermis).

II.6.A.1 Radiasi Sinar Kosmis

Ruang di atas bumi secara terus-menerus dibombardir dengan partikel-partikel-partikel submikroskopis yang berenergi tinggi. Sebagian berasal dari matahari yang sering disebut dengan sinar kosmis. Sebagian berasal dari pemisahan bahan radioaktif yang setiap menit terjadi di dalam bumi, di langit dan didalam organisme makhluk hidup. Partikel berenergi tinggi ini membentur elektron molekul netral. Peristiwa ini membuat gas selalu mengandung elektron-elektron bebas. Untuk lebih jelasnya lihat gambar sebagai berikut:

Dari gambar II.6.A.1 terlihat bahwa energi yang berasal dari

radiasi sinar kosmis yang menimbulkan partikel submikroskopis yang berenergi tinggi yang disebut juga energi radiasi akan membentur atom netral yang ada di bumi. Walaupun ada energi ikat elektron pada atom tersebut atau disebut juga dengan energi ikat elektron akan tetapi jika energi radiasi lebih besar dari energi ikat elektron maka akan terjadi ionisasi yang disebut dengan ionisasi radiasi sinar kosmis. Dimana proses kimianya adalah sebagai berikut:

A + Energi A+ +

e

Dimana : A = Atom netral

A+ = ion Positif

e = elektron bebas

II.6.A.2 Ionisasi benturan

suatu gas berada diantara dua dua elektroda plat sejajar. Kedua elektroda diberi tegangan searah, akibatnya timbul medan listrik diantara kedua elektroda yang arahnya dari anoda kekatoda. Lihat gambar sebagai berikut: ea E (+)Anoda Katoda (-) Elektro bebas Molekul netral

Didalam gas dimisalkan ada satu elektron bebas hasil radiasi sinar kosmis (ea). Karena adanya medan listrik, elektron tersebut akan mengalami gaya yang arahnya menuju anoda. Dalam perjalanan menuju anoda, elektron itu membentur molekul-molekul netral gas. Jika energi kinetis elektron pembentur lebih besar dari energi ikat elektron gas, maka elektron gas akan keluar dari lintasannya menjadi elektron bebas baru dan menyisakan ion positif. Ion positif akan mengalami gaya dan bergerak menuju katoda sedang elektron bebas baru akan bergerak menuju anoda. Elektron baru ini akan mengadakan ionisasi benturan lagi, sehingga elektron bebas dan ion positif didalam gas semakin banyak jumlahnya.

II.6.A.3 Ionisasi Thermis

Jika temperatur gas dalam suatu bejana tertutup dinaikkan, maka molekul-molekul gas akan bersirkulasi dengan kecepatan tinggi sehingga terjadi benturan antar molekul dengan molekul. Jika temperatur semakin tinggi, maka kecepatan molekul semakin tinggi, sehingga benturan antar molekul semakin keras dan dapat membuat terlepasnya elektron dari molekul netral. Lihat gambar sebagai berikut:

Dokumen terkait