• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelas khusus penuh

Dalam dokumen Pengaruh Problem Based Learning dengan M (Halaman 74-113)

Anak berkebutuhan khusus di dalam kelas khusus pada sekolah reguler. Dengan demikian, pendidikan in-klusif tidak mengharuskan semua anak berkebutuhan khusus berada di kelas reguler setiap saat dengan semua mata pelajarannya (inklusi penuh), karena sebagian anak

berkebutuhan khusus dapat berada di kelas khusus atau ruang terapi berhubung gradasi kekhususannya cukup berat. Bahkan bagi anak berkebutuhan khusus dengan gradasi kekhususan berat, mungkin akan lebih banyak waktunya berada di kelas khusus pada sekolah reguler (inklusi lokasi). Kemudian, bagi anak dengan gradasi kekhususan sangat berat, dan tidak memungkinkan di sekolah reguler (sekolah biasa), dapat disalurkan ke sekolah khusus (SLB) atau tempat khusus (rumah sakit).

Prasyarat Pendidikan Inklusif di PAUD Salah satu karakteristik terpenting dari sekolah inklusif adalah satu komunitas yang kohesif, menerima dan responsif terhadap kebutuhan individual siswa. Untuk itu, Sapon-Shevin (dalam Supamo, 2001) mengemukakan beberapa profil pem-belajaran di sekolah inklusif yaitu:

1. Pendidikan inklusif berarti menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan.

2. Mengajar kelas yang heterogen memer-lukan perubahan pelaksanaan kurikulum secara mendasar.

3. Pendidikan inklusif berarti penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi.

4. Pendidikan inklusif berarti melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan.

Pendidikan inklusif masih menggunakan kurikulum standar nasional yang telah ditetapkan pemerintah. Namun dalam pelaksanaan di lapangan, kurikulum pada pendidikan inklusif disesuaikan dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik.

Pemerintah menyatakan bahwa kurikulum yang dipakai satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif adalah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang mengakomodasi kebutuhan dan kemampuan peserta didik sesuai dengan bakat, minat dan potensinya Model kurikulum pendidikan inklusif terdiri dari; (1) Model kurikulum reguler; (2) Model kurikulum reguler dengan modifikasi; dan (3) Model kurikulum Program Pembelajaran Individual (PPI). Konsep pendidikan inklusif yang berprinsip pada persamaan men-syaratkan adanya penyesuaian model pembelajaran yang tanggap terhadap perbedaan individu. Maka PPI atau IEP menjadi hal yang perlu mendapat penekanan lebih.

Kompetensi Guru Pendidikan Inklusif Pengembangan Kompetensi guru sangatlah mutlak sebagai syarat terselenggaranya pendidikan inklusif. Menurut Suparno (2001), secara substansial terdapat dua komponen utama dalam pengembangan kompetensi guru pendidikan inklusif. Pertama, memiliki kompetensi inti guru yang telah distandarkan dan dikembangkan menjadi kompetensi guru PAUD/T K/RA, mencakup kompetensi (a) pedagogik, (b) kepribadian, (c) sosial, dan (d) profesional, (Permendiknas No. 16 Tahun 2007). Kedua, kompetensi kekhususan dalam pendidikan inklusif untuk TK, yaitu memiliki

pemahaman dan kemampuan dalam hal; (a) karakteristik dan kebutuhan belajar anak berkebutuhan khusus; (b) assesment pem-belajaran anak berkebutuhan khusus; (c) menciptakan lingkungan pembelajaran yang ramah; (d) program pembelajaran indi-vidual; dan (e) evaluasi pembelajaran anak berkebutuhan khusus.

Selain semua prasyarat yang telah dikemukakan di atas, untuk menjadi satuan pendidikan penyelenggara pendidikan inklusif menurut Direktorat Pembinaan SLB (2007) ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi, kriteria tersebut antara lain: (a) Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan inklusif (kepala sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan orang tua); (b) Terdapat anak berkebutuhan khusus di lingkungan sekolah; (c) Tersedia guru pendidikan khusus (GPK). GPK adalah guru yang mempunyai latar belakang pendidikan khusus/pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat pelatihan tentang pendidikan khusus/luar biasa, yang ditugaskan di sekolah inklusif; (d) Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar; (e) Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan; (f) Tersedia sarana penunjang yang mudah diakses oleh semua anak; (g) Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan inklusif; (h) Sekolah tersebut telah terakreditasi; dan (i) Memenuhi prosedur administrasi yang ditentukan. Penutup

Untuk mewujudkan pendidikan inklusif di lembaga PAUD bukanlah hal yang sederhana, perlu perencanaan dan persiapan-persiapan yang matang, diantaranya

meliputi: penciptaan komunitas kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai perbedaan; perubahan pelak-sanaan kurikulum secara mendasar; penyiapan guru untuk mengajar secara interaktif; penyediaan dorongan bagi guru dan kelasnya secara terus menerus dan penghapusan hambatan yang berkaitan dengan isolasi profesi; pelibatan orang tua secara bermakna dalam proses perencanaan.

Guru dalam seting kelas inklusif harus menguasai strategi-strategi pengajaran yang sesuai dengan karakteristik kekhususan anak didiknya. Hal ini dikarenakan ABK masing-masing mempunyai karakteristik pembelajaran yang sangat berbeda antara individu yang satu dengan yang lain walapun itu masih dalam satu ketunaan juga. Daftar Pustaka

Depdiknas. (2007). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif, Jakarta: Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Hildayani. R. (2009). Penanganan Anak

Berkelainan (Anak dengan Kebutuhan Khusus). Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka, Depdiknas.

Mdikana, Andile 8: Mayekiso, Tokozile. 2007. ”Preservice Educators’ Attitudes Toward Inclusive Education”. International journal of Special Education. Vol. 22, Number 1. 1

Smith, David. (2006). Inklusi, Sekolah yang Ramah untuk Semua. (Terjemahan). Bandung: Penerbit Nuansa

Skjorten, MD. (2001). Towards Inclusion, Education-Special Needs Education An Introduction. Oslo: Unipub forlag.

Stainback,W. & Sianback,S. (1990). Support Networks for Inclusive Schooling: Independent Integrated Education. Baltimore: Paul H.Brooks.

Staub, D. & Peck,C.A. (1994/195). What are the outcomes for Nondisabled students? Educational Leadership. 52 (4) 36 -40.

Supamo. (2001). Desain Pembelajaran Untuk Guru TK Inklusif, Cakrawala Pendidikan, Jurnal Ilmiah Pendidikan, Nopember 2011, Th. XXX, No. 3.

Tim Dir Pembinaan SLB (2007). Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif. Dirjen Mandikdasmen. Dir Pembinaan SLB

Tim Dir Pembinaan SLB (2007). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Inklusif. Dirjen Mandikdasmen. Dir Pembinaan SLB UNESCO. (1994). The Salamanca

Statement and Frame work for Action on Special Needs Education. Paris

UNESCO, (2003), Open File on Inclusive E ducation, Support Material for Managers and Administrators; Unesco; France.

Wasliman, Iim (2009) Pendidikan Inklusif Ramah Anak. Disampaikan pada pengukuhan Guru Besar Ilmu Administrasi Pendidikan STKIP Persis Bandung.

Analisis Kemampuan Komunikasi Lisan dan Tulis Mahasiswa Calon Guru pada Jurusan Pendidikan Matematika IAIN Mataram

Nur Hardiani

Institut Agama Islam Negeri Mataram E-mail: nurhardiani25@gmail.com

Abstract: This study aims to determine the oral and written communication skills student teachers in mathematics education majors IAIN Mataram. This type of research is descriptive quantitative approach. The subjects of this study were all student teachers IAIN Mataram mathematics education majors who are taking courses microteaching VI semester, whereas the object of this study is oral and written communication skills student teachers. The results of the analysis of verbal ability komuniikasi known that the mean score on the verbal communication is higher than the class A class B, and C with a mean score of 80.53. Furthermore, followed by class B with a mean score of 80.16 and a mean score of the lowest oral communication obtained in class C of 77.52. The results of the analysis of written communication skills student teachers in mind that communication skills written in a higher class than class B, and C with a mean score of 69.02, followed successively for class B and C with a mean score of 62.98 and 61 , 71. The results showed that oral communication skills IAIN Mataram student teachers are in the good category, while writing communication skills are at the fair category.

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan komunikasi lisan dan tulis mahasiswa calon guru pada jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram. Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif melalui pendekatan kuantitatif. Subyek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa calon guru IAIN Mataram jurusan pendidikan matematika yang sedang menempuh matakuliah microteaching pada semester VI, sedangkan obyek penelitian ini adalah kemampuan komunikasi lisan dan tulis mahasiswa calon guru. Hasil analisis kemampuan komuniikasi lisan diketahui bahwa rerata skor komunikasi lisan pada kelas A lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C dengan rerata skor sebesar 80,53. Selanjutnya, diikuti oleh kelas B dengan rerata skor 80,16 dan rerata skor komunikasi lisan paling rendah diperoleh pada kelas C sebesar 77,52. Hasil analisis kemampuan komunikasi tulis mahasiswa calon guru diketahui bahwa kemampuan komunikasi tulis pada kelas A lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C dengan rerata skor sebesar 69,02 kemudian diikuti berturut-turut untuk kelas B dan C dengan rerata skor sebesar 62,98 dan 61,71. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi lisan mahasiswa calon guru IAIN Mataram berada pada kategori baik, sedangkan kemampuan komunikasi tulis berada pada pada kategori cukup.

Kata kunci: Kemampuan Komunikasi Lisan dan Tulis, Calon Guru Pendahuluan

Manusia sebagai makhluk sosial saling berinteraksi antara satu dengan yang lainnya dalam kehidupan sehari-hari. Dalam ber-interaksi dengan manusia lainnya dibutuh-kan komunikasi. Kemampuan komunikasi yang baik merupakan salah satu kemampuan yang harus dimiliki oleh manusia agar tujuan dan apa yang dimaksud dapat diterima dengan baik oleh manusia lainnya.

Kemampuan komunikasi yang baik sangat berperan besar dalam dunia pen-didikan. Kemampuan komunikasi

mate-matika merupakan hal yang sangat dan perlu ditingkatkan dalam pembelajaran mate-matika karena komunikasi bisa membantu pembelajaran siswa tentang konsep matematika ketika mereka memerankan situasi, menggambar, menggunakan objek, memberikan laporan dan penjelasan verbal. Keuntungan sampingannya adalah bisa mengingatkan siswa bahwa mereka berbagi tanggung jawab dengan guru atas pembelajaran yang muncul dalam pem-belajaran tertentu. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Turmudi (2008)

yang menyatakan bahwa aspek komunikasi dan penalaran hendaknya menjadi aspek penting dalam pembelajaran matematika. Aspek komunikasi melatih siswa untuk dapat mengkomunikasikan gagasannya, baik komunikasi lisan maupun komunikasi tulis.

Baroody (Ansari, 2009) menyebut-kan dua alasan penting mengapa komunikasi matematika perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa. Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar alat bantu berfikir (a tool to aid thingking), alat untuk menemukan pola, menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomu-nikasikan berbagai ide secara jelas, tepat, dan cermat. Kedua, mathematics learning as social activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, matematika juga sebagai wahana interaksi antar siswa dan juga komunikasi antar guru dan siswa.

Berdasarkan hasil wawancara dengan dosen pengampu matakuliah micro teaching pada Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan IAIN Mataram serta pada calon guru khususnya semester VI yang sedang menjalankan Program Pengalaman Lapangan (PPL) berpendapat bahwa calon guru belum mampu memenuhi standar komunikasi matematika yang baik, belum mampu membaca karakteristik peserta didik, belum menguasai teori dan konsep, kurang memahami teknik melakukan elaborasi materi pembelajaran secara benar sesuai dengan pendekatan yang dipilih dan karakteristik peserta didik. Selain itu, mahasiswa calon guru belum memahami

berbagai strategi berkomunikasi yang efektif, empatik, dan santun, secara lisan, tulis, atau bentuk lain serta belum memahami cara berkomunikasi dengan peserta didik dengan bahasa yang khas dalam interaksi kegiatan atau permainan yang mendidik. Penelitian ini mengkaji kemampuan komunikasi lisan dan tulis mahasiswa calon guru pada jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram. Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah deskriptif menggunakan pendekatan kuantitatif. Analisis deskriptif dilakukan untuk menjabarkan kemampuan komunikasi lisan dan tulis mahasiswa calon guru pada jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Nopember tahun 2014 pada Jurusan Pendidikan Matematika IAIN Mataram. Subyek penelitian ini adalah seluruh mahasiswa calon guru IAIN Mataram jurusan pendidikan matematika yang sedang menempuh matakuliah mikroteaching pada semester VI, sedangkan obyek penelitian ini adalah kemampuan komunikasi lisan dan tulis mahasiswa calon guru.

Teknik pengumpulan data menggu-nakan rubrik penilaian matakuliah mikro-teaching dan tes tulis. Rubrik penilaian matakuliah mikroteaching digunakan untuk mengetahui kemampuan komunikasi lisan mahasiswa calon guru pada saat melakukan real teaching, sedangkan tes tulis digunakan untuk mengetahui kemampuan tulis mahasiswa calon guru pada jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram. Teknik analisis data hasil penelitian menggunakan analisis statistik deskriptif.

Analisis statistik deskriptif digunakan untuk mengetahui rerata skor kemampuan komunikasi lisan dan tulis mahasiswa calon guru jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram.

Hasil Penelitian

a. Kemampuan Komunikasi Lisan Mahasiswa Calon Guru

Hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi lisan mahasiswa calon guru jurusan pendidikan matematika Institut Agama Islam Negeri Mataram semester VI pada tiga kelas yang berbeda menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan komunikasi lisan mahasiswa pada kelas A, B, dan C. Hasil analisis kemampuan komunikasi lisan mahasiswa ditampilkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Kemampuan Komunikasi Lisan Mahasiswa Calon Guru

Berdasarkan Gambar 1 diketahui bahwa rerata skor komunikasi lisan pada kelas A lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C dengan rerata skor sebesar 80,53. Selanjutnya, diikuti oleh kelas B dengan rerata skor 80,16 dan rerata skor komunikasi lisan paling rendah diperoleh pada kelas C sebesar 77,52. Untuk memperkuat hasil yang diperoleh, dilakukan analisis varians

(anava) untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi lisan pada kelas A, B, dan C. Hasil analisis varians menunjukkan bahwa nilai Fhitung>Ftabel (9,72>3,11). Oleh karena itu, hipotesis nol (H0) ditolak, sehingga ada perbedaan kemampuan komunikasi lisan mahasiswa jurusan matematika IAIN Mataram dimana kemampuan komunikasi lisan pada kelas A lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C. Hasil analisis varians ditampilkan pada Tabel 1. Secara umum, kemampuan komunikasi lisan mahasiswa jurusan matematika IAIN Mataram berada pada kategori baik, karena memiliki rerata skor diatas 75.

Tabel 1. Hasil Analisis Varians Kemampuan Komunikasi Lisan Mahasiswa Calon Guru

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Between Groups 142.6819 2 71.34096 9.729853 0.000165 3.110766 Within Groups 586.5737 80 7.332172

Total 729.2557 82

b. Kemampuan Komunikasi Tulis Mahasiswa Calon Guru

Hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi tulis mahasiswa calon guru jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram semester VI (Gambar 2) menunjukkan bahwa ada perbedaan kemampuan komunikasi tulis pada kelas A, B, dan C. Kemampuan komunikasi tulis pada kelas A lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C dengan rerata skor sebesar 69,02 kemudian diikuti berturut-turut untuk kelas B dan C dengan rerata skor sebesar 62,98 dan 61,71.

Gambar 2. Kemampuan Komunikasi Tulis Mahasiswa Calon Guru pada Tiga Kelas Berbeda

Hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi tulis mahasiswa diperkuat melalui analisis varians untuk mengetahui apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi tulis pada kelas A, B, dan C. Hasil analisis varians menunjukkan bahwa nilai Fhitung>Ftabel (9,93>3,11). Oleh karena itu, hipotesis nol (H0) ditolak, sehingga ada perbedaan kemampuan komunikasi tulis mahasiswa calon guru jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram dimana kemampuan komunikasi tulis pada kelas A lebih tinggi, kemudian berturut-turut kelas B, dan kelas C. Hasil analisis varians kemampuan komunikasi tulis mahasiswa ditampilkan pada Tabel 2. Secara umum, kemampuan komunikasi tulis mahasiswa berada pada kategori cukup karena rentangan rerata skor yang diperoleh berkisar antara 61-69 dan tidak melebihi nilai diatas 75.

Tabel 2. Hasil Analisis Varians Kemampuan Komunikasi Tulis Mahasiswa

Source of Variation SS df MS F P-value F crit

Between Groups 892.4267 2 446.2133 9.938031 0.00014 3.110766 Within Groups 3591.966 80 44.89957

Total 4484.392 82

Pembahasan

Hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi lisan mahasiswa calon guru menunjukkan ada perbedaan kemampuan komunikasi lisan diantara mahasiswa calon guru IAIN Mataram. Hal ini dapat diketahui dari rerata skor kemampuan komunikasi lisan pada kelas A lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C dengan rerata skor masing-masing berturut-turut 80,53; 80,16 dan 77,52 (Gambar 1). Secara umum, kemampuan komunikasi lisan mahasiswa calon guru berada dalam kategori baik, karena rerata skor yang diperoleh berada diatas nilai 75. Kemampuan komunikasi lisan penting bagi seorang calon guru untuk membantu siswa dalam memahami informasi yang di-sampaikan oleh guru, sehingga mendukung tercapainya hasil belajar yang maksimal. Hal senada diungkapkan oleh Maryanti et al (2012) yang menemukan bahwa ada korelasi antara keterampilan komunikasi dengan aktivitas belajar siswa. Komunikasi penting dalam pembelajaran karena pembelajaran akan berjalan baik apabila proses komunikasi berjalan lancar, dan sebaliknya. Lebih lanjut dijelaskan apabila komunikasi berjalan baik, maka siswa akan memberikan umpan balik baik berupa tulis maupun gerak-gerik rasa puasnya, sehingga akan memupuk rasa keinginan untuk belajar yang pada akhirnya dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Hasil analisis varians untuk menge-tahui apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi lisan mahasiswa calon guru pada tiga kelas yang berbeda menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi lisan kelas A lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C dengan nilai Fhitung>Ftabel (9,72>3,11) (Tabel

1). Hasil ini mengindikasikan bahwa maha-siswa calon guru pada kelas A memiliki kemampuan akademik yang lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C. Hal ini diperkuat dengan data prestasi belajar mahasiswa yang dilihat berdasarkan skor Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang telah dikonversi menjadi data rasio menunjukkan bahwa prestasi belajar mahasiswa pada kelas A lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C dengan rerata skor berturut-turut 83,02; 79,90 dan 74,95. Hasil yang diperoleh diperkuat oleh penemuan Ismiati (2011) yang melaporkan bahwa ada perbedaan hasil belajar biologi pada siswa berkemampuan akademik tinggi dan rendah yang diberikan perlakuan model pembelajaran kooperatif. Hal ini sejalan dengan hasil yang diperoleh bahwa mahasiswa calon guru pada kelas A memiliki kemampuan komunikasi lisan yang lebih tinggi dibandikan kelas B, dan C karena memiliki kemampuan akademik yang lebih tinggi dibandingkan kelas lainnya yang dibuktikan dengan prestasi belajar pada kelas A lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C.

Hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi tulis mahasiswa calon guru pada jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi mahasiswa berada pada kategori cukup baik dengan rentangan rerata skor 61,71-69,02 (Gambar 2). Kemampuan komunikasi tulis mahasiswa calon guru penting karena kemampuan komunikasi ini berkaitan dengan pengetahuan terhadap pe-rumusan masalah atau pemahaman tentang simbol-simbol matematika (Awa et al, 2013). Selain itu, kemampuan komunikasi tulis matematika berpengaruh terhadap

pemahaman konseptual matematis, hal ini didasari oleh hasil penelitian Eviana et al (2013) yang menemukan bahwa ada pengaruh kemampuan komunikasi mate-matis terhadap pemahaman konseptual matematika dengan nilai koefisien korelasi (r) sebesar 0,320.

Hasil analisis varians untuk menge-tahuai apakah ada perbedaan kemampuan komunikasi tulis mahasiswa calon guru pada jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram menunjukkan bahwa ada per-bedaan kemampuan komunikasi tulis antara mahasiswa pada kelas A, B, dan C (Tabel 2). Kemampuan komunikasi tulis mahasiswa pada kelas A paling tinggi kemudian diikuti oleh kelas B, dan kelas C. Kemampuan komunikasi tulis yang lebih tinggi pada kelas A dibandingkan kelas B, dan C diduga karena pengaruh kemampuan akademik yang berbeda pada masing-masing kelas. Hal ini sejalan dengan penemuan Ismiati (2011) yang menemukan adanya perbedaan hasil belajar pada siswa dengan kemampuan akademik tinggi dan rendah.

Simpulan dan Saran

Berdasarkan hasil analisis deskriptif kemampuan komunikasi lisan dan tulis mahasisa calon guru jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram diketahui bahwa 1) Kemampuan komunikasi lisan mahasiswa calon guru pada jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram berada pada kategori baik dengan rentangan rerata skor sebesar 77,52 sampai 80,53, 2) Kemampuan komunikasi tulis mahasiswa calon guru pada jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram berada pada kategori cukup baik dengan rentangan rerata skor sebesar 61,71

sampai 69,02, dan 3) Kemampuan komuni-kasi lisan dan tulis pada kelas A, lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C disebabkan karena kemampuan akademik mahasiswa pada kelas A lebih tinggi dibandingkan kelas B, dan C. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk terus mempertahankan dan meningkatkan ke-mampuan komunikasi lisan dan tulis mahasiswa calon guru pada jurusan pendidikan matematika IAIN Mataram untuk meningkatkan kualitas lulusan calon guru khususnya pada jurusan pendidikan matematika dan umumnya untuk seluruh mahasiswa calon guru IAIN Mataram. Daftar Pustaka

Ansari, Bansu Irianto. 2003. Menumbuh

Kembangkan Kemampuan

Pemahaman dan Komunikasi Matematika Siswa SMU melalui Strategi Think-Talk-Write. Disertasi doktor tidak diterbitkan. Bandung:Universitas

PendidikanIndonesia.

Awa, A.,Hulukati, E.,& Mohidin, A.D. 2013. Analisis Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa dalam Memahami Volume Bangun Ruang

Sisi Datar (online),

(http://www.kim.ung.ac.id/index.php /KIMFMIPA/article/.../3364, Diakses 27 November 2014).

Eviana, Sugiarto, & Hamdani. 2013. Pengaruh Kemampuan Komunikasi Matematis Terhadap Pemahaman Konseptual Matematis Siswa pada Bangun Ruang di SMP (online), ((http://jurnal.untan.ac.id/index.php/j

pdpb/article/download/3512/3552, diakses 27 November 2014).

Maryanti, Zikra, & Nurfarhanah. 2012. Hubungan antara Keterampilan Komunikasi dengan Aktivitas Belajar Siswa, Konselor, Vol 1(1): 1-8.

Ismiati, L. 2011. Pengaruh Strategi Belajar TPS, Reciprocal Teaching, dan Integrasinya terhadap hasil Belajar Kognitif dan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik Berkemampuan Akademik Berbeda di R-SMA-BI Batu. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Universitas Negeri Malang.

Pengembangan Media Kartu Koloid untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa

Ratna Azizah Mashami1), Yayuk Andayani2), dan Baiq Fara Dwirani Sofia2) 1

Pendidikan Kimia FPMIPA IKIP Mataram 2

Pendidikan Kimia FKIP Universitas Mataram E-mail: ratna1742@gmail.com

Abstract: This study was aimed to develop colloid card media and to improve the result of study at colloid concept. Colloid card that has colloid concept was served as a game. This is Research and Design with five steps, that is syllabus analyze, concept analyze, design the colloid card, validation, and testing. Testing was did

to know the efficacy of colloid card media in improving the student’s results study using control group posttest

only design. Instructional at experimental group uses colloid card media despite at control group without that media. Data was taken using multiple choice test. The result of data analyzing using t-test showed that ttest

Dalam dokumen Pengaruh Problem Based Learning dengan M (Halaman 74-113)

Dokumen terkait