• Tidak ada hasil yang ditemukan

Belukar rawa

Hutan rawa sekunder Kebun campuran Perkebunan Permukiman Rawa Sawah Tanah terbuka Tubuh air

38

sekunder berupa pohon jingah yang banyak terdapat di bagian barat (kecamatan Paminggir), sedangkan hutan rawa sekunder terluas terdapat di bagian utara yang kebanyakan berupa pohon gelam. Adapun kebun campuran kebanyakan berupa karet dan bambu.

Gambar 6 Kondisi penggunaan lahan eksisting (a) rawa, (b) belukar rawa, (c) sawah, (d) perkebunan sawit, (e) hutan rawa sekunder, (f) kebun campuran

(c) (d)

(a) (b)

Penggunaan lahan ini bersifat dinamis dan dapat berubah sesuai dengan perubahan dan perkembangan kegiatan manusia. Penggunaan lahan (landuse) dan perubahan tutupan lahan (landcover) adalah sebuah subjek multi-disiplin di mana bio-fisika dan sosio-ekonomi bertemu satu sama lain. Perubahan tutupan lahan (landcover) terdeteksi dalam 2 bentuk, yaitu konversi dari satu kategori landcover ke kategori lain, seperti dari hutan ke padang rumput dan modifikasi dalam satu kategori, seperti perubahan dari kawasan sawah tadah hujan menjadi kawasan budidaya irigasi (Jansen dan Gregorio, 2002).

Identifikasi Kesesuaian Lahan untuk Padi

Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tertentu. Penilaian potensi lahan berdasarkan kesesuaiannya memperhatikan berbagai karakteristik alamiah dari komponen-komponen lahan. Evaluasi lahan dilakukan untuk menemukan daerah yang cocok secara fisik untuk jenis pengembangan yang dipertimbangkan. Pada prinsipnya penilaian kesesuaian lahan dilaksanakan dengan cara mencocokkan (matching) data tanah dan fisik lingkungan dengan tabel rating kesesuaian lahan yang telah disusun berdasarkan persyaratan penggunaan lahan yang mencakup persyaratan tumbuh/hidup komoditas pertanian yang bersangkutan, pengelolaan dan konservasi.

Pada lahan rawa lebak penilaian kesesuaian lahan untuk padi agak berbeda dengan padi pada lahan sawah biasa. Untuk itu penilaian kesesuaian dilakukan dengan memperhatikan banyak parameter, diantaranya yang cukup menentukan adalah ketersediaan air (ketinggian muka air), drainase, genangan banjir, ketebalan dan kematangan gambut, tekstur tanah, serta kedalaman sulfidik. Selain itu juga ada persyaratan karakteristik lahan yang lain seperti, kejenuhan basa, pH H2O, KTK liat, C-organik dan lain-lain yang umumnya bisa diperkaya pada saat budidaya. Parameter-parameter tersebut di atas sebagian diuraikan dari peta jenis tanah tingkat sub group berdasarkan data yang dimiliki oleh Bappeda Kabupaten Hulu Sungai Utara (Gambar 7). Pada penelitian ini kesesuaian lahan padi pada sawah lebak didasarkan pada kriteria yang disusun oleh Djaenudin et al. (2003) dan dilakukan pemetaan terhadap hasil analisis kesesuaian lahan padi aktual dan potensial.

40 Gambar 7 Peta jenis tanah Kabupaten Hulu Sungai Utara

Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) kesesuaian lahan aktual adalah kesesuaian lahan yang belum mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Adapun kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Berdasarkan hasil analisa kesesuaian lahan padi secara aktual di Kabupaten Hulu Sungai Utara terlihat bahwa secara keseluruhan hanya ada tiga kelas yaitu S2, S3 dan N. Kelas S1 tidak ada karena pada dasarnya lahan lebak merupakan lahan yang dianggap marjinal dan umumnya hanya diusahakan sekali setahun (IP 100) dengan produktifitas yang bervariasi dari rendah sampai sedang. Adapun sebaran lahan dengan kesesuaian S2, S3 dan N pada semua kecamatan dapat dilihat pada Tabel 13. Secara aktual lahan yang tidak sesuai lebih dari setengah luasan wilayah Kabupaten Hulu Sungai Utara, namun dengan sentuhan teknologi kemungkinan untuk perluasan lahan yang potensial tetap ada. Kelas kesesuaian S2 dan S3 persentasenya tidak jauh berbeda, yaitu masing-masing hampir seperempat dari luas wilayah kabupaten. Secara spasial kesesuaian lahan aktual padi dapat dilihat pada gambar 9.

Tabel 13 Luas kelas kesesuaian lahan padi aktual di Kab. Hulu Sungai Utara No. Kecamatan

Luas kelas kesesuaian lahan (ha)

Jumlah S2 S3 N 1. AMUNTAI SELATAN 2.018 179 13.711 15.907 2. AMUNTAI TENGAH 1.787 2.128 4.161 8.077 3. AMUNTAI UTARA 4.201 - - 4.201 4. BABIRIK 1.402 2.756 3.291 7.449 5. BANJANG 2.072 3.504 2,772 8.348 6. DANAU PANGGANG 1.677 2.511 10.584 14.773 7. HAUR GADING 1.676 - 2.005 3.680 8. PAMINGGIR 380 7.398 11.766 19.544 9. SUNGAI PANDAN 3.819 2.192 19 6.030 10. SUNGAI TABUKAN 1.423 363 57 1.843 Jumlah 20.454 21.031 48.367 89.853 Persentase (%) 22,8 23,4 53,8 100,0

42

Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa secara aktual kesesuaian S2 yang luas terdapat di Kecamatan Amuntai Utara dan Sungai Pandan, sedangkan yang luasannya kecil di kecamatan Paminggir. Hal ini sesuai dengan kondisi biofisik wilayah, dimana di kecamatan Sungai Pandan jenis tanahnya sebagian besar adalah fluvaquent aerik, fluvaquent histik dan udifluent akuik yang sesuai untuk budidaya padi. Adapun untuk kecamatan Paminggir secara aktual memang tidak ditemukan sawah dan kondisi tanahnya kebanyakan gambut serta mempunyai ketinggian muka air yang cukup dalam. Untuk kesesuaian lahan S3, yang terluas adalah di kecamatan Paminggir, kemudian Danau Panggang. Wilayah yang luas kebanyakan berupa belukar rawa dan rawa yang belum termanfaatkan seperti terlihat pada Gambar 8. Kecamatan Sungai Pandan memiliki luasan kesesuaian S2 yang besar sedangkan S3 dan N dengan luasan yang kecil, selain karena jenis tanahnya juga karena di wilayah ini terdapat polder Alabio yang berfungsi sebagai irigasi setengah teknis.

44

Analisa kesesuaian lahan padi secara potensial dilakukan untuk melihat kemungkinan pengembangan wilayah untuk areal sawah rawa lebak jika dilakukan perbaikan kondisi aktual lahan. Berdasarkan hasil analisa didapatkan bahwa kelas kesesuaian lahan dapat dinaikkan dari S3 menjadi S2 ketika dilakukan perbaikan kondisi kejenuhan basa dan dari N menjadi S3 dengan dilakukan perbaikan keasaman tanah (menaikkan pH) dan kondisi genangan (pembuatan saluran air). Adapun kondisi ketidaksesuaian karena pembatas ketebalan gambut sulit untuk diperbaiki, sehingga kesesuaiannya tetap tidak dapat dinaikkan. Selain itu gambut dengan kedalaman tertentu juga tidak dianjurkan untuk dijadikan kawasan budidaya. Luas kesesuaian lahan potensial untuk padi yang tersebar di seluruh wilayah kabupaten dapat dilihat pada Tabel 14 dan digambarkan pada Gambar 11.

Tabel 14 Luas kelas kesesuaian lahan padi potensial di Kab. Hulu Sungai Utara No. Kecamatan Luas kelas kesesuaian lahan (Ha) Jumlah

S2 S3 N 1 AMUNTAI SELATAN 2.196 222 13.490 15.907 2 AMUNTAI TENGAH 3.915 - 4.161 8.077 3 AMUNTAI UTARA 4.201 - - 4.201 4 BABIRIK 4.158 1.826 1.465 7.449 5 BANJANG 5.576 - 2.772 8.348 6 DANAU PANGGANG 4.189 4.887 5.696 14.773 7 HAUR GADING 1.676 2 2.003 3.680 8 PAMINGGIR 7.777 9.224 2.542 19.544 9 SUNGAI PANDAN 6.011 11 8 6.030 10 SUNGAI TABUKAN 1.786 57 - 1.843 Jumlah 41.485 16,229 32,138 89.853 Persentase (%) 46,2 18,1 35,8 100,0

Berdasarkan tabel 14 terlihat bahwa kesesuaian lahan potensial padi terluas terdapat di Kecamatan Paminggir dan luasan terkecil terdapat di Kecamatan Sungai Tabukan. Hal ini sesuai dengan luasan wilayah administrasinya. Di semua kecamatan terdapat kelas kesesuaian S2, namun untuk kelas S3 dan N di beberapa kecamatan tidak ada.

Gambar 10 Persentase Kesesuaian lahan aktual dan potensial.

Dengan adanya upaya perbaikan terlihat adanya kenaikan kesesuaian lahan S3 menjadi S2 yang cukup signifikan dan pengurangan persentase kelas lahan yang tidak sesuai (Gambar 10). Faktor pembatas ketidaksesuaian (kelas N) adalah ketebalan gambut, dimana faktor pembatas ini sulit untuk dinaikkan kelasnya dan tidak direkomendasikan untuk dinaikkan.

54% 23%

23%

Dokumen terkait