• Tidak ada hasil yang ditemukan

Accuracy (%) Producer's Accuracy (%) User's Accuracy (%) Producer's Accuracy (%) 1 Kebun karet 100,00 100,00 100,00 100,00 2 Vegetasi non-mangium 98,52 100,00 98,46 100,00 3 Bekas tebangan 100,00 98,50 100,00 99,21

4 Sarana dan prasarana 100,00 100,00 100,00 100,00

5 Badan air 100,00 100,00 100,00 100,00 6 Awan 100,00 100,00 100,00 100,00 7 Bayangan awan 100,00 100,00 100,00 100,00 8 Mangium tua 100,00 100,00 100,00 100,00 9 Mangium sedang 100,00 100,00 100,00 100,00 10 Mangium muda 100,00 100,00 100,00 100,00 Overall Accuracy (%) 99,83 99,89 Kappa Accuracy (%) 99,80 99,87

Dari Tabel 15 diketahui bahwa nilai akurasi yang dihasilkan telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan. Untuk citra 2002, nilai User’s Accuracy berkisar antara 98,52 % sampai 100 %, dan nilai Producer’s Accuracy berkisar antara 98,52 % sampai 100 %. Sedangkan untuk citra 2002, nilai User’s Accuracy berkisar antara 98,46 % sampai 100 %, dan nilai Producer’s Accuracy berkisar antara 99,21 % sampai 100 %. Pada kedua citra, nilai akurasi yang terkecil terdapat pada kelas vegetasi non-mangium dan lahan terbuka bekas tebangan, hal tersebut terjadi karena kelas-kelas tersebut memiliki penutupan lahan yang hampir sama. Akan tetapi seluruh nilai akurasi yang dihasilkan telah melebihi nilai minimum yang ditentukan (>85 %).

Nilai Overall Accuracy yang dihasilkan telah memenuhi ketentuan, yaitu sebesar 99,83 % untuk citra 2002, dan sebesar 99,89 % untuk citra 2003. Nilai

Kappa Accuracy yang dihasilkan juga telah memenuhi ketentuan, yaitu sebesar

99,80 % untuk citra 2002, dan sebesar 99,87 % untuk citra 2003. Secara umum nilai akurasi klasifikasi yang dilakukan dapat diterima.

3. Hasil Klasifikasi

Setelah dilakukan proses klasifikasi terbimbing menggunakan metode peluang maksimum (maximum likelihood) terhadap citra tahun 2002 dan tahun 2003 didapatkan citra klasifikasi penutupan lahan di lokasi penelitian.

33

Luas penutupan lahan dari kelas-kelas penutupan lahan dari dua citra terklasifikasi diberikan dalam Tabel 16.

Tabel 16. Luas Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi Citra

2002 2003

Kelas Luas (ha) % Kelas Luas (ha) %

Mangium muda 14.809,64 11,36 Mangium muda 16.968,49 13,02

Mangium sedang 12.500,37 9,59 Mangium sedang 15.934,48 12,22

Mangium tua 12.896,15 9,89 Mangium tua 9.973,24 7,65

Vegetasi non-mangium 45.261,14 34,72 Vegetasi non-mangium 50.959,42 39,09

Kebun karet 7.120,06 5,46 Kebun karet 7.618,50 5,84

Bekas tebangan 28.094,54 21,55 Bekas tebangan 22.172,27 17,01

Sarana dan prasarana 9.187,38 7,05 Sarana dan prasarana 6.212,52 4,77

Awan 273,848 0,21 Awan 284,288 0,22

Bayangan awan 167,625 0,13 Bayangan awan 192,555 0,15

Badan air 65,25 0,05 Badan air 60,233 0,05

Jumlah 130.375,98 100,00 Jumlah 130.375,98 100,00

Berdasarkan hasil klasifikasi, penutupan lahan tahun 2002 di area HPHTI PT MHP didominasi oleh vegetasi non-mangium seluas 45.261,135 ha (34,72 %), dan lahan terbuka bekas tebangan seluas 28.094,535 ha (21,55 %). Komposisi vegetasi mangium terdiri dari mangium tua seluas 12.896,15 ha (9,89 %), mangium sedang seluas 12.500,37 (9,59%), dan mangium muda seluas 14.809,64 (11,36 %).

Sedangkan penutupan lahan pada tahun 2003 adalah vegetasi non-mangium seluas 50.959,418 ha (39,09 %), diikuti oleh lahan terbuka bekas tebangan seluas 22.172,265 ha (17,01 %). Komposisi vegetasi mangium terdiri dari mangium tua seluas 9.973,24 ha (7,65 %), mangium sedang seluas 15.934,48 (12,22 %), dan mangium muda seluas 16.968,49 (13,02 %).

Citra hasil klasifikasi penutupan lahan dengan menggunakan seluruh band diberikan dalam Gambar 14 dan 15.

Gambar 14. Klasifikasi Penutupan Lahan tahun 2002

Gambar 15. Klasifikasi Penutupan Lahan tahun 2003

Analisa Perubahan Tutupan Lahan

Berdasarkan hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2002 dan 2003, dilakukan deteksi perubahan untuk mengetahui jenis perubahan yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tool thematic change yang ada dalam perangkat lunak ArcView GIS 3.2. Di seluruh areal HPHTI PT MHP diketahui terjadi penambahan luas vegetasi non-mangium 5.698,28 ha, mangium sedang

35

3.434,11 ha, mangium muda 2.158,85 ha, demikian juga awan dan bayangan awan bertambah masing-masing 10,44 ha dan 24,93 ha. Sebaliknya terjadi pengurangan luas penutupan lahan untuk kelas lahan terbuka bekas tebangan 5.922,27 ha, mangium tua 2.922,91 ha, dan badan air 5,02 ha.

Penambahan luasan vegetasi non-mangium yang besar, berasal dari kelas areal bekas tebangan, hal tersebut terjadi karena kelas yang belum ditanami tersebut sebagian telah ditumbuhi tumbuhan bawah dan alang-alang sehingga masuk ke kelas vegetasi non-mangium. Rincian jenis perubahan penutupan lahan yang terjadi diberikan dalam Tabel 17.

Tabel 17. Matriks Perubahan Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi

2003 2002

Aw Air Byg Krt MM MS MT NM BT SP Jumlah

Aw 5,56 0,38 0,00 15,66 11,99 15,10 6,28 95,94 99,81 23,13 273,85 Air 0,56 11,90 0,18 0,79 0,36 1,55 4,43 6,98 31,91 6,59 65,25 Byg 2,97 3,20 0,23 8,21 19,04 19,31 30,89 60,26 17,57 5,96 167,63 Krt 27,70 1,94 19,58 2.792,05 244,67 45,72 60,21 2.409,98 1.020,35 497,88 7.120,06 MM 24,23 2,77 20,09 186,73 4.725,74 3.452,45 1.032,14 4.290,21 760,68 314,60 14.809,64 MS 6,41 1,15 5,31 214,07 3.106,40 2.535,23 767,23 5.182,67 508,21 173,70 12.500,37 MT 5,38 2,41 4,57 47,59 1.533,78 4.688,28 4.804,29 401,72 885,08 523,06 12.896,15 NM 113,29 13,14 81,16 3.237,80 4.642,09 3.109,82 1.694,43 26.365,25 4.345,27 1.658,90 45.261,14 BT 77,33 11,07 45,88 1.011,83 2.391,75 1.937,48 1.371,89 10.650,33 8.980,45 1.616,54 28.094,54 SP 20,86 12,29 15,57 103,79 292,68 129,56 201,44 1.496,09 5.522,94 1.392,17 9.187,38 Jumlah 284,29 60,23 192,56 7.618,50 16.968,49 15.934,48 9.973,24 50.959,42 22.172,27 6.212,52 130.375,98

Keterangan : Dalam satuan hektar

Aw = Awan 11 MS = Mangium sedang Air = Badan air MT = Mangium tua

Byg = Bayangan awan NM = Vegetasi non-mangium Krt = Kebun karet BT = Lahan terbuka bekas tebangan MM = Mangium muda SP = Lahan terbuka sarana dan prasarana

Penyusunan Model Perhitungan Etat Identifikasi Masalah, Tujuan, dan Batasan

Kegiatan pengaturan hasil hutan adalah kegiatan yang sangat penting unuk memanfaatkan hasil hutan dengan tetap menjaga kelestariannya. Kegiatan ini berkaitan dengan kegiatan pengelolaan hutan dan kegiatan pemanfaatan hasil hutan, yang dapat dilihat sebagai suatu sistem. Jika pengaturan hasil hutan tersebut dilakukan dengan tanpa memperhatikan daya dukung hutan dan kondisis aktual hutan, menyebabkan eksploitasi hutan secara berlebihan yang akan merusak hutan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun sebuah model pengaturan hasil hutan yang dinamis. Pengaturan hasil tersebut disesuaikan dengan kondisi potensi hutan tanaman Acacia mangium yang berubah setiap tahunnya seperti luas dan jumlah pohon dalam tegakan. Informasi tentang dinamika perubahan luas tegakan yang aktual dengan cakupan yang luas dapat diperoleh secara lengkap, cepat, dan akurat dengan menggunakan data dan informasi citra satelit.

Masalah yang dikaji dalam tulisan ini dibatasi pada hal-hal yang terkait dengan kegiatan pengaturan hasil hutan tanaman Acacia mangium di wilayah Subanjeriji, HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP), Propinsi Sumatera Selatan. Model yang disusun dititikberatkan kepada variabel-variabel yang berkenaan langsung dalam penentuan besar etat, yaitu persediaan tegakan (standing stock) yang dilihat dari kondisi luas penutupan hutan tanaman dan volume aktual hutan tanaman yang didekati dengan jumlah pohon dalam tegakan..

Konseptualisasi Model

Model yang disusun menggambarkan dinamika dalam tegakan hutan tanaman yang terjadi akibat adanya pertumbuhan tanaman dan juga karena kegiatan pengusahaan hutan. Konseptualisasi model dilakukan dengan membuat diagram-diagram yang menggambarkan hubungan antara variabel-variabel yang terkait dalam pengaturan hasil hutan. Model terdiri dari empat sub model yaitu sub model dinamika luas tegakan, sub model dinamika jumlah pohon tegakan, sub model pengaturan hasil, dan sub model perhitungan etat dari citra.

37

pohon tegakan, dan sub model pengaturan hasil disusun untuk menggambarkan dinamika yang terjadi dalam tegakan akibat pertumbuhan dan perkembangan hutan, serta akibat adanya tindakan pengelolaan hutan. Sedangkan sub model perhitungan etat dari citra digunakan untuk memanfaatkan informasi citra satelit yang telah diperoleh dari kegiatan klasifikasi citra.

Dalam hutan tanaman, kegiatan yang sangat penting adalah pengaturan hasil hutan yang menentukan besarnya hasil hutan yang dapat diambil (etat). Penentuan besarnya etat tersebut sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan tegakan. Dinamika dalam pertumbuhan tegakan dapat dilihat dari dinamika luas tegakan dan dinamika jumlah pohon tegakan. Hal tersebut disebabkan karena dalam pengusahaan hutan tanaman yang sudah intensif, data dan informasi dari kedua komponen pertumbuhan tersebut dapat diketahui, sehingga dinamika yang terjadi dalam tegakan hutan dapat disederhanakan ke dalam model.

Diagram yang menunjukkan keterkaitan antar sub model yang disusun, diberikan pada Gambar 16.

a. Sub Model Dinamika Luas Tegakan

Sub model ini menggambarkan dinamika luas tegakan yang senantiasa berubah menurut waktu dengan adanya perubahan luas dari setiap umur yang ada sebagai akibat dari kegiatan pengusahaan hutan. Model terdiri dari delapan buah state variable yang masing-masing merupakan luas dari setiap tanaman pada umur 1 tahun sampai dengan umur 8 tahun ke atas (dinamakan sebagai variabel Luas 1 sampai Luas 8up). Setiap tahun terjadi perubahan luas yang berasal dari penambahan luas tanaman baru (penanaman) yang besarnya ditentukan oleh luas tebangan (total luas tebangan) dan sisa luas produktif yang belum ditanami (luas produksi). Luas tegakan juga mengalami perubahan karena terjadinya perpindahan akibat bertambahnya umur tanaman (pindah 1 sampai pindah 8up), besarnya luas tanaman yang berpindah dinyatakan sebagai proporsi luas tanaman yang tidak mengalami gangguan akibat kematian tanaman atau perubahan penutupan lahan (prop pindah 1 sampai prop

pindah 8up). Selain itu juga terjadi pengurangan luas sebagai akibat dari

sejumlah luasan tanaman yang mengalami kematian atau berubah penutupan lahan (pengurangan luas 1 sampai pengurangan luas 8up). Sub model dinamika luas tegakan dapat dilihat pada Gambar 17.

39

b. Sub Model Dinamika Jumlah Pohon Tegakan

Sub model ini menggambarkan jumlah pohon pada setiap umur tanaman (Pohon 1 sampai Pohon 8up). Perubahan dalam jumlah pohon berasal dari sejumlah pohon yang masuk ke masing-masing state jumlah pohon pada setiap umur tanaman (masuk 1 sampai masuk 8up), yang berasal dari penanaman maupun akibat dari pertambahan umur tegakan. Selain itu juga terdapat sejumlah pohon yang keluar setiap tahunnya (keluar 1 sampai keluar 8up) sebagai akibat dari penebangan, kematian alami, kegiatan penjarangan, maupun akibat adanya gangguan dari pencurian. Sub model dinamika jumlah pohon tegakan dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Sub Model Dinamika Jumlah Pohon Tegakan

c. Sub Model Pengaturan Hasil

Hal penting dalam model ini adalah pengaturan hasil, yaitu penentuan etat tebangan berupa etat volume dan etat luas. Sub model pengaturan hasil hutan ini menggambarkan metode pengaturan hasil hutan yang statis, yang umumnya digunakan dalam pengusahaan hutan di Indonesia saat ini. Metode ini dikatakan statis karena perhitungan etat menggunakan data dan informasi tentang kondisi tegakan (potensi kayu) yang diambil dalam periode waktu tertentu, dan digunakan untuk menentukan besarnya etat setiap tahun selama periode waktu tersebut. Sehingga tidak memperhatikan adanya perubahan kondisi tegakan yang terjadi setiap tahun akibat gangguan terhadap tegakan.

Model ini dibuat untuk menggambarkan pengaturan hasil dengan daur 8 tahun, yang digunakan saat ini dalam pengaturan hasil di HPHTI PT MHP. Dalam metode ini dibutuhkan data total luas dan total volume aktual dari tegakan mangium yang ada. Besarnya volume kayu yang akan diambil dihitung dengan menggunakan metode Von Mantel, dengan pertimbangan kemudahan perhitungan yang disesuaikan dengan ketersediaan data pendukung yang digunakan untuk penyusunan model ini. Sub model dapat dilihat pada Gambar 19.

Gambar 19. Sub Model Pengaturan Hasil Hutan

d. Sub Model Perhitungan Etat dari Citra

Sub model ini disusun untuk memanfaatkan informasi luas tegakan yang diperoleh dari pengolahan citra satelit untuk kemudian dijadikan sebagai salah satu variabel untuk menentukkan besarnya etat yang dapat diambil untuk tahun yang sama dengan tahun perekaman citra. Informasi luas tegakan dari hasil klasifikasi citra (luas mangium muda, luas mangium sedang dan luas mangium tua) digunakan untuk menghitung etat dengan menggunakan informasi volume kayu per hektar (m³/ha) yang didapat dari data perusahaan (vol per ha mangium

41

dengan menggunakan metode Von Mantel. Sub model ini dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 20. Sub Model Perhitungan Etat dari Citra

Spesifikasi Model

Langkah selanjutnya dalam pemodelan dinamika sistem adalah dengan membuat kuantifikasi model, sehingga model yang dibuat dapat disimulasikan dengan program komputer. Persamaan (equation) matematika yang disusun dalam model menggunakan data yang diperoleh dari perusahaan dan juga beberapa asumsi. Rincian persamaan yang digunakan diberikan dalam Lampiran 3.

Evaluasi Model

Evaluasi model dilakukan dengan membandingkan data luas pada masing-masing umur tanaman hasil prediksi model dengan data dari sistem nyata (data aktual). Pengujian dilakukan dengan uji khi-kuadrat (χ²). Hal ini dilakukan karena model yang disusun bersifat time series sehingga dapat dibandingkan besar keragamannya, dan penggunaan uji χ² cukup kuat untuk menguji model dan dapat

digunakan dalam banyak masalah pemodelan (Grant et al., 1997). Hasil evaluasi model diberikan dalam Tabel 18.

Tabel 18. Hasil Evaluasi Model

Umur Tanaman (tahun) Luas Nyata (ha) Luas Model (ha) 1 3325 3412 2 1987 2044 3 510 498 4 684 718 5 2755 2762 6 6545 6792 7 5628 5726 8 Up 4350 4556 Jumlah 25784 26508 Nilai χ²hitung 3.068 Nilai χ²tabel 14,067

Nilai χ² tabel pada tingkat kepercayaan 95% dengan derajat bebas ( v = 7)

Wilayah Kritik = χ²hitung < 14,067 Æ Terima HO

Berdasarkan hasil evaluasi model, kriteria yang terpenuhi adalah “Terima H0”, artinya hasil prediksi simulasi model tidak berbeda nyata dengan data yang sebenarnya (data sistem nyata), sehingga model dapat diterima dan digunakan.

Aplikasi Model Perhitungan Etat Komunikasi Data dengan DDE (Dynamic Data Exchange)

Aplikasi model disusun dengan memanfaatkan feature DDE (Dynamic

Data Exchange) yang ada dalam sistem operasi Microsoft Windows. DDE

merupakan suatu protokol yang dimiliki sistem operasi Windows yang memungkinkan dua atau lebih program aplikasi berjalan secara simultan dan melakukan pertukaran data (Prahasta, 2004). Komunikasi data antar program aplikasi (software) dengan DDE dapat terjadi dengan hubungan client-server. Aplikasi client adalah aplikasi yang mengirimkan baris-baris request (perintah atau tindakan inisiasi) untuk melakukan komunikasi data, sementara aplikasi

43

Software yang digunakan dalam penyusunan model ini (ArcView GIS 3.2

dan Stella Research 8) memiliki dukungan untuk melakukan komunikasi dalam protokol DDE, akan tetapi jenis data yang dapat dipertukarkan antar kedua software ini berbeda. Sehingga dibutuhkan satu aplikasi lagi sebagai penghubung untuk komunikasi data. Aplikasi yang djadikan penghubung adalah Microsoft

Excel, karena aplikasi ArcView GIS 3.2 (ArcView) dan Stella Research 8 (Stella)

memiliki kemampuan untuk pertukaran data dari dan ke ke aplikasi Microsoft

Excel (Excel). Hubungan dari ketiga aplikasi ini dapat digambarkan sebagai

berikut.

Gambar 21. Hubungan Komunikasi Data dengan DDE

Pemrograman Script Avenue

Perangkat lunak ArcView memungkinkan pengguna untuk melakukan

otomatisasi, kustomisasi (customize), dan mengoptimalkan kemampuan perangkat lunak ini untuk mendukung pembuatan aplikasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna. Hal tersebut dapat dilakukan karena ArcView memiliki bahasa pemrograman Avenue yang telah terintegrasi dalam perangkat lunak ini..

Penyusunan aplikasi model perhitungan etat dalam penelitian ini menggunakan software ArcView untuk membuat aplikasi model yang dapat menghubungkan dan mengkomunikasikan data antar perangkat lunak. Langkah yang dilakukan dengan menulis beberapa script dengan bahasa Avenue untuk membuat komunikasi data antar perangkat lunak yang digunakan. Setelah ditulis,

ArcView = Server MSExcel=Client

Excel = Server Stella = Client

script kemudian di-compile dan dijalankan. Source code script yang ditulis,

diberikan dalam Lampiran 4.

Pembuatan Antarmuka (Interface)

Tahap selanjutnya adalah dengan membuat tampilan antarmuka (interface) atau disebut juga GUI (Graphical User Interface). Tujuannya untuk lebih memudahkan penggunaan aplikasi model yang disusun. Dalam perangkat lunak ArcView, pembuatan GUI dilakukan dengan memanfaatkan Extention “Dialog

Designer” yang telah terintegrasi dalam perangkat lunak ArcView. Setelah dibuat,

GUI ini kemudian diikatkan (embed) ke dalam aplikasi model sehingga dapat ditampilkan menjadi salah satu item menu dalam perangkat lunak ini, yang dapat diakses oleh pengguna. Tampilan GUI dibuat dengan sederhana agar mudah dimengerti. Tampilan aplikasi model dalam perangkat lunak ArcView dapat dilihat dalam Gambar 22.

Gambar 22. Tampilan Antarmuka Aplikasi Model dalam ArcView

Pembuatan antarmuka juga dilakukan dalam perangkat lunak Stella, tujuannya agar pengguna dapat langsung berinteraksi dengan model yang disusun secara lebih mudah, tanpa harus mengakses ke dalam bagian konseptualisasi atau spesifikasi model. Dalam perangkat lunak Stella, pembuatan antarmuka dilakukan

45

pada “Interface Level” yang memang digunakan untuk memudahkan penggunaan model yang telah disusun. Tampilan antarmuka juga dibuat dengan sederhana agar mudah dimengerti. Tampilan aplikasi model dalam perangkat lunak ArcView dapat dilihat dalam Gambar 23.

Penggunaan Aplikasi Model Perhitungan Etat

Model yang telah disusun kemudian digunakan untuk menyimulasikan kegiatan pengaturan hasil hutan di HPHTI PT MHP. Simulasi dilakukan untuk mengetahui besarnya etat yang dapat diambil, khususnya untuk tahun 2002 dan 2003. Hasil perhitungan etat yang diperoleh dengan menggunakan metode pengaturan hasil yang statis (tanpa menggunakan informasi citra satelit) kemudian dibandingkan dengan hasil perhitungan etat menggunakan metode ang dinamis (menggunakan citra terklasifikasi). Hasil yang diperoleh diberikan pada Tabel 19.

Tabel 19. Hasil Penggunaan Model

Metode Statis Metode Dinamis

Variabel

2002 2003 2002 2003

Etat Volume (m³) 2.436.148,05 2.548.839,89 1.905.555,13 1.961.639,22

Etat Luas (ha) 8.940,91 9.211,71 7.179,94 7.391,24

Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa besarnya etat yang dihasilkan dari perhitungan metode statis (tanpa informasi citra) dengan perhitungan etat menggunakan metode dinamis (dengan informasi citra) memiliki perbedaan. Hasil perhitungan etat dengan menggunakan metode yang statis pada tahun 2002, didapatkan hasil perhitungan etat volume sebesar 2.436.148,05 m³, dan etat luas sebesar 8.940,91 ha. Sedangkan pada tahun 2003, besar volume tebangan meningkat menjadi sebesar 2.548.839,89 m³, dan luas tebangan 9.211,71 ha. Sedangkan hasil perhitungan etat dengan menggunakan metode yang dinamis pada tahun 2002, didapatkan hasil perhitungan etat volume sebesar 1.908.555,13 m³, dan etat luas sebesar 7.179,94 ha. Sedangkan pada tahun 2003, besar volume tebangan meningkat menjadi sebesar 1.961.639,22 m³, dan luas tebangan juga meningkat menjadi 7.391,24 ha.

Dari hasil penggunaan model tersebut, dapat terlihat bahwa terdapat perbedaan yang cukup besar antara hasil perhitungan etat dengan metode yang statis dibandingkan dengan menggunakan metode yang dinamis. Hal tersebut terjadi karena dengan metode statis, informasi mengenai perubahan kondisi tegakan tidak dapat diketahui dengan cepat. Sedangkan dengan menggunakan metode pengaturan hasil yang bersifat dinamis maka akan didapatkan perhitungan

47

etat yang lebih sesuai dengan kondisi aktual hutan. Dengan menggunakan metode yang bersifat dinamis melalui pemanfaatan citra satelit, maka perubahan yang terjadi dalam tegakan dapat diketahui dengan lebih cepat dan cukup teliti. Sehingga perhitungan etat yang dihasilkan sesuai dengan kondisi aktual tegakan. Dengan melihat hal tersebut maka pihak pengelola dapat melakukan kegiatan antisipasi untuk mempertahankan manfaat hutan.

Hal ini dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan, untuk melakukan pengelolaan hutan dengan lebih memperhatikan adanya dinamika atau perubahan pada kondisi tegakan hutan, termasuk juga dinamika dalam penetuan etat tebangan dalam kegiatan pengaturan hasil hutannya, dengan pertimbangan untuk menjaga kelestarian hutan.

1. Informasi tutupan hutan yang diperoleh dari citra Landsat ETM+ dapat digunakan dalam menyusun model pengaturan hasil hutan secara dinamis untuk menentukan besarnya etat yang sesuai dengan kondisi aktual tegakan, dengan membuat aplikasi model yang menghubungkan dan mengkomunikasikan informasi tersebut dari perangkat lunak pengolah citra ke perangkat lunak untuk pemodelan.

2. Citra tahun 2002 dan 2003 yang meliputi wilayah HPHTI PT MHP mampu membedakan 10 kelas penutupan lahan, yaitu : tanaman Acacia mangium umur muda, Acacia mangium umur sedang, Acacia mangium umur tua, vegetasi non-Acacia mangium, kebun karet, lahan terbuka sarana dan prasarana, lahan terbuka bekas tebangan, badan air, awan, dan bayangan awan. 3. Hasil uji coba aplikasi model menunjukkan besarnya etat yang dihasilkan dari perhitungan metode statis (tanpa informasi citra) berbeda dengan perhitungan etat menggunakan metode dinamis (dengan informasi citra). Perhitungan etat dengan metode yang statis pada tahun 2002, menghasilkan etat volume sebesar 2.436.148,05 m³, dan etat luas sebesar 8.940,91 ha, pada tahun 2003, etat volume sebesar 2.548.839,89 m³, dan etat luas 9.211,71 ha. Sedangkan hasil perhitungan etat dengan metode yang dinamis pada tahun 2002, menghasilkan etat volume sebesar 1.908.555,13 m³, dan etat luas sebesar 7.179,94 ha, pada tahun 2003 etat volume sebesar 1.961.639,22 m³ dan etat luas sebesar 7.391,24 ha.

4. Terdapat perbedaan yang cukup besar antara hasil perhitungan etat dengan metode yang statis dibandingkan dengan metode yang dinamis, karena dengan pemanfaatan citra satelit perubahan yang terjadi dalam tegakan dapat diketahui dengan lebih cepat dan cukup teliti, sehingga perhitungan etat yang dihasilkan sesuai dengan kondisi aktual tegakan.

49

Saran

1. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan untuk melakukan pengelolaan hutan dengan lebih memperhatikan adanya dinamika atau perubahan dalam tegakan hutan, termasuk juga dinamika dalam penetuan etat hasil hutan.

2. Penggunaan metode pengaturan hasil hutan secara dinamis lebih baik dibandingkan dengan metode statis, karena dapat menghasilkan perhitungan besarnya etat yang dinamis sesuai dengan perubahan yang terjadi pada kondisi tegakan, sehingga pemanfaatan hasil hutan dapat dilakukan dengan lebih memperhatikan kelestarian hutan.

3. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan dengan menggunakan data citra satelit yang memiliki resolusi spasial lebih baik, dengan klasifikasi penutupan lahan yang lebih spesifik khususnya pada penutupan lahan vegetasi.

Caswell, H., H.E. Koeng, J.A. Resh, dan Q.E. Ross. 1972. An Introduction to

Systems Science. Dalam : Patten, B.C. (editor). 1972. Systems Analysis and Simulation in Ecology. Volume II. Academic Press. New York.

Davis, L.S. dan K.N. Johnson. 1987. Forest Management. McGraw-Hill Book Company. New York.

Fauziyyah, E. K. 2003. Penyusunan Model Simulasi Pengaturan Hasil Hutan Kelas Perusahaan Pinus di KPH Garut. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

Grant, William E., E.K. Pederson, dan S.L. Marin. 1997. Ecology and Natural

Resource Management, Systems Analysis and Simulation. John Willey &

Sons, Inc. New York.

Iskandar, U. 2004. Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman Industri. Dalam : Hardiyanto, E.B. dan H. Arisman (editor). 2004. Pembangunan Hutan

Tanaman Acacia mangium, Pengalaman di PT Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. PT Musi Hutan Persada, Palembang, Sumatera Selatan.

Jaya, I N.S. 2002. Penginderaan Jauh Satelit untuk Kehutanan. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Law, A.M. dan W.D. Kelton. 1991. Simulation Modeling and Analysis. Second Edition. McGraw-Hill, Inc. New York.

Lillesand, T.M. dan R.W. Kiefer. 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi

Citra. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Prahasta, E. 2004. Sistem Informasi Geografis: Pemrograman Bahasa Script

Avenue. Penerbit Informatika. Bandung.

Puntodewo, A., S. Dewi., dan J. Tarigan. 2004. Sistem Informasi Geografis

Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. www.cifor.cgiar.org [12 April

2004].

Putra, E.H. 2003. Deteksi Kondisi Hutan Tanaman Menggunakan Citra Satelit Landsat ETM+ di PT Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Tidak diterbitkan.

51

Seydack, A.H.W. 1995. An Unconventional Approach to Timber Yield Regulation

for Multi Aged, Multi Species Forest, Fundamental Consideration. Forest

Ecology and Management Journal. 77: 139-153.

Soemitro, A. 2004. Prospek Investasi dan Analisis Finansial Ekonomi Hutan

Tanaman. Dalam : Hardiyanto, E.B. dan H. Arisman (editor). 2004.

Dokumen terkait