• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT ETM+ DALAM PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN : STUDI KASUS DI HPHTI PT MUSI HUTAN PERSADA, PROPINSI SUMATERA SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMANFAATAN CITRA LANDSAT ETM+ DALAM PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN : STUDI KASUS DI HPHTI PT MUSI HUTAN PERSADA, PROPINSI SUMATERA SELATAN"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT ETM+

DALAM PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN :

STUDI KASUS DI HPHTI PT MUSI HUTAN PERSADA,

PROPINSI SUMATERA SELATAN

DEDY HUMAIDI

E01400049

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan : Studi Kasus di HPHTI PT Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan. Dibimbing oleh Pembimbing I : Ir. Budi Kuncahyo, M.S. dan Pembimbing II : Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.

Hutan merupakan sumberdaya alam yang memiliki banyak manfaat. Kegiatan penting dalam pengelolaan hutan adalah pengaturan hasil hutan yang menentukan besarnya etat setiap tahun. Besar etat sangat ditentukan oleh persediaan tegakan yang ada (standing stock) yang dapat dilihat dari luas penutupan lahan hutan yang produktif dan volume kayu yang dimilikinya. Saat ini penentuan etat umumnya bersifat statis dan menggunakan data yang diambil dalam periode waktu tertentu sehingga tidak dapat mengetahui perubahan yang terjadi dalam tegakan secara lebih teliti. Masalah tersebut dapat diatasi dengan memanfaatkan citra satelit hasil penginderaan jauh (remote sensing). Data citra satelit membantu memberikan data dan informasi kondisi aktual hutan terutama perubahan luas penutupan hutan.

Penelitian bertujuan untuk menyusun model pengaturan hasil hutan yang berdasarkan kondisi aktual tegakan menggunakan data dan informasi dari citra Landsat ETM+. Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan pertimbangan untuk pengaturan hasil hutan secara dinamis dengan mengunakan citra satelit.

Penelitian dilakukan pada tanggal 22 Juli sampai dengan 7 Agustus 2004, di Wilayah I Subanjeriji, HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP), Propinsi Sumatera Selatan. Bahan yang digunakan dalam penelitian berupa data citra Landsat 7 meliputi areal HPHTI PT Musi Hutan Persada, dari dua waktu perekaman (18 September 2002 dan 16 Mei 2003), peta kelas umur tanaman Wilayah I Subanjeriji, data potensi hasil inventarisasi tegakan, dan data pertumbuhan tanaman. Perangkat lunak yang digunakan untuk pengolahan dan analisis data citra dan data spasial geografis adalah perangkat lunak Arc/Info

7.2.1, ArcView GIS 3.2, ER Mapper 5.5, dan ERDAS Imagine 8.5. Untuk

pembuatan model perhitungan etat hasil hutan digunakan Stella Research 8 dan

Microsoft Excel.

Secara umum penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu pengolahan data citra, penyusunan model perhitungan etat, dan penyusunan aplikasi model. Klasifikasi citra dapat membedakan 10 kelas penutupan lahan yaitu : tanaman

Acacia mangium umur muda, Acacia mangium umur sedang, Acacia mangium

umur tua, vegetasi non-Acacia mangium, kebun karet, lahan terbuka sarana dan prasarana, lahan terbuka bekas tebangan, badan air, awan, dan bayangan awan. Citra terklasifikasi kemudian dimanfaatkan untuk mengetahui luas penutupan lahan sebagai input untuk model pengaturan hasil hutan. Perhitungan besarnya etat menggunakan metode Von Mantel.

(3)

Aplikasi model disusun dengan memanfaatkan fitur DDE (Dynamic Data

Exchange) yang ada dalam sistem operasi Microsoft Windows. Penyusunan

aplikasi model menggunakan perangkat lunak ArcView. Aplikasi model kemudian digunakan untuk mengetahui besarnya etat dengan menggunakan dua citra hasil klasifikasi sebagai input.

Dari hasil penggunaan aplikasi model terlihat bahwa besarnya etat yang dihasilkan dari perhitungan metode statis (tanpa informasi citra) dengan perhitungan etat menggunakan metode dinamis (dengan informasi citra) memiliki perbedaan. Hasil perhitungan etat dengan metode yang statis pada tahun 2002, menghasilkan etat volume sebesar 2.436.148,05 m³, dan etat luas sebesar 8.940,91 ha, pada tahun 2003, etat volume sebesar 2.548.839,89 m³, dan etat luas 9.211,71 ha. Sedangkan hasil perhitungan etat dengan metode yang dinamis pada tahun 2002, menghasilkan etat volume sebesar 1.908.555,13 m³, dan etat luas sebesar 7.179,94 ha, pada tahun 2003 etat volume sebesar 1.961.639,22 m³ dan etat luas sebesar 7.391,24 ha. Terlihat adanya perbedaan yang cukup besar antara hasil perhitungan etat dengan metode yang statis dibandingkan dengan menggunakan metode yang dinamis. Melalui pemanfaatan citra satelit, perubahan yang terjadi dalam tegakan dapat diketahui dengan lebih cepat dan cukup teliti, sehingga perhitungan etat yang dihasilkan sesuai dengan kondisi aktual tegakan.

(4)

DALAM PENYUSUNAN MODEL PENGATURAN HASIL HUTAN :

STUDI KASUS DI HPHTI PT MUSI HUTAN PERSADA,

PROPINSI SUMATERA SELATAN

DEDY HUMAIDI

E01400049

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

pada Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Pemanfaatan Citra Landsat ETM+ dalam Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan : Studi Kasus di HPHTI PT Musi Hutan Persada,

Propinsi Sumatera Selatan Nama Mahasiswa : Dedy Humaidi

Nomor Pokok : E01400049 Departemen : Manajemen Hutan

Menyetujui :

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Ir. Budi Kuncahyo, M.S. Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr. NIP. 131578798 NIP. 131578785

Mengetahui :

Dekan Fakultas Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S. NIP. 131430799

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Depok, Jawa Barat, pada tanggal 8 April 1982, merupakan anak ke-empat dari enam bersaudara dari pasangan Bachtiar dan Bariah. Penulis memasuki pendidikan formal pada tahun 1988 di SDI YAPIA, Depok, dan lulus pada tahun 1994. Tahun 1994 melanjutkan ke SLTPI Al-Awwabin, Depok. Pada tahun 1997 penulis diterima di SMU Negeri 3 Depok dan pada tahun 2000 diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN), sebagai mahasiswa di Program Studi Manajemen Hutan, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Selama menempuh pendidikan di Fakultas Kehutanan, penulis telah melaksanakan Praktek Umum Pengelolaan Kehutanan (PUK) di Perum Perhutani KPH Banyumas Timur, BKPH Gunung Slamet Barat, RPH Baturaden dan Perum Perhutani KPH Banyumas Barat, BKPH Rawa Timur, RPH Kring Cilacap, Jawa Tengah. Selain itu, penulis telah melaksanakan Praktek Umum Pengelolaan Hutan (PUPH) di Perum Perhutani KPH Ngawi Unit II Jawa Timur. Pada bulan Februari sampai dengan April 2004, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Warnajati, Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.

Dalam rangka menyelesaikan studi, penulis menyusun skripsi dengan judul : Pemanfaatan Citra Landsat ETM+ dalam Penyusunan Model Pengaturan Hasil Hutan : Studi Kasus di HPHTI PT Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan dibimbing oleh, Pembimbing I : Ir. Budi Kuncahyo, M.S. dan Pembimbing II : Dr. Ir. I Nengah Surati Jaya, M.Agr.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah S.W.T atas rahmat, karunia, kelancaran, dan kemudahan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian serta penyusunan dan penulisan skripsi. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor, berdasarkan penelitian yang dilakukan di HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP). Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu masukan dan saran yang sangat membangun sangat diharapkan.

Tersusunnya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Umi dan Abi yang selalu memberikan kaih sayang, doa dan pengorbanan. 2. Ir. Budi Kuncahyo, M.S. selaku Pembimbing I dan Dr. Ir. I Nengah Surati

Jaya, M.Agr. selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penyusunan skripsi.

3. Ir. Bintang C.H. Simangunsong, M.S. Ph.D. selaku penguji dari Departemen Hasil Hutan, dan Ir. Dones Rinaldi, M.ScF. selaku penguji dari Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan.

4. Badan Planologi Departemen Kehutanan, Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Selatan, Bagian GIS dan R&D HPHTI PT MHP, atas bantuan pengadaan data untuk penyusunan skripsi.

5. Teman-teman di Fakultas Kehutanan IPB ’37.

6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini.

7. Rohmah, atas semua kesabaran dan pengertian.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi dunia kehutanan pada khususnya.

Bogor, Desember 2005 Penulis

(8)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan ... 2 Manfaat Penelitian... 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

Penginderaan Jauh dan Citra Satelit... 3

Model dan Pemodelan ... 5

Pengaturan Hasil Hutan... 6

Hasil Penelitian Terdahulu ... 6

METODE PENELITIAN ... 7

Waktu dan Lokasi Penelitian... 7

Data, Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ... 7

Data Citra dan Data Pendukung ... 7

Perangkat Keras dan Perangkat Lunak ... 7

Tahapan Kegiatan... 8

Pengolahan Data Citra... 8

Penyusunan Model Perhitungan Etat ... 21

Penyusunan Aplikasi Model ... 23

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN... 26

Letak dan Luas Wilayah... 26

Kondisi Topografi dan Iklim... 28

Kondisi Tanah ... 28

Kondisi Geologi dan Hidrologi ... 29

(9)

ii

HASIL DAN PEMBAHASAN... 30

Klasifikasi Citra ... 30

Analisa Perubahan Tutupan Lahan ... 34

Penyusunan Model Perhitungan Etat ... 36

Identifikasi Masalah, Tujuan, dan Batasan ... 36

Konseptualisasi Model ... 36

Spesifikasi Model... 41

Evaluasi Model... 41

Aplikasi Model Perhitungan Etat ... 41

Komunikasi Data dengan DDE (Dynamic Data Exchange) ... 42

Pemrograman Script Avenue... 43

Pembuatan Antarmuka (Interface) ... 44

Penggunaan Aplikasi Model Perhitungan Etat... 46

KESIMPULAN DAN SARAN... 48

Kesimpulan... 48

Saran... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 50

(10)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik Band pada Landsat-7 ETM+... 4

2. Hasil Perhitungan Nilai OIF... 9

3. Nilai RMSE Hasil Koreksi Geometrik ... 10

4. Karakteristik Citra Sebelum Koreksi Radiometrik ... 13

5. Karakteristik Citra Setelah Koreksi Radiometrik (Linear Contrast Stretching dan Histogram Matching)... 13

6. Jumlah Piksel Training Area pada Citra ... 18

7. Kriteria Nilai Keterpisahan ... 19

8. Matriks Kesalahan (Confussion Matrix)... 20

9. Luas areal HPHTI PT MHP Menurut Peruntukan Lahan dan Wilayah Administratif ... 27

10. Nama, Jumlah, dan Luas Unit Tiap Wilayah HPHTI PT MHP... 27

11. Nilai Separabilitas Citra tahun 2002... 30

12. Nilai Separabilitas Citra tahun 2003... 30

13. Matriks Kesalahan Klasifikasi Citra 2002 ... 31

14. Matriks Kesalahan Klasifikasi Citra 2003 ... 31

15. Hasil Evaluasi Akurasi ... 32

16. Luas Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi Citra ... 33

17. Matriks Perubahan Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi... 35

18. Hasil Evaluasi Model ... 42

(11)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Citra Kombinasi Band 145 : (a) Citra 2002, (b) Citra 2003... 11

2. Citra Kombinasi Band 145 Setelah Koreksi Radiometrik (a) Citra 2002, (b) Citra 2003... 14

3. Tanaman Acacia mangium muda ... 15

4. Tanaman Acacia mangium sedang ... 15

5. Tanaman Acacia mangium tua ... 16

6. Vegetasi non-Acacia mangium (a) belukar, (b) hutan campuran, (c) alang-alang... 16

7. Lahan Terbuka Sarana dan prasarana (a) jalan, (b) pemukiman penduduk ... 17

8. Lahan Terbuka Bekas Tebangan ... 17

9. Badan Air... 17

10. Diagram Alir Pengolahan Citra ... 24

11. Diagram Alir Penyusunan Model Perhitungan Etat ... 25

12. Diagram Alir Penyusunan Aplikasi Model ... 25

13. Lokasi HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP) ... 26

14. Klasifikasi Penutupan Lahan tahun 2002... 34

15. Klasifikasi Penutupan Lahan tahun 2003... 34

16. Hubungan Antar Sub Model ... 37

17. Sub Model Dinamika Luas Tegakan ... 38

18. Sub Model Dinamika Jumlah Pohon Tegakan ... 39

19. Sub Model Pengaturan Hasil Hutan ... 40

20. Sub Model Perhitungan Etat dari Citra ... 41

21. Hubungan Komunikasi Data dengan DDE ... 43

22. Tampilan Antarmuka Aplikasi Model dalam ArcView ... 44

(12)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Karakteristik Citra ... 52

2. Perhitungan RMSE Koreksi Geometrik ... 53

3. Persamaan (equation) Model dengan Stella Research 8... 54

(13)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan sebagai suatu sumberdaya alam, memiliki banyak manfaat yang meliputi manfaat produk kayu dan non-kayu dan juga manfaat terhadap lingkungan. Untuk dapat memaksimalkan manfaat tersebut, hutan harus dikelola secara baik. Salah satu kegiatan yang penting dalam pengelolaan hutan adalah pengaturan hasil hutan, yang menentukan besarnya hasil hutan kayu yang dapat diambil setiap tahunnya atau yang disebut dengan etat. Besar etat dapat dinyatakan sebagai etat luas dan etat volume. Seharusnya, besar etat dari suatu tegakan hutan merupakan riap dari persedian tegakan yang ada (standing stock). Jika terjadi perubahan pada standing stock maka akan terjadi perubahan pada besarnya etat. Besarnya persediaan tegakan aktual dari suatu tegakan hutan dapat dilihat dari luas penutupan lahan hutan yang produktif dan potensi kayunya.

Saat ini penentuan besarnya etat umumnya dilakukan dengan menggunakan data yang dikumpulkan setiap periode waktu tertentu (tidak setiap tahun), akibatnya perubahan yang terjadi pada tegakan hutan tidak dapat diketahui dengan cepat. Alasan utama yang menyebabkan hal tersebut adalah areal hutan yang luas membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar untuk mendapatkan data setiap tahunnya. Hal tersebut menghasilkan perhitungan etat yang bersifat statis dan tidak sesuai dengan kondisi persediaan tegakan yang aktual. Akibatnya terjadi eksploitasi hutan yang berlebihan dan melampaui kemampuan pertumbuhan hutan sehingga menyebabkan kerusakan hutan.

Sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat digunakan data dari penginderaan jauh satelit (satellite remote sensing). Dengan pertimbangan kelebihan yang dimiliki oleh penginderaan jauh, yaitu mampu memberikan data dan informasi secara lengkap, cepat, dan akurat. Data citra satelit akan sangat membantu dalam memberikan data dan informasi tentang kondisi aktual hutan terutama dalam memberikan informasi tentang perubahan luas penutupan hutan.

(14)

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menyusun model pengaturan hasil hutan yang berdasarkan kondisi aktual tegakan menggunakan data dan informasi dari citra Landsat ETM+.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian diharapkan dapat berguna sebagai:

1. Bahan pertimbangan untuk pengaturan hasil hutan dengan mengunakan citra satelit.

(15)

TINJAUAN PUSTAKA

Penginderaan Jauh dan Citra Satelit

Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1990). Menurut American Society of

Photogrametry (1983) dalam Jaya (2002), penginderan jauh adalah ilmu dan seni

pengukuran atau mendapatkan informasi suatu obyek atau fenomena, menggunakan suatu alat perekaman dari suatu kejauhan, dimana pengukuran dilakukan tanpa melakukan kontak secara fisik dengan obyek atau fenomena yang diukur atau diamati.

Empat komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor. Komponen dalam sistem ini berkerja bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatis dengan bantuan komputer dan perangkat lunak pengolah citra. (Puntodewo et al, 2004).

Menurut Jaya (2002), sarana penginderaan jauh digunakan dalam bidang kehutanan karena memiliki beberapa kelebihan :

1) Mampu memberikan data yang unik yang tidak bisa diperoleh dari sarana lain. 2) Mempermudah pekerjaan lapangan.

3) Mampu memberikan data yang lengkap dalam waktu relatif singkat dan biaya yang relatif murah.

Landsat 7 adalah satelit yang diluncurkan oleh Amerika Serikat pada tahun 1999, satelit ini merupakan satelit sumberdaya alam dengan kisaran panjang

(16)

gelombang meliputi daerah sinar tampak dan inframerah. Landsat 7 memiliki sensor ETM+ (Enhanced Thematic Mapper Plus), yang terdiri dari 8 band.

Tabel 1. Karakteristik Band pada Landsat-7 ETM+

Band Gelombang (µm)Panjang Spasial (m) Resolusi Aplikasi

1 0,450 - 0,515 30 x 30 Untuk pemetaan perairan pantai, pembedaan tanah dan vegetasi, analisa tanah dan air, dan pembedaan

tumbuhan berdaun lebar dengan konifer.

2 0,525 - 0,605 30 x 30 Untuk inventarisasi vegetasi dan penilaian kesuburan.

3 0,630 - 0,690 30 x 30 Untuk pemisahan kelas vegetasi, dan memperkuat kontras antara

penampakan vegetasi dengan non-vegetasi.

4 0,750 - 0,900 30 x 30 Untuk deteksi akumulasi biomassa vegetasi, identifikasi jenis tanaman, dan memudahkan pembedaan tanah dan tanaman, serta lahan dan air. 5 1,550 - 1,750 30 x 30 Untuk menunjukkan kandungan air

pada tanaman, kondisi kelembaban tanah dan berguna untuk membedakan awan dengan salju.

6 10,400 - 12,500 60 x 60 Untuk analisa stress vegetasi, pembedaan kelembaban tanah, klasifikasi vegetasi, analisis gangguan vegetasi dan pemetaan suhu.

7 2,090 - 2,35 30 x 30 Untuk pemetaan formasi geologi dan pemetaan hidrothermal

8 0,520 - 0,900 15 x 15 Untuk peningkatan resolusi spasial Sumber: Jaya (2002), Lillesand dan Kiefer (1964), Mika (1994), USGS (2002) dalam Putra (2003)

(17)

5

Model dan Pemodelan

Model adalah penyederhanaan dari kenyataan, yaitu deskripsi secara formal dari unsur-unsur terpenting dalam suatu masalah atau sistem yang diperhatikan. Deskripsi tersebut dapat berbentuk fisik, matematik, atau verbal (Jeffers, 1978 dalam Grant et al, 1997). Menurut Grant et al (1997) salah satu bentuk model adalah simulasi, yang digunakan untuk menirukan, atau menelusuri secara bertahap, perilaku dari sistem yang dipelajari. Model simulasi disusun dari serangkaian operasi aritmatika dan logika, yang bersama-sama merepresentasikan struktur (state) dan perilaku (change of state) dari sistem. (Caswell et al, 1972

dalam Patten, 1972). Law dan Kelton (1991) menambahkan, pemodelan simulasi

dilakukan terhadap sistem yang sangat kompleks dan memiliki model matematika yang kompleks pula. Salah satu bentuk model simulasi adalah model simulasi dinamis, yang menggambarkan sistem yang berubah-ubah menurut waktu.

Menurut Wright (1971) dalam Dent dan Anderson (1971), proses simulasi terdiri dari dua proses utama, yaitu proses pembentukan atau sintesa model yang dapat merepresentasikan sistem, dan proses pemeriksaan terhadap perilaku atau reaksi model dengan adanya perubahan, tahapan yang dilakukan dalam pendekatan sistem adalah :

1. Spesifikasi masalah, yang mengacu kepada definisi kualitatif dari sistem. 2. Analisis sistem, yaitu upaya untuk memberikan spesifikasi kuantitatif dari

sistem.

3. Sintesa sistem, yaitu upaya untuk memberikan solusi terhadap masalah sesungguhnya.

Sedangkan menurut Grant et al (1997), proses pemodelan dapat dilakukan empat tahap yaitu :

1. Formulasi model konseptual 2. Spesifikasi model kuantitatif 3. Evaluasi model

(18)

Pengaturan Hasil Hutan

Metode pengaturan hasil kayu menurut Davis dan Johnson (1987), diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu :

1. Metode berdasarkan luas, yaitu volume hasil yang dipanen adalah jumlah kayu yang terdapat dalam area yang akan ditebang, dimana luas area yang ditebang setiap tahun adalah sama besarnya.

2. Metode berdasarkan volume, yaitu penentuan tebangan dilakukan dengan pendekatan volume, distribusi tegakan (growing stock), dan riapnya.

3. Metode berdasarkan kombinasi luas dan volume, metode ini dikembangkan untuk menentukan tebangan yang bersifat variatif dan fleksibel, dan lebih spesifik terhadap kondisi hutan yang dihadapi.

Pengaturan hasil bertujuan untuk mencapai kelestarian hasil, yaitu diperolehnya hasil hutan secara terus menerus dengan jumlah yang relatif sama atau lebih besar setiap tahunnya selama daur. Untuk mencapai kelestarian, suatu sistem pengaturan hasil harus menetapkan intensitas pemanenan, interval waktu pemanenan dan besarnya pemanenan (Seydack, 1995).

Hasil Penelitian Terdahulu

Penelitian oleh Fauziyyah (2003), menunjukkan hasil pemodelan terhadap pengaturan hasil hutan secara dinamis di Kelas Perusahaan Pinus, KPH Garut, berdasarkan implikasinya terhadap faktor ekonomi, lingkungan dan sosial, metode pengaturan hasil yang lebih diprioritaskan adalah metode Von Mantel.

Penelitian oleh Putra (2003), menunjukkan hasil klasifikasi terhadap citra Landsat ETM+ rekaman 5 April 2000, di areal HPHTI PT Musi Hutan Persada dapat membedakan tiga belas kelas penutupan lahan yaitu : Accacia mangium muda, Accacia mangium sedang, Accacia mangium tua, hutan campuran 1, hutan campuran 2, karet, belukar, tanah terbuka 1, tanah terbuka 2, tubuh air, awan tebal, awan tipis, dan bayangan awan. Klasifikasi tersebut menghasilkan nilai akurasi rata-rata sebesar 99,842 % (producer’s accuracy), 99,339 % (user’s

accuracy), 99,346 % (overall accuracy), dan 99,300 % (kappa accuracy).

(19)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pengumpulan data pada tanggal 22 Juli sampai dengan 7 Agustus 2004, di Wilayah I Subanjeriji, HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP), Propinsi Sumatera Selatan. Pengolahan data dan penyusunan skripsi dilakukan pada bulan Agustus 2004 sampai dengan bulan Agustus 2005.

Data, Perangkat Keras dan Perangkat Lunak Data Citra dan Data Pendukung

1. Citra Landsat 7 ETM+ meliputi areal HPHTI PT MHP, dari dua waktu perekaman, yaitu :

a. Rekaman tanggal 18 September 2002, diperoleh dari Badan Planologi Departemen Kehutanan, Jakarta.

b. Rekaman tanggal 16 Mei 2003, diperoleh dari Dinas Kehutanan Propinsi Sumatera Selatan, Palembang.

2. Peta Kelas Umur Tanaman Wilayah I Subanjeriji, diperoleh dari Bagian

Geographical Information System (GIS) HPHTI PT MHP.

3. Data potensi dan hasil inventarisasi tegakan, dari Bagian Perencanaan Wilayah I Subanjeriji, HPHTI PT MHP.

4. Data pertumbuhan dan riap tanaman, dari Bagian Research and Deveopement (R&D) HPHTI PT MHP.

Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Dalam penelitian ini digunakan satu unit komputer, dengan menggunakan perangkat lunak sebagai berikut :

a. Arc/Info 7.2.1, ArcView GIS 3.2, ER Mapper 5.5, dan ERDAS Imagine 8.5 untuk pengolahan dan analisis data citra dan data spasial geografis. b. Stella Research 8 dan Microsoft Excel, 2002 untuk pembuatan model

(20)

Tahapan Kegiatan Pengolahan Data Citra

1. Interpretasi Visual

Untuk mempermudah interpretasi citra secara visual, maka dilakukan pemilihan kombinasi band untuk menghasilkan citra komposit yang memiliki informasi optimal. Ukuran kuantitatif yang menyatakan besarnya variasi informasi yang disajikan pada suatu citra komposit adalah nilai OIF (Optimum

Index Factor), yang dihitung berdasarkan simpangan baku (standard deviation)

dan koefisien korelasi antara band yang digunakan. Secara matematis OIF dapat dihitung dengan rumus berikut :

OIFi,j,k jk ik ij k j i r r r S + + =

, ,

dimana : Si,j,k = simpangan baku dari band i, j, dan k rij , rik , rjk = korelasi antar band i-j, i-k, dan j-k

Rincian statistik citra yang digunakan terdapat dalam Lampiran 1. Dalam citra Landsat 7 yang ada, digunakan tujuh band yaitu band 1, 2, 3, 4, 5, 7, dan 8. Dari tujuh band tersebut dapat dibuat 35 kombinasi band. Nilai OIF pada kombinasi band besarnya berbeda pada setiap citra. Hal ini terjadi karena adanya variasi nilai digital number (DN) yang berbeda pada citra yang direkam pada waktu yang berbeda akibat perbedaan kondisi objek yang direkam dan akibat pengaruh dari kondisi atmosfer. Hasil perhitungan nilai OIF dari berbagai kombinasi band tersebut ditampilkan dalam Tabel 2.

(21)

9

Tabel 2. Hasil Perhitungan Nilai OIF

Citra tahun 2002 Citra tahun 2003 Kombinasi Band Nilai OIF Kombinasi Band Nilai OIF Kombinasi Band Nilai OIF Kombinasi Band Nilai OIF 145 44,993 257 18,480 145 34,102 378 15,663 245 40,101 234 18,174 345 33,314 258 15,405 578 30,743 124 17,830 147 31,942 178 14,413 345 30,249 357 17,452 347 31,092 157 13,942 147 30,030 348 17,331 457 28,599 248 13,889 457 29,686 135 16,211 245 26,367 357 13,726 247 28,337 138 15,936 247 25,297 135 13,646 458 28,144 148 15,374 134 23,832 278 13,036 178 27,653 248 15,093 478 21,698 257 12,990 378 26,432 125 14,826 138 20,976 235 12,914 158 26,078 235 14,733 234 20,593 125 12,275 358 25,724 137 14,272 458 20,456 238 11,343 478 24,514 127 13,216 348 20,259 137 10,289 278 23,134 237 13,170 358 18,748 237 10,072 347 22,401 238 12,365 158 17,653 127 9,295 258 21,940 128 7,894 124 17,641 123 7,719 157 20,769 123 7,715 578 17,151 128 7,537 134 18,554 148 16,357

Dari Tabel 2, diketahui bahwa pada citra tahun 2002 dan tahun 2003, kombinasi band dengan nlai OIF terbesar adalah kombinasi band 145. Hal ini berarti kombinasi band yang memiliki informasi yang terbanyak adalah 5-4-1 yang ditempatkan dalam layer Red, Green, Blue (RGB), kombinasi band tersebut juga menghasilkan penampilan visual yang baik. Secara teori, kombinasi band 5-4-1 telah memenuhi syarat yang ideal dalam pemilihan kombinasi band, yaitu terdiri dari satu band sinar tampak, satu band inframerah dekat dan satu band inframerah sedang (Jaya, 2002).

2. Koreksi Geometrik

Koreksi geometrik dilakukan untuk memudahkan fusi citra dengan sumber data lain agar tidak mengalami distorsi ukuran luas, dan memungkinkan dilakukan perbandingan piksel demi piksel (Jaya, 2002). Koreksi geometrik dilakukan dengan rektifikasi citra ke citra (image to image rectification), yang dijadikan acuan adalah citra tahun 2003, yang telah terkoreksi. Koreksi

(22)

dilakukan dengan membuat 30 titik kontrol lapangan (Ground Control Point / GCP) yang merata di seluruh areal citra. Titik GCP yang dipilih umumnya berupa persimpangan jalan, yang relatif tidak berubah dalam kurun waktu pendek. Ukuran dalam menilai proses koreksi adalah nilai Root Mean Square

Errors (RMSE), yang mencerminkan keakuratan persamaan transformasi.

RMSE dianjurkan tidak lebih dari 0,5 piksel dan dinyatakan dalam rumus berikut :

(

p' p

) ( )

2 l' l 2

RMSE= − + −

dimana : p’ = koordinat estimasi kolom p = koordinat asli kolom l’ = koordinat estimasi baris l = koordinat asli baris

Proses koreksi geometrik ini menghasilkan nilai RMSE rata-rata sebesar 0,019 piksel atau terjadi pergeseran posisi sebesar 0,570 meter. Rincian hasil perhitungan nilai RMSE diberikan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Nilai RMSE Hasil Koreksi Geometrik

No. GCP RMSE No. GCP RMSE No. GCP RMSE

1 0,0251 11 0,0299 21 0,0167 2 0,0206 12 0,0263 22 0,0165 3 0,0279 13 0,0113 23 0,0262 4 0,0058 14 0,0162 24 0,0212 5 0,0261 15 0,0130 25 0,0256 6 0,0198 16 0,0269 26 0,0047 7 0,0262 17 0,0176 27 0,0254 8 0,0288 18 0,0051 28 0,0126 9 0,0230 19 0,0119 29 0,0155 10 0,0137 20 0,0104 30 0,0239

(23)

11

(a)

(b)

Gambar 1. Citra kombinasi band 145 : (a) citra 2002, (b) citra 2003

3. Peningkatan Resolusi Spasial

Tahap ini dilakukan dengan proses fusi (fusion) band 8 yang memiliki resolusi spasial 15 m x 15 m (pankromatik) dengan band multispektral lainnya (band 1, 2, 3, 4, 5, dan 7). Dengan penggabungan tersebut diperoleh citra yang memiliki resolusi spasial 15 m x 15 m.

(24)

4. Koreksi Radiometrik

Koreksi radiometrik bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kesalahan data citra yang diakibatkan dari gangguan pada saat perekaman, kesalahan tersebut bisa berasal dari respon detektor, dan atau gangguan atmosfer. Proses koreksi radiometrik yang dilakukan adalah penajaman kontras linear (linear contrast stretching), dan penyamaan histogram (histogram

matching).

a. Penajaman kontras linear adalah proses penajanam nilai DN piksel-piksel pada citra, yang bertujuan untuk lebih mengontraskan tampilan citra sehingga lebih memperjelas perbedaan-perbedaan visual yang terdapat di antara piksel-piksel yang berdekatan. Proses ini dilakukan dengan meregangkan nilai DN minimum menjadi 0 dan maksimum menjadi 255 pada setiap band masing-masing citra, karena citra satelit Landsat-7 ETM+ memiliki resolusi radiometrik 8 bit, sehingga kisaran nilai kecerahan (brigthness value) setiap piksel berkisar antara 0 - 255. Secara matematis proses tersebut dinyatakan dalam rumus :

255 min max min × − − = N N N NP NP i o dimana :

NPo = nilai DN piksel output Nmin = nilai DN piksel minimal

NPi = nilai DN piksel input Nmax = nilai DN piksel maksimal

b. Penyamaan histogram adalah proses untuk merubah histogram dari suatu citra menjadi sama dengan histogram dari citra acuan, digunakan untuk menyamakan data citra dari daerah yang sama yang direkam dalam waktu yang berbeda, yang memiliki perbedaan akibat perubahan sudut matahari dan atau pengaruh atmosfir. Penyamaan histogram dilakukan untuk menyamakan histogram dari citra 2002 menjadi sama dengan histogram dari citra 2003. Pemilihan citra 2003 sebagai acuan karena citra tersebut memiliki penutupan awan yang lebih sedikit, penampilan visual yang lebih jelas setelah diregangkan, dan memiliki jangkauan (range) nilai DN yang lebih lebar dan variatif. Setelah proses koreksi, kedua data citra memiliki

(25)

13

karakteristik yang relatif sama. Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 4 dan Tabel 5.

Tabel 4. Karakteristik Citra Sebelum Koreksi Radiometrik

Citra 2002 Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 5 Band 7 Band 8

Minimum 87 63 47 37 24 1 40

Maximum 255 255 255 186 255 255 205

Mean 99,470 73,876 61,189 86,889 87,291 43,466 67,198

Median 99,000 73,000 58,000 110,000 84,000 39,000 66,000

Std. Deviation 5,407 5,618 9,081 8,000 18,583 15,512 4,826

Citra 2003 Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 5 Band 7 Band 8

Minimum 54 33 22 14 12 8 8

Maximum 255 255 255 161 255 255 83

Mean 64,781 49,578 37,081 80,167 69,902 31,409 55,544

Median 63,000 48,000 35,000 79,000 69,000 28,000 55,000

Std. Deviation 5,346 6,214 8,941 8,568 15,039 9,883 5,829

Tabel 5. Karakteristik Citra Setelah Koreksi Radiometrik (Linear Contrast

Stretching dan Histogram Matching)

Citra 2002 Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 5 Band 7 Band 8

Minimum 0 0 0 0 0 0 0

Maximum 255 255 255 228 241 233 237

Mean 12,388 18,962 17,482 110,187 60,115 29,207 57,624

Median 11,000 17,000 15,000 110,000 58,000 26,000 57,000

Std. Deviation 6,973 7,309 9,930 14,452 15,749 12,932 9,035

Citra 2003 Band 1 Band 2 Band 3 Band 4 Band 5 Band 7 Band 8

Minimum 0 0 0 0 0 0 0

Maximum 255 255 255 255 255 255 255

Mean 12,397 19,027 17,453 110,166 59,909 29,154 57,592

Median 11,000 17,000 15,000 110,000 59,000 26,000 57,000

Std. Deiation 6,853 7,176 9,813 14,742 15,941 12,880 9,187

5. Penyekatan Citra (Cropping)

Penyekatan citra dilakukan untuk mengurangi dimensi data citra yang digunakan sehingga pemrosesan citra dapat berlangsung lebih cepat dan juga untuk memfokuskan pada areal penelitian. Penyekatan citra dilakukan dengan menggunakan peta areal HTI yang telah didigitasi. Setelah proses penyekatan, kedua citra tersebut meliputi areal penelitian yaitu kelompok hutan Subanjeriji, HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP). Dimensi citra hasil cropping ini adalah 2676 x 3533 piksel, dengan luas citra yang memiliki nilai (non-null cells) sebesar 130.375,980 hektar.

(26)

(a)

(b)

Gambar 2. Citra kombinasi band 145 setelah koreksi radiometrik (a) citra 2002, (b) citra 2003

6. Deskripsi Penutupan Lahan

Dari hasil pengecekan lapangan, secara umum terdapat beberapa penutupan lahan yang terdapat di areal HPHTI PT MHP. Jenis-jenis penutupan lahan yang dapat dibedakan pada citra dan digunakan sebagai kelas dalam klasifikasi citra yaitu tanaman HTI Acacia mangium, vegetasi non Acacia

(27)

15

mangium, kebun karet, badan air, dan tanah terbuka. Deskripsi kelas-kelas

penutupan lahan di areal penelitian adalah sebagai berikut.

1) Tanaman Acacia mangium muda, adalah tanaman HTI yang berumur 1 sampai 3 tahun yang ditanam dengan jarak tanam 3 x 3 meter. Tinggi dan diameter rata-rata adalah 7,18 m dan 7,113 cm. Jumlah batang dan volume per hektar adalah 1132 batang/ha dan 79,41 m³/ha.

Gambar 3. Tanaman Acacia mangium muda

2) Tanaman Acacia mangium sedang, adalah tanaman HTI yang berumur 4 sampai 6 tahun, yang telah dijarangi pada umur 4 tahun. Tinggi dan diameter rata-rata adalah 15,33 m dan 13,243 cm. Jumlah batang dan volume per hektar adalah 746 batang/ha dan 210,70 m³/ha

Gambar 4. Tanaman Acacia mangium sedang

3) Tanaman Acacia mangium tua, adalah tanaman HTI yang berumur 7 tahun ke atas. Tinggi dan diameter rata-rata adalah 20,06 m dan 13,243 cm. Jumlah batang dan volume per hektar adalah 525 batang/ha dan 265,40 m³/ha.

(28)

Gambar 5. Tanaman Acacia mangium tua

4) Vegetasi non-Acacia mangium, kelas ini terdiri dari areal dengan penutupan lahan berupa vegetasi yang ada di dalam areal HPHTI PT MHP yang belum digunakan sebagai hutan tanaman dan dimanfaatkan hasil kayunya. Jenis penutupan lahan yang ada dalam kelas ini terdiri dari belukar, alang-alang, dan hutan campuran yang ditumbuhi oleh jenis Pinus

merkusii, Accacia auriculiformis, Eucalyptus sp., Alstonia scholaris, dan Paraserianthes falcataria.

(a) (b)

(c)

Gambar 6. Vegetasi non-Acacia mangium : (a) belukar, (b) hutan campuran, (c) alang-alang

(29)

17

5) Lahan terbuka sarana dan prasarana, kelas ini terdiri dari penutupan lahan berupa jalan, bangunan dan pemukiman penduduk. Jalan tersebut digunakan untuk sarana transportasi. Penampilan areal pemukiman pada citra sulit dibedakan dengan tanah terbuka, karena luasan areal pemukiman sangat kecil, tidak padat, dan menyebar di lokasi areal penelitian.

(a) (b)

Gambar 7. Lahan terbuka sarana dan prasarana : (a) jalan, (b) pemukiman penduduk

6) Lahan terbuka bekas tebangan, kelas ini terdiri dari areal terbuka yang masih terdapat sisa kayu bekas penebangan dan juga tumbuhan bawah.

Gambar 8. Lahan terbuka bekas tebangan

7) Badan air, merupakan genangan air berupa danau dan sungai yang tampak pada citra.

(30)

8) Kebun karet, adalah kebun yang berada di dalam areal HPHTI PT MHP yang ditanam oleh penduduk sekitar

7. Pembuatan Areal Contoh (Training Area)

Training area digunakan untuk menghitung nilai-nilai dasar penciri kelas.

Jumlah piksel masing-masing kelas disesuaikan dengan masing-masing luas penampakan. Secara teoritis jumlah piksel yang perlu diambil untuk mewakili setiap kelas adalah N+1 (N= jumlah band yang digunakan), namun pada prakteknya jumlah piksel yang dianjurkan adalah 10 N sampai 100 N (Swain dan Davis, 1978 dalam Jaya, 2002).

Areal contoh dibuat berdasarkan pada peta kelas umur HPHTI PT MHP, koordinat GPS yang diambil saat pengecekan lapangan, dan berdasarkan penampakan objek pada citra. Training area dibuat sesuai dengan kelas-kelas penutupan lahan yang telah diperoleh dari kegiatan pengecekan lapangan, selain itu juga terdapat kelas tambahan yang tidak ditemukan di lapangan tetapi tampak pada citra, yaitu kelas awan dan kelas bayangan awan.

Tabel 6. Jumlah Piksel Training Area pada Citra

Jumlah Piksel pada Citra No. Kelas

2002 2003

1 Kebun Karet 200 200

2 Vegetasi non-mangium 203 130

3 Lahan terbuka bekas tebangan 197 251

4 Lahan terbuka sarana dan prasarana 204 132

5 Badan air 157 68 6 Awan 44 139 7 Bayangan awan 106 250 8 Mangium tua 200 200 9 Mangium sedang 200 200 10 Mangium muda 200 200 Jumlah 1711 1770

Areal contoh yang diambil sejumlah kelas yang diklasifikasikan, yaitu ke dalam 10 kelas. Jumlah piksel yang diambil sebagai training area untuk setiap kelas berbeda-beda, berkisar antara 44 sampai 250 piksel. Banyaknya jumlah piksel yang diambil sebagai penciri kelas dipengaruhi oleh luas dan persebaran kelas penutupan lahan yang tampak pada citra.

(31)

19

8. Evaluasi Separabilitas

Separabilitas adalah suatu ukuran statistik yang menggambarkan keterpisahan antara dua kelas yang dibuat. Ukuran separabilitas yang digunakan adalah dengan perhitungan nilai Transformed Divergence (TD). Ukuran ini digunakan untuk menguji keterpisahan antar kelas dalam satu kombinasi band (Jaya, 2002). Secara matematis perhitungan nilai separabilitas dituliskan dengan rumus :

(

)

(

)

[

]

[

(

)

(

)(

)

T

]

j i j i 1 j 1 i 2 1 1 j 1 i j i 2 1 ij tr C C C C tr C C D = − − − − + − − − µ −µ µ −µ            − − ⋅ =2000 1 exp D 8 TD ij ij dimana :

TDij = separabilitas antar kelas i dan j Dij = divergence

Ci = matriks peragam kelas i µi = matriks vektor rata-rata kelas i

Cj = matriks peragam kelas j µj = matriks vektor rata-rata kelas j

Ci -1 = matriks kebalikan kelas i tr = fungsi trace

Cj -1 = matriks kebalikan kelas j T = fungsi transpose

Tabel 7. Kriteria Nilai Keterpisahan

Nilai

Transformed Divergence (TDij) Keterangan

≤ 1600 Tidak terpisahkan (inseparable)

1601 – 1699 Keterpisahan jelek (poor)

1700 – 1899 Keterpisahan sedang (fair)

1900 – 1999 Keterpisahan baik (good)

2000 Keterpisahan sangat baik (excellent)

9. Evaluasi Akurasi

Evaluasi ini digunakan untuk mengetahui seberapa besar kesalahan klasifikasi. Ketelitian tersebut meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas, serta persentase kesalahan total. Akurasi pengklasifikasian diukur dengan membuat matriks kesalahan (confussion matrix).

(32)

Tabel 8. Matriks Kesalahan (Confussion Matrix)

Diklasifikasikan Sebagai Kelas Data Acuan (Training Area) A B C … D Total Baris Producer's Accuracy A Xii Xk+ Xkk Xk+ B C D Xkk Total Kolom X+k N User's Accuracy Xkk X+k

Ukuran akurasi yang paling banyak digunakan adalah nilai akurasi Kappa (Kappa Accuracy), karena nilai ini memperhitungkan semua elemen (kolom) dari matriks (Jaya, 2002). Nilai Akurasi Kappa dihitung dengan rumus :

% 100 ) ( 2 ⋅             − − =

+ + + + r k k k r k k k r k kk X X N X X X N Kappa κ dimana :

N = jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan r = jumlah baris/lajur pada matriks kesalahan ( = jumlah kelas) Xi+ = Σ Xij (Jumlah semua kolom pada baris ke-i)

X+k = Σ Xij (Jumlah semua baris pada kolom ke-j)

Selain itu ukuran akurasi lain yang bisa dihitung dari matriks kesalahan yaitu User’s accuracy adalah ukuran akurasi yang dihasilkan dari pengguna,

Producer’s accuracy adalah ukuran akurasi yang dihasilkan dari pembuat klasifikasi (perangkat lunak pengklasifikasi), dan juga Overall Accuracy, yang memperhitungkan nilai akurasi keseluruhan dari hasil klasifikasi oleh pengguna dan perangkat lunak pengklasifikasi. Rumus yang digunakan adalah :

User'sAccuracy=

(

Xkk X+k

)

⋅100% Producer'sAccuracy=

(

Xkk Xk+

)

⋅100% % 100 ⋅       =

X N Accuracy Overall r k kk

(33)

21

10. Klasifikasi Citra

Klasifikasi merupakan proses pengelompokan piksel ke dalam kelas-kelas atau kategori yang telah ditentukan berdasarkan nilai kecerahan piksel yang bersangkutan (Jaya, 2002). Klasifikasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah klasifikasi terbimbing (supervised), yaitu menggunakan piksel-piksel yang mewakili masing-masing kelas atau kategori berdasarkan data lapangan dan rujukan lain. Metode klasifikasi yang digunakan adalah klasifikasi peluang maksimum (maximum likelihood classification). Pada klasifikasi ini, informasi dalam setiap piksel diperoleh dengan bantuan komputer, dan dikelompokkan ke dalam kelas-kelas yang telah dibuat areal contohnya.

11. Analisa Perubahan Penutupan Lahan

Analisa dilakukan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan yang dterjadi pada daerah yang diamati. Analisa dilakukan dengan tool Thematic

Change yang ada pada extension Image Analyst perangkat lunak ArcView GIS

3.2.

12. Konversi Format Citra

Citra hasil klasifikasi kemudian diubah ke dalam format grid. Konversi ini dilakukan untuk memanfaatkan variabel luas hasil klasifikasi citra sebagai input untuk tahapan penyusunan model. Format grid dipilih karena memiliki tabel (theme table) yang dapat dibaca dan diolah lebih lanjut dengan perangkat lunak ArcView GIS 3.2 menggunakan extension Spatial Analyst.

Penyusunan Model Perhitungan Etat

Model ini digunakan untuk mengetahui besarnya hasil hutan yang dapat diambil (etat). Model disusun dengan menggunakan software Stella Research 8. Tahapan pemodelan dilakukan berdasarkan Grant et al (1997), dengan tahapan sebagai berikut :

(34)

1. Formulasi Model Konseptual

Tahapan ini bertujuan untuk membangun model konseptual yang menggambarkan hubungan antar komponen. Hubungan tersebut disajikan dalam bentuk diagram yang mengindikasikan adanya keterkaitan tersebut. 2. Spesifikasi Model Kuantitatif

Pada tahapan ini dilakukan penyusunan serangkaian persamaan matematik yang menggambarkan hubungan antar komponen dalam model. Persamaan matematik disusun berdasarkan data dan informasi mengenai potensi dan pertumbuhan tegakan hutan.

3. Evaluasi Model

Tahapan ini bertujuan untuk mengevaluasi kegunaan dari model yang dibuat untuk mendeskripsikan keadaan sebenarnya di dunia nyata. Evaluasi dilakukan dengan cara membandingkan prediksi model dengan data dari sistem nyata

Kaidah statistik untuk membandingkan hasil prediksi model dengan keadaan nyata dilakukan dengan uji Khi-kuadrat (χ²). Model dianggap dapat menjelaskan kondisi nyata jika keragaman pada hasil simulasi model tidak berbeda nyata dengan keragaman dari sistem nyata.

Persamaan uji tersebut adalah :

dimana: Ymodel = data hasil simulasi model

Ynyata = data dari sistem nyata

dengan hipotesis uji : H0 : Ymodel = Ynyata

H1 : Ymodel ≠ Ynyata

dengan wilayah kritik : χ²hitung < χ²tabel Î terima H0

χ²hitung ≥ χ²tabel Î tolak H0

(

)

− = el el nyata hitung Y Y Y mod 2 mod 2

χ

(35)

23

4. Penggunaan Model

Tahapan ini dilakukan dengan menjalankan (mengeksekusi) model yang telah disususun untuk mendapatkan jawaban terhadap permasalahan yang ingin dipecahkan, dan juga dengan melakukan analisa dan interpretasi terhadap hasil simulasi.

Penyusunan Aplikasi Model

Tahapan ini bertujuan untuk membuat aplikasi yang dapat memanfaatkan data hasil klasifikasi citra untuk mengetahui besar etat yang dapat diambil. Aplikasi tersebut dibuat dengan membangun hubungan antarperangkat lunak dengan memanfaatkan fitur DDE (Dynamic Data Exchange) yang ada di sistem operasi Microsoft Windows. Dengan menggunakan DDE, dapat dilakukan komunikasi pertukaran data antar perangkat lunak yang memiliki dukungan terhadap fitur tersebut.

(36)

Gambar 10. Diagram Alir Pengolahan Citra

Citra Landsat 7 tahun 2002 & 2003

Penyekatan citra (cropping) Koreksi geometrik

Koreksi radiometrik : - Penajaman kontras linear - Penyamaan histogram

Peningkatan resolusi spasial

Pembuatan area contoh (training area)

Klasifikasi peluang maksimum

Evaluasi akurasi Evaluasi separabilitas

Akurasi diterima ?

Citra 2002 & 2003 terklasifikasi (format img)

Analisa perubahan penutupan lahan

Selesai Separabilitas diterima ? Ya Ya Tidak Tidak Mulai

Peta Kelas Umur HTI Wilayah Subanjeriji

Digitizing

Editing

Peta Digital Wilayah Subanjeriji

Konversi format citra Hasil klasifikasi (format grid)

(37)

25

Gambar 11. Diagram Alir Penyusunan Model Perhitungan Etat

Gambar 12. Diagram Alir Penyusunan Aplikasi Model Selesai

Mulai Data potensi dan pertumbuhan tegakan Formulasi model

Spesifikasi model

Model Perhitungan Etat Citra terklasifikasi

Evaluasi model

Selesai Aplikasi Model Perhitungan Etat Hasil klasifikasi format

grid (ArcView GIS 3.2)

Mulai

Periksa dukungan terhadap DDE

Kompilasi (compile)

script

Penulisan Sript Avenue

Ya Tidak

Model Perhitungan Etat (Stella Research 8)

Pembuatan GUI (Graphical User Interface) Pengikatan (embedding) GUI

(38)

Areal HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP) terletak di Propinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. 38/Kpts-II/1996 tanggal 29 Januari 1996, luas areal yang dikelola oleh PT MHP adalah sebesar 296.400 ha. Terbagi ke dalam tiga kelompok hutan yaitu: Benakat, Subanjeriji, dan Martapura. Luas dan letak geografis ketiga kelompok hutan tersebut adalah :

a. Benakat (198.741 ha), 103°10’ BT - 104°00’ BT dan 3°30’ LS - 4°00’ LS b. Subanjeriji (87.354 ha), 103°50 BT - 104°15’ BT dan 3°30’ LS - 4°00’ LS c. Martapura (10.305 ha), 104°15’ BT - 104°25’ BT dan 4°05’ LS - 4°28’ LS

Sumber : PT MHP, 2004 (dengan perubahan)

Gambar 13. Lokasi HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP)

Secara administratif areal HPHTI PT MHP termasuk ke dalam wilayah kabupaten : Muara Enim, Ogan Komering Ulu (OKU), Lahat, Musi Rawas, dan Musi Banyuasin. Setelah dilakukan penataan organisasi lapangan, wilayah kerja HPHTI PT MHP dipisahkan menjadi tiga wilayah kerja, yaitu : Wilayah I Subanjeriji, Wilayah II Benakat, dan Wilayah III Lematang. Selanjutnya tiap

(39)

27

wilayah dibagi menjadi 4-5 unit kerja. Tiap unit dibagi menjadi sekitar empat blok dan kemudian tiap blok dibagi menjadi sekitar empat sub-blok.

Tabel 9. Luas areal HPHTI PT MHP Menurut Peruntukan Lahan dan Wilayah Administratif

Wilayah Administratif (ha) No Peruntukan Lahan Muara

Enim OKU Lahat RawasMusi Banyuasin Musi

Total (ha)

Persentase (%)

1 Luas Lahan Efektif

(HTI Produktif) 96.840 8.624 27.225 44.161 16.650 193.500 65,30 2 Kawasan Lindung : a. Sempadan Sungai b. Hutan Konservasi 50.415 3.824 5.236 315 - 136 20.519 1.470 4.202 331 80.372 6.067 2,10 27,10 3 Sarana dan Prasarana 5.599 465 367 2.170 551 9.152 3,10 4 Tanaman Kehidupan 2.741 210 192 980 177 177 1,40 5 Tanaman Unggulan Lokal 1.981 150 80 700 89 89 1,00 Jumlah 161.400 15.000 28.000 70.000 22.000 296.400 100,00 Sumber : PT MHP, 2004

Tabel 10. Nama, Jumlah, dan Luas Unit Tiap Wilayah HPHTI PT MHP

Wilayah Luas (ha) Unit Luas (ha)

I. Martapura 7.915 II. Merbau 23.060 III. Gemawang 26.650 IV. Caban 17.465 I. Subanjeriji 97.480 V. Sodong 22.390 VI. Lubuk Lingau 25.150 VII. Sungai Baung 13.980 VIII. Tebing Indah 25.045 II. Benakat 86.780 IX. Deras 22.695 X. Keruh Dua 25.370 XI. Medak 23.390 XIII. Lantingan 19.545 XIV. Lagan 20.355 III. Lematang 112.140 XV. Keruh Satu 23.480 Jumlah 296.400 14 Unit 296.400 Sumber : PT MHP, 2004

Areal penelitian ini adalah kelompok hutan Subanjeriji, yang terdiri dari empat unit, yaitu : Unit II Merbau, Unit III Gemawang, Unit IV Caban, dan Unit V Sodong, dengan total luas 89.565 ha. Alasan pemilihan lokasi adalah karena areal ini memiliki kesatuan geografis, dan merupakan wilayah yang telah dikelola secara intensif sejak awal pembentukan HPHTI PT MHP.

(40)

Kondisi Topografi dan Iklim

Kondisi topografi Wilayah I Subanjeriji relatif landai dengan kemiringan 8 - 15 %. Wilayah ini memiliki ketinggian ± 280 mdpl. Suhu udara rata-rata tertinggi pada bulan Juni sebesar 33,8 °C, dan suhu udara rata-rata terendah pada bulan Oktober sebesar 22,8 °C.

Hari hujan rata-rata per tahun adalah 14 hari, dan rata-rata per bulan adalah 11,8 hari. Curah hujan relatif rendah (<100 mm per bulan) terjadi pada bulan Juni, sedangkan pada bulan yang lain rata-rata curah hujan > 100 mm per bulan. Rata-rata curah hujan tahunan sebesar 2.080 mm dan curah hujan bulanan rata-rata 173,5 mm.

Iklim di lokasi penelitian adalah iklim A (menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson), dengan nilai Q berkisar 0 - 14,2 %. Sedangkan berdasarkan sistem klasifikasi Koppen, termasuk tipe iklim Alfa. Dan menurut sistem klasifikasi Oldeman termasuk ke dalam zone agroklimat D2 yang dicirikan oleh bulan basah (curah hujan > 200 mm) berturut-turut 3 - 4 bulan dengan periode bulan kering (curah hujan < 100 mm) berturut-turut 2 - 3 bulan.

Kondisi Tanah

Jenis tanah di wilayah Subanjeriji umumnya terdiri dari podsolik merah kuning (Ultisol) dan sebagian kecil Oxisol. Berasal dari batuan induk sedimen tuf, tuf pasir, batu pasir, dan batu lempung. Tekstur tanah tergolong berat dengan kandungan lempung (clay) dapat mencapai 70 %. Nilai pH H2O tanah berkisar

antara 4,0 - 4,5. Kandungan unsur hara seperti P, K, dan Ca umumnya rendah. Drainase pada umumnya baik. Sebagian besar tanah di wilayah ini berwarna merah kekuningan dengan kondisi tanahnya berupa liat dan debu.

(41)

29

Kondisi Geologi dan Hidrologi

Kelompok hutan Subanjeriji termasuk ke dalam formasi Muara Enim dengan jenis batuan diorit kwarsa dan aluvium. Wilayah Subanjeriji termasuk ke dalam daerah aliran sungai (DAS) Musi, dan termasuk sub-DAS Ogan Komering yang memiliki luas 935.882 ha.

Vegetasi

HPHTI PT MHP menanam jenis tanaman utama Acacia mangium Willd. Karena dengan tujuan sebagai bahan baku untuk industri pulp dan kertas, maka ditanam jenis yang cepat tumbuh. Selain itu juga terdapat jenis tanaman yang ditanam untuk tujuan penelitian, antara lain : Acacia auriculiformis, Acacia

crassicarpa, Paraserianthes falcataria, Pinus merkusii, Gmelina arborea, Alstonia scholaris, Eucalyptus deglupta, Eucalyptus pellita, Eucalyptus urophylla

dan lain lain.

Berdasarkan citra Landsat tahun 1994, vegetasi asal di areal kerja HPHTI PT MHP terdiri atas: hutan tanaman seluas 55.436 ha, hutan alam 6.900 ha, semak belukar atau alang-alang 8.187 ha, dan kawasan lain 42.694 ha, yang dimaksud dengan kawasan lain adalah kebun karet rakyat, ladang, pemukiman dan areal transmigrasi, areal tanaman reboisasi, areal hutan bekas PT Inhutani V, jalan, sempadan sungai dan lain-lain.

(42)

1. Evaluasi Separabilitas

Nilai separabilitas yang telah dihitung dengan menggunakan ukuran

transformed divergence menunjukkan bahwa pada citra 2002, kelas-kelas yang

diklasifikasikan memiliki nilai separabilitas berkisar antara 1918 sampai 2000, sedangkan pada citra 2003, nilai separabilitas berkisar antara 1991 sampai 2000. Nilai separabilitas terendah terjadi antara kelas vegetasi non-mangium dengan kelas bekas tebangan, hal tersebut disebabkan karena dalam kelas vegetasi non-mangium juga meliputi kelas alang-alang yang memiliki penutupan lahan hampir sama dengan kelas lahan terbuka bekas tebangan yang juga ditutupi oleh tumbuhan bawah dan sisa-sisa tebangan. Secara keseluruhan, semua kelas yang diklasifikasikan memiliki nilai keterpisahan yang masuk dalam kategori keterpisahan baik dan sangat baik.

Tabel 11. Nilai Separabilitas Citra tahun 2002

No. Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Kebun karet - 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2 Vegetasi non-mangium - 1918 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 3 Bekas tebangan - 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 4 Sarana dan prasarana - 2000 2000 2000 2000 2000 2000 5 Badan air - 2000 2000 2000 2000 2000 6 Awan - 2000 2000 2000 2000 7 Bayangan awan - 2000 2000 2000 8 Mangium tua - 2000 2000 9 Mangium sedang - 2000 10 Mangium muda -

Tabel 12. Nilai Separabilitas Citra tahun 2003

No. Kelas 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Kebun karet - 1999 1999 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2 Vegetasi non-mangium - 1991 2000 2000 2000 2000 2000 2000 1991 3 Bekas tebangan - 1995 2000 2000 2000 2000 2000 2000 4 Sarana dan prasarana - 2000 2000 2000 2000 2000 2000 5 Badan air - 2000 2000 2000 2000 2000 6 Awan - 2000 2000 2000 2000 7 Bayangan awan - 2000 2000 2000 8 Mangium tua - 1995 2000 9 Mangium sedang - 1997 10 Mangium muda -

(43)

31

2. Evaluasi Akurasi

Ketelitian klasifikasi merupakan suatu kriteria penting untuk menilai hasil klasifikasi penutupan lahan dari penginderaan jauh. Badan Survey Geologi Amerika Serikat (USGS) menyatakan ukuran akurasi minimum yang dihasilkan tidak boleh kurang dari 85 % dan nilai akurasi harus kurang lebih sama untuk beberapa kategori (Lillesand dan Kiefer, 1994).

Tabel 13. Matriks Kesalahan Klasifikasi Citra 2002

Diklasifikasikan Sebagai Kelas

No. Data Acuan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Baris 1 Kebun karet 200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200 2 Vegetasi non-mangium 0 200 0 0 0 0 0 0 0 0 200 3 Bekas tebangan 0 3 197 0 0 0 0 0 0 0 200

4 Sarana dan prasarana 0 0 0 204 0 0 0 0 0 0 204

5 Badan air 0 0 0 0 157 0 0 0 0 0 157 6 Awan 0 0 0 0 0 44 0 0 0 0 44 7 Bayangan awan 0 0 0 0 0 0 106 0 0 0 106 8 Mangium tua 0 0 0 0 0 0 0 200 0 0 200 9 Mangium sedang 0 0 0 0 0 0 0 0 200 0 200 10 Mangium muda 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200 200 Total Kolom 200 203 197 204 157 44 106 200 200 200 1711

Tabel 14. Matriks Kesalahan Klasifikasi Citra 2003

Diklasifikasikan Sebagai Kelas

No. Data Acuan

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Total Baris 1 Kebun karet 200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200 2 Vegetasi non-mangium 0 128 0 0 0 0 0 0 0 0 128 3 Bekas tebangan 0 2 251 0 0 0 0 0 0 0 253

4 Sarana dan prasarana 0 0 0 132 0 0 0 0 0 0 132

5 Badan air 0 0 0 0 68 0 0 0 0 0 68 6 Awan 0 0 0 0 0 139 0 0 0 0 139 7 Bayangan awan 0 0 0 0 0 0 250 0 0 0 250 8 Mangium tua 0 0 0 0 0 0 0 200 0 0 200 9 Mangium sedang 0 0 0 0 0 0 0 0 200 0 200 10 Mangium muda 0 0 0 0 0 0 0 0 0 200 200 Total Kolom 200 130 251 132 68 139 250 200 200 200 1770

Berdasarkan matriks kesalahan klasifikasi sebagaimana disajikan pada Tabel 13 dan Tabel 14, maka dapat dilakukan perhitungan terhadap beberapa ukuran akurasi yaitu User’s Accuracy, Producer’s Accuracy, Overall Accuracy dan Kappa Accuracy.

(44)

Tabel 15. Hasil Evaluasi Akurasi

2002 2003 No. Kelas User's

Accuracy (%) Producer's Accuracy (%) User's Accuracy (%) Producer's Accuracy (%) 1 Kebun karet 100,00 100,00 100,00 100,00 2 Vegetasi non-mangium 98,52 100,00 98,46 100,00 3 Bekas tebangan 100,00 98,50 100,00 99,21

4 Sarana dan prasarana 100,00 100,00 100,00 100,00

5 Badan air 100,00 100,00 100,00 100,00 6 Awan 100,00 100,00 100,00 100,00 7 Bayangan awan 100,00 100,00 100,00 100,00 8 Mangium tua 100,00 100,00 100,00 100,00 9 Mangium sedang 100,00 100,00 100,00 100,00 10 Mangium muda 100,00 100,00 100,00 100,00 Overall Accuracy (%) 99,83 99,89 Kappa Accuracy (%) 99,80 99,87

Dari Tabel 15 diketahui bahwa nilai akurasi yang dihasilkan telah memenuhi ketentuan yang ditetapkan. Untuk citra 2002, nilai User’s Accuracy berkisar antara 98,52 % sampai 100 %, dan nilai Producer’s Accuracy berkisar antara 98,52 % sampai 100 %. Sedangkan untuk citra 2002, nilai User’s Accuracy berkisar antara 98,46 % sampai 100 %, dan nilai Producer’s Accuracy berkisar antara 99,21 % sampai 100 %. Pada kedua citra, nilai akurasi yang terkecil terdapat pada kelas vegetasi non-mangium dan lahan terbuka bekas tebangan, hal tersebut terjadi karena kelas-kelas tersebut memiliki penutupan lahan yang hampir sama. Akan tetapi seluruh nilai akurasi yang dihasilkan telah melebihi nilai minimum yang ditentukan (>85 %).

Nilai Overall Accuracy yang dihasilkan telah memenuhi ketentuan, yaitu sebesar 99,83 % untuk citra 2002, dan sebesar 99,89 % untuk citra 2003. Nilai

Kappa Accuracy yang dihasilkan juga telah memenuhi ketentuan, yaitu sebesar

99,80 % untuk citra 2002, dan sebesar 99,87 % untuk citra 2003. Secara umum nilai akurasi klasifikasi yang dilakukan dapat diterima.

3. Hasil Klasifikasi

Setelah dilakukan proses klasifikasi terbimbing menggunakan metode peluang maksimum (maximum likelihood) terhadap citra tahun 2002 dan tahun 2003 didapatkan citra klasifikasi penutupan lahan di lokasi penelitian.

(45)

33

Luas penutupan lahan dari kelas-kelas penutupan lahan dari dua citra terklasifikasi diberikan dalam Tabel 16.

Tabel 16. Luas Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi Citra

2002 2003

Kelas Luas (ha) % Kelas Luas (ha) %

Mangium muda 14.809,64 11,36 Mangium muda 16.968,49 13,02

Mangium sedang 12.500,37 9,59 Mangium sedang 15.934,48 12,22

Mangium tua 12.896,15 9,89 Mangium tua 9.973,24 7,65

Vegetasi non-mangium 45.261,14 34,72 Vegetasi non-mangium 50.959,42 39,09

Kebun karet 7.120,06 5,46 Kebun karet 7.618,50 5,84

Bekas tebangan 28.094,54 21,55 Bekas tebangan 22.172,27 17,01

Sarana dan prasarana 9.187,38 7,05 Sarana dan prasarana 6.212,52 4,77

Awan 273,848 0,21 Awan 284,288 0,22

Bayangan awan 167,625 0,13 Bayangan awan 192,555 0,15

Badan air 65,25 0,05 Badan air 60,233 0,05

Jumlah 130.375,98 100,00 Jumlah 130.375,98 100,00

Berdasarkan hasil klasifikasi, penutupan lahan tahun 2002 di area HPHTI PT MHP didominasi oleh vegetasi non-mangium seluas 45.261,135 ha (34,72 %), dan lahan terbuka bekas tebangan seluas 28.094,535 ha (21,55 %). Komposisi vegetasi mangium terdiri dari mangium tua seluas 12.896,15 ha (9,89 %), mangium sedang seluas 12.500,37 (9,59%), dan mangium muda seluas 14.809,64 (11,36 %).

Sedangkan penutupan lahan pada tahun 2003 adalah vegetasi non-mangium seluas 50.959,418 ha (39,09 %), diikuti oleh lahan terbuka bekas tebangan seluas 22.172,265 ha (17,01 %). Komposisi vegetasi mangium terdiri dari mangium tua seluas 9.973,24 ha (7,65 %), mangium sedang seluas 15.934,48 (12,22 %), dan mangium muda seluas 16.968,49 (13,02 %).

Citra hasil klasifikasi penutupan lahan dengan menggunakan seluruh band diberikan dalam Gambar 14 dan 15.

(46)

Gambar 14. Klasifikasi Penutupan Lahan tahun 2002

Gambar 15. Klasifikasi Penutupan Lahan tahun 2003

Analisa Perubahan Tutupan Lahan

Berdasarkan hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2002 dan 2003, dilakukan deteksi perubahan untuk mengetahui jenis perubahan yang terjadi. Hal ini dilakukan dengan menggunakan tool thematic change yang ada dalam perangkat lunak ArcView GIS 3.2. Di seluruh areal HPHTI PT MHP diketahui terjadi penambahan luas vegetasi non-mangium 5.698,28 ha, mangium sedang

(47)

35

3.434,11 ha, mangium muda 2.158,85 ha, demikian juga awan dan bayangan awan bertambah masing-masing 10,44 ha dan 24,93 ha. Sebaliknya terjadi pengurangan luas penutupan lahan untuk kelas lahan terbuka bekas tebangan 5.922,27 ha, mangium tua 2.922,91 ha, dan badan air 5,02 ha.

Penambahan luasan vegetasi non-mangium yang besar, berasal dari kelas areal bekas tebangan, hal tersebut terjadi karena kelas yang belum ditanami tersebut sebagian telah ditumbuhi tumbuhan bawah dan alang-alang sehingga masuk ke kelas vegetasi non-mangium. Rincian jenis perubahan penutupan lahan yang terjadi diberikan dalam Tabel 17.

Tabel 17. Matriks Perubahan Penutupan Lahan Hasil Klasifikasi

2003 2002

Aw Air Byg Krt MM MS MT NM BT SP Jumlah

Aw 5,56 0,38 0,00 15,66 11,99 15,10 6,28 95,94 99,81 23,13 273,85 Air 0,56 11,90 0,18 0,79 0,36 1,55 4,43 6,98 31,91 6,59 65,25 Byg 2,97 3,20 0,23 8,21 19,04 19,31 30,89 60,26 17,57 5,96 167,63 Krt 27,70 1,94 19,58 2.792,05 244,67 45,72 60,21 2.409,98 1.020,35 497,88 7.120,06 MM 24,23 2,77 20,09 186,73 4.725,74 3.452,45 1.032,14 4.290,21 760,68 314,60 14.809,64 MS 6,41 1,15 5,31 214,07 3.106,40 2.535,23 767,23 5.182,67 508,21 173,70 12.500,37 MT 5,38 2,41 4,57 47,59 1.533,78 4.688,28 4.804,29 401,72 885,08 523,06 12.896,15 NM 113,29 13,14 81,16 3.237,80 4.642,09 3.109,82 1.694,43 26.365,25 4.345,27 1.658,90 45.261,14 BT 77,33 11,07 45,88 1.011,83 2.391,75 1.937,48 1.371,89 10.650,33 8.980,45 1.616,54 28.094,54 SP 20,86 12,29 15,57 103,79 292,68 129,56 201,44 1.496,09 5.522,94 1.392,17 9.187,38 Jumlah 284,29 60,23 192,56 7.618,50 16.968,49 15.934,48 9.973,24 50.959,42 22.172,27 6.212,52 130.375,98

Keterangan : Dalam satuan hektar

Aw = Awan 11 MS = Mangium sedang Air = Badan air MT = Mangium tua

Byg = Bayangan awan NM = Vegetasi non-mangium Krt = Kebun karet BT = Lahan terbuka bekas tebangan MM = Mangium muda SP = Lahan terbuka sarana dan prasarana

(48)

Penyusunan Model Perhitungan Etat Identifikasi Masalah, Tujuan, dan Batasan

Kegiatan pengaturan hasil hutan adalah kegiatan yang sangat penting unuk memanfaatkan hasil hutan dengan tetap menjaga kelestariannya. Kegiatan ini berkaitan dengan kegiatan pengelolaan hutan dan kegiatan pemanfaatan hasil hutan, yang dapat dilihat sebagai suatu sistem. Jika pengaturan hasil hutan tersebut dilakukan dengan tanpa memperhatikan daya dukung hutan dan kondisis aktual hutan, menyebabkan eksploitasi hutan secara berlebihan yang akan merusak hutan.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menyusun sebuah model pengaturan hasil hutan yang dinamis. Pengaturan hasil tersebut disesuaikan dengan kondisi potensi hutan tanaman Acacia mangium yang berubah setiap tahunnya seperti luas dan jumlah pohon dalam tegakan. Informasi tentang dinamika perubahan luas tegakan yang aktual dengan cakupan yang luas dapat diperoleh secara lengkap, cepat, dan akurat dengan menggunakan data dan informasi citra satelit.

Masalah yang dikaji dalam tulisan ini dibatasi pada hal-hal yang terkait dengan kegiatan pengaturan hasil hutan tanaman Acacia mangium di wilayah Subanjeriji, HPHTI PT Musi Hutan Persada (MHP), Propinsi Sumatera Selatan. Model yang disusun dititikberatkan kepada variabel-variabel yang berkenaan langsung dalam penentuan besar etat, yaitu persediaan tegakan (standing stock) yang dilihat dari kondisi luas penutupan hutan tanaman dan volume aktual hutan tanaman yang didekati dengan jumlah pohon dalam tegakan..

Konseptualisasi Model

Model yang disusun menggambarkan dinamika dalam tegakan hutan tanaman yang terjadi akibat adanya pertumbuhan tanaman dan juga karena kegiatan pengusahaan hutan. Konseptualisasi model dilakukan dengan membuat diagram-diagram yang menggambarkan hubungan antara variabel-variabel yang terkait dalam pengaturan hasil hutan. Model terdiri dari empat sub model yaitu sub model dinamika luas tegakan, sub model dinamika jumlah pohon tegakan, sub model pengaturan hasil, dan sub model perhitungan etat dari citra.

(49)

37

pohon tegakan, dan sub model pengaturan hasil disusun untuk menggambarkan dinamika yang terjadi dalam tegakan akibat pertumbuhan dan perkembangan hutan, serta akibat adanya tindakan pengelolaan hutan. Sedangkan sub model perhitungan etat dari citra digunakan untuk memanfaatkan informasi citra satelit yang telah diperoleh dari kegiatan klasifikasi citra.

Dalam hutan tanaman, kegiatan yang sangat penting adalah pengaturan hasil hutan yang menentukan besarnya hasil hutan yang dapat diambil (etat). Penentuan besarnya etat tersebut sangat dipengaruhi oleh pertumbuhan tegakan. Dinamika dalam pertumbuhan tegakan dapat dilihat dari dinamika luas tegakan dan dinamika jumlah pohon tegakan. Hal tersebut disebabkan karena dalam pengusahaan hutan tanaman yang sudah intensif, data dan informasi dari kedua komponen pertumbuhan tersebut dapat diketahui, sehingga dinamika yang terjadi dalam tegakan hutan dapat disederhanakan ke dalam model.

Diagram yang menunjukkan keterkaitan antar sub model yang disusun, diberikan pada Gambar 16.

(50)

a. Sub Model Dinamika Luas Tegakan

Sub model ini menggambarkan dinamika luas tegakan yang senantiasa berubah menurut waktu dengan adanya perubahan luas dari setiap umur yang ada sebagai akibat dari kegiatan pengusahaan hutan. Model terdiri dari delapan buah state variable yang masing-masing merupakan luas dari setiap tanaman pada umur 1 tahun sampai dengan umur 8 tahun ke atas (dinamakan sebagai variabel Luas 1 sampai Luas 8up). Setiap tahun terjadi perubahan luas yang berasal dari penambahan luas tanaman baru (penanaman) yang besarnya ditentukan oleh luas tebangan (total luas tebangan) dan sisa luas produktif yang belum ditanami (luas produksi). Luas tegakan juga mengalami perubahan karena terjadinya perpindahan akibat bertambahnya umur tanaman (pindah 1 sampai pindah 8up), besarnya luas tanaman yang berpindah dinyatakan sebagai proporsi luas tanaman yang tidak mengalami gangguan akibat kematian tanaman atau perubahan penutupan lahan (prop pindah 1 sampai prop

pindah 8up). Selain itu juga terjadi pengurangan luas sebagai akibat dari

sejumlah luasan tanaman yang mengalami kematian atau berubah penutupan lahan (pengurangan luas 1 sampai pengurangan luas 8up). Sub model dinamika luas tegakan dapat dilihat pada Gambar 17.

Gambar

Tabel 1. Karakteristik Band pada Landsat-7 ETM+
Tabel 2. Hasil Perhitungan Nilai OIF
Tabel 3. Nilai RMSE Hasil Koreksi Geometrik
Gambar 1. Citra kombinasi band 145 : (a) citra 2002, (b) citra 2003
+7

Referensi

Dokumen terkait

Anggaran pemerintah merupakan dokumen formal hasil kesepakatan antara eksekutif dan legislatif tentang belanja yang ditetapkan untuk melaksanakan kegiatan pemerintah

Modal usaha dari pinjaman kredit tersebut dimanfaatkan oleh pedagang kaki lima disekitar Jalan Jawa Jember menjadi 3 kepentingan yakni untuk kepentingan produksi,

pengorganisasian data pada memori komputer maupun fle (berkas) pada suatu media penyimpanan dengan menggunakan struktur data array, struct, tree, dan fle

technique of collecting data is reading the novel frequently and intensively to understand the content of the novel, especially about aspect that made up the

The writing of this thesis was generally to find out the massages from the lyrics of the music video clip using theory of visual communication elements, and used the theory

Tiga cara yang boleh dilakukan untuk membantu menangani masalah tersebut :. - Melaporkan kejadian tersebut kepada pihak pentadbiran sekolah supaya

diperlihatkan guru bukan hanya didalam ruang kelas, namun juga diluar kelas baik kepada peserta didik maupun kepada sesama guru. Selain itu guru yang tersertifikasi

Hasil dari penelitian ini menunjukkan pada variasi III campuran 15% serabut kelapa menunjukkan nilai koefisien serap bunyi terbesar adalah 0,9756 yaitu pada sampel ke 4