• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelebihan dan Kekurangan ABR

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 29-33)

2.5 Anaerobic Baffled Reactor

2.5.2 Kelebihan dan Kekurangan ABR

Menurut Grobicki dan Stuckey (1989) bioreaktor yang efisien harus memiliki waktu tinggal biomassa yang lama dan terjadi pencampuran yang merata untuk menjamin terjadinya kontak yang baik antara sel dan substratnya. ABR dapat memenuhi faktor ini. Mikroorganisme di dalam reaktor cenderung terangkat dan terendapkan kembali akibat terbentuknya gas selama proses. Mikroorganisme tersebut akan bergerak secara perlahan ke arah horizontal dan dengan demikian, air limbah akan bersentuhan dengan biomassa aktif berjumlah besar dalam waktu tinggal yang cukup pada saat melewati reaktor. Mikroorganisme yang tumbuh di setiap kompartemen berbeda-beda tergantung kondisi lingkungan yang mempengaruhi dan materi yang didegradasi sehingga materi organik dalam setiap kompartemen juga bervariasi (Bell, 1997). Populasi yang bermacam-macam ini meningkatkan ketahanan ABR terhadap berbagai variasi beban influen, temperatur serta pH.

Keuntungan yang paling signifikan dari sebuah reaktor ABR adalah kemampuannya untuk memisahkan antara proses asidogenesis dan metanogenesis secara longitudinal di bagian bawah reaktor, sehingga memungkinkan tersedianya kondisi pertumbuhan yang sesuai untuk masing-masing kelompok mikroorganisme yang berbeda.

Disamping itu konstruksi reaktor ini murah dan sederhana, tidak ada bagian yang bergerak atau pencampuran secara mekanik sehingga kehilangan bakteri didalam reaktor sangat kecil dan aliran keluar relatif bebas dari padatan biomassa. Hidrodinamika dan tingkat pencampuran yang terjadi dalam reaktor mempengaruhi kontak antara substrat dengan mikroorganisme sehingga mengkontrol transfer masa dan performansi reaktor.

Sebuah ABR mudah untuk dibangun dan tidak mahal karena tidak ada bagian yang bergerak atau mesin pencampur (mechanical mixing device) (Polprasert et al., 1992). Desain ABR dapat memisahkan asidogenesis dan metanogenesis sehingga keuntungan yang didapat signifikan. Reaktor berlaku seperti sistem dua fase tanpa ada kontrol masalah dan biaya yang tinggi. Selain itu

karena HRT dan SRT terpisah maka volume limbah yang akan diolah lebih besar dibandingkan reaktor tercampur seperti CSTR dimana HRT = SRT. Karena mikroorganisme tidak tercampur merata dalam reaktor maka konsentrasi mikroorganisme yang terbawa keluar di efluen relatif sedikit.

Boopathy et.al (1988), disadur dari Madyanova, 2005, menemukan bahwa ABR menunjukkan kestabilan kinerjanya. Disamping itu pengurangan resiko

clogging dan ekspansi sludge bed akibat adanya kehilangan mikroorganisme juga

cukup stabil. Hasil observasi menyatakan efisiensi penyisihan COD mencapai sampai dengan 90 %, dan kecepatan produksi metan mencapai 4 volume/day/unit volume dari reaktor.

Menurut Sasse, 1998, kinerja ABR dalam penyisihan COD adalah sekitar 65-90 % sedangkan untuk penyisihan BOD adalah sekitar 70-95 %. Proses maturasi harus diperhatikan pada 3 bulan pertama. Lumpur harus dibersihkan dalam jangka waktu yang teratur, hampir sama halnya dengan pembersihan lumpur pada tangki septik. Tetapi lumpur tetap harus ada yang ditinggalkan dalam reaktor, agar efisiensi unit instalasi terus meningkat. Dan perlu diperhatikan, bahwa jumlah lumpur pada kompartemen dibagian awal unit ABR lebih banyak daripada di kompartemen akhir.

Secara ringkas, keuntungan ABR dibandingkan sistem pengolahan limbah cair lainnya menurut Barber dan Stuckey (1999) adalah sebagai berikut :

a. Konstruksi • Desain simpel.

• Tidak ada bagian bergerak. • Tidak ada pencampuran mekanik. • Pembuatan tidak mahal.

• Resiko penyumbatan kecil. • Resiko ekspansi sludge bed kecil. • Biaya operasi rendah.

b. Biomassa

• Waktu retensi solid tinggi tanpa perlu memberikan media atau ruang pengendapan untuk mikroorganisme menempel.

• Waktu pembentukan lumpur lama dan lumpur yang terbentuk juga sedikit.

• Umur lumpur lebih lama sehingga pembuangan lumpur dilakukan lebih jarang.

• Tidak memerlukan mikroorganisme dengan kemampuan pengendapan tertentu.

c. Operasi

• Waktu retensi hidrolik rendah.

• Memungkinkan untuk operasi secara intermiten (untuk limbah cair musiman)

• Stabil terhadap shock loading hidrolik dan organik. • Perlindungan terhadap material toksik di influen. • Waktu operasi yang lama tanpa pembuangan lumpur.

• Berfungsi efektif dalam rentang debit dan jumlah beban influen yang cukup luas.

Struktur ABR yang sederhana memungkinkan untuk diubah desainnya tergantung dari karakteristik limbah cair yang akan diolah. Desain hibrid dapat dilakukan untuk meningkatkan performansi reaktor terhadap limbah cair spesifik (Barber dan Stuckey, 1999).

Yang dan Chou (1985) mengemukakan beberapa kelebihan bioreaktor berpenyekat anaerobik dibandingkan dengan biorektor jenis lain yaitu :

a. Sederhana dalam pengoperasian

• Waktu start-up yang lebih singkat jika dibandingkan dengan biorektor filter anaerobik.

• Tidak mudah tersumbat jika dibandingkan dengan UASB dan rektor fluidisasi.

• Tidak memerlukan daur ulang lumpur aktif.

• Tidak terjadi penggumpalan lumpur seperti pada reaktor unggun fluidisasi.

b. Konstruksi sederhana

• Tidak memerlukan media penyaring seperti filter anaerobik.

• Tidak memerlukan pengadukan seperti pada reaktor ideal berpengaduk. Sedangkan menurut Sasse (1998), ABR merupakan bioreaktor yang sederhana dan mudah dioperasikan serta shock loading hidrolik dan organik hanya

sedikit berpengaruh terhadap efisiensi pengolahan. Mengingat berbagai kelebihan-kelebihan biorektor berpenyekat ini dibandingkan dengan rektor-rekator lain maka penggunaan biorektor ini dalam pengolahan air buangan perlu dikembangkan.

Akan tetapi ABR juga mempunyai kelemahan-kelemahan seperti kurang dalam mempertahankan kecepatan upflow gas dan cairan. ABR juga sulit untuk mempertahankan distribusi merata influen (Tilche dan Vieira, 1991). Selain itu, belum banyak penelitian mengenai penggunaan ABR untuk mengolah limbah cair yang dihasilkan dari industri. Sehingga perlu lebih banyak penelitian sebelum dapat dipastikan bahwa teknologi ABR merupakan salah satu alternatif dalam pengolahan limbah cair dari industri rumah tangga bagi negara berkembang seperti Indonesia. Beberapa hasil penelitian penggunaan bioreaktor berpenyekat anaerobik dapat dilihat pada tabel 2.9 di bawah ini.

Tabel 2.9 Hasil Penelitian penggunaan Biorektor berpenyekat untuk pengolahan berbagai jenis limbah

Laju Pembebanan (gr COD/L/hari)

Efisiensi Penyisihan

COD ( %) Referensi Jenis Limbah

2,5 93 Bachman dkk, 1985 Molase

32 55 Bachman dkk, 1985 Molase

2,5 81 Yang & Chow, 1985 Peternakan babi

3,5 91 Boopathy, 1988 Scotch Whisky

0,95 72 Sri-Anant Wanasen,

2003

Domestik asli

0,027 - 0,0136 88 Wahidah, 2004 Domestik artifisial

0,32 – 0,98 75,78 – 87,04 Madyanova, 2005 Grey water dari hotel

0,797 – 1,219 83,54 – 87,15 Indiyani, 2005 LAS (detergen)

0,4 – 0,6 48,46 – 85,3 Yuniarti, 2007 Limbah RPH dan tahu

Sumber : Indiyani, 2005; Wahidah, 2004; Yuniarti, 2005. 2.3.5 Perhitungan Dimensi ABR

Dalam perhitungan dimensi, hal yang perlu diperhatikan adalah kecepatan aliran. Kecepatan aliran Up-flow tidak boleh lebih dari 2 m/jam, hal ini sangat penting khususnya bila beban hidroliknya tinggi. Beban organik sebaiknya kurang dari 3 kg COD/m3 x hari. Beban lebih tinggi diperbolehkan seiring kenaikan suhu dan substrat yang lebih mudah didegradasi (Sasse, 1998).

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 29-33)

Dokumen terkait