• Tidak ada hasil yang ditemukan

LANDASAN TEORI

2. Kelelahan Kerja

a. Pengertian Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja adalah parasaaan lelah dan adanya penurunan kesiagaan (Grandjean dalam Setyawati, 2010).

Kelelahan kerja adalah suatu fonomena yang kompleks yang disebabkan oleh faktor biologi pada proses kerja serta dipengaruhi oleh faktor internal maupun eksternal (Chavalitsakulchai dan Shahvanaz dalam Setyawati, 2010).

Kelelahan kerja adalah respon total individu terhadap stres psikososial yang dialami dalam satu periode waktu tertentu dan kelelahan kerja itu cenderung menurunkan prestasi maupun motivasi pekerja bersangkutan. Kelelahan kerja merupakan kriteria yang lengkap tidak hanya menyangkut kelelahan yang bersifat fisik dan psikis saja tetapi lebih banyak kaitannya dengan adanya penurunan kinerja fisik, adanya perasaan lelah, penurunan motivasi, dan penurunan produktivitas kerja (Cameron dalam Setyawati, 2010).

Kelelahan adalah suatu kondisi yang disertai penurunan efisiensi dan kebutuhan dalam bekerja (Budiono, 2003).

commit to user

Kelelahan adalah suatu mekanisme perlindungan tubuh agar tubuh terhindar dari kerusakan lebih lanjut sehingga terjadi pemulihan setelah istirahat (Tarwaka dkk, 2004).

Kelelahan dapat diartikan sebagai suatu kondisi menurunnya efisiensi, performa kerja, dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh untuk terus melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan (Wignjosoebroto, 2003).

Dari sudut neurofisiologi diungkapkan bahwa kelelahan dipandang sebagai suatu keadaan sistemik saraf sentral, akibat aktivitas yang berkepanjangan dan secara fundamental dikontrol oleh aktivitas berlawanan antara sistem aktivasi dan sistem inhibisi pada batang otak (Grandjean dan Kogi dalam Setyawati, 2010).

Perasaan lelah pada pekerja adalah semua perasaan yang tidak menyenangkan yang dialami oleh pekerja serta merupakan fenomena psikososial. Latar belakang psikososial sangat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja dan terdapat hubungan yang erat antara derajat gejala kelelahan dan derajat parasaan lelah (Yoshitake dalam Setyawati, 2010).

b. Penyebab Kelelahan Kerja

Penyebab kelelahan kerja umumnya berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :

1) Sifat pekerjaan yang monoton.

commit to user

3) Cuaca ruang kerja, pencahayaan dan kebisingan serta lingkungan kerja lain yang tidak memadai.

4) Faktor psikologis, rasa tanggung jawab, ketegangan-ketegangan dan konflik-konflik.

5) Penyakit-penyakit, rasa kesakitan dan gizi.

6) Circadian rhytm. Di informasikan dalam kaitan kejadian kelelahan kerja shift kerja berpeluang menimbulkan kelelahan kerja sekitar 80% dan shift kerja sendiri berpeluang menimbulkan gangguan tidur pada pekerja shift kerja malam sekitar 80% (Setyawati, 2010).

Secara fisiologi penyebab kelelahan ada dua macam yaitu : 1) Kelelahan sentral

Kelelahan sentral adalah aktivitas motor neuron tidak mencukupi atau motor neuron mengalami impaired excitability. 2) Kelelahan perifer

Penyebab kelelahan perifer/tepi adalah terdapatnya kelainan transmisi neuromuscular dan otot mengalami hambatan kontraksi (Setyawati, 2010).

Penyebab kelelahan ada beberapa macam, diantaranya : 1) Aktivitas kerja fisik

2) Aktivitas kerja mental

3) Stasiun kerja tidak ergonomis 4) Sikap paksa

commit to user 6) Kerja bersifat monotoni

7) Lingkungan kerja ekstrim 8) Psikologis

9) Kebutuhan kalori kurang

10) Waktu kerja-istirahat tidak tepat (Tarwaka dkk, 2004).

Secara jelas faktor etiologi kelelahan belum diketahui, ada yang mengemukakan karena virus tertentu atau adanya peran gangguan kejiwaan dalam terjadinya kelelahan (Swartz dan Manu, dan Baringin dalam Setyawati, 2010).

Faktor penyebab terjadinya kelelahan di industri sangat bervariasi, dan untuk memelihara dan mempertahankan kesehatan dan efisiensi, proses penyegaran harus dilakukan di luar tekanan (cancel out

commit to user

Faktor-faktor penyebab kelelahan diilustrasikan dalam gambar Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran (Recuperation) seperti gambar berikut ini :

Tingkat Kelelahan

Faktor-faktor yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja bermacam-macam, diantaranya adalah sebagai berikut : 1) Faktor lingkungan kerja

Faktor lingkungan kerja yang tidak memadai untuk bekerja sampai kepada masalah psikososial dapat berpengaruh terhadap terjadinya kelelahan kerja. Lingkungan kerja yang nyaman dan ventilasi udara yang adekuat, didukung oleh tidak adanya kebisingan akan mengurangi kelelahan kerja.

Intensitas dan lamanya kerja fisik dan mental

Lingkungan : iklim, penerangan, kebisingan

Problem fisik : tanggung jawab, kekhawatiran konflik

Kenyerian dan kondisi kesehatan

Circardian rhythm Nutrisi

Pemulihan/ penyegaran

Gambar 1. Teori Kombinasi Pengaruh Penyebab Kelelahan dan Penyegaran (Recuperation)

Sumber : Grandjean. Encyclopaedia of Occupational Health and Safety. ILO.

commit to user 2) Waktu istirahat dan waktu bekerja

Waktu istirahat dan waktu bekerja yang proposional dapat menurunkan derajat kelelahan kerja. Lama dan ketepatan waktu beristirahat sangat berperan dalam mempengaruhi terjadinya kelelahan kerja.

3) Kesehatan pekerja

Kesehatan pekerja yang selalu dimonitor dengan baik, dan pemberian gizi yang sempurna dapat menurunkan kelelahan kerja. 4) Beban kerja

Beban kerja yang diberikan pada pekerja perlu disesuaikan dengan kemampuan psikis dan fisik pekerja bersangkutan.

5) Keadaan perjalanan

Keadaan perjalanan, waktu perjalanan dari dan ke tempat kerja yang seminimal mungkin dan seaman mungkin berpengaruh terhadap kondisi kesehatan kerja pada umumnya dan kelelahan kerja khususnya (Setyawati, 2010).

Kelelahan dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Usia

Pada usia meningkat akan diikuti dengan proses degenerasi dari organ, sehingga dalam hal ini kemampuan organ akan menurun. Dengan menurunnya kemampuan organ, maka hal ini akan

commit to user

menyebabkan tenaga kerja akan semakin mudah mengalami kelelahan.

2) Jenis Kelamin

Pada tenaga kerja wanita terjadi siklus setiap bulan di dalam mekanisme tubuhnya, sehingga akan mempengaruhi turunnya kondisi fisik maupun psikisnya, dan hal itu menyebabkan tingkat kelelahan wanita lebih besar dari pada tingkat kelelahan tenaga kerja laki-laki.

3) Penyakit

Penyakit akan menyebabkan Hipo/hipertensi suatu organ, akibatnya akan merangsang mukosa suatu jaringan sehingga merangsang syaraf-syaraf tertentu. Dengan perangsangan yang terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak akan terganggu atau terpengaruh yang dapat menurunkan kondisi fisik seseorang.

4) Keadaan Psikis Tenaga Kerja

Keadaan psikis tenaga kerja yaitu suatu respon yang ditafsirkan bagian yang salah, sehingga merupakan suatu aktivitas secara primer suatu organ, akibatnya timbul ketegangan-ketegangan yang dapat meningkatkan tingkat kelelahan seseorang.

5) Beban Kerja

Pada pekerjaan yang terlalu berat dan berlebihan akan mempercepat kontraksi otot tubuh, sehingga hal ini dapat

commit to user

mempercepat pula kelelahan seseorang. Beban kerja meliputi : iklim kerja, penerangan, kebisingan, debu dan lain-lain (Suma’mur, 2009). c. Gejala Kelelahan Kerja

Gejala-gejala kelelahan kerja adalah sebagai berikut :

1) Gejala-gejala yang mungkin berakibat pada pekerjaan seperti penurunan kesiagaan dan perhatian, penurunan dan hambatan persepsi, cara berpikir atau perbuatan anti sosial, tidak cocok dengan lingkungan, depresi, kurang tenaga, dan kehilangan inisistif.

2) Gejala umum yang sering menyertai gejala-gejala di atas adalah sakit kepala, vertigo, gangguan fungsi paru dan jantung, kehilangan nafsu makan serta gangguan pencernaan. Disamping gejala-gejala di atas pada kelelahan kerja terdapat pula gejala-gejala yang tidak spesifik berupa kecemasan, perubahan tingkah laku, kegelisahan, dan kesukaran tidur (Gilmer dan Cameron dalam Setyawati, 2010). Gejala-gejala kelelahan kerja adalah sebagai berikut :

1) Kelelahan bersifat umum 2) Kehilangan inisiatif 3) Tendensi depresi 4) Kecemasan

5) Peningkatan sifat mudah tersinggung 6) Penurunan toleransi

7) Kadang-kadang perilaku bersifat asosial (Grandjean dan Kogi dalam Setyawati, 2010).

commit to user

Gejala kelelahan kerja ada dua macam yaitu gejala subyektif dan gejala obyektif. Gejala kelelahan kerja yang penting antara lain adalah adanya perasaan kelelahan, somnolensi, tidak bergairah bekerja, sulit berpikir, penurunan kesiagaan, penurunan persepsi dan kecepatan bereaksi bekerja (Grandjean dalam Setyawati, 2010).

Somnolensi adalah kelenaan atau rasa kantuk (Ramali dan Pamoentjak, 1987).

Gejala umum kelelahan adalah suatu perasaan letih yang luar biasa dan terasa aneh. Semua aktivitas menjadi terganggu dan terhambat karena munculnya gejala kelelahan terebut. Tidak adanya gairah untuk bekerja baik secara fisik maupun psikis, segalanya terasa berat dan merasa mengantuk (Budiono, 2003).

Secara umum gejala kelelahan dapat dimulai dari yang sangat ringan sampai perasaan yang sangat melelahkan. Kelelahan subjektif biasanya terjadi pada akhir jam kerja, apabila rata-rata beban kerja melebihi 30-40 % dari tenaga aerobik maksimal (Astrand dan Rodahl, dan Pulat dalam Tarwaka dkk, 2004).

d. Dampak Kelelahan Kerja

Kelelahan kerja dapat menimbulkan beberapa keadaan yaitu prestasi kerja yang menurun, fungsi fisiologis motorik dan neural yang menurun, badan terasa tidak enak disamping semangat kerja yang menurun. Perasaan kelelahan kerja cenderung meningkatkan terjadinya kecelakaan kerja, sehingga dapat merugikan diri pekerja sendiri

commit to user

maupun perusahaannya karena adanya penurunan produktivitas kerja (Gilmer dan Suma’mur dalam Setyawati, 2010).

Resiko kelelahan ada beberapa macam, diantaranya : 1) Motivasi kerja turun

2) Performansi rendah 3) Kualitas kerja rendah 4) Banyak terjadi kesalahan 5) Stress akibat kerja 6) Penyakit akibat kerja 7) Cedera

8) Terjadi kecelakaan akibat kerja (Tarwaka dkk, 2004). e. Pengukuran Kelelahan

Metode pengukuran kelelahan ada beberapa kelompok, diantaranya adalah sebagai berikut :

1) Kualitas dan kuantitas kerja yang dilakukan

Pada metode ini, kualitas output digambarkan sebagai jumlah proses kerja (waktu yang digunakan setiap item) atau proses operasi yang dilakukan setiap unit waktu. Namun demikian banyak faktor yang harus dipertimbangkan seperti ; target produksi, faktor sosial dan perilaku psikologis dalam kerja. Sedangkan kualitas output (kerusakan produk, penolakan produk) atau frekuensi kecelakaan dapat menggambarkan terjadinya kelelahan, tetapi faktor tersebut bukanlah merupakan causal factor.

commit to user 2) Uji psiko-motor (Psychomotor test)

a) Pada metode ini melibatkan fungsi persepsi, interprestasi dan reaksi motor. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah dengan pengukuran waktu reaksi. Waktu reaksi adalah jangka waktu dari pemberian suatu rangsang sampai kepada suatu saat kesadaran atau dilaksanakan kegiatan. Dalam uji waktu reaksi dapat digunakan nyala lampu, denting suara, sentuhan kulit atau goyangan badan. Terjadinya pemanjangan waktu reaksi merupakan petunjuk lambatnya proses faal syaraf dan otot.

b) Sanders dan McCormick dalam Tarwaka dkk (2004) mengatakan bahwa waktu reaksi adalah waktu untuk membuat suatu respon yang spesifik saat satu stimuli terjadi. Waktu reaksi terpendek biasanya berkisar antara 150-200 milidetik. Waktu reaksi tergantung dari stimuli yang dibuat, intensitas dan lamanya perangsangan, umur subyek, dan perbedaan-perbedaan individu lainnya.

c) Setyawati dalam Tarwaka dkk (2004) melaporkan bahwa dalam uji waktu reaksi, ternyata stimuli terhadap cahaya lebih signifikan daripada stimuli suara. Hal tersebut disebabkan karena stimuli suara lebih cepat diterima oleh reseptor daripada stimuli cahaya. d) Alat ukur waktu reaksi yang telah dikembangkan di Indonesia

biasanya menggunakan nyala lampu dan denting suara sebagai stimuli.

commit to user

Hasil pengukuran waktu reaksi dibandingkan dengan standar pengukuran kelelahan menurut Setyawati (2010) yaitu :

a) Normal (N) : waktu reaksi 150,0 – 240,0

mili detik

b) Kelelahan Kerja Ringan (KKR) : waktu reaksi > 240,0 – < 410,0 mili detik

c) Kelelahan Kerja Sedang (KKS) : waktu reaksi 410,0 – < 580,0 mili detik

d) Kelelahan Kerja Berat (KKB) : waktu reaksi 580,0 mili detik atau lebih

3) Uji hilangnya kelipan (flicker-fusion test)

Dalam kondisi yang lelah, kemampuan tenaga kerja untuk melihat kelipan akan berkurang. Semakin lelah akan semakin panjang waktu yang diperlukan untuk jarak antara dua kelipan. Uji kelipan, disamping untuk mengukur kelelahan juga menunjukkan keadaan kewaspadaan tenaga kerja.

4) Perasaan kelelahan secara subyektif (Subjective feelings of fatigue)

Subjective Self Rating Test dari Industrial Fatigue Research Committee (IFRC) Jepang, merupakan salah satu kuesioner yang

dapat untuk mengukur tingkat kelelahan subyektif. Kuesioner tersebut berisi 30 daftar pertanyaan yang terdiri dari :

a) 10 pertanyaan tentang pelemahan kegiatan : 1. Perasaan berat di kepala

commit to user 2. Lelah seluruh badan

3. Berat di kaki 4. Meguap 5. Pakiran kacau 6. Mengantuk

7. Ada beban pada mata 8. Gerakan canggung dan kaku 9. Berdiri tidak stabil

10. Ingin berbaring

b) 10 pertanyaan tentang pelemahan motivasi : 11. Susah berpikir

12. Lelah untuk bicara 13. Gugup

14. Tidak berkonsentrasi 15. Sulit memusatkan perhatian 16. Mudah lupa

17. Kepercayaan diri berkurang 18. Merasa cemas

19. Sulit mengontrol sikap 20. Tidak tekun dalam pekerjaan

c) 10 pertanyaan tentang gambaran kelelahan fisik : 21. Sakit di kepala

commit to user 23. Nyeri di punggung 24. Sesak nafas 25. Haus 26. Suara serak 27. Merasa pening

28. Spasme di kelopak mata 29. Tremor pada anggota badan 30. Merasa kurang sehat

Sinclair dalam Tarwaka dkk (2004) menjelaskan beberapa metode yang dapat digunakan dalam pengukuran subyektif. Metode antara lain : ranking methods, rating methods, questionnaire

methods, interview dan checklists.

5) Uji Mental

Pada metode ini konsentrasi merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menguji ketelitian dan kecepatan menyelesaikan pekerjaan. Bourdon Wiersma test, merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menguji kecepatan, ketelitian dan konstansi. Hasil tes akan menunjukkan bahwa semakin lelah seseorang maka tingkat kecepatan, ketelitian dan konstansi akan semakin rendah atau sebaliknya. Namun demikian Bourdon Wiersma

test lebih tepat untuk mengukur kelelahan akibat aktivitas atau

pekerjaan yang lebih bersifat mental (Grandjean dalam Tarwaka dkk, 2004).

commit to user

Dokumen terkait