• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III BENTUK PERJANJIAN DALAM PEMBIAYAAN

B. Perjanjian Baku pada Pembiayaan Murabahah pada PT Bank Syariah

3. Bentuk dan Isi Perjanjian Baku Pembiayaan Murabahah di

tunduk dan mengikuti ketentuan hukum Indonesia.

Penerapan asas kehati – hatian dalam melaksanakan pembiayaan syariah pada umumnya, dilakukan dengan menerapkan credit management yang dalam beberapa hal sama seperti yang ditetapkan dalam pemberian kredit oleh bank konvensional, yaitu menggunakan prinsip The Five C’s of Credit, yaitu Watak (Character), modal (Capital), kemampuan (Capacity), kondisi ekonomi (Condition), dan jaminan (Collateral).

3. Bentuk dan Isi Perjanjian Baku Pembiayaan Murabahah di Pematangsiantar

Bentuk perjanjian baku pembiayaan yang dilaksanakan oleh PT. Bank Syariah Mandiri di Pematangsiantar dalam menyalurkan dana kepada debitur

menggunakan perjanjian tertulis dan bentuk baku (standard contract).61

a. Memenuhi ketentuan Qs. al-Baqarah (2):282 yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamallah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan hendaklah kamu menuliskannya…. Dan dipersaksikanlah dengan dua orang saksi…”

PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar membuat perjanjian baku pembiayaan dalam bentuk perjanjian tertulis dan bentuk baku (standard contract) karena beberapa alasan yang berbeda:

b. Memenuhi ketentuan Undang-Undang Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia, dalam perjanjian baku pembiayaan harus ada perjanjian tertulis. c. Memenuhi ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama

Indonesia (DSN-MUI).

d. Preventif bagi bank syariah untuk pengamanan hukum dan alat bukt i. e. Penerapan asas kebebasan berkontrak, yaitu bebas menentukan bentuk

perjanjian tertulis, tidak tertulis atau tertulis dengan standard contract.62 Berdasarkan beberapa alasan di atas, dapat diartikan bahwa perjanjian baku pembiayaan syariah dibuat dalam bentuk tertulis dan bentuk baku (standard

contract) dalam rangka menjalankan fungsi yuridis, yaitu memberikan kepastian

hukum bagi para pihak.15 Hal ini semakin jelas, dengan dibuatnya sebagian besar perjanjian baku pembiayaan syariah dalam bentuk akta notariel.

61

Hasil wawancara dengan Bapak Karim Abdillah, Marketing Officer Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

62

Hasil wawancara dengan Bapak Karim Abdillah, Marketing Officer Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa anatomi perjanjian baku pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar pada dasarnya sama dengan perjanjian murabahah pada bank – bank syariah lain pada umumnya. Yang membedakan hanyalah urutan klausul – klausul yang ada di dalam kontrak tersebut. Berikut ini adalah anatomi perjanjian baku murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar

Anatomi Perjanjian Baku Pembiayaan Murabahah PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar

No

Nama Bank Syariah

Klausula Baku Klausula Bebas

1. Bank Syariah Mandiri Judul Komparisi Kutipan Ayat Pembiayaan dan Penggunaannya (Pasal2) Pendahuluan

Jangka Waktu dan Cara Pembayaran (Pasal 4)

Definisi (Pasal 1)

Biaya, Potongan dan Pajak (Pasal 6)

Penarikan Pembiayaan (Pasal 3) Jaminan (Pasal 7) Tempat Pembayaran ( Pasal 5 ) Lain-lain (Pasal 16) Biaya, Potongan dan Pajak (Pasal 6)

Cidera Janji (Pasal 8)

Akibat Cidera Janji (Pasal 9) Pengakuan dan Jaminan (Pasal 10)

Pembatasan terhadap Tindakan Nasabah (Pasal 11)

Risiko (Pasal 12) Asuransi (Pasal 13) Pengawasan (Pasal 14)

Penyelesaian Perselisihan (Pasal 15) Pemberitahuan (Pasal 17)

Penutup (Pasal 18)

(Sumber : Akad Pembiayaan al-Murabahah Pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar)

Dasar pertimbangan PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar dalam menyusun isi/syarat-syarat perjanjian baku pembiayaan syariah adalah: 63

a. sesuai dengan prinsip syariah dalam Al-Quran dan hadist;

b. sesuai dengan Fatwa-Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI);

c. hukum positif tentang perbankan di Indonesia.

Hal ini dapat diartikan bahwa, walaupun perjanjian baku pembiayaan syariah hampir seluruhklausulanya dibakukan oleh bank syariah, secara hukum dapat dibenarkan sepanjang syarat-syarat sahnya sebuah perjanjian tetap dipenuhi dan isi/syarat-syarat perjanjian tidak melanggar ketentuan Al – Qur’an, Hadists, Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN - MUI), dan Hukum Positif di Indonesia.

63

Hasil wawancara dengan Bapak Karim Abdillah, Marketing Officer Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar menyediakan naskah perjanjian baku pembiayaan syariah yang telah dicetak dalam bentuk blanko (formulir) dan dalam bentuk master (di dalam komputer) dalam jumlah banyak. Nasabah debitur dalam hal ini harus dengan teliti membaca isi kontrak sebelum menandatanganinya, namun masih dapat merundingkan ulang beberapa ketentuan akad yang dibuat oleh bank bagian yang dapat dirundingkan itu merupakan bentuk dari klausula bebas.64 Sebab, pada kenyataannya, pihak bank syariah banyak menentukan sendiri syarat-syarat perjanjian baku pembiayaan, kemudian dimintakan persetujuan pada nasabah. Dalam perjanjian baku pembiayaan syariah, seluruh klausul telah dibakukan oleh bank syariah kecuali beberapa hal, seperti komparisi, jumlah pembiayaan, tujuan pembiayaan, jangka waktu, rasio-rasio keuangan, dan jaminan. Jadi, nasabah masih mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan atas klausul-klausul inti suatu perjanjian baku pembiayaan. Nasabah masih bisa turut terlibat dalam merumuskan isi perjanjian baku pembiayaan syariah sepanjang aman bagi dua pihak dan tidak merugikan bank syariah.65

64

Hasil wawancara dengan Bapak Karim Abdillah, Marketing Officer Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

65

Hasil wawancara dengan Bapak Karim Abdillah, Marketing Officer Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

Nasabah bisa mengubah isi perjanjian baku pembiayaan, misalnya point nisbah atau kewajiban lapor setiap bulan bagi nasabah. Dalam perjanjian baku pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, masalah rasio-rasio keuangan seperti nisbah bagi hasil atau besar margin keuntungan tidak ditentukan secara sepihak oleh bank syariah, akan tetapi ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama. Besar rasio keuangan

bagi setiap nasabah debitur adalah berbeda – beda sesuai dengan hasil negoisasi antara pihak bank syariah dengan masing-masing nasabah debitur.66 Jadi, apabila dilihat berdasarkan bentuknya, maka perjanjian baku pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar sama dengan perjanjian kredit di bank konvensional, yaitu berbentuk perjanjian tertulis dan baku/standar (standard

contract).67

Dengan demikian, berdasarkan pendapat Mariam Darus Badrulzaman yang membagi jenis perjanjian baku menjadi empat jenis,

Hanya saja yang membedakan keduanya adalah pada perjanjian baku pembiayaan syariah masih dimungkinkan adanya tawar menawar (negosiasi) antara pihak bank syariah dengan nasabah debitur untuk menentukan rasio-rasio keuangan menyangkut besar nisbah bagi hasil atau besar margin keuntungan.

68

maka perjanjian baku pembiayaan PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar termasuk pada jenis kedua, yaitu: perjanjian baku timbal balik. Pada perjanjian baku jenis ini, isi perjanjian ditentukan oleh kedua belah pihak. Sedangkan jenis perjanjian pengikatan jaminan termasuk pada perjanjian baku yang isinya ditentukan pemerintah. Misalnya Akta Fidusia dan Akta Hak Tanggungan atas Tanah. Oleh karena itu, pendapat Vera Bolger yang menyebut perjanjian baku sebagai take it

or leave it contract karena bersifat massal dan kolektif,69

66

Hasil wawancara dengan Bapak Karim Abdillah, Marketing Officer Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

67

Hasil wawancara dengan Bapak Edy Siregar, Legal Officer pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

68

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Op.Cit, hal. 46

69

Ibid. hal. 46.

tidak sepenuhnya berlaku pada perjanjian baku pembiayaan syariah. Dalam hal ini, debitur dan bank syariah masih dapat melakukan tawar menawar (negosiasi) mengenai

syarat-syarat atau isi perjanjian sampai terjadi kesepakatan diantara mereka. Semua syarat-syarat isi perjanjian baku pembiayaan syariah harus disetujui bersama antara bank dan nasabah debitur, karena apabila salah satu pihak tidak setuju maka tidak ada pengikatan.70 Oleh karena itu, apabila pihak bank syariah dan nasabah belum mencapai kesepakatan maka perjanjian bisa dibicarakan lagi sampai terjadi kesepakatan. Pernyataan persetujuan terhadap suatu perjanjian menurut teori hukum perikatan Islam dapat dilakukan melalui empat cara, yaitu melalui lisan, tulisan, isyarat, dan perbuatan.71 Dengan adanya penandatangan kontrak perjanjian baku pembiayaan syariah, maka para pihak saling mengikatkan diri untuk melaksanakan tujuan perjanjian baku pembiayaan yang telah disepakati. Dalam hal ini pernyataan persetujuan/kesepakatan yang dilakukan secara tertulis adalah sah dan mengikat para pihak.

70

Hasil wawancara dengan Bapak Karim Abdillah, Marketing Officer Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar dan Bapak Edy Siregar, Legal Officer pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

71

Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Mu’amalat (Hukum Perdata Islam) (Yogyakarta: UII Pres, 4004), 68-70 dalam Diangsa Wagian, “Sistem PembiayaanSyariah dan Prospek Pengaturannnya dalam Sistem Hukum di Indonesia,” Jurnal Istinbath, No.2 Volume 4 (2007), 221, sebagaimana dalam Teti Indrawati Purnamasari, Perlindungan Hukum Bagi Para Phak dalam Perjanjian Baku Pembiayaan Bank Syariah di Nusa Tenggara Barat, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1. Desember 2007, hal. 15

BAB IV

BENTUK PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BAKU PEMBIAYAAN MURABAHAH PADA

PT. BANK SYARIAH MANDIRI PEMATANGSIANTAR

A. Bentuk – Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Para Pihak Dalam Klausul Perjanjian Baku Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar.

Perlindungan hukum merupakan segala upaya untuk menjamin kepastian pelaksanaan hak atau kepentingan setiap pihak dalam perjanjian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perjanjian baku pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar telah mengatur beberapa kepentingan yang dapat dikelompokkan sebagai berikut :

1. Kelompok pertama, yaitu kepentingan-kepentingan pihak bank syariah sekaligus nasabah debitur. Semua hal yang menjadi kepentingan bersama para pihak biasanya dirumuskan secara eksplisit, jelas, dan rinci dalam syarat-syarat atau isi perjanjian. Dengan demikian, ada kepastian hukum bagi kepentingan dimaksud sehingga memberikan perlindungan hukum bagi para pihakyang bersangkutan.

2. Kelompok kedua, yaitu kepentingan-kepentingan sepihak bank syariah. Semua hal yang menjadi kepentingan sepihak bank syariah telah dirumuskan dalam perjanjian secara eksplisit, jelas, dan rinci. Dalam menyalurkan dana pembiayaan pada nasabah, bank syariah memiliki kepentingan untuk menyakinkan pihak investor dana

bahwa: Pertama, dana disalurkan pada usaha pemenuhan kebutuhan konsumtif atau usaha yang halal. Kedua, ada kepastian pengembalian dana disertai keuntungan berupa biaya jasa atau bagi hasil atau margin keuntungan. Oleh karena itu, bank syariah secara maksimal berupaya memperoleh kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi kepentingan dimaksud yaitu dengan cara merumuskan syarat-syarat atau isi perjanjian dalam bentuk baku.

3. Kelompok ketiga, yaitu kepentingan sepihak nasabah debitur. Walaupun perjanjian syariah dirumuskan dalam bentuk baku

(standard contract), namun bank syariah membuka akses yang

cukup luas bagi nasabah untuk turut serta menentukan hal-hal pokok dalam perjanjian baku pembiayaan syariah. Hal ini dimaksudkan untuk memenuhi beberapa ketentuan hukum yang berlaku bagi bank syariah untuk menjamin dan memberikan perlindungan hukum bagi nasabah.

1. Kelompok pertama, yaitu bentuk-bentuk kepentingan bersama pihak bank syariah dan nasabah debitur, yang telah memperoleh perlindungan hukum dalam perjanjian baku pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar

a. Kesesuaian perjanjian baku pembiayaan dengan prinsip syariah

Kesesuaian perjanjian baku pembiayaan murabahah dengan prinsip syariah telah dilaksanakan oleh PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar. Bank syariah telah mematuhi ketentuan Bank Indonesia yang menetapkan pokok-pokok ketentuan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, Dalam Penjelasan Pasal 8 ayat 2 Undang-Undang No.10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan antara

lain memuat kewajiban bank syariah untuk menyusun dan menerapkan prosedur pemberian pembiayaan berdasarkan prinsip syariah. Oleh karena itu, setiap kegiatan pembiayaan bank syariah tidak boleh menyimpang dari Hukum Islam yang bersumber utama pada al-Quran dan hadis. Bank syariah juga harus tunduk dibawah pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pengawas Syariah. Eksistensi Dewan Pengawas Syariah memberikan implikasi bahwa setiap produk bank syariah harus mendapatkan persetujuan dari Dewan Pengawas Syariah terlebih dahulu sebelum diperkenalkan kepada masyarakat.72 Hasil penelitian menunjukkan bahwa di setiap bank syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi mengontrol setiap produk bank syariah, termasuk produk pembiayaan.73

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bank syariah dan nasabah debitur saling memberikan informasi melalui komunikasi untuk kepentingan negosiasi kesepakatan diantara mereka. Dalam hal ini, juga terlihat peran notaris, yang membantu memberikan informasi dan penjelasan pada nasabah.

b. Penyampaian informasi isi kontrak dan segala hal yang terkait dengan kontrak secara jujur dan benar.

74

72

M. Syafii Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Op.Cit, hal.22

73

Hasil wawancara dengan Ibu Junita, Customer Service Officer pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

74

Hasil wawancara dengan Bapak Edy Siregar, Legal Officer pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

Dengan demikian, pemakaian perjanjian baku pembiayaan syariah telah meminimalisir potensi konflik yang mungkin timbul karena nasabah tidak mempunyai kesempatan yang cukup untuk memahami isi perjanjian. Secara khusus, bank wajib memberikan informasi mengenai jumlah

pembiayaan, jumlah angsuran, kewajiban keuangan lainnya yang harus ditanggung oleh nasabah dan tindakan yang akan dimbil oleh bank apabila terjadi resiko pembiayaan. Khusus dalam hal perjanjian baku pembiayaan murabahah, bank harus menerangkan harga pembelian, margin keuntungan, dan harga jual serta biaya-biaya yang dikeluarkan oleh bank syariah. Catatan peneliti bagi PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, agar bank syariah secara terbuka mau menyampaikan informasi kepada nasabah terkait dengan kemungkinan pembayaran angsuran di awal waktu sebelum jatuh tempo, karena berdasarkan wawancara dengan nasabah jarang bank memberikan informasi mengenai kesempatan ini.

c. Pembagian hak dan kewajiban yang adil bagi para pihak

Salah satu bentuk penerapan prinsip-prinsip hukum perjanjian syariah dalam membuat perjanjian baku pembiayaan bank syariah adalah adanya persamaan/kesetaraan/kesederajatan/ keadilan dalam menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban antara bank dan nasabah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa di dalam perjanjian baku pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri, uraian kewajiban pihak bank syariah lebih sedikit dibandingkan uraian kewajiban pihak nasabah, sedangkan uraian hak-hak bank syariah selalu lebih banyak dibandingkan uraian hak-hak pihak nasabah. Hal itu dapat diartikan bahwa bank syariah memiliki kepentingan sangat besar akan kepastian pengembalian dana pembiayaan oleh nasabah sehingga memperkecil kemungkinan pembiayaan macet guna melindungi kepentingan nasabah penabung. Di dalam perjanjian baku pembiayaan syariah, tidak ada ketentuan khusus mengenai penyerahan kembali dokumen/objek jaminan

kepada nasabah. Peneliti mencatat hal ini penting dilakukan apabila pengikatan jaminan dilakukan dengan sistem gadai yang menggunakan objek gadai berupa emas atau gadai tabungan/deposito/simpanan nasabah.

d. Pemberian persetujuan yang bebas dari para pihak

Pemberian persetujuan yang bebas dari para pihak merupakan penerapan salah satu asas perjanjian yang harus dilindungi dan dijamin dalam kegiatan perbankan syariah, yaitu asas ridhâ’iyyah (rela sama rela).75

Perjanjian baku pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri dibuat dan disiapkan oleh bank syariah, namun demikian akan mengikat dan berlaku bagi para pihak apabila disetujui oleh nasabah debitur. Dalam semua produk perbankan syariah, modal, keuntungan, dan resiko dibicarakan serta ditanggung berdasarkan kesepakatan. Ada beberapa point yang secara sepihak ditetapkan oleh bank syariah, yaitu: definisi, penarikan pembiayaan, tempat pembayaran, biaya, potongan dan pajak, cidera janji, akibat cidera janji, pengakuan dan jaminan, pembatasan terhadap tindakan nasabah, resiko, asuransi, pengawasan, penyelesaian perselisihan,

Oleh karena itu, penerapan prinsip-prinsip hukum perjanjian syariah dalam membuat perjanjian dapat dilihat berdasarkan adanya kesepakatan dalam hal yang berkaitan dengan: besar pembiayaan, jangka waktu, tata cara melaksanakan pembiayaan, biaya - biaya, asuransi, jaminan, dan penyelesaian yang dipilih jika terjadi perselisihan.

75

H. Muhammad Amin Suma, “Ekonomi Syariah sebagai Alternatif Sistem Ekonomi Konvensional.” Jurnal Hukum Bisnis, Volume 20, Agustus – September (Jakarta: Yayasan Pengembangan Hukum Bisnis, 2002), hal. 18, dalam Teti Indrawati Purnamasari, Perlindungan Hukum Bagi Para Phak dalam Perjanjian Baku Pembiayaan Bank Syariah di Nusa Tenggara Barat, Jurnal Penelitian Keislaman, Vol. 4, No. 1. Desember 2007, hal.19.

pemberitahuan, dan penutup.76 Selain itu, ada juga beberapa point yang harus diisi sesuai dengan kebutuhan dengan persetujuan nasabah yaitu: komparisi, jumlah pembiayaan, tujuan penggunaan pembiayaan, jangka waktu, cara pembayaran biaya, potongan, pajak, jaminan,77 biaya administrasi, nisbah, kewajiban nasabah untuk melaporkan kegiatan usahanya, denda keterlambatan, berlakunya ketentuan denda keterlambatan (hasil denda untuk BAZIS), kesediaan nasabah memenuhi/mengikuti semua peraturan dan ketentuan yang berlaku di bank.78

e. Pengaturan sanksi denda keterlambatan pembayaran

Adanya persetujuan nasabah dalam perjanjian baku pembiayaan syariah ditegaskan oleh pihak bank. Sebagai contoh, adanya tawar menawar mengenai besar point nisbah antara bank syariah dan nasabah debitur dilaksanakan sampai tercapai kata sepakat dan terjadi pengikatan perjanjian baku pembiayaan yang ditandai dengan penandatanganan kontrak perjanjian pembiyaan di muka Notaris.

79

Berdasarkan hasil penelitian, perjanjian baku pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri mengatur secara tegas mengenai pemberian sanksi denda bagi nasabah debitur yang terlambat membayar angsuran pembiayaan.

76

Perjanjian baku pembiayaan al- Murabahah Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, 2011

77

Hasil wawancara dengan Bapak Karim Abdillah, Marketing Officer Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar dan Ibu Junita, Customer Service Officer pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

78

wawancara dengan Bapak Karim Abdillah, Marketing Officer Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

79

Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 17/DSN-MUI/IX/2000 telah mengatur tentang sanksi atas nasabah yang mampu tetapi menunda-nunda pembayaran. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar karena alasan force majeure tidak boleh dikenakan sanksi.

Peneliti menemukan bahwa pada perjanjian baku pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar yang menyebutkan bahwa denda wajib diserahkan pada pihak bank syariah sebesar 0,00069%80, serta tidak ada keterangan lebih lanjut bahwa untuk selanjutnya dana itu digunakan untuk kepentingan sosial. Menurut bank syariah, sistem komputer secara otomatis akan melakukan pembukuan dana yang berasal dari sanksi denda untuk kepentingan sosial.81 Dalam hal ini PT. Bank Syariah Mandiri melalui LAZNAS BSM Umat, yaitu lembaga amil zakat yang lahir untuk meningkatkan kepedulian sosial dan meringankan penderitaan sesama.82

Pilihan hukum merupakan permasalahan yang berkaitan dengan hukum mana yang akan digunakan dalam pembuatan perjanjian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua perjanjian baku pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, telah mengatur secara tegas pilihan hukum para pihak dan cara penyelesaian sengketa yang dikehendaki apabila terjadi perbedaan penafsiran atau sengketa di antara mereka. Pilihan hukum yang dilakukan adalah menggunakan hukum Indonesia. Cara penyelesaian sengketa yang dipilih bermacam-macam, antara lain: musyawarah mufakat,

f. Pilihan hukum dan penyelesaian sengketa

80

Pasal 4 poin kelima Akad Pembiayaan al – Murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, 2011.

81

Wawancara dengan Bapak Karim Abdillah, Marketing Officer Pembiayaan pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, Rabu, 21 Maret 2012.

82

Akad Pembiayaan al – Murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar, 2011.

arbitrase syariah melaui Badan Arbitrase Syariah Nasional (BASYARNAS), dan melalui jalur Pengadilan Negeri (PN).

g. Pengaturan Force Majeure (Keadaan memaksa)

Semua naskah perjanjian baku pembiayaan bank syariah telah mengatur secara tegas mengenai force majeure. Walaupun terdapat perbedaan redaksional, pada intinya PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar menetapkan force majeur sebagai hambatan sementara para pihak untuk memenuhi perjanjian sehingga tidak menghapus perikatan di antara mereka (force majeur/keadaan memaksa relatif). Dengan demikian, dalam keadaan

force majeur/keadaan memaksa, tidak berlaku sanksi denda atau pemutusan

perjanjian secara sepihak dengan alasan lawan pihak tidak memenuhi kewajiban sesuai perjanjian.83

2. Kelompok kedua: bentuk-bentuk kepentingan sepihak pihak bank syariah yang telah memperoleh perlindungan hukum dalam perjanjian baku pembiayaan murabahah pada PT. Bank Syariah Mandiri Pematangsiantar.

Menurut peneliti, pengaturan mengenai force

mejeur dalam perjanjian baku pembiayaan syariah merupakan salah satu

penerapan prinsip moral dagang Islam, yaitu longgar dan bermurah hati pada saat menagih hutang.

a. Pembayaran kembali pokok pembiayaan, margin keuntungan atau bagi hasil secara tepat waktu.

Ketentuan ini merupakan kepentingan utama pihak bank syariah, oleh karena itu selalu diatur secara rinci dalam perjanjian baku pembiayaan. Pencantumannya secara eksplisit sebagai bentuk hak bank syariah dan kewajiban nasabah debitur merupakan bentuk pelaksanaan ketentuan Pasal 8

83

Ayat (1) dan (2) Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. Tahun 1992 tentang Perbankan, yaitu itikad baik, kemampuan dan kesanggupan nasabah untuk mengembalikan pembiayaan sesuai perjanjian.

b. Penggunaan dana sesuai dengan tujuan permohonan pembiayaan dan tidak melanggar syariah

Ketentuan mengenai penggunaan dana pembiayaan agar sesuai dengan tujuan permohonan secara tegas diatur dalam setiap perjanjian baku pembiayaan syariah. Hal ini merupakan bentuk pelaksanaan ketentuan bank syariah wajib melaksanakan pembiayaan berdasarkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian sebagaimana termuat dalam Pasal 6 huruf m, Pasal 1 ayat (12), dan Pasal 1 ayat (13) 2 Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Namun pada kenyataannya, pihak bank syariah mengakui banyak terjadi pelanggaran dari nasabah debitur. Hal ini menjadi salah satu penghambat dalam pelaksanaan perjanjian baku pembiayaan syariah walaupun tidak serimg dijumpai kasus seperti demikian pada PT. Bank Syariah Mandiri.

c. Kepastian pembayaran melalui jaminan tambahan dan asuransi pembiayaan/asuransi jaminan/asuransi jiwa nasabah

Salah satu pertimbangan bank syariah mengabulkan permohonan pembiayaan nasabah adalah jumlah jaminan yang dimiliki oleh nasabah

Dokumen terkait