• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK

A. Doa Bersama dalam Keluarga Katolik

2. Keluarga Katolik

Peranan doa bersama dalam keluarga Katolik sangatlah penting terutama bagi pembentukan karakter remaja dengan memperhatikan pendidikan iman dalam

keluarga Katolik. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama karena dalam keluarga seorang remaja dididik. Doa meningkatkan kekuatan dan kesatuan rohani keluarga, karena doa membantu keluarga untuk ikut ambil bagian dalam kekuatan Allah sendiri.

a. Pengertian Keluarga Katolik

Pengertian keluarga dalam masyarakat cukup luas dan masih perlu dibedakan, misalnya: keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak, sedangkan keluarga dekat adalah saudara sekandung dari ayah dan ibu yang seketurunan dalam garis kakek dan nenek. Namun yang penulis maksudkan ialah keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

Keluarga sebagai suatu persekutuan hidup terkecil yang dibangun atas dasar cinta dan saling pengertian, sebagaimana Yesus berkata kepada Simon, “di atas wadas ini Aku mendirikan Gerejaku” (Mat 16: 18). Dengan demikian, Krituslah Kepala Rumah Tangga Katolik karena keluarga akan kokoh berdiri bila dipercayakan kepada Tuhan sehingga rumah tangga akan menjadi ‘Pax huic domui’, semoga damai turun di atas rumah ini. Dengan begitu, kita akan membangun Gereja.

Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio mengungkapkan

bahwa keluarga mempunyai hubungan yang amat penting dalam masyarakat, karena keluarga merupakan landasan dan selalu menghidupi masyarakat. Keluarga juga merupakan sel yang begitu vital baik bagi masyarakat maupun Gereja sendiri. Keluarga Kristen harus melaksanakan kewajiban sosialnya terhadap masyarakat dalam keseimbangan antara hak dan kewajiban. Melalui kesaksian hidup keluarga,

karya keselamatan Allah semakin menjadi nyata bagi lingkungan masyarakat sekitarnya (FC, art. 42).

Keluarga Kristiani harus berjuang pada masa kini dan tetap diwarnai ciri perjuangan Yesus Kristus. Perjuangan dan semangat besar itulah yang hendaknya diwariskan kepada generasi penerus. Pewarisan nilai-nilai perjuangan tersebut pada awalnya terlaksana di dalam keluarga karena keluarga sebagai persemaian nilai perjuangan iman Kristiani (Darmawijaya, 1994 b: 59).

Keluarga Katolik adalah “Gereja Mini ” artinya persekutuan dasar iman dan tempat persemaian iman sejati. Keluarga Katolik diharapkan mampu mengembangkan iman yang menghangatkan suasana. Iman disini bukan pertama-tama berarti pengetahuan agama tetapi lebih pada sikap atau penghayatan agama yang diwujudkan dalam usaha untuk menjaga suasana kedamaian, kerjasama dan kerukunan dalam keluarga. Dengan demikian, Tuhan sendiri akan hadir di tengah-tengah keluarga untuk membawa keselamatan dan rahmat-Nya (Gilarso, 1996: 13). Keluarga sangat berperan bagi kehidupan para remaja seperti yang ditegaskan dalam Gravissium Educationis sebagai berikut:

“Keluarga merupakan sekolah utama dari keutamaan sosial yang perlu bagi setiap masyarakat dan tempat di mana anak-anak mempunyai pengalaman pertama mereka mengenai masyarakat manusia yang seimbang” (GE, art. 3).

Keluarga Katolik banyak mengalami tantangan sehingga harus menyadari

keberadaannya sebagai kehadiran Allah dan pengembangan tugas perutusan Gereja. Demi mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi hendaknya setiap keluarga Katolik harus secara nyata menciptakan dan meningkatkan doa bersama dalam keluarga.

“Keluarga secara keseluruhan hendaknya berdoa bersama dan memainkan peranan penting dalam kehidupan liturgis Gereja. Keluarga harus menjadi tempat keramahan, aktif dalam perjuangan demi keadilan dan perdamaian, dan melakukan tindakan - tindakan amal” (GE, art. 2 ).

Keluarga Kristiani sebagai persekutuan yang hidup ikut serta dalam melaksanakan misi Gereja sebagai saksi Kristus (FC, art. 39). Oleh karena itu, keluarga menjadi Gereja Mini tampak dalam dinamika hidup melalui doa bersama, Ekaristi, dan Sakramen sehingga peran orang tua sebagai pewarta Injil bagi anak-anaknya, dan orang tua sebagai saksi iman (GS, art. 2).

Dasar pendidikan dalam keluarga adalah cinta kasih, dimana orang tua harus mencintai anak-anak tanpa syarat. Pendidikan dalam keluarga akan efektif melalui keteladan, suasana, dan kesaksian hidup yang dilandasi cinta kasih di antara anggota keluarga (Komisi Kateketik KAS, 2006: 7). Keluarga Katolik sebagai Gereja Mini dipanggil untuk terlibat dalam mewartakan Injil, dan mengembangkan hidup keluarga dengan cinta kasih. Keluarga Katolik harus memiliki iman untuk menciptakan kebersamaan dan persaudaran semangat Katolik antar anggota keluarga.

b. Pendampingan Keluarga Katolik

KWI (2011: 77-81) mengungkapkan bahwa Gereja menjadi pendamping keluarga tanpa membedakan apakah keluarga itu bermasalah atau tidak. Penulis akan memfokuskan bentuk pendampingan keluarga yaitu pendampingan pasca-nikah. Keluarga yang bermasalah seringkali disebut sebagai keluarga dalam kondisi khusus, sedangkan keluarga yang berada dalam kondisi biasa berdasarkan pada usia perkawinan secara menggaris besar.

1) Keluarga dalam Kondisi Biasa

Keluarga dalam kondisi biasa digolongkan menjadi tiga berdasarkan usia perkawinan yaitu

a) Keluarga Muda

Keluarga muda yaitu keluarga yang baru dibangun selama kurun waktu 1 sampai 5 tahun . Sebaiknya keluarga muda ditawari pendampingan khusus karena masa ini suami - istri berada dalam masa penyesuaian diri dalam hidup bersama dan belajar mendampingi anak-anak yang pada umumnya berusia kecil.

b) Keluarga Madya

Keluarga madya adalah keluarga yang sudah dibangun selama kurun waktu 6 sampai 25 tahun. Dalam kurun waktu ini suami–istri sebaiknya didorong untuk mengembangkan komunikasi di antara mereka berdua dan untuk mendidik anak-anak mereka yang menginjak usia dewasa menjelang perkawinan.

c) Keluarga sesuadah Usia Perkawinan 25 tahun

Keluarga ini pada umumnya tidak membutuhkan pendampingan khusus, namun beberapa diantaranya ada yang membutuhkan bantuan dalam hal tertentu. Bantuan ini sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan yang nyata dengan tetap memperhatikan otonomi dan privacy mereka.

2) Keluarga dalam Kondisi Khusus

Gereja meneladan Kristus Sang Gembala Baik dengan memberi perhatian dan pelayanan khusus kepada keluarga yang menghadapi dan mengalami berbagai persoalaan. Keluarga dalam kondisi khusus ini membutuhkan pendampingan, pelayanan, dan bantuan nyata dalam mendampingi anak-anaknya sehingga terciptanya kebersamaan dalam keluarga.

a) Keluarga ‘Single Parent’

Ayah atau ibu yang mengasuh dan mendidik anaknya sendirian (single

parent) sebaiknya didampingi agar ia mampu mengemban tugas ganda (sebagai ayah maupun ibu) sehingga anak-anak itu dapat berkembang secara wajar.

b) Keluarga yang Sedang Pisah

Suami-istri yang sedang pisah, misalnya pisah - meja atau pisah ranjang sebaiknya didampingi sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka harus tetap memperhatikan dengan baik sustentasi dan pendidikan yang semestinya bagi anak-anak dan tetap memelihara kemurnian perkawinan.

c) Keluarga yang Mempunyai Anak Berkebutuhan Khusus

Keluarga yang mempunyai satu anak atau lebih yang berkebutuhan khusus perlu didampingi agar tetap menerima dan mengasihinya, sehingga anak itu tetap memiliki harga diri karena merasa dihargai dan diterima di dalam keluargnya.

c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga

Persekutuan cinta kasih dalam keluarga yang terdiri dari orang tua dan anak yang dibaptis menjadi perwujudan ideal yang sering diistilahkan dengan ecclesia dometica (Gereja Rumah Tangga). Persekutuan itu dibentuk atas dasar cinta kasih dari suami kepada istri dan begitu juga sebaliknya (Kor 13: 4 - 7), pasangan suami - istri kepada anak-anaknya. Begitu juga sebaliknya, anak-anak kepada kedua orangtuanya dan antar saudara dalam satu keluarga (Komisi Kateketik KAS, 2006: 7).

Sakramen Baptis menjadikan suami-istri dan anak memiliki tiga martabat Kristus, yakni martabat kenabian, imamat, dan rajawi. Keluarga menjadi anggota

dan terlibat dalam membangun Gereja karena keluarga adalah sebuah komunitas basis gerejawi yang ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah. Keluarga sungguh-sungguh adalah Gereja Rumah Tangga karena mengambil bagian dalam lima tugas Gereja seperti diungkapkan KWI (2011: 15-17) antara lain:

1) Persekutuan (Koinonia)

Keluarga adalah persekutuan seluruh hidup antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang diperluas dengan kehadiran anak. Ciri pokok persekutuan tersebut adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta kasih serta kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain. Persekutuan dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan saat-saat bersama, misalnya: doa bersama, kesetiaan dalam suka dan duka baik ketika sehat maupun sakit.

2) Liturgi (Leiturgia)

Kepenuhan hidup Katolik tercapai melalui sakramen dan hidup doa karena keluarga dapat bertemu dan berdialog dengan Allah. Suami-istri mempunyai tanggungjawab membangun kesejahteraan jasmani dan rohani bagi keluarganya dengan doa dan karya. Doa dalam keluarga yang dilakukan setiap hari dengan setia akan memberi kekuataan iman dalam hidup mereka.

3) Pewartaan Injil (Kerygma)

Keluarga merupakan Gereja Rumah Tangga sehingga ikut ambil bagian dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Keluarga hendaknya menyadari tugas perutusan itu dimana semua anggota mewartakan, dan menerima pewartaan Injil. Orang tua tidak sekadar menyampaikan Injil kepada anak-anak mereka, melainkan anakpun mempunyai kesempatan untuk menyampaikan Injil. Keluarga sebaiknya ikut mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan pendalaman Kitab Suci.

4) Pelayanan (Diakonia)

Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, maka keluarga dipanggil untuk mengamalkan cinta kasih. Keluarga Katolik menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Pelayanan keluarga hendaknya bertujuan memberdayakan mereka yang dilayani sehingga mereka dapat mandiri.

5) Kesaksian Iman (Martyria)

Keluarga hendaknya berani memberi kesaksian imannya dengan perkataan maupun tindakan. Kesaksian iman itu dilakukan dengan berani menyuarakan kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum.

d. Pendidikan Iman dalam Keluarga Katolik

Pendidikan sangat penting bagi hidup manusia karena tujuan pendidikan adalah pembinaan pribadi manusia menuju kedewasaan. Tantangan pendidikan saat ini adalah pendidikan formal lebih menekankan kemampuan intelektual sehingga kurang memperhatikan kemampuan lain seperti kurangnya menekankan solidaritas, kepekaan, dan nilai kemanusiaan.

Melihat situasi pendidikan seperti itu maka Gereja mengingatkan kepada para orang tua untuk tetap bertanggungjawab dalam memberikan pendidikan iman kepada anak mereka. Pendidikan dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan iman, karena keluarga adalah sekolah iman Katolik bagi remaja. Sejak dini mereka perlu dibimbing secara bertahap, sesuai dengan tahap perkembangan kepribadiannya sehingga semakin menghayati dan mengembangkan kurnia iman

yang telah mereka terima melalui Sakramen Baptis seperti yang dinyatakan Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio bahwa

“Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orangtualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang utama dan pertama” (FC, art. 36).

Salah satu aspek pendidikan iman adalah pemberian dan pengembangan pengetahuan iman. Orang tua hendaknya mengusahakan sumber pengetahuan iman dalam keluarga, seperti Kitab Suci. Pendidikan iman dalam keluarga dapat disyukuri, dipupuk, dan dirayakan melalui doa dan ibadat yang bersifat liturgis maupun devosional, misalnya melalui kegiatan rohani seperti liturgi, doa bersama, devosi dan sebagainya.

Cara-cara konkret memberikan pendidikan iman Katolik pada anak ditegaskan KWI (2011: 31-33) sebagai berikut:

1) Doa Pribadi dan Doa Bersama

Anak-anak sebaiknya dibiasakan berdoa secara teratur baik secara pribadi, bersama keluarga, maupun komunitas basis gerejawi. Anak perlu diajak untuk menyadari bahwa berdoa adalah berkomunikasi dengan Tuhan. Melalui doa dalam keluarga, anak semakin diberi teladan konkret tentang berdoa karena pada awalnya mereka hanya meniru tetapi secara bertahap anak perlu didorong untuk mengungkapkan isi hati secara spontan dalam berdoa.

2) Mengikuti Perayaan Ekaristi

Anak-anak perlu diajak untuk terlibat dalam perayaan Ekaristi supaya mereka mengenal dan mencintai Tuhan. Perayaan Ekaristi khusus untuk anak-anak dapat diselenggarakan karena perayaan Ekaristi tersebut membantu mereka untuk

lebih terlibat di dalamnya. Jika anak sudah mampu memahami perayaan Ekaristi, maka orang tua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi.

3) Membaca dan Merenungkan Kitab Suci

Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dalam mengembangkan iman anak. Dengan membaca dan mendengarkan serta merenungkan Kitab Suci, hati mereka diarahkan kepada Allah yang hadir melalui sabda-Nya. Membaca Kitab Suci mengajak anak-anak untuk menemukan dasar iman, yaitu ajaran Tuhan Yesus Kristus dan menimba inspirasi untuk hidup iman mereka melalui teladan-Nya dan tokoh iman dalam Kitab Suci.

4) Ikut aktif dalam kelompok Pembinaan Iman

Keluarga hendaknya senantiasa mendorong anak-anak untuk aktif dalam kelompok pembinaan iman, misalnya: Pembinaan Iman Anak, dan Pembinaan Iman Remaja. Dalam pertemuan kelompok tersebut, anak-anak dibantu untuk memperkembangkan iman dan menghayati kebersamaan sebagai Gereja.

5) Ikut ambil bagian dalam Rekoleksi, Retret, Ziarah, dan sebagainya

Orang tua hendaknya mendorong dan mendukung anak-anaknya untuk mengambil bagian dalam kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman mereka, misalnya: rekoleksi, retret dan sebagainya. Pendidikan iman yang dilakukan dalam keluarga Katolik dapat menjadikan anak semakin menghayati pentingngnya doa bersama dalam keluarga.

3. DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK

Keluarga Katolik terkadang mengalami kesulitan dalam berdoa, sedangkan tanpa berdoa iman manusia tidak akan berkembang karena doa merupakan

kegiatan pokok dalam hidup umat Katolik. Penghayatan serta pengalaman imanpara anggota keluarga akan bertambah subur apabila doa bersama dalam keluarga terpelihara dan terlaksana.

a. Pengertian Doa Bersama dalam Keluarga

Doa bersama adalah bagian penting dari hidup menggereja dan pribadi. Doa bersama membangun dan menyatukan kita dalam iman yang satu. Doa ini memberi rasa damai yang melebihi akal pikiran dan kebahagiaan seperti yang telah Yesus janjikan orang yang berdoa kepada kepada-Nya (KWI, 1996: 195).

Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio, art. 59 menegaskan

demikian:

“Doa keluarga memiliki ciri- cirinya sendiri. Doa itu dipanjatkan bersama: suami isteri bersama-sama, orang tua dan anak-anak bersama-sama”

Doa bersama dalam keluarga tidak mudah dipahami, bila orang berdoa terpisah-pisah, ataupun sendiri-sendiri sekalipun berkali-kali karena dalam doa bersama kita telah merasakan dan menghayati rahasia Allah di tengah-tengah keluarga. Melalui doa bersama dalam keluarga kita saling menghibur, saling menguatkan dalam iman (Martini. C. M, 1987: 91).

b. Isi Doa Bersama dalam Keluarga

Doa bersama dalam keluarga senantiasa dilaksanakan di dalam keluarga yang mana Kitab Suci perlu ditekankan peranannya dalam penghayatan iman, misalnya: membaca Kitab Suci dalam lingkungan keluarga disertai sekedar penjelasan sesuai dengan kemampuan orang tua maupun anak-anak.

Darminta (1983: 83) menambahkan doa Katolik pada hakekatnya mendengarkan sapaan keselamatan Tuhan dan membuka diri kepada ajakan Tuhan yang mengandung janji keselamatan. Doa merupakan permohonan untuk diselamatkan, tanpa sikap ini orang akan merasa sukar berdoa. Doa Katolik merupakan ungkapan iman dan penyerahan diri secara total kepada Allah yang menyapa dan bertindak demi kepentingan manusia.

Kesempatan untuk berdoa bersama cukup banyak misalnya mendoakan anggota keluarga yang sedang sakit, merayakan ulang tahun, menghadapi peristiwa penting (ujian, melamar kerja, atau perjalanan jauh). Kehidupan sehari-hari dapat mendorong setiap anggota keluarga untuk mendoakan satu sama lain (Heuken, 1979: 18).

Kebiasaan berdoa pada saat-saat tertentu, baik secara bersama maupun sendirian perlu dihidupkan kembali atau dipelihara. Hendaknya diusahakan buku-buku doa yang dapat dipakai dalam lingkungan keluarga dan mencari atau mencoba manakah cara berdoa yang sesuai.

c. Waktu Doa Bersama dalam Keluarga

Proses komunikasi Yesus menjadi Sang Teladan ditujukkan dengan melaksanakan doa sebanyak tiga kali setiap hari yaitu waktu fajar, siang dan malam (Kallor, 1993: 13).

Kesempatan paling baik bagi seluruh anggota keluarga melaksanakan doa bersama adalah malam hari. Kesempatan ini juga membantu para orang tua untuk menghaturkan kepada Tuhan kegembiraan maupun masalah-masalah yang sedang dihadapi. Malam hari merupakan waktu yang tepat untuk berdoa bersama karena

sebagian besar anggota keluarga mempunyai waktu, merasa lebih bersatu dan tidak terganggu. Anak-anak diikutsertakan secara aktif dengan diberi kesempatan atau bergiliran untuk memimpin doa bersama, saling membagikan pengalaman (Heuken, 1979: 20).

d. Macam-Macam Doa Bersama dalam Keluarga

Sebagian besar keluarga menanggapi berbagai kebutuhan serta situasi hidup dengan menghadap Tuhan dalam doa. Banyak hal yang dapat dilakukan untuk menanamkan kebiasaan doa bersama dalam keluarga tidak hanya doa pagi dan doa malam, tetapi masih banyak berbagai bentuk doa yang mendapat dukungan menurut petunjuk para Bapa Sinode, misalnya: membaca dan merenungkan sabda Allah, menyiapkan penerimaan Sakramen, persembahan kepada Hati Kudus Yesus, berbagai bentuk kebaktian kepada Santa Perawan Maria, doa sebelum atau atau sesudah makan, dan praktek devosi-devosi umat (FC,art. 61).

Doa bersama dalam keluarga dapat menjadi kesempatan untuk menyelesaikan banyak persoalaan yang timbul dalam hidup keluarga, misalnya: jika pada siang hari ada dua anak berselisih dan bertengkar sehingga alangkah baiknya didamaikan saat doa malam. Dalam doa bersama dalam keluarga juga merenungkan bersama mengenai kewajiban untuk memelihara kesatuan dan keakraban serta kedamaian dalam keluarga, misalnya: anak yang bersalah bersedia minta maaf, dan yang tidak bersalah bersedia memaafkan. Dengan demikian akan lahir suatu ikatan kasih yang mesra di antara anak-anak, hal ini mutlak diperlukan dalam hidup mereka kemudian hari (Heuken, 1979: 21).

Paus Yohanes Paulus II, dalam Ajuran Apostoliknya Rosarium Virginis Mariae, art. 41 menegaskan bahwa:

Keluarga yang berdoa bersama akan tetap utuh. Doa Rosario suci, lewat tradisi yang sudah berabad-abad, telah menunjukkan diri sebagai doa yang sangat manjur untuk menghimpun keluarga. Setiap anggota keluarga, dengan mengarahkan tatapan matanya pada Yesus, akan memperoleh kemampuan untuk saling memandang, untuk saling berkomunikasi, saling menunjukkan kesetiakawanan, saling mengampuni, dan bersama-sama menyaksikan janji kasih mereka dibarui dalam Roh Allah.

Darmawijaya (1994 a: 32) menegaskan bahwa alangkah baiknya keluarga memiliki kesadaran untuk menutup kegiatan harian dengan doa penutup bersama seluruh keluarga. Doa seperti itu terkumpul dalam doa Ofisi (buku doa resmi Gereja), maka baik jika keluarga membiasakan doa tersebut.

Paus Yohanes Paulus II, dalam ajuran apostoliknya Rosarium Virginis

Mariae, art. 41menegaskan bahwa:

Sebagai doa untuk perdamaian, Rosario juga, dan selalu, adalah doa oleh dan untuk keluarga. Sekali waktu doa ini sangat digemari oleh keluarga Kristiani, dan tentu saja doa ini membuat persekutuan mereka semakin erat. Sangatlah disayangkan kalau kita kehilangan warisan berharga ini. Kita perlu kembali ke praktik doa keluarga dan doa untuk keluarga, sambil melestarikan penggunaan Rosario.

Keluarga yang mendaras Rosario bersama-sama akan menikmati suasana rumah tangga seperti suasana rumah tangga seperti keluarga Nazaret karena para anggota keluarga menempatkan Yesus di tengah keluarga.

e. Suasana Doa Bersama dalam Keluarga

Kita hanya dapat berdoa bila kita percaya, yaitu percaya akan kebaikan dan kekuasaan Tuhan. Kepercayaan dapat dibangun dalam lingkungan keluarga. Anak yang dapat percaya pada keluarganya, maka merekapun mampu percaya bahwa

Tuhan ialah Bapa yang Mahabaik. Doa bersama dalam keluarga akan mendapat tempat dalam hidup keluarga (Heuken, 1979: 18).

Suasana yang penuh keterbukaan dan kebersamaan diharapkan membantu anak untuk menemukan perhatian, kehangatan dan cinta kasih melalui doa bersama dalam keluarga. Anak ingin merasa senang di rumah, maka dalam keluarga tidak hanya dibina kemesraan antara ayah dan ibu, tetapi juga antara ayah, ibu dan anak (Heuken, 1979: 3).

f. Pembina Doa Bersama dalam Keluarga

Paus Paulus Yohanes II dalam Ajuran Apostoliknya Familiaris Consortio, menegaskan bahwa:

“Karena martabat serta perutusannya, orang tua Kristen mengemban tanggung jawab khas membina anak-anak mereka dalam doa, sambil mengajak mereka menemukan berangsur-angsur misteri Allah” (FC, art. 60).

Kewajiban yang dilaksanakan oleh orang tua untuk membina anaknya merupakan tanggungjawab kepada Tuhan. Orang tua mempunyai tanggungjawab untuk memelihara dan mendidik anaknya sehingga dapat tumbuh menjadi manusia yang mengarahkan hidupnya kepada Tuhan. Orang tua menjadi teladan bagi anak-anak dalam hidupnya sehingga mereka mempercayakan hidup pada kehendak Tuhan.

g. Tempat Doa Bersama dalam keluarga

Orang dapat berdoa di mana saja, tetapi alangkah baiknya dapat memilih suatu tempat yang cocok untuk berdoa. Gereja adalah tempat untuk doa liturgi dan

perayaan Ekaristi, sedangkan tempat lain yang dapat membantu doa bersama dalam keluarga adalah ruang doa khusus di rumah. Melaksanakan doa pribadi biasanya di suatu sudut doa dengan Kitab Suci dan ikon, supaya disana dalam tempat yang tersembunyi berada di hadirat Bapa kita. Tempat berdoa seperti itu akan memudahkan doa bersama bagi keluarga Katolik (KGK, art. 6).

B.KARAKTER REMAJA

Dokumen terkait