PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA
DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS POJOK,
PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA
S K R I P S I
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik
Oleh Oktivia Astuti NIM. 081124006
PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan kepada:
Tuhan Yang Maha Esa yang telah membimbing dan memberi kekuatan selama pembuatan skripsi.
Keluargaku yang telah memberikan semangat sehingga penulis selalu termotivasi.
Teman-teman yang senantiasa membantu dan mendukung dalam pembuatan skripsi.
Keluarga Katolik dan para remaja Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dan
MOTTO
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan
yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir (Pkh 3: 11).
Santa Theresia Avila berkata:
“Doa harus muncul dari kemauan yang kuat dan keputusan yang bebas untuk memilih jalan terbaik agar bisa tiba di garis finis dan minum air yang
ABSTRAK
Judul skripsi ini adalah Peranan Doa Bersama Dalam Keluarga Katolik Bagi Pembentukan Karakter Remaja Di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus, Yogyakarta.
Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok dan karakter yang dimiliki para remaja saat ini. Keluarga Katolik mengalami kesulitan untuk melaksanakan doa bersama dalam keluarga sedangkan karakter yang dimiliki oleh remaja bersifat dinamis sehingga remaja membutuhkan pendampingan dalam keluarga karena remaja sedang dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Bertitik tolak dari kenyataan, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para keluarga Katolik dalam pembentukan karakter remaja melalui doa bersama dalam keluarga Katolik.
Persoalan pokok dalam skrispi ini adalah seberapa besar peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja dan usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran orang tua akan pentingnya peranan doa bersama dalam keluarga bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu pemberian kuesioner kepada para orang tua dan skala Likert kepada remaja sudah dilaksanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa doa bersama dalam keluarga Katolik berperanan bagi pembentukan karakter remaja. Sebagian besar keluarga Katolik sering melaksanakan doa bersama dalam keluarga dan sebagian besar remaja mengungkapkan bahwa melalui doa bersama dalam keluarga Katolik mereka semakin terbantu dalam pembentukan karakter. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan gagasan dari para ahli yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam membantu pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja.
ABSTRACT
This writing entitles The Role of Praying Together in Chatolic Family in Building Teenager Character at District of Yohanes Chrisostomus Pojok, Santo Petrus dan Paulus Parish Klepu, Yogyakarta.
This title was chosen because of the writer’s concern about the implementation of praying together in Chatolic family at district of Yohanes Chrisostomus Pojok and the character of the teenagers. Chatolic family have difficulties to pray together in the family while the character of the teenagers is continuously dynamic and developed, therefore teenagers need guidance in their family. Moreover, they are in a stage of transition from children to adolescent. Based on this fact, this writing aims to help Chatolic family in building teenager character through praying together in the family.
The main problem in this writing is how far the role of praying together in Chatolic family in building the teenager character and what can be done to increase parental awareness of the importance from the role of praying together In Chatolic family in building teenager character at district Yohanes Chrisostomus Pojok, Santo Petrus dan Paulus Parish Klepu. Investigating this problem needs accurate data. Therefore questionnaires have been distributed to the parents and scale Likert have been distributed to the teenagers. The result of the research shows that praying together in a family has a role in building teenager character. Most of Chatolic families have often done praying together in their families and most of teenagers said that through praying together in their families, they were helped in their character building. Literature study was also done to get concept from the expert who can be used as a contribution to help the praying together in family in building the teenager character.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS POJOK, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA.
Penyusunan skripsi ini berawal dari keprihatinan penulis mengenai pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik yang menghadapi berbagai tantangan bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta. Bertitik tolak dari situasi tersebut maka penulis menyusun skripsi ini dengan maksud membantu para keluarga Katolik untuk melaksanakan doa bersama dalam keluarga Katolik secara sederhana namun menarik.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para keluarga Katolik dalam meningkatkan peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
2. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J. selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan semangat serta meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta memberikan sumbangan pemikiran kepada penulis dalam penulisan skripsi.
3. Drs. Ya. C. H. Mardiraharjo selaku dosen pembimbing kedua dan dosen pembimbing akademik yang memberikan semangat dalam penulisan skripsi. 4. Dra. Yulia Supriyati, M.Pd. sebagai dosen pembimbing dan dosen penguji
ketiga yang berkenan membantu dalam proses penelitian dengan penuh kesabaran dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.
5. Segenap staf dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah mendampingi dan memberikan semangat kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi. 6. Keluargaku yang telah memberikan semangat dan selalu mendoakan sehingga
penulisan skripsi dapat berjalan dengan lancar.
7. Romo Fransiskus Xaverius Murdisusanto, Pr. selaku Romo kepala di Paroki Petrus dan Paulus Klepu Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Paroki ini dan berkenan memberikan masukan demi kelancaran penulisan skripsi.
8. Para orang tua Katolik dan remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok yang telah meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner dan skala Likert.
9. Sahabat mahasiswa IPPAK khususnya angkatan 2008 yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis dalam penulisan skripsi.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xiii
DAFTAR SINGKATAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penulisan ... 3
D. Manfaat Penulisan ... 4
E. Metode Penulisan ... 5
F. Sistematika Penulisan ... 5
BAB II DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK DAN PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA ... 8
A. Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 8
1. Doa ... 8
a. Pengertian Doa ... 9
b. Doa dalam Kitab Suci ... 10
c. Sumber Doa ... 11
d. Isi Doa ... 12
e. Bentuk Doa ... 12
2. Keluarga Katolik ... 14
a. Pengertian Keluarga Katolik ... 15
b. Pendampingan Keluarga ... 17
c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga ... 19
d. Pendidikan Iman dalam Keluarga Katolik ... 21
3. Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 23
a. Pengertian Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 24
b. Isi Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 24
c. Waktu Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 25
d. Macam Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 26
e. Suasana Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 27
f. Pembina Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 28
g. Tempat Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 28
B. Karakter Remaja ... 29
1. Karakter ... 29
a. Pengertian Karakter ... 29
b. Jenis Karakter ... 30
c. Sumber Pembentuk Karakter ... 32
d. Proses Pembentukan Karakter ... 34
2. Remaja ... 36
a. Pengertian Remaja ... 36
b. Fase Remaja ... 37
c. Perkembangan Remaja ... 39
d. Remaja Bersama Keluarga ... 41
3. Karakter Remaja ... 43
BAB III PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS POJOK ... 45
A. Gambaran Umum Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu Yogyakarta ... 45
1. Sejarah Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu ... 45
3. Jumlah Umat Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu ... 48
4. Perkembangan Umat Katolik di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 48
a. Sejarah Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 48
b. Situasi Sosial Ekonomi Umat di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 49
c. Kehidupan Beriman Umat di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 49
B. Metodologi Penelitian ... 50
1. Latar Belakang Penelitian ... 50
2. Tujuan Penelitian ... 51
3. Manfaat Penelitian ... 52
4. Jenis Penelitian ... 53
5. Metode Penelitian ... 53
6. Tempat dan Waktu Penelitian ... 53
7. Responden Penelitian ... 54
8. Instrumen Penelitian ... 55
9. Variabel Penelitian ... 57
C. Hasil Penelitian ... 59
1. Orang tua ... 59
2. Remaja Katolik usia 13 sampai 21 tahun ... 69
D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 73
1. Orang tua ... 73
a. Peranan Orang tua dalam Keluarga Katolik ... 74
b. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Pelaksanaan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 77
c. Peranan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik bagi Pembentukan Karakter Remaja ... 78
2. Remaja Katolik Usia 13 sampai 21 Tahun ... 79
b. Jenis Karakter Remaja ... 80
c. Peranan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik bagi Pembentukan Karakter Remaja ... 81
BAB IV USULAN PROGRAM MENINGKATKAN PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA ... 84
A. Peranan Doa Bersama dalam Keluarga bagi Pembentukan Karakter Remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 84
B. Program Meningkatkan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 86
1. Latar Belakang Pemilihan Program ... 86
2. Matriks Program Pendampingan ... 91
C. Persiapan Rekoleksi Orang tua di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 103
1. Identitas ... 103
2. Pemikiran Dasar ... 104
3. Pengembangan Langkah-langkah ... 106
BAB V PENUTUP ... 125
A. Kesimpulan ... 126
B. Saran ... 127
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Penelitian untuk Paroki ... (1)
Surat Penelitian untuk Ketua Lingkungan ... (2)
Lampiran 2: Kuesioner Penelitian untuk Orang tua ... (3)
Lampiran 3: Skala Likert Penelitian untuk Remaja ... (9)
Lampiran 4: Teks Cerita “Memberi Waktu Untuk Berdoa” ... (12)
DAFTAR SINGKATAN
A. Singkatan Kitab Suci
Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Deuterokanonika. Lembaga Alkitab Indonesia, 2010.
B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja
AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 18 November 1965.
KGK : Katekismus Gereja Katolik, (P. Herman Embuiru, SVD, Penerjemah). Ende: Percetakan Arnoldus.
FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern, 22 November 1981.
RVM : Rosarium Virginis Mariae, Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II, Imam Agung, Kepada Para Uskup, Klerus, dan Kaum Beriman tentang Rosario Perawan Maria, 16 Oktober 2002.
LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.
GE : Gravissimum Educationis, Pernyataan tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.
GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.
C. Singkatan Lain
F.X. : Fransiskus Xaverius
KWI : Konferensi Waligereja Indonesia
LCD : Liquid Crystal Display yaitu perangkat yang dapat menampilkan gambar dalam ukuran besar dan biasanya digunakan sebagai alat bantu dalam presentasi.
SD : Sekolah Dasar
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masa remaja adalah masa transisi ke taraf kedewasaan dan masa untuk
mengaktualisasikan diri dari anak-anak menjadi orang dewasa. Remaja berusaha
menunjukkan identitas dirinya dan muncul perasaan negatif, misalnya timbul
keinginan dari seorang remaja untuk melepaskan diri dari orang tua (Munawar,
2005: 121-123).
Keluarga Katolik di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo
Petrus dan Paulus Klepu sebagian besar bermatapencaharian menjadi petani dan
pegawai. Mereka mengalami kesulitan untuk berkumpul bersama dalam keluarga.
Oleh karena itu antara remaja dan orang tua perlu memiliki kerjasama dan
kerukunan untuk saling mendukung, terlebih melalui pelaksanaan doa bersama
dalam keluarga Katolik di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus
dan Paulus Klepu.
Wibowo (1994: 71) mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan di
mana anak tumbuh dan belajar sesuatu. Jika seorang anak hidup di lingkungan
yang banyak mendapat kritikan, maka dia akan belajar menghakimi. Jika seorang
anak hidup di tengah keluarga yang penuh dengan toleransi, maka dia akan belajar
untuk menjadi sabar. Setiap keluarga harus mengusahakan sendiri pedoman untuk
membina hubungan antar anggota keluarga karena tidak ada dua keluarga yang
sama. Keluarga mempunyai peranan yang cukup penting untuk pembentukan
dan utama bagi setiap remaja. Dalam lingkungan keluarga, pada umumnya remaja
mempunyai relasi yang cukup dekat dengan orang tua maupun saudara. Hal ini
berarti bahwa keluarga memberi dasar pembentukan karakter remaja yang akan
mempengaruhi hidup remaja tersebut. Tugas dan peranan orang tua cukup penting,
seperti yang diungkapkan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik
Familiaris Consortio bahwa:
“Karena martabat serta perutusannya, orang tua Kristen mengemban tanggungjawab khas membina anak-anak mereka dalam doa, sambil mengajak mereka menemukan secara berangsur-angsur misteri Allah, dan berwawancara secara pribadi dengan-Nya” (FC, art. 60).
Permasalahan yang dihadapi remaja ialah kurang mampu mengatasi
masalah kehidupan beriman, sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain yang
imannya lebih dewasa. Dalam hal ini yang membantu membentuk karakter adalah
orangtuanya sendiri. Dengan demikian keterlibatan orang tua cukup berperanan
dan dibutuhkan dalam pembentukan karakter remaja. Orang tua diharapkan
terlibat secara langsung dalam usaha membentuk karakter remaja, salah satunya
adalah membantu mencari jalan pemecahan akan masalah yang dihadapi remaja
misalnya mengajak remaja untuk melaksanakan doa bersama dalam keluarga.
Keluarga yang melaksanakan doa bersama dalam keluarga, dapat membantu
kehidupan rohani para remaja, seperti dinyatakan dalam Familiaris Consortio
bahwa:
“Bahan khusus bagi doa dalam keluarga ialah kehidupan keluarga itu sendiri, yang dalam segala situasinya yang silih berganti dipandang sebagai panggilan dari Allah dan dihayati sebagai tanggapan manusia selaku putera atau puteri-Nya terhadap panggilan-Nya” (FC, art. 59).
Berdasarkan gambaran doa bersama dalam keluarga Katolik dan
Petrus dan Paulus Klepu, maka penulis merasa tertarik untuk memberi judul karya
ilmiah ini “PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK
BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA DI STASI YOHANES
CHRISOSTOMUS POJOK, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU,
YOGYAKARTA ”.
B. Rumusan Masalah
Setelah melihat permasalahan yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan pada
beberapa hal, antara lain:
1. Apa yang dimaksud doa bersama dalam keluarga Katolik dan pembentukan
karakter remaja ?
2. Bagaimana pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik dan pergulatan
yang dialami oleh para remaja dalam pembentukan karakter di Stasi Yohanes
Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu?
3. Seberapa besar peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi
pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki
Santo Petrus dan Paulus Klepu?
4. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran para orang
tua akan pentingnya peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi
pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki
Santo Petrus dan Paulus Klepu?
C. Tujuan Penulisan
1. Memaparkan pengertian doa bersama dalam keluarga Katolik dan
pembentukan karakter remaja.
2. Mendapatkan pemahaman praktek pelaksanaan doa bersama dalam keluarga
Katolik dan pergulatan yang dialami oleh para remaja dalam pembentukan
karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus
dan Paulus Klepu.
3. Menemukan dan menjelaskan peranan doa bersama dalam keluarga bagi
pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki
Santo Petrus dan Paulus Klepu.
4. Menemukan solusi yang sesuai dan tepat untuk meningkatkan kesadaran para
orang tua akan pentingnya peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi
pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki
Santo Petrus dan Paulus Klepu.
5. Memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program
Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah
1. Bagi Keluarga
Meningkatkan kesadaran para orang tua dan remaja akan pentingnya peranan
doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja di
Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu,
2. Bagi Remaja
a. Menindaklanjuti permasalahan yang dihadapi oleh remaja yang
mempengaruhi karakternya.
b. Memaparkan dampak positif yang bisa ditimbulkan doa bersama dalam
keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja.
3. Bagi Gereja
Memberikan sumbangan peranan doa bersama dalam keluarga bagi
pembentukan karakter remaja di Gereja Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok,
Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu.
E. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif analitis. Penelitian ini
bertujuan untuk membuat menggambarkan secara sitematis, faktual, dan akurat
mengenai fakta serta sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 1983: 75).
Penulisan ini untuk memperoleh gambaran peranan doa bersama dalam keluarga
Katolik bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok.
F. Sistematika Penulisan
Sebagai sebuah gambaran umum tentang hal apa saja yang akan dibahas di
dalam penulisan skripsi ini, berikut ini adalah sistematika penulisan skripsi
BAB I PENDAHULUAN
Pendahuluan ini berisi gambaran umum tentang isi skripsi yang meliputi: latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode
BAB II Doa Bersama dalam Keluarga Katolik dan Pembentukan Karakter Remaja
Bab ini menguraikan dua bagian yaitu pertama menguraikan doa bersama
dalam keluarga yang meliputi: pengertian doa, doa dalam Kitab Suci, sumber doa,
isi doa, bentuk doa, cara berdoa dan pengertian keluarga Katolik, pendampingan
keluarga Katolik, keluarga adalah Gereja Rumah Tangga, pendidikan iman dalam
keluarga Katolik. Doa bersama dalam keluarga Katolik meliputi pengertian doa
bersama dalam keluarga Katolik, isi doa bersama dalam keluarga Katolik, waktu
doa bersama dalam keluarga Katolik, macam doa bersama dalam keluarga Katolik,
suasana doa bersama dalam keluarga Katolik, pembina doa bersama dalam
keluarga Katolik, dan tempat doa bersama dalam keluarga Katolik.
Kedua menguraikan pembentukan karakter remaja yang meliputi
pengertian karakter, jenis karakter, sumber pembentuk karakter, proses
pembentukan karakter, dan pengertian remaja, fase remaja, perkembangan remaja,
remaja bersama keluarga, serta karakter remaja.
BAB III Peranan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik bagi Pembentukan Karakter Remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok
Bab ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian pertama tentang gambaran
umum Stasi Yohanes Chrisostomus, Pojok Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu,
Yogyakarta dan bagian kedua mengenai metodologi penelitian, hasil dan
pembahasan penelitian.
Metodologi penelitian mencakup latar belakang penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, metode penelitian, tempat dan
penelitian. Tahap berikutnya penulis akan mengkaji hasil penelitian dan
membahas hasil penelitian.
BAB IV Usulan Program Meningkatkan Peranan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik bagi Pembentukan Karakter Remaja
Bab ini menguraikan peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi
pembentukan karakter remaja dan usulan program berupa rekoleksi untuk
meningkatkan peranan doa bersama dalam keluarga bagi pembentukan karakter
remaja
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan kesimpulan dan saran-saran berdasarkan hasil
BAB II
DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK DAN PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA
Keluarga Katolik mengalami kesulitan dalam melaksanakan doa bersama
dalam keluarga karena kurang menghayati doa bersama dalam keluarga sebagai
salah satu cara untuk membentuk karakter remaja. Doa bersama dalam keluarga
Katolik sangat berperanan bagi pembentukan karakter remaja tetapi kurang begitu
mendapat perhatian, hal ini dikarenakan kesibukan masing-masing anggota
keluarga untuk melaksanakan doa bersama dalam keluarga dan pemahaman dari
keluarga akan bentuk atau macam doa bersama yang masih kurang.
A. Doa Bersama dalam Keluarga Katolik
Doa merupakan salah satu hal yang tidak boleh dilupakan oleh semua
umat beriman, termasuk keluarga Katolik karena doa menjadi bagian dari hidup
orang beriman. Membina kebiasaan doa bersama dalam keluarga sangatlah
penting karena doa menjadi ungkapan pertama isi batin manusia. Paus Yohanes
Paulus II dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio menegaskan:
Doa sama sekali bukan semacam pelarian dari kesanggupan - kesanggupan sehari-hari, melainkan merupakan dorongan yang kuat bagi keluarga Kristen, untuk seutuhnya memikul dan memenuhi segala tanggungjawabnya sebagai sel utama dan mendasar bagi masyarakat manusia. (FC, art. 62).
1. DOA
Di zaman sekarang ada semacam kehausan untuk mengalami Allah yang
untuk menemukan dan merasakan kehadiran Allah. Manusia mempunyai
kerinduan dan kemampuan untuk berdoa yang semakin didorong oleh Allah yang
selalu menyapa dan mengajak untuk berwawancara dengan diri-Nya (Darminta,
1981: 7).
a. Pengertian Doa
Berdoa merupakan kegiatan pokok dalam hidup manusia namun
berdasarkan pengalaman nampak bahwa doa merupakan kegiatan manusia yang
sukar walaupun ada segala macam usaha untuk berdoa. Kendati dirasa sukar, doa
tetap merupakan sesuatu yang dirindukan karena tetap sebagai tuntutan rohani
(Darminta, 1983: 9).
Doa adalah mengangkat hati kepada Tuhan, menyatakan diri sebagai anak
Allah, dan mengakui Allah sebagai Bapa karena doa adalah kata cinta seorang
anak kepada Bapa-Nya. Doa dapat timbul dari kesusahan hati, tetapi juga dapat
timbul dari kegembiraan. Doa tidak membutuhkan banyak kata (Mat 6: 7), tidak
terikat pada waktu dan tempat tertentu, dan tidak menuntut sikap atau gerak gerik
yang khusus meskipun dapat didukung olehnya (KWI, 1996: 194).
Darmawijaya (1994 a: 25-26) mengungkapkan bahwa doa memang bukan
mantra atau rumusan yang harus dihafal dan dinyatakan pada saat dibutuhkan saja
tetapi doa adalah sikap manusia beriman menanggapi tawaran kasih Allah dalam
hidup ini.
Doa dapat menciptakan suatu relasi dengan Tuhan karena doa adalah
berkomunikasi dengan Tuhan. Dengan demikian, manusia mengalami perjumpaan
dengan-Nya seperti yang diungkapkan Matius 21: 22 “Dan apa saja yang kamu
minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya”.
b. Doa dalam Kitab Suci
Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru memberikan
perhatian besar terhadap doa. Dalam Perjanjian Lama terdapat beberapa sifat doa
yang diucapkan oleh umat Israel secara perorangan maupun bersama-sama.
Si pendoa mengangkat hati dan pikiran kepada Allah (Mzm 25: 1). Doa
mengantar orang makin dekat dengan Tuhan (Kej 18: 23). Doa adalah suatu
percakapan dengan Allah (Kej 18: 27). Pengungkapan doa lainnya: mendengarkan
Allah (Ul 4:1), pencurahan jiwa di hadapan Allah (1 Sam 1: 1-8). Semua sifat doa
ini menunjukkan bahwa doa adalah suatu komunikasi antara manusia dengan
Tuhan Allah (Kallor, 1993: 127).
Yesus mengajarkan doa Bapa Kami kepada para murid ketika mereka
melihat Yesus berdoa dan murid-Nya berkata kepada-Nya, “Tuhan, ajarlah kami
berdoa” (Luk 11: 1). Secara aktual, Yesus melaksanakan doa yang terus menerus
(Luk 5: 16). Saat-saat penting dalam hidup-Nya disertai dengan doa, misalnya:
Yesus berdoa pada pembaptisan-Nya di sungai Yordan (Luk 3: 21). Doa Yesus
ditujukan kepada Bapa dalam dialog ketaatan yang memberikan kehidupan bagi
perutusan-Nya. “Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak
seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa
selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” (Mat
11: 27). Setiap doa kita diangkat kepada Bapa melalui Kristus Tuhan kita (KWI,
Semua yang diajarkan Kitab Suci tentang doa telah menjadi milik Gereja
sebagaimana diungkapkan oleh Bapa Gereja dan tokoh spiritualitas doa. St.
Yohanes Damascenus, “doa adalah pengangkatan jiwa kepada Tuhan”, sedang
bagi St. Theresia Avila “doa adalah suatu percakapan persahabatan dengan Allah,
yang kita tahu bahwa Ia sangat mencintai kita (Kallor, 1993: 127).
c. Sumber Doa
Menurut agama Kristen, sebetulnya yang berdoa bukan manusia melainkan
Roh Allah sendiri. “Kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa, tetapi
Roh sendiri berdoa untuk kita” (Rm 8: 2). Sikap yang harus dimiliki ketika berdoa
adalah harus bersikap rendah hati agar mendapat anugerah. Berdoa bukan
berdasarkan jasa-jasa kita tetapi berdasarkan kasih sayang Allah yang
berlimpah-limpah. Berdoa bukan hanya dalam iman, tetapi juga dalam kasih (KWI, 1996:
194-196).
Sumber doa Katolik lainnya adalah sabda Allah yang memberi kita
pengenalan akan Allah (Flp 3: 8). Liturgi Gereja mengajak kita untuk mewartakan,
menghadirkan dan mengkomunikasikan misteri keselamatan setiap hari karena di
dalamnya kita dapat bertemu dengan Allah (KWI, 2009: 186).
Berdoa memang bukanlah hal mudah tetapi yang perlu kita sadari bahwa
sumber doa adalah Roh Allah sendiri. Sebagai seorang Katolik kita perlu
menyadari bahwa dalam doa, Roh Kudus senantiasa memberi kekuatan dan
berkarya dalam hidup. Selain Roh Kudus, sumber doa lainnya adalah sabda Allah
yang mengajak kita untuk memaknai setiap peristiwa sehingga akan mengalami
d. Isi Doa
Doa begitu luas sehingga di dalam kebiasaan Gereja dibedakan dua bentuk
doa yang pokok, yakni puji syukur dan permohonan. Puji syukur sebagai
ungkapan syukur atas kebaikan Tuhan. Selain itu, puji syukur sebagai rasa
kegembiraan karena kebaikan Tuhan kepada manusia atas anugerah-Nya.
Anugerah Allah yang paling besar adalah mengutus putra-Nya Yesus Kristus serta
Roh yang diutus-Nya dari Bapa.
Doa permohonan bukanlah minta-minta tetapi pertama-tama yang dimohon
adalah pengampunan dan belas kasihan Tuhan supaya memberikan kekuataan
untuk berjuang terus di dunia ini dengan sebuah pengharapan. “Bertekunlah dalam
doa dan berjaga-jagalah sambil mengucap syukur” (Kol 4). Doa dapat dilakukan
secara sendiri atau bersama, diucapkan dengan mulut atau direnungkan dalam hati,
dan bentuknya tidak mengikat tetapi isi doa yaitu puji syukur dan permohonan
(KWI , 1996: 197-199).
e. Bentuk Doa
Berdoa berarti berkata jujur menyatakan isi hati di hadapan Tuhan. Tradisi Gereja mengenal tiga cara utama mengungkapan kehidupan doa antaralain doa
lisan, doa renung, dan doa batin. Ketiga bentuk doa tersebut menuntut ketenangan
hati. Katekismus Gereja Katolik art. 7 mengungkapkan bahwa bentuk doa antara
lain:
1) Doa Lisan
Doa ini berbentuk kata-kata, baik yang dipikirkan maupun yang diucapkan.
mengikutsertakan pancaindera lahiriah yang sejalan dengan tuntunan kodrat
manusiawi. Kita harus berdoa dengan seluruh diri supaya Tuhan memberikan
kekuatan kepada permohonan kita.
2) Doa Renung
Doa renung atau meditasi pada dasarnya adalah suatu pencarian. Doa
renung mengajak kita untuk memiliki sikap kerendahan hati dan iman sehingga
mampu menemukan dan menilai di dalam meditasi. Metode meditasi sangat
beragam, tetapi yang terpenting ialah maju bersama Roh Kudus menuju Yesus
Kristus yang mana jalan doa satu-satunya. Meditasi memakai pikiran, daya khayal,
gerak hati, dan kerinduan. Usaha ini penting untuk memperdalam kebenaran iman,
dan memperkuat kehendak kita dalam mengikuti Yesus Kristus.
3) Doa Batin
Doa batin adalah ungkapan sederhana tentang misteri doa. Doa batin
merupakan anugerah yang hanya dapat diterima dalam kerendahan hati dan
kemiskinan. Doa batin adalah puncak doa karena di dalam doa batin kita
merasakan kekuatan Allah melalui Roh-Nya. Kontemplasi ialah memandang
Yesus dengan penuh iman, maka kita akan memperoleh pengertian batin mengenai
Tuhan untuk mencintai-Nya lebih sungguh dan mengikuti-Nya dengan lebih baik
lagi.
4) Doa Pribadi
Doa terarah kepada Allah dan mulai dengan menyerahkan diri kepada-Nya.
Doa adalah hubungan pribadi dengan Tuhan, maka doa pribadi dilakukan seorang
pribadi kepada Bapa seperti yang diungkapkan dalam Mat 7: 7 “Mintalah maka
pintu akan dibukakan bagimu”. Ketika melaksanakan doa pribadi janganlah doa
permohonan dipusatkan pada keinginan, tetapi pada kebaikan Tuhan (Jacobs,
2004: 39).
5) Doa Bersama
Doa bersama adalah doa yang dilaksanakan lebih dari seorang pribadi,
seperti yang diungkapkan oleh Tuhan Yesus bahwa Ia akan hadir secara khas:
“Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18: 19-20).
Semua bentuk doa tersebut baik karena merupakan hasil perjuangan
manusia untuk berkomunikasi kepada Tuhan. Bentuk doa tersebut baik adanya
sejauh menolong orang untuk menemukan Tuhan.
f. Cara Berdoa
Berdoa merupakan komunikasi dengan Allah maka diperlukan persiapan
ketika hendak berdoa. St. Ignasius mengajurkan bahwa sebelum berdoa agar
berdiri beberapa langkah dari tempat kita akan berdoa, hening sebagai waktu
untuk mengenang kembali peristiwa ataupun pengalaman yang terjadi. Selain itu,
perlunya menyadari betapa agungnya karya ciptaan Allah serta syukur atas
anugerah yang diberikan dalam hidup (Green, 1988: 87).
2. KELUARGA KATOLIK
Peranan doa bersama dalam keluarga Katolik sangatlah penting terutama
keluarga Katolik. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama karena
dalam keluarga seorang remaja dididik. Doa meningkatkan kekuatan dan kesatuan
rohani keluarga, karena doa membantu keluarga untuk ikut ambil bagian dalam
kekuatan Allah sendiri.
a. Pengertian Keluarga Katolik
Pengertian keluarga dalam masyarakat cukup luas dan masih perlu
dibedakan, misalnya: keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak, sedangkan
keluarga dekat adalah saudara sekandung dari ayah dan ibu yang seketurunan
dalam garis kakek dan nenek. Namun yang penulis maksudkan ialah keluarga inti
yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.
Keluarga sebagai suatu persekutuan hidup terkecil yang dibangun atas
dasar cinta dan saling pengertian, sebagaimana Yesus berkata kepada Simon, “di
atas wadas ini Aku mendirikan Gerejaku” (Mat 16: 18). Dengan demikian,
Krituslah Kepala Rumah Tangga Katolik karena keluarga akan kokoh berdiri bila
dipercayakan kepada Tuhan sehingga rumah tangga akan menjadi ‘Pax huic
domui’, semoga damai turun di atas rumah ini. Dengan begitu, kita akan
membangun Gereja.
Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio mengungkapkan
bahwa keluarga mempunyai hubungan yang amat penting dalam masyarakat,
karena keluarga merupakan landasan dan selalu menghidupi masyarakat. Keluarga
juga merupakan sel yang begitu vital baik bagi masyarakat maupun Gereja sendiri.
Keluarga Kristen harus melaksanakan kewajiban sosialnya terhadap masyarakat
karya keselamatan Allah semakin menjadi nyata bagi lingkungan masyarakat
sekitarnya (FC, art. 42).
Keluarga Kristiani harus berjuang pada masa kini dan tetap diwarnai ciri
perjuangan Yesus Kristus. Perjuangan dan semangat besar itulah yang hendaknya
diwariskan kepada generasi penerus. Pewarisan nilai-nilai perjuangan tersebut
pada awalnya terlaksana di dalam keluarga karena keluarga sebagai persemaian
nilai perjuangan iman Kristiani (Darmawijaya, 1994 b: 59).
Keluarga Katolik adalah “Gereja Mini ” artinya persekutuan dasar iman
dan tempat persemaian iman sejati. Keluarga Katolik diharapkan mampu
mengembangkan iman yang menghangatkan suasana. Iman disini bukan
pertama-tama berarti pengetahuan agama tetapi lebih pada sikap atau penghayatan agama
yang diwujudkan dalam usaha untuk menjaga suasana kedamaian, kerjasama dan
kerukunan dalam keluarga. Dengan demikian, Tuhan sendiri akan hadir di
tengah-tengah keluarga untuk membawa keselamatan dan rahmat-Nya (Gilarso, 1996:
13). Keluarga sangat berperan bagi kehidupan para remaja seperti yang ditegaskan
dalam Gravissium Educationis sebagai berikut:
“Keluarga merupakan sekolah utama dari keutamaan sosial yang perlu bagi setiap masyarakat dan tempat di mana anak-anak mempunyai pengalaman pertama mereka mengenai masyarakat manusia yang seimbang” (GE, art. 3).
Keluarga Katolik banyak mengalami tantangan sehingga harus menyadari
keberadaannya sebagai kehadiran Allah dan pengembangan tugas perutusan
Gereja. Demi mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi hendaknya
setiap keluarga Katolik harus secara nyata menciptakan dan meningkatkan doa
“Keluarga secara keseluruhan hendaknya berdoa bersama dan memainkan peranan penting dalam kehidupan liturgis Gereja. Keluarga harus menjadi tempat keramahan, aktif dalam perjuangan demi keadilan dan perdamaian, dan melakukan tindakan - tindakan amal” (GE, art. 2 ).
Keluarga Kristiani sebagai persekutuan yang hidup ikut serta dalam
melaksanakan misi Gereja sebagai saksi Kristus (FC, art. 39). Oleh karena itu,
keluarga menjadi Gereja Mini tampak dalam dinamika hidup melalui doa bersama,
Ekaristi, dan Sakramen sehingga peran orang tua sebagai pewarta Injil bagi
anak-anaknya, dan orang tua sebagai saksi iman (GS, art. 2).
Dasar pendidikan dalam keluarga adalah cinta kasih, dimana orang tua
harus mencintai anak-anak tanpa syarat. Pendidikan dalam keluarga akan efektif
melalui keteladan, suasana, dan kesaksian hidup yang dilandasi cinta kasih di
antara anggota keluarga (Komisi Kateketik KAS, 2006: 7). Keluarga Katolik
sebagai Gereja Mini dipanggil untuk terlibat dalam mewartakan Injil, dan
mengembangkan hidup keluarga dengan cinta kasih. Keluarga Katolik harus
memiliki iman untuk menciptakan kebersamaan dan persaudaran semangat
Katolik antar anggota keluarga.
b. Pendampingan Keluarga Katolik
KWI (2011: 77-81) mengungkapkan bahwa Gereja menjadi pendamping
keluarga tanpa membedakan apakah keluarga itu bermasalah atau tidak. Penulis
akan memfokuskan bentuk pendampingan keluarga yaitu pendampingan
pasca-nikah. Keluarga yang bermasalah seringkali disebut sebagai keluarga dalam
kondisi khusus, sedangkan keluarga yang berada dalam kondisi biasa berdasarkan
1) Keluarga dalam Kondisi Biasa
Keluarga dalam kondisi biasa digolongkan menjadi tiga berdasarkan usia
perkawinan yaitu
a) Keluarga Muda
Keluarga muda yaitu keluarga yang baru dibangun selama kurun waktu 1
sampai 5 tahun . Sebaiknya keluarga muda ditawari pendampingan khusus karena
masa ini suami - istri berada dalam masa penyesuaian diri dalam hidup bersama
dan belajar mendampingi anak-anak yang pada umumnya berusia kecil.
b) Keluarga Madya
Keluarga madya adalah keluarga yang sudah dibangun selama kurun waktu
6 sampai 25 tahun. Dalam kurun waktu ini suami–istri sebaiknya didorong untuk
mengembangkan komunikasi di antara mereka berdua dan untuk mendidik
anak-anak mereka yang menginjak usia dewasa menjelang perkawinan.
c) Keluarga sesuadah Usia Perkawinan 25 tahun
Keluarga ini pada umumnya tidak membutuhkan pendampingan khusus,
namun beberapa diantaranya ada yang membutuhkan bantuan dalam hal tertentu.
Bantuan ini sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan yang nyata dengan tetap
memperhatikan otonomi dan privacy mereka.
2) Keluarga dalam Kondisi Khusus
Gereja meneladan Kristus Sang Gembala Baik dengan memberi perhatian
dan pelayanan khusus kepada keluarga yang menghadapi dan mengalami berbagai
persoalaan. Keluarga dalam kondisi khusus ini membutuhkan pendampingan,
pelayanan, dan bantuan nyata dalam mendampingi anak-anaknya sehingga
a) Keluarga ‘Single Parent’
Ayah atau ibu yang mengasuh dan mendidik anaknya sendirian (single
parent) sebaiknya didampingi agar ia mampu mengemban tugas ganda (sebagai
ayah maupun ibu) sehingga anak-anak itu dapat berkembang secara wajar.
b) Keluarga yang Sedang Pisah
Suami-istri yang sedang pisah, misalnya pisah - meja atau pisah ranjang
sebaiknya didampingi sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka harus tetap
memperhatikan dengan baik sustentasi dan pendidikan yang semestinya bagi
anak-anak dan tetap memelihara kemurnian perkawinan.
c) Keluarga yang Mempunyai Anak Berkebutuhan Khusus
Keluarga yang mempunyai satu anak atau lebih yang berkebutuhan khusus
perlu didampingi agar tetap menerima dan mengasihinya, sehingga anak itu tetap
memiliki harga diri karena merasa dihargai dan diterima di dalam keluargnya.
c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga
Persekutuan cinta kasih dalam keluarga yang terdiri dari orang tua dan
anak yang dibaptis menjadi perwujudan ideal yang sering diistilahkan dengan
ecclesia dometica (Gereja Rumah Tangga). Persekutuan itu dibentuk atas dasar
cinta kasih dari suami kepada istri dan begitu juga sebaliknya (Kor 13: 4 - 7),
pasangan suami - istri kepada anak-anaknya. Begitu juga sebaliknya, anak-anak
kepada kedua orangtuanya dan antar saudara dalam satu keluarga (Komisi
Kateketik KAS, 2006: 7).
Sakramen Baptis menjadikan suami-istri dan anak memiliki tiga martabat
dan terlibat dalam membangun Gereja karena keluarga adalah sebuah komunitas
basis gerejawi yang ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah. Keluarga
sungguh-sungguh adalah Gereja Rumah Tangga karena mengambil bagian dalam
lima tugas Gereja seperti diungkapkan KWI (2011: 15-17) antara lain:
1) Persekutuan (Koinonia)
Keluarga adalah persekutuan seluruh hidup antara seorang laki-laki dan
seorang perempuan yang diperluas dengan kehadiran anak. Ciri pokok
persekutuan tersebut adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta kasih serta
kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain. Persekutuan
dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan saat-saat bersama, misalnya: doa
bersama, kesetiaan dalam suka dan duka baik ketika sehat maupun sakit.
2) Liturgi (Leiturgia)
Kepenuhan hidup Katolik tercapai melalui sakramen dan hidup doa karena
keluarga dapat bertemu dan berdialog dengan Allah. Suami-istri mempunyai
tanggungjawab membangun kesejahteraan jasmani dan rohani bagi keluarganya
dengan doa dan karya. Doa dalam keluarga yang dilakukan setiap hari dengan
setia akan memberi kekuataan iman dalam hidup mereka.
3) Pewartaan Injil (Kerygma)
Keluarga merupakan Gereja Rumah Tangga sehingga ikut ambil bagian
dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Keluarga hendaknya menyadari tugas
perutusan itu dimana semua anggota mewartakan, dan menerima pewartaan Injil.
Orang tua tidak sekadar menyampaikan Injil kepada anak-anak mereka, melainkan
anakpun mempunyai kesempatan untuk menyampaikan Injil. Keluarga sebaiknya
4) Pelayanan (Diakonia)
Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, maka keluarga dipanggil
untuk mengamalkan cinta kasih. Keluarga Katolik menyediakan diri untuk
melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Pelayanan keluarga
hendaknya bertujuan memberdayakan mereka yang dilayani sehingga mereka
dapat mandiri.
5) Kesaksian Iman (Martyria)
Keluarga hendaknya berani memberi kesaksian imannya dengan perkataan
maupun tindakan. Kesaksian iman itu dilakukan dengan berani menyuarakan
kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan
yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum.
d. Pendidikan Iman dalam Keluarga Katolik
Pendidikan sangat penting bagi hidup manusia karena tujuan pendidikan
adalah pembinaan pribadi manusia menuju kedewasaan. Tantangan pendidikan
saat ini adalah pendidikan formal lebih menekankan kemampuan intelektual
sehingga kurang memperhatikan kemampuan lain seperti kurangnya menekankan
solidaritas, kepekaan, dan nilai kemanusiaan.
Melihat situasi pendidikan seperti itu maka Gereja mengingatkan kepada
para orang tua untuk tetap bertanggungjawab dalam memberikan pendidikan iman
kepada anak mereka. Pendidikan dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan
iman, karena keluarga adalah sekolah iman Katolik bagi remaja. Sejak dini mereka
perlu dibimbing secara bertahap, sesuai dengan tahap perkembangan
yang telah mereka terima melalui Sakramen Baptis seperti yang dinyatakan Paus
Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio bahwa
“Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orangtualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang utama dan pertama” (FC, art. 36).
Salah satu aspek pendidikan iman adalah pemberian dan pengembangan
pengetahuan iman. Orang tua hendaknya mengusahakan sumber pengetahuan
iman dalam keluarga, seperti Kitab Suci. Pendidikan iman dalam keluarga dapat
disyukuri, dipupuk, dan dirayakan melalui doa dan ibadat yang bersifat liturgis
maupun devosional, misalnya melalui kegiatan rohani seperti liturgi, doa bersama,
devosi dan sebagainya.
Cara-cara konkret memberikan pendidikan iman Katolik pada anak
ditegaskan KWI (2011: 31-33) sebagai berikut:
1) Doa Pribadi dan Doa Bersama
Anak-anak sebaiknya dibiasakan berdoa secara teratur baik secara pribadi,
bersama keluarga, maupun komunitas basis gerejawi. Anak perlu diajak untuk
menyadari bahwa berdoa adalah berkomunikasi dengan Tuhan. Melalui doa dalam
keluarga, anak semakin diberi teladan konkret tentang berdoa karena pada
awalnya mereka hanya meniru tetapi secara bertahap anak perlu didorong untuk
mengungkapkan isi hati secara spontan dalam berdoa.
2) Mengikuti Perayaan Ekaristi
Anak-anak perlu diajak untuk terlibat dalam perayaan Ekaristi supaya
mereka mengenal dan mencintai Tuhan. Perayaan Ekaristi khusus untuk anak-anak
lebih terlibat di dalamnya. Jika anak sudah mampu memahami perayaan Ekaristi,
maka orang tua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi.
3) Membaca dan Merenungkan Kitab Suci
Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dalam
mengembangkan iman anak. Dengan membaca dan mendengarkan serta
merenungkan Kitab Suci, hati mereka diarahkan kepada Allah yang hadir melalui
sabda-Nya. Membaca Kitab Suci mengajak anak-anak untuk menemukan dasar
iman, yaitu ajaran Tuhan Yesus Kristus dan menimba inspirasi untuk hidup iman
mereka melalui teladan-Nya dan tokoh iman dalam Kitab Suci.
4) Ikut aktif dalam kelompok Pembinaan Iman
Keluarga hendaknya senantiasa mendorong anak-anak untuk aktif dalam
kelompok pembinaan iman, misalnya: Pembinaan Iman Anak, dan Pembinaan
Iman Remaja. Dalam pertemuan kelompok tersebut, anak-anak dibantu untuk
memperkembangkan iman dan menghayati kebersamaan sebagai Gereja.
5) Ikut ambil bagian dalam Rekoleksi, Retret, Ziarah, dan sebagainya
Orang tua hendaknya mendorong dan mendukung anak-anaknya untuk
mengambil bagian dalam kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman
mereka, misalnya: rekoleksi, retret dan sebagainya. Pendidikan iman yang
dilakukan dalam keluarga Katolik dapat menjadikan anak semakin menghayati
pentingngnya doa bersama dalam keluarga.
3. DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK
Keluarga Katolik terkadang mengalami kesulitan dalam berdoa, sedangkan
kegiatan pokok dalam hidup umat Katolik. Penghayatan serta pengalaman
imanpara anggota keluarga akan bertambah subur apabila doa bersama dalam
keluarga terpelihara dan terlaksana.
a. Pengertian Doa Bersama dalam Keluarga
Doa bersama adalah bagian penting dari hidup menggereja dan pribadi.
Doa bersama membangun dan menyatukan kita dalam iman yang satu. Doa ini
memberi rasa damai yang melebihi akal pikiran dan kebahagiaan seperti yang
telah Yesus janjikan orang yang berdoa kepada kepada-Nya (KWI, 1996: 195).
Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio, art. 59 menegaskan
demikian:
“Doa keluarga memiliki ciri- cirinya sendiri. Doa itu dipanjatkan bersama: suami isteri bersama-sama, orang tua dan anak-anak bersama-sama”
Doa bersama dalam keluarga tidak mudah dipahami, bila orang berdoa
terpisah-pisah, ataupun sendiri-sendiri sekalipun berkali-kali karena dalam doa
bersama kita telah merasakan dan menghayati rahasia Allah di tengah-tengah
keluarga. Melalui doa bersama dalam keluarga kita saling menghibur, saling
menguatkan dalam iman (Martini. C. M, 1987: 91).
b. Isi Doa Bersama dalam Keluarga
Doa bersama dalam keluarga senantiasa dilaksanakan di dalam keluarga
yang mana Kitab Suci perlu ditekankan peranannya dalam penghayatan iman,
misalnya: membaca Kitab Suci dalam lingkungan keluarga disertai sekedar
Darminta (1983: 83) menambahkan doa Katolik pada hakekatnya
mendengarkan sapaan keselamatan Tuhan dan membuka diri kepada ajakan Tuhan
yang mengandung janji keselamatan. Doa merupakan permohonan untuk
diselamatkan, tanpa sikap ini orang akan merasa sukar berdoa. Doa Katolik
merupakan ungkapan iman dan penyerahan diri secara total kepada Allah yang
menyapa dan bertindak demi kepentingan manusia.
Kesempatan untuk berdoa bersama cukup banyak misalnya mendoakan
anggota keluarga yang sedang sakit, merayakan ulang tahun, menghadapi
peristiwa penting (ujian, melamar kerja, atau perjalanan jauh). Kehidupan
sehari-hari dapat mendorong setiap anggota keluarga untuk mendoakan satu sama lain
(Heuken, 1979: 18).
Kebiasaan berdoa pada saat-saat tertentu, baik secara bersama maupun
sendirian perlu dihidupkan kembali atau dipelihara. Hendaknya diusahakan
buku-buku doa yang dapat dipakai dalam lingkungan keluarga dan mencari atau
mencoba manakah cara berdoa yang sesuai.
c. Waktu Doa Bersama dalam Keluarga
Proses komunikasi Yesus menjadi Sang Teladan ditujukkan dengan
melaksanakan doa sebanyak tiga kali setiap hari yaitu waktu fajar, siang dan
malam (Kallor, 1993: 13).
Kesempatan paling baik bagi seluruh anggota keluarga melaksanakan doa
bersama adalah malam hari. Kesempatan ini juga membantu para orang tua untuk
menghaturkan kepada Tuhan kegembiraan maupun masalah-masalah yang sedang
sebagian besar anggota keluarga mempunyai waktu, merasa lebih bersatu dan
tidak terganggu. Anak-anak diikutsertakan secara aktif dengan diberi kesempatan
atau bergiliran untuk memimpin doa bersama, saling membagikan pengalaman
(Heuken, 1979: 20).
d. Macam-Macam Doa Bersama dalam Keluarga
Sebagian besar keluarga menanggapi berbagai kebutuhan serta situasi
hidup dengan menghadap Tuhan dalam doa. Banyak hal yang dapat dilakukan
untuk menanamkan kebiasaan doa bersama dalam keluarga tidak hanya doa pagi
dan doa malam, tetapi masih banyak berbagai bentuk doa yang mendapat
dukungan menurut petunjuk para Bapa Sinode, misalnya: membaca dan
merenungkan sabda Allah, menyiapkan penerimaan Sakramen, persembahan
kepada Hati Kudus Yesus, berbagai bentuk kebaktian kepada Santa Perawan
Maria, doa sebelum atau atau sesudah makan, dan praktek devosi-devosi umat
(FC,art. 61).
Doa bersama dalam keluarga dapat menjadi kesempatan untuk
menyelesaikan banyak persoalaan yang timbul dalam hidup keluarga, misalnya:
jika pada siang hari ada dua anak berselisih dan bertengkar sehingga alangkah
baiknya didamaikan saat doa malam. Dalam doa bersama dalam keluarga juga
merenungkan bersama mengenai kewajiban untuk memelihara kesatuan dan
keakraban serta kedamaian dalam keluarga, misalnya: anak yang bersalah bersedia
minta maaf, dan yang tidak bersalah bersedia memaafkan. Dengan demikian akan
lahir suatu ikatan kasih yang mesra di antara anak-anak, hal ini mutlak diperlukan
Paus Yohanes Paulus II, dalam Ajuran Apostoliknya Rosarium Virginis
Mariae, art. 41 menegaskan bahwa:
Keluarga yang berdoa bersama akan tetap utuh. Doa Rosario suci, lewat tradisi yang sudah berabad-abad, telah menunjukkan diri sebagai doa yang sangat manjur untuk menghimpun keluarga. Setiap anggota keluarga, dengan mengarahkan tatapan matanya pada Yesus, akan memperoleh kemampuan untuk saling memandang, untuk saling berkomunikasi, saling menunjukkan kesetiakawanan, saling mengampuni, dan bersama-sama menyaksikan janji kasih mereka dibarui dalam Roh Allah.
Darmawijaya (1994 a: 32) menegaskan bahwa alangkah baiknya keluarga
memiliki kesadaran untuk menutup kegiatan harian dengan doa penutup bersama
seluruh keluarga. Doa seperti itu terkumpul dalam doa Ofisi (buku doa resmi
Gereja), maka baik jika keluarga membiasakan doa tersebut.
Paus Yohanes Paulus II, dalam ajuran apostoliknya Rosarium Virginis
Mariae, art. 41menegaskan bahwa:
Sebagai doa untuk perdamaian, Rosario juga, dan selalu, adalah doa oleh dan untuk keluarga. Sekali waktu doa ini sangat digemari oleh keluarga Kristiani, dan tentu saja doa ini membuat persekutuan mereka semakin erat. Sangatlah disayangkan kalau kita kehilangan warisan berharga ini. Kita perlu kembali ke praktik doa keluarga dan doa untuk keluarga, sambil melestarikan penggunaan Rosario.
Keluarga yang mendaras Rosario bersama-sama akan menikmati suasana
rumah tangga seperti suasana rumah tangga seperti keluarga Nazaret karena para
anggota keluarga menempatkan Yesus di tengah keluarga.
e. Suasana Doa Bersama dalam Keluarga
Kita hanya dapat berdoa bila kita percaya, yaitu percaya akan kebaikan dan
kekuasaan Tuhan. Kepercayaan dapat dibangun dalam lingkungan keluarga. Anak
Tuhan ialah Bapa yang Mahabaik. Doa bersama dalam keluarga akan mendapat
tempat dalam hidup keluarga (Heuken, 1979: 18).
Suasana yang penuh keterbukaan dan kebersamaan diharapkan membantu
anak untuk menemukan perhatian, kehangatan dan cinta kasih melalui doa
bersama dalam keluarga. Anak ingin merasa senang di rumah, maka dalam
keluarga tidak hanya dibina kemesraan antara ayah dan ibu, tetapi juga antara
ayah, ibu dan anak (Heuken, 1979: 3).
f. Pembina Doa Bersama dalam Keluarga
Paus Paulus Yohanes II dalam Ajuran Apostoliknya Familiaris Consortio,
menegaskan bahwa:
“Karena martabat serta perutusannya, orang tua Kristen mengemban tanggung jawab khas membina anak-anak mereka dalam doa, sambil mengajak mereka menemukan berangsur-angsur misteri Allah” (FC, art. 60).
Kewajiban yang dilaksanakan oleh orang tua untuk membina anaknya
merupakan tanggungjawab kepada Tuhan. Orang tua mempunyai tanggungjawab
untuk memelihara dan mendidik anaknya sehingga dapat tumbuh menjadi manusia
yang mengarahkan hidupnya kepada Tuhan. Orang tua menjadi teladan bagi
anak-anak dalam hidupnya sehingga mereka mempercayakan hidup pada kehendak
Tuhan.
g. Tempat Doa Bersama dalam keluarga
Orang dapat berdoa di mana saja, tetapi alangkah baiknya dapat memilih
perayaan Ekaristi, sedangkan tempat lain yang dapat membantu doa bersama
dalam keluarga adalah ruang doa khusus di rumah. Melaksanakan doa pribadi
biasanya di suatu sudut doa dengan Kitab Suci dan ikon, supaya disana dalam
tempat yang tersembunyi berada di hadirat Bapa kita. Tempat berdoa seperti itu
akan memudahkan doa bersama bagi keluarga Katolik (KGK, art. 6).
B.KARAKTER REMAJA 1. Karakter
Masa remaja mengalami perkembangan baik jasmani maupun rohani .
Perkembangan remaja menimbulkan permasalahan yang mempengaruhi
pembentukan karakter. Ketika menghadapi permasalahan, para remaja kurang
mampu menemukan jalan keluarnya sehingga diperlukan suatu pembinaan untuk
pembentukan karakter. Keluarga mempunyai peranan yang cukup penting karena
keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi setiap remaja.
a. Pengertian Karakter
Triyana menguntip pendapat Riyan dan Bohlin (2001) secara etimologis
menerangkan bahwa karakter berasala dari bahasa Yunani yaitu charassin yang
berarti menuliskan pada permukaan lempengan batu atau logam. Berangkat dari
akar kata tersebut berkembang pengertian bahwa karakter adalah sebuah tanda
atau ciri yang sangat khas (Triyana, 2010: 5).
Istilah karakter sering dipersamakan dengan kepribadian, seperti apa yang
diuraikan oleh Allport bahwa ilmu yang mempelajari personalitas disebut dengan
modern dewasa ini, pemakaian istilah karakter dan personalitas perlu dibedakan
karena karakter hanya beberapa fase dari pribadi manusia. Witherington melihat
character sebagai aspek moral daripada kepribadian (Patty, 1983: 153).
Kepribadian adalah satu totalitas yang menjadi sentrum, sedang karakter
adalah satu bagian atau satu faset dari kepribadian manusia. Karakter ialah suatu
bentuk dari perasaan, dan kehendak yang diarahkan pada sistem nilai dan
diekspresikan pada perbuataan yang sesuai dengan suatu nilai yang hendak
dikejar. Jadi sifat hakiki dari karakter ialah dinamis dan berkembang
terus-menerus sepanjang hidup manusia (Kartono, 1974: 56).
Watak (karakter atau tabiat) adalah sifat yang berhubungan dengan
nilai-nilai, misalnya: jujur, pembohong, rajin, pemalas, dan lain-lain. Sifat itu bukan
bawaan lahir saja tetapi diperoleh sejak lahir yaitu hasil dari kebiasaan sejak dari
kecil atau sebagian dari pengaruh pendidikan atau lingkungan sejak kecil. Sifat
seperti itu terbentuk terutama pada masa anak-anak dan berkembang terus sampai
masa sekolah dan remaja. Dengan demikian, kepribadian mengandung arti yang
luas dari karakter karena karakter adalah sebagian dari kepribadian (Munawar,
2005: 159).
b. Jenis Karakter
Keating (2001: 23-31) mengungkapkan delapan karakter dengan
definisinya masing-masing adalah sebagai berikut:
1) Ekstrover
Orang yang bersifat ekstrover menampilkan diri apa adanya, misalnya: jika
pemikir. Orang ekstrover tidak mempunyai kecenderungan mengatur jarak atau
menahan diri apabila harus berhadapan dengan orang lain sehingga ekstrover lebih
pandai dan mampu bergaul.
2) Introver
Seorang introver mengungkapkan diri secara bertahap, pada awalnya dia
menyembunyikan kemampuan yang dimilikinya dan menutup-nutupi diri sampai
benar-benar mempunyai hubungan yang erat dengan orang lain. Orang introver
cenderung menahan diri, walaupun hal ini di luar kemampuannya.
3) Pengindra
Orang-orang yang memiliki kepekaan inderawi (sensing personalities)
segera akan memahami keadaan sekitarnya jauh sebelum orang lain dapat
merasakannya. Orang ini termasuk corak manusia cermat dan peka.
4) Intuitif
Orang intuitif lebih banyak memperhatikan masa yang akan datang
daripada masa kini. Mereka tidak pernah merasa tenang dengan kehadirannya
pada masa kini. Orang seperti ini adalah perencana yang memimpikan bagaimana
segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik.
5) Perasa
Perasa menampung informasi dan mengambil keputusan berdasarkan
pertimbangan terhadap perasaan pribadi dan orang lain. Orang perasa ingin
menjaga perasaan orang lain, maka keputusannya bisa jadi tidak obyektif,
walaupun tidak dimaksudkan demikian. Mereka dapat menilai secara logis dan
sensitivitas tertentu, tetapi emosi tetap sangat menentukan proses pengambilan
6) Pemikir
Pemikir memanfaatkan informasi yang mereka peroleh, entah lewat kelima
indra atau dengan intuisi untuk menentukan keputusan berdasarkan hukum yang
logis dan rasional. Mereka juga bisa tampil acuh tak acuh atau dingin karena
keterpusatannya pada rasionalitas. Para pemikir lebih berdasarkan hukum logis
dan rasional.
7) Pengamat
Para pengamat lebih menikmati hidup dan tidak terlalu peduli dengan tata
tertib (aturan) serta pembagian waktu. Mereka tidak merasa terikat untuk membuat
keputusan berkaitan dengan apa yang mereka ketahui. Mereka hanya merasa puas
dengan kehidupan ini dan tidak butuh suatu kontrol.
8) Penilai
Para penilai membutuhkan kontrol diri karena mereka ingin tahu apa yang
dikerjakan dan kapan dikerjakan. Mereka menyukai jadwal dan aturan, serta
membutuhkan ketegasan perencanaan, walaupun tidak berarti harus selalu
dilaksanakan.
c. Sumber Pembentuk Karakter
Orang tua hendaknya sejak dini secara sederhana menanamkan kebiasaan
doa bersama dalam keluarga kepada remaja sehingga seluruh anggota keluarga
semakin menyadari bahwa doa menjadi suatu bagian dari hidup.
Doni Koesoema (2007: 93) mengungkapkan bahwa faktor yang
mempengaruhi pembentukan karakter antara lain faktor yang sifatnya keturunan
sifat anak tidak jauh berbeda dengan orangtuanya. Proses pewarisan genetis yang
sifatnya keturunan ini tidak hanya dipakai untuk menjelaskan karakter seseorang
berdasarkan latar belakang sejarah keluarga, namun juga untuk menjelaskan
karakter seseorang dengan memakai paradigma gender.
Triyana (2010: 6-7) menyatakan bahwa sumber utama pembentukan
karakter adalah keluarga terutama kedua orang tua. Proses tersebut berlangsung
melalui interaksi antara orang tua dan anak. Triyana mengutip pendapat Damon
bahwa sumber utama pembentukan karakter adalah keluarga, terutama kedua
orang tua. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter
seseorang sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Orang tua yang
memberikan pendampingan dengan baik cenderung membentuk anak yang taat,
memiliki orientasi sosial, dan harga diri yang positif. Orang tua yang
membesarkan anak dengan rasa cinta cenderung mengembangkan anak dengan
karakter kuat. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang demokratis dan terbuka
cenderung berkembang menjadi pribadi yang taat, memiliki harga diri yang kuat,
penalaran moral yang kokoh, dan kepekaan suara hati.
Peran sekolah dalam membentuk karakter anak selalu bersifat sekunder.
Proses pembentukan karakter di sekolah diwarnai oleh situasi interaksi antar
teman. Selama berinteraksi dengan teman sebaya para siswa dapat belajar
memecahkan masalah, membangun persahabatan, melatih kejujuran, dan
menanamkan rasa setia kawan. Selain itu, pengaruh masyarakat pada
pembentukan karakter berlangsung melalui media massa, nilai kultural, dan
suasana hidup secara umum. Karakter anak sangat dipengaruhi oleh suasana
d. Proses Pembentukan Karakter
Pembentukan karakter dalam diri remaja dipengaruhi oleh pergaulaan
dengan teman dan lingkungan sekitar, khususnya lingkungan keluarga.
Perkembangan dalam diri remaja menimbulkan permasalahan yang mempengaruhi
pembentukan karakter.
1) Aspek Karakter
Manusia rupanya tidak sekadar memiliki tantangan berhadapan dengan
determinasi yang berasal dari luar dirinya, seperti kultur, kekuatan alam, struktur
sosial, dan lain-lain tetapi juga dianugerahi kekuatan internal yaitu sebuah
kesadaran akan batas sekaligus kemungkinan akan pengembangan yang mampu
mengatasi kelemahannya. Triyana (2010: 8-9) mengutip pendapat Lickiona
(1991) yang mengemukakan bahwa karakter memiliki tiga unsur yang meliputi
pengetahuan, perasaan dan tindakan moral. Ketiganya sering dilambangkan
sebagai kepala, hati dan tangan.
a) Pengetahuan Moral
Pengetahuan moral merupakan pemahaman seseorang mengenai hal yang
berkaitan dengan masalah moral. Orang yang memiliki pengetahuan moral yang
kokoh adalah mereka yang memahami secara jernih apa yang baik dan buruk.
Pengetahuan moral terdiri dari enam unsur yang sangat penting yaitu kesadaran
moral, nilai moral, mengambil persepektif, berpikir secara moral, pengambilan
keputusan, dan pengendalian diri.
b) Perasaan Moral
Perasaan moral adalah ketertarikan seseorang terhadap apa yang baik dan
yang buruk. Pengetahuan mengenai apa yang baik belum menjamin terwujudnya
tindakan moral atau pribadi berkarakter. Bentuk tertinggi dari karakter adalah
mencintai kebaikan secara murni. Selain itu, sisi afektif (dunia perasaan) dari
karakter sangat penting. Aspek afektif perlu dikembangkan oleh keluarga dan
sekolah. Unsur afektif tersebut mencakup suasana hati, harga diri, empati,
mencintai kebaikan, pengendalian diri, dan kerendahan hati.
c) Tindakan Moral
Tindakan moral adalah perbuatan seseorang yang dilakukan demi sesuatu
yang baik. Tindakan moral merupakan hasil dari dua aspek karakter. Orang yang
mengetahui dan mencintai kebaikan akan melakukan kebaikan. Untuk memahami
apa yang mendorong orang melakukan tindakan bermoral itu perlu mempelajari
tiga unsur dari karakter yaitu kompetensi, kehendak, dan kebiasaan.
Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mendukung
dan mempengaruhi satu sama lain. Dengan demikian orang yang memiliki
karakter selalu memahami dan mengerti apa yang baik, menginginkan yang baik,
dan melakukan yang baik. Keputusan moral yang terjadi melalui pikiran dapat
membangkitkan perasaan moral dan perasaan moral juga dapat mempengaruhi
pikiran moral seseorang. Selanjutnya, keputusan dan perasaan moral
mempengaruhi tindakan moral seseorang. Karakter merupakan perpaduan antara
pikiran, hati, dan perbuatan untuk mewujudkan kebaikan. Orang yang berkarakter
selalu condong untuk memilih kebaikan (Triyana, 2010: 8-15).
2) Karakter Mengarahkan Individu Ke Masa Depan
Perspektif masa depan yang membuat manusia bergulat untuk mengatasi
yang mampu menyempurnakan diri terus menerus. Doni Koesoema (2001:
98-100) mengutip pendapat Mounier yang menegaskan bahwa individu selalu
bergerak maju mengarah ke masa depan. Apa yang ada sejak dari kecil merupakan
sebuah awal panggilan bagi tiap manusia untuk mengatasi diri. Pengembangan
karakter merupakan proses terus menerus karena karakter bukanlah hasil atau
produk melainkan usaha hidup. Manusia mampu memodifikasi hidupnya dan
membuat sebuah proyek bagi masa depannya. Selain itu, Patty (1982: 180-181)
mengutip pendapat William Stern bahwa setiap individu dilahirkan dengan sifat
dan potensi tertentu (hereditas) yang berlangsung sepanjang waktu dengan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan (environment) yang berlangsung terus
menerus selama manusia itu hidup.
2. REMAJA
Masa remaja unsur mencari arti hidup sangatlah tampak dan mereka
mengalami perubahan yang mendalam, baik dalam bidang fisik maupun psikis.
a. Pengertian Remaja
Masa remaja tidak dapat disebut suda
disebut
menuju dewasa.
Elizabeth Hurlock (1980: 206) mengatakan bahwa awal masa remaja
berlangsung kira-kira dari usia tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas
tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 sampai 18 tahun yaitu