• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta - USD Repository"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA

DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS POJOK,

PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh Oktivia Astuti NIM. 081124006

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

Tuhan Yang Maha Esa yang telah membimbing dan memberi kekuatan selama pembuatan skripsi.

Keluargaku yang telah memberikan semangat sehingga penulis selalu termotivasi.

Teman-teman yang senantiasa membantu dan mendukung dalam pembuatan skripsi.

Keluarga Katolik dan para remaja Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dan

(5)

MOTTO

Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan

yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir (Pkh 3: 11).

Santa Theresia Avila berkata:

“Doa harus muncul dari kemauan yang kuat dan keputusan yang bebas untuk memilih jalan terbaik agar bisa tiba di garis finis dan minum air yang

(6)
(7)
(8)

ABSTRAK

Judul skripsi ini adalah Peranan Doa Bersama Dalam Keluarga Katolik Bagi Pembentukan Karakter Remaja Di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus, Yogyakarta.

Judul ini dipilih berdasarkan keprihatinan penulis terhadap pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok dan karakter yang dimiliki para remaja saat ini. Keluarga Katolik mengalami kesulitan untuk melaksanakan doa bersama dalam keluarga sedangkan karakter yang dimiliki oleh remaja bersifat dinamis sehingga remaja membutuhkan pendampingan dalam keluarga karena remaja sedang dalam masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Bertitik tolak dari kenyataan, skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para keluarga Katolik dalam pembentukan karakter remaja melalui doa bersama dalam keluarga Katolik.

Persoalan pokok dalam skrispi ini adalah seberapa besar peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja dan usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran orang tua akan pentingnya peranan doa bersama dalam keluarga bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu. Untuk mengkaji masalah ini diperlukan data yang akurat. Oleh karena itu pemberian kuesioner kepada para orang tua dan skala Likert kepada remaja sudah dilaksanakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa doa bersama dalam keluarga Katolik berperanan bagi pembentukan karakter remaja. Sebagian besar keluarga Katolik sering melaksanakan doa bersama dalam keluarga dan sebagian besar remaja mengungkapkan bahwa melalui doa bersama dalam keluarga Katolik mereka semakin terbantu dalam pembentukan karakter. Studi pustaka dilakukan untuk mendapatkan gagasan dari para ahli yang dapat dipergunakan sebagai sumbangan dalam membantu pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja.

(9)

ABSTRACT

This writing entitles The Role of Praying Together in Chatolic Family in Building Teenager Character at District of Yohanes Chrisostomus Pojok, Santo Petrus dan Paulus Parish Klepu, Yogyakarta.

This title was chosen because of the writer’s concern about the implementation of praying together in Chatolic family at district of Yohanes Chrisostomus Pojok and the character of the teenagers. Chatolic family have difficulties to pray together in the family while the character of the teenagers is continuously dynamic and developed, therefore teenagers need guidance in their family. Moreover, they are in a stage of transition from children to adolescent. Based on this fact, this writing aims to help Chatolic family in building teenager character through praying together in the family.

The main problem in this writing is how far the role of praying together in Chatolic family in building the teenager character and what can be done to increase parental awareness of the importance from the role of praying together In Chatolic family in building teenager character at district Yohanes Chrisostomus Pojok, Santo Petrus dan Paulus Parish Klepu. Investigating this problem needs accurate data. Therefore questionnaires have been distributed to the parents and scale Likert have been distributed to the teenagers. The result of the research shows that praying together in a family has a role in building teenager character. Most of Chatolic families have often done praying together in their families and most of teenagers said that through praying together in their families, they were helped in their character building. Literature study was also done to get concept from the expert who can be used as a contribution to help the praying together in family in building the teenager character.

(10)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat, kasih dan bimbingan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS POJOK, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU, YOGYAKARTA.

Penyusunan skripsi ini berawal dari keprihatinan penulis mengenai pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik yang menghadapi berbagai tantangan bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta. Bertitik tolak dari situasi tersebut maka penulis menyusun skripsi ini dengan maksud membantu para keluarga Katolik untuk melaksanakan doa bersama dalam keluarga Katolik secara sederhana namun menarik.

Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para keluarga Katolik dalam meningkatkan peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta.

Penulisan skripsi ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

(11)

2. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J. selaku dosen pembimbing utama yang telah memberikan semangat serta meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan penuh kesabaran serta memberikan sumbangan pemikiran kepada penulis dalam penulisan skripsi.

3. Drs. Ya. C. H. Mardiraharjo selaku dosen pembimbing kedua dan dosen pembimbing akademik yang memberikan semangat dalam penulisan skripsi. 4. Dra. Yulia Supriyati, M.Pd. sebagai dosen pembimbing dan dosen penguji

ketiga yang berkenan membantu dalam proses penelitian dengan penuh kesabaran dan memberikan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

5. Segenap staf dosen dan karyawan Prodi IPPAK yang telah mendampingi dan memberikan semangat kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi. 6. Keluargaku yang telah memberikan semangat dan selalu mendoakan sehingga

penulisan skripsi dapat berjalan dengan lancar.

7. Romo Fransiskus Xaverius Murdisusanto, Pr. selaku Romo kepala di Paroki Petrus dan Paulus Klepu Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Paroki ini dan berkenan memberikan masukan demi kelancaran penulisan skripsi.

8. Para orang tua Katolik dan remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok yang telah meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner dan skala Likert.

9. Sahabat mahasiswa IPPAK khususnya angkatan 2008 yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis dalam penulisan skripsi.

(12)
(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SINGKATAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penulisan ... 3

D. Manfaat Penulisan ... 4

E. Metode Penulisan ... 5

F. Sistematika Penulisan ... 5

BAB II DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK DAN PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA ... 8

A. Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 8

1. Doa ... 8

a. Pengertian Doa ... 9

b. Doa dalam Kitab Suci ... 10

c. Sumber Doa ... 11

d. Isi Doa ... 12

e. Bentuk Doa ... 12

(14)

2. Keluarga Katolik ... 14

a. Pengertian Keluarga Katolik ... 15

b. Pendampingan Keluarga ... 17

c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga ... 19

d. Pendidikan Iman dalam Keluarga Katolik ... 21

3. Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 23

a. Pengertian Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 24

b. Isi Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 24

c. Waktu Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 25

d. Macam Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 26

e. Suasana Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 27

f. Pembina Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 28

g. Tempat Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 28

B. Karakter Remaja ... 29

1. Karakter ... 29

a. Pengertian Karakter ... 29

b. Jenis Karakter ... 30

c. Sumber Pembentuk Karakter ... 32

d. Proses Pembentukan Karakter ... 34

2. Remaja ... 36

a. Pengertian Remaja ... 36

b. Fase Remaja ... 37

c. Perkembangan Remaja ... 39

d. Remaja Bersama Keluarga ... 41

3. Karakter Remaja ... 43

BAB III PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS POJOK ... 45

A. Gambaran Umum Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu Yogyakarta ... 45

1. Sejarah Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu ... 45

(15)

3. Jumlah Umat Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu ... 48

4. Perkembangan Umat Katolik di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 48

a. Sejarah Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 48

b. Situasi Sosial Ekonomi Umat di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 49

c. Kehidupan Beriman Umat di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 49

B. Metodologi Penelitian ... 50

1. Latar Belakang Penelitian ... 50

2. Tujuan Penelitian ... 51

3. Manfaat Penelitian ... 52

4. Jenis Penelitian ... 53

5. Metode Penelitian ... 53

6. Tempat dan Waktu Penelitian ... 53

7. Responden Penelitian ... 54

8. Instrumen Penelitian ... 55

9. Variabel Penelitian ... 57

C. Hasil Penelitian ... 59

1. Orang tua ... 59

2. Remaja Katolik usia 13 sampai 21 tahun ... 69

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 73

1. Orang tua ... 73

a. Peranan Orang tua dalam Keluarga Katolik ... 74

b. Faktor Penghambat dan Pendukung dalam Pelaksanaan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 77

c. Peranan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik bagi Pembentukan Karakter Remaja ... 78

2. Remaja Katolik Usia 13 sampai 21 Tahun ... 79

(16)

b. Jenis Karakter Remaja ... 80

c. Peranan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik bagi Pembentukan Karakter Remaja ... 81

BAB IV USULAN PROGRAM MENINGKATKAN PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA ... 84

A. Peranan Doa Bersama dalam Keluarga bagi Pembentukan Karakter Remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 84

B. Program Meningkatkan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik ... 86

1. Latar Belakang Pemilihan Program ... 86

2. Matriks Program Pendampingan ... 91

C. Persiapan Rekoleksi Orang tua di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 103

1. Identitas ... 103

2. Pemikiran Dasar ... 104

3. Pengembangan Langkah-langkah ... 106

BAB V PENUTUP ... 125

A. Kesimpulan ... 126

B. Saran ... 127

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Lampiran 1: Surat Penelitian untuk Paroki ... (1)

Surat Penelitian untuk Ketua Lingkungan ... (2)

Lampiran 2: Kuesioner Penelitian untuk Orang tua ... (3)

Lampiran 3: Skala Likert Penelitian untuk Remaja ... (9)

Lampiran 4: Teks Cerita “Memberi Waktu Untuk Berdoa” ... (12)

(17)

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Alkitab Deuterokanonika. Lembaga Alkitab Indonesia, 2010.

B. Singkatan Dokumen Resmi Gereja

AA : Apostolicam Actuositatem, Dekrit Konsili Vatikan II tentang Kerasulan Awam, 18 November 1965.

KGK : Katekismus Gereja Katolik, (P. Herman Embuiru, SVD, Penerjemah). Ende: Percetakan Arnoldus.

FC : Familiaris Consortio, Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II tentang Peranan Keluarga Kristen dalam Dunia Modern, 22 November 1981.

RVM : Rosarium Virginis Mariae, Surat Apostolik Paus Yohanes Paulus II, Imam Agung, Kepada Para Uskup, Klerus, dan Kaum Beriman tentang Rosario Perawan Maria, 16 Oktober 2002.

LG : Lumen Gentium, Konstitusi Dogmatis Konsili Vatikan II tentang Gereja, 21 November 1964.

GE : Gravissimum Educationis, Pernyataan tentang Pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965.

GS : Gaudium et Spes, Konstitusi Pastoral tentang Gereja di Dunia Dewasa ini, 7 Desember 1965.

(18)

C. Singkatan Lain

F.X. : Fransiskus Xaverius

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia

LCD : Liquid Crystal Display yaitu perangkat yang dapat menampilkan gambar dalam ukuran besar dan biasanya digunakan sebagai alat bantu dalam presentasi.

SD : Sekolah Dasar

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masa remaja adalah masa transisi ke taraf kedewasaan dan masa untuk

mengaktualisasikan diri dari anak-anak menjadi orang dewasa. Remaja berusaha

menunjukkan identitas dirinya dan muncul perasaan negatif, misalnya timbul

keinginan dari seorang remaja untuk melepaskan diri dari orang tua (Munawar,

2005: 121-123).

Keluarga Katolik di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo

Petrus dan Paulus Klepu sebagian besar bermatapencaharian menjadi petani dan

pegawai. Mereka mengalami kesulitan untuk berkumpul bersama dalam keluarga.

Oleh karena itu antara remaja dan orang tua perlu memiliki kerjasama dan

kerukunan untuk saling mendukung, terlebih melalui pelaksanaan doa bersama

dalam keluarga Katolik di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus

dan Paulus Klepu.

Wibowo (1994: 71) mengatakan bahwa keluarga merupakan lingkungan di

mana anak tumbuh dan belajar sesuatu. Jika seorang anak hidup di lingkungan

yang banyak mendapat kritikan, maka dia akan belajar menghakimi. Jika seorang

anak hidup di tengah keluarga yang penuh dengan toleransi, maka dia akan belajar

untuk menjadi sabar. Setiap keluarga harus mengusahakan sendiri pedoman untuk

membina hubungan antar anggota keluarga karena tidak ada dua keluarga yang

sama. Keluarga mempunyai peranan yang cukup penting untuk pembentukan

(20)

dan utama bagi setiap remaja. Dalam lingkungan keluarga, pada umumnya remaja

mempunyai relasi yang cukup dekat dengan orang tua maupun saudara. Hal ini

berarti bahwa keluarga memberi dasar pembentukan karakter remaja yang akan

mempengaruhi hidup remaja tersebut. Tugas dan peranan orang tua cukup penting,

seperti yang diungkapkan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Anjuran Apostolik

Familiaris Consortio bahwa:

“Karena martabat serta perutusannya, orang tua Kristen mengemban tanggungjawab khas membina anak-anak mereka dalam doa, sambil mengajak mereka menemukan secara berangsur-angsur misteri Allah, dan berwawancara secara pribadi dengan-Nya” (FC, art. 60).

Permasalahan yang dihadapi remaja ialah kurang mampu mengatasi

masalah kehidupan beriman, sehingga membutuhkan bantuan dari orang lain yang

imannya lebih dewasa. Dalam hal ini yang membantu membentuk karakter adalah

orangtuanya sendiri. Dengan demikian keterlibatan orang tua cukup berperanan

dan dibutuhkan dalam pembentukan karakter remaja. Orang tua diharapkan

terlibat secara langsung dalam usaha membentuk karakter remaja, salah satunya

adalah membantu mencari jalan pemecahan akan masalah yang dihadapi remaja

misalnya mengajak remaja untuk melaksanakan doa bersama dalam keluarga.

Keluarga yang melaksanakan doa bersama dalam keluarga, dapat membantu

kehidupan rohani para remaja, seperti dinyatakan dalam Familiaris Consortio

bahwa:

“Bahan khusus bagi doa dalam keluarga ialah kehidupan keluarga itu sendiri, yang dalam segala situasinya yang silih berganti dipandang sebagai panggilan dari Allah dan dihayati sebagai tanggapan manusia selaku putera atau puteri-Nya terhadap panggilan-Nya” (FC, art. 59).

Berdasarkan gambaran doa bersama dalam keluarga Katolik dan

(21)

Petrus dan Paulus Klepu, maka penulis merasa tertarik untuk memberi judul karya

ilmiah ini “PERANAN DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK

BAGI PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA DI STASI YOHANES

CHRISOSTOMUS POJOK, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU,

YOGYAKARTA ”.

B. Rumusan Masalah

Setelah melihat permasalahan yang telah diuraikan, maka dapat dirumuskan pada

beberapa hal, antara lain:

1. Apa yang dimaksud doa bersama dalam keluarga Katolik dan pembentukan

karakter remaja ?

2. Bagaimana pelaksanaan doa bersama dalam keluarga Katolik dan pergulatan

yang dialami oleh para remaja dalam pembentukan karakter di Stasi Yohanes

Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu?

3. Seberapa besar peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi

pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki

Santo Petrus dan Paulus Klepu?

4. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran para orang

tua akan pentingnya peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi

pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki

Santo Petrus dan Paulus Klepu?

C. Tujuan Penulisan

(22)

1. Memaparkan pengertian doa bersama dalam keluarga Katolik dan

pembentukan karakter remaja.

2. Mendapatkan pemahaman praktek pelaksanaan doa bersama dalam keluarga

Katolik dan pergulatan yang dialami oleh para remaja dalam pembentukan

karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus

dan Paulus Klepu.

3. Menemukan dan menjelaskan peranan doa bersama dalam keluarga bagi

pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki

Santo Petrus dan Paulus Klepu.

4. Menemukan solusi yang sesuai dan tepat untuk meningkatkan kesadaran para

orang tua akan pentingnya peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi

pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki

Santo Petrus dan Paulus Klepu.

5. Memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program

Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

Adapun manfaat dari penulisan ini adalah

1. Bagi Keluarga

Meningkatkan kesadaran para orang tua dan remaja akan pentingnya peranan

doa bersama dalam keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja di

Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu,

(23)

2. Bagi Remaja

a. Menindaklanjuti permasalahan yang dihadapi oleh remaja yang

mempengaruhi karakternya.

b. Memaparkan dampak positif yang bisa ditimbulkan doa bersama dalam

keluarga Katolik bagi pembentukan karakter remaja.

3. Bagi Gereja

Memberikan sumbangan peranan doa bersama dalam keluarga bagi

pembentukan karakter remaja di Gereja Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok,

Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu.

E. Metode Penulisan

Metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif analitis. Penelitian ini

bertujuan untuk membuat menggambarkan secara sitematis, faktual, dan akurat

mengenai fakta serta sifat populasi atau daerah tertentu (Suryabrata, 1983: 75).

Penulisan ini untuk memperoleh gambaran peranan doa bersama dalam keluarga

Katolik bagi pembentukan karakter remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok.

F. Sistematika Penulisan

Sebagai sebuah gambaran umum tentang hal apa saja yang akan dibahas di

dalam penulisan skripsi ini, berikut ini adalah sistematika penulisan skripsi

BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan ini berisi gambaran umum tentang isi skripsi yang meliputi: latar

belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode

(24)

BAB II Doa Bersama dalam Keluarga Katolik dan Pembentukan Karakter Remaja

Bab ini menguraikan dua bagian yaitu pertama menguraikan doa bersama

dalam keluarga yang meliputi: pengertian doa, doa dalam Kitab Suci, sumber doa,

isi doa, bentuk doa, cara berdoa dan pengertian keluarga Katolik, pendampingan

keluarga Katolik, keluarga adalah Gereja Rumah Tangga, pendidikan iman dalam

keluarga Katolik. Doa bersama dalam keluarga Katolik meliputi pengertian doa

bersama dalam keluarga Katolik, isi doa bersama dalam keluarga Katolik, waktu

doa bersama dalam keluarga Katolik, macam doa bersama dalam keluarga Katolik,

suasana doa bersama dalam keluarga Katolik, pembina doa bersama dalam

keluarga Katolik, dan tempat doa bersama dalam keluarga Katolik.

Kedua menguraikan pembentukan karakter remaja yang meliputi

pengertian karakter, jenis karakter, sumber pembentuk karakter, proses

pembentukan karakter, dan pengertian remaja, fase remaja, perkembangan remaja,

remaja bersama keluarga, serta karakter remaja.

BAB III Peranan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik bagi Pembentukan Karakter Remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok

Bab ini terdiri dari dua bagian yaitu bagian pertama tentang gambaran

umum Stasi Yohanes Chrisostomus, Pojok Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu,

Yogyakarta dan bagian kedua mengenai metodologi penelitian, hasil dan

pembahasan penelitian.

Metodologi penelitian mencakup latar belakang penelitian, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, jenis penelitian, metode penelitian, tempat dan

(25)

penelitian. Tahap berikutnya penulis akan mengkaji hasil penelitian dan

membahas hasil penelitian.

BAB IV Usulan Program Meningkatkan Peranan Doa Bersama dalam Keluarga Katolik bagi Pembentukan Karakter Remaja

Bab ini menguraikan peranan doa bersama dalam keluarga Katolik bagi

pembentukan karakter remaja dan usulan program berupa rekoleksi untuk

meningkatkan peranan doa bersama dalam keluarga bagi pembentukan karakter

remaja

BAB V PENUTUP

Bab ini merupakan kesimpulan dan saran-saran berdasarkan hasil

(26)

BAB II

DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK DAN PEMBENTUKAN KARAKTER REMAJA

Keluarga Katolik mengalami kesulitan dalam melaksanakan doa bersama

dalam keluarga karena kurang menghayati doa bersama dalam keluarga sebagai

salah satu cara untuk membentuk karakter remaja. Doa bersama dalam keluarga

Katolik sangat berperanan bagi pembentukan karakter remaja tetapi kurang begitu

mendapat perhatian, hal ini dikarenakan kesibukan masing-masing anggota

keluarga untuk melaksanakan doa bersama dalam keluarga dan pemahaman dari

keluarga akan bentuk atau macam doa bersama yang masih kurang.

A. Doa Bersama dalam Keluarga Katolik

Doa merupakan salah satu hal yang tidak boleh dilupakan oleh semua

umat beriman, termasuk keluarga Katolik karena doa menjadi bagian dari hidup

orang beriman. Membina kebiasaan doa bersama dalam keluarga sangatlah

penting karena doa menjadi ungkapan pertama isi batin manusia. Paus Yohanes

Paulus II dalam Anjuran Apostolik Familiaris Consortio menegaskan:

Doa sama sekali bukan semacam pelarian dari kesanggupan - kesanggupan sehari-hari, melainkan merupakan dorongan yang kuat bagi keluarga Kristen, untuk seutuhnya memikul dan memenuhi segala tanggungjawabnya sebagai sel utama dan mendasar bagi masyarakat manusia. (FC, art. 62).

1. DOA

Di zaman sekarang ada semacam kehausan untuk mengalami Allah yang

(27)

untuk menemukan dan merasakan kehadiran Allah. Manusia mempunyai

kerinduan dan kemampuan untuk berdoa yang semakin didorong oleh Allah yang

selalu menyapa dan mengajak untuk berwawancara dengan diri-Nya (Darminta,

1981: 7).

a. Pengertian Doa

Berdoa merupakan kegiatan pokok dalam hidup manusia namun

berdasarkan pengalaman nampak bahwa doa merupakan kegiatan manusia yang

sukar walaupun ada segala macam usaha untuk berdoa. Kendati dirasa sukar, doa

tetap merupakan sesuatu yang dirindukan karena tetap sebagai tuntutan rohani

(Darminta, 1983: 9).

Doa adalah mengangkat hati kepada Tuhan, menyatakan diri sebagai anak

Allah, dan mengakui Allah sebagai Bapa karena doa adalah kata cinta seorang

anak kepada Bapa-Nya. Doa dapat timbul dari kesusahan hati, tetapi juga dapat

timbul dari kegembiraan. Doa tidak membutuhkan banyak kata (Mat 6: 7), tidak

terikat pada waktu dan tempat tertentu, dan tidak menuntut sikap atau gerak gerik

yang khusus meskipun dapat didukung olehnya (KWI, 1996: 194).

Darmawijaya (1994 a: 25-26) mengungkapkan bahwa doa memang bukan

mantra atau rumusan yang harus dihafal dan dinyatakan pada saat dibutuhkan saja

tetapi doa adalah sikap manusia beriman menanggapi tawaran kasih Allah dalam

hidup ini.

Doa dapat menciptakan suatu relasi dengan Tuhan karena doa adalah

berkomunikasi dengan Tuhan. Dengan demikian, manusia mengalami perjumpaan

(28)

dengan-Nya seperti yang diungkapkan Matius 21: 22 “Dan apa saja yang kamu

minta dalam doa dengan penuh kepercayaan, kamu akan menerimanya”.

b. Doa dalam Kitab Suci

Kitab Suci Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru memberikan

perhatian besar terhadap doa. Dalam Perjanjian Lama terdapat beberapa sifat doa

yang diucapkan oleh umat Israel secara perorangan maupun bersama-sama.

Si pendoa mengangkat hati dan pikiran kepada Allah (Mzm 25: 1). Doa

mengantar orang makin dekat dengan Tuhan (Kej 18: 23). Doa adalah suatu

percakapan dengan Allah (Kej 18: 27). Pengungkapan doa lainnya: mendengarkan

Allah (Ul 4:1), pencurahan jiwa di hadapan Allah (1 Sam 1: 1-8). Semua sifat doa

ini menunjukkan bahwa doa adalah suatu komunikasi antara manusia dengan

Tuhan Allah (Kallor, 1993: 127).

Yesus mengajarkan doa Bapa Kami kepada para murid ketika mereka

melihat Yesus berdoa dan murid-Nya berkata kepada-Nya, “Tuhan, ajarlah kami

berdoa” (Luk 11: 1). Secara aktual, Yesus melaksanakan doa yang terus menerus

(Luk 5: 16). Saat-saat penting dalam hidup-Nya disertai dengan doa, misalnya:

Yesus berdoa pada pembaptisan-Nya di sungai Yordan (Luk 3: 21). Doa Yesus

ditujukan kepada Bapa dalam dialog ketaatan yang memberikan kehidupan bagi

perutusan-Nya. “Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak

seorang pun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorang pun mengenal Bapa

selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya.” (Mat

11: 27). Setiap doa kita diangkat kepada Bapa melalui Kristus Tuhan kita (KWI,

(29)

Semua yang diajarkan Kitab Suci tentang doa telah menjadi milik Gereja

sebagaimana diungkapkan oleh Bapa Gereja dan tokoh spiritualitas doa. St.

Yohanes Damascenus, “doa adalah pengangkatan jiwa kepada Tuhan”, sedang

bagi St. Theresia Avila “doa adalah suatu percakapan persahabatan dengan Allah,

yang kita tahu bahwa Ia sangat mencintai kita (Kallor, 1993: 127).

c. Sumber Doa

Menurut agama Kristen, sebetulnya yang berdoa bukan manusia melainkan

Roh Allah sendiri. “Kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa, tetapi

Roh sendiri berdoa untuk kita” (Rm 8: 2). Sikap yang harus dimiliki ketika berdoa

adalah harus bersikap rendah hati agar mendapat anugerah. Berdoa bukan

berdasarkan jasa-jasa kita tetapi berdasarkan kasih sayang Allah yang

berlimpah-limpah. Berdoa bukan hanya dalam iman, tetapi juga dalam kasih (KWI, 1996:

194-196).

Sumber doa Katolik lainnya adalah sabda Allah yang memberi kita

pengenalan akan Allah (Flp 3: 8). Liturgi Gereja mengajak kita untuk mewartakan,

menghadirkan dan mengkomunikasikan misteri keselamatan setiap hari karena di

dalamnya kita dapat bertemu dengan Allah (KWI, 2009: 186).

Berdoa memang bukanlah hal mudah tetapi yang perlu kita sadari bahwa

sumber doa adalah Roh Allah sendiri. Sebagai seorang Katolik kita perlu

menyadari bahwa dalam doa, Roh Kudus senantiasa memberi kekuatan dan

berkarya dalam hidup. Selain Roh Kudus, sumber doa lainnya adalah sabda Allah

yang mengajak kita untuk memaknai setiap peristiwa sehingga akan mengalami

(30)

d. Isi Doa

Doa begitu luas sehingga di dalam kebiasaan Gereja dibedakan dua bentuk

doa yang pokok, yakni puji syukur dan permohonan. Puji syukur sebagai

ungkapan syukur atas kebaikan Tuhan. Selain itu, puji syukur sebagai rasa

kegembiraan karena kebaikan Tuhan kepada manusia atas anugerah-Nya.

Anugerah Allah yang paling besar adalah mengutus putra-Nya Yesus Kristus serta

Roh yang diutus-Nya dari Bapa.

Doa permohonan bukanlah minta-minta tetapi pertama-tama yang dimohon

adalah pengampunan dan belas kasihan Tuhan supaya memberikan kekuataan

untuk berjuang terus di dunia ini dengan sebuah pengharapan. “Bertekunlah dalam

doa dan berjaga-jagalah sambil mengucap syukur” (Kol 4). Doa dapat dilakukan

secara sendiri atau bersama, diucapkan dengan mulut atau direnungkan dalam hati,

dan bentuknya tidak mengikat tetapi isi doa yaitu puji syukur dan permohonan

(KWI , 1996: 197-199).

e. Bentuk Doa

Berdoa berarti berkata jujur menyatakan isi hati di hadapan Tuhan. Tradisi Gereja mengenal tiga cara utama mengungkapan kehidupan doa antaralain doa

lisan, doa renung, dan doa batin. Ketiga bentuk doa tersebut menuntut ketenangan

hati. Katekismus Gereja Katolik art. 7 mengungkapkan bahwa bentuk doa antara

lain:

1) Doa Lisan

Doa ini berbentuk kata-kata, baik yang dipikirkan maupun yang diucapkan.

(31)

mengikutsertakan pancaindera lahiriah yang sejalan dengan tuntunan kodrat

manusiawi. Kita harus berdoa dengan seluruh diri supaya Tuhan memberikan

kekuatan kepada permohonan kita.

2) Doa Renung

Doa renung atau meditasi pada dasarnya adalah suatu pencarian. Doa

renung mengajak kita untuk memiliki sikap kerendahan hati dan iman sehingga

mampu menemukan dan menilai di dalam meditasi. Metode meditasi sangat

beragam, tetapi yang terpenting ialah maju bersama Roh Kudus menuju Yesus

Kristus yang mana jalan doa satu-satunya. Meditasi memakai pikiran, daya khayal,

gerak hati, dan kerinduan. Usaha ini penting untuk memperdalam kebenaran iman,

dan memperkuat kehendak kita dalam mengikuti Yesus Kristus.

3) Doa Batin

Doa batin adalah ungkapan sederhana tentang misteri doa. Doa batin

merupakan anugerah yang hanya dapat diterima dalam kerendahan hati dan

kemiskinan. Doa batin adalah puncak doa karena di dalam doa batin kita

merasakan kekuatan Allah melalui Roh-Nya. Kontemplasi ialah memandang

Yesus dengan penuh iman, maka kita akan memperoleh pengertian batin mengenai

Tuhan untuk mencintai-Nya lebih sungguh dan mengikuti-Nya dengan lebih baik

lagi.

4) Doa Pribadi

Doa terarah kepada Allah dan mulai dengan menyerahkan diri kepada-Nya.

Doa adalah hubungan pribadi dengan Tuhan, maka doa pribadi dilakukan seorang

pribadi kepada Bapa seperti yang diungkapkan dalam Mat 7: 7 “Mintalah maka

(32)

pintu akan dibukakan bagimu”. Ketika melaksanakan doa pribadi janganlah doa

permohonan dipusatkan pada keinginan, tetapi pada kebaikan Tuhan (Jacobs,

2004: 39).

5) Doa Bersama

Doa bersama adalah doa yang dilaksanakan lebih dari seorang pribadi,

seperti yang diungkapkan oleh Tuhan Yesus bahwa Ia akan hadir secara khas:

“Aku berkata kepadamu: Jika dua orang dari padamu di dunia ini sepakat meminta apa juga, permintaan mereka itu akan dikabulkan oleh Bapa-Ku yang di sorga. Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam namaKu, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka” (Mat 18: 19-20).

Semua bentuk doa tersebut baik karena merupakan hasil perjuangan

manusia untuk berkomunikasi kepada Tuhan. Bentuk doa tersebut baik adanya

sejauh menolong orang untuk menemukan Tuhan.

f. Cara Berdoa

Berdoa merupakan komunikasi dengan Allah maka diperlukan persiapan

ketika hendak berdoa. St. Ignasius mengajurkan bahwa sebelum berdoa agar

berdiri beberapa langkah dari tempat kita akan berdoa, hening sebagai waktu

untuk mengenang kembali peristiwa ataupun pengalaman yang terjadi. Selain itu,

perlunya menyadari betapa agungnya karya ciptaan Allah serta syukur atas

anugerah yang diberikan dalam hidup (Green, 1988: 87).

2. KELUARGA KATOLIK

Peranan doa bersama dalam keluarga Katolik sangatlah penting terutama

(33)

keluarga Katolik. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama karena

dalam keluarga seorang remaja dididik. Doa meningkatkan kekuatan dan kesatuan

rohani keluarga, karena doa membantu keluarga untuk ikut ambil bagian dalam

kekuatan Allah sendiri.

a. Pengertian Keluarga Katolik

Pengertian keluarga dalam masyarakat cukup luas dan masih perlu

dibedakan, misalnya: keluarga inti terdiri dari ayah, ibu, dan anak, sedangkan

keluarga dekat adalah saudara sekandung dari ayah dan ibu yang seketurunan

dalam garis kakek dan nenek. Namun yang penulis maksudkan ialah keluarga inti

yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak.

Keluarga sebagai suatu persekutuan hidup terkecil yang dibangun atas

dasar cinta dan saling pengertian, sebagaimana Yesus berkata kepada Simon, “di

atas wadas ini Aku mendirikan Gerejaku” (Mat 16: 18). Dengan demikian,

Krituslah Kepala Rumah Tangga Katolik karena keluarga akan kokoh berdiri bila

dipercayakan kepada Tuhan sehingga rumah tangga akan menjadi ‘Pax huic

domui’, semoga damai turun di atas rumah ini. Dengan begitu, kita akan

membangun Gereja.

Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio mengungkapkan

bahwa keluarga mempunyai hubungan yang amat penting dalam masyarakat,

karena keluarga merupakan landasan dan selalu menghidupi masyarakat. Keluarga

juga merupakan sel yang begitu vital baik bagi masyarakat maupun Gereja sendiri.

Keluarga Kristen harus melaksanakan kewajiban sosialnya terhadap masyarakat

(34)

karya keselamatan Allah semakin menjadi nyata bagi lingkungan masyarakat

sekitarnya (FC, art. 42).

Keluarga Kristiani harus berjuang pada masa kini dan tetap diwarnai ciri

perjuangan Yesus Kristus. Perjuangan dan semangat besar itulah yang hendaknya

diwariskan kepada generasi penerus. Pewarisan nilai-nilai perjuangan tersebut

pada awalnya terlaksana di dalam keluarga karena keluarga sebagai persemaian

nilai perjuangan iman Kristiani (Darmawijaya, 1994 b: 59).

Keluarga Katolik adalah “Gereja Mini ” artinya persekutuan dasar iman

dan tempat persemaian iman sejati. Keluarga Katolik diharapkan mampu

mengembangkan iman yang menghangatkan suasana. Iman disini bukan

pertama-tama berarti pengetahuan agama tetapi lebih pada sikap atau penghayatan agama

yang diwujudkan dalam usaha untuk menjaga suasana kedamaian, kerjasama dan

kerukunan dalam keluarga. Dengan demikian, Tuhan sendiri akan hadir di

tengah-tengah keluarga untuk membawa keselamatan dan rahmat-Nya (Gilarso, 1996:

13). Keluarga sangat berperan bagi kehidupan para remaja seperti yang ditegaskan

dalam Gravissium Educationis sebagai berikut:

“Keluarga merupakan sekolah utama dari keutamaan sosial yang perlu bagi setiap masyarakat dan tempat di mana anak-anak mempunyai pengalaman pertama mereka mengenai masyarakat manusia yang seimbang” (GE, art. 3).

Keluarga Katolik banyak mengalami tantangan sehingga harus menyadari

keberadaannya sebagai kehadiran Allah dan pengembangan tugas perutusan

Gereja. Demi mengantisipasi segala kemungkinan yang akan terjadi hendaknya

setiap keluarga Katolik harus secara nyata menciptakan dan meningkatkan doa

(35)

“Keluarga secara keseluruhan hendaknya berdoa bersama dan memainkan peranan penting dalam kehidupan liturgis Gereja. Keluarga harus menjadi tempat keramahan, aktif dalam perjuangan demi keadilan dan perdamaian, dan melakukan tindakan - tindakan amal” (GE, art. 2 ).

Keluarga Kristiani sebagai persekutuan yang hidup ikut serta dalam

melaksanakan misi Gereja sebagai saksi Kristus (FC, art. 39). Oleh karena itu,

keluarga menjadi Gereja Mini tampak dalam dinamika hidup melalui doa bersama,

Ekaristi, dan Sakramen sehingga peran orang tua sebagai pewarta Injil bagi

anak-anaknya, dan orang tua sebagai saksi iman (GS, art. 2).

Dasar pendidikan dalam keluarga adalah cinta kasih, dimana orang tua

harus mencintai anak-anak tanpa syarat. Pendidikan dalam keluarga akan efektif

melalui keteladan, suasana, dan kesaksian hidup yang dilandasi cinta kasih di

antara anggota keluarga (Komisi Kateketik KAS, 2006: 7). Keluarga Katolik

sebagai Gereja Mini dipanggil untuk terlibat dalam mewartakan Injil, dan

mengembangkan hidup keluarga dengan cinta kasih. Keluarga Katolik harus

memiliki iman untuk menciptakan kebersamaan dan persaudaran semangat

Katolik antar anggota keluarga.

b. Pendampingan Keluarga Katolik

KWI (2011: 77-81) mengungkapkan bahwa Gereja menjadi pendamping

keluarga tanpa membedakan apakah keluarga itu bermasalah atau tidak. Penulis

akan memfokuskan bentuk pendampingan keluarga yaitu pendampingan

pasca-nikah. Keluarga yang bermasalah seringkali disebut sebagai keluarga dalam

kondisi khusus, sedangkan keluarga yang berada dalam kondisi biasa berdasarkan

(36)

1) Keluarga dalam Kondisi Biasa

Keluarga dalam kondisi biasa digolongkan menjadi tiga berdasarkan usia

perkawinan yaitu

a) Keluarga Muda

Keluarga muda yaitu keluarga yang baru dibangun selama kurun waktu 1

sampai 5 tahun . Sebaiknya keluarga muda ditawari pendampingan khusus karena

masa ini suami - istri berada dalam masa penyesuaian diri dalam hidup bersama

dan belajar mendampingi anak-anak yang pada umumnya berusia kecil.

b) Keluarga Madya

Keluarga madya adalah keluarga yang sudah dibangun selama kurun waktu

6 sampai 25 tahun. Dalam kurun waktu ini suami–istri sebaiknya didorong untuk

mengembangkan komunikasi di antara mereka berdua dan untuk mendidik

anak-anak mereka yang menginjak usia dewasa menjelang perkawinan.

c) Keluarga sesuadah Usia Perkawinan 25 tahun

Keluarga ini pada umumnya tidak membutuhkan pendampingan khusus,

namun beberapa diantaranya ada yang membutuhkan bantuan dalam hal tertentu.

Bantuan ini sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan yang nyata dengan tetap

memperhatikan otonomi dan privacy mereka.

2) Keluarga dalam Kondisi Khusus

Gereja meneladan Kristus Sang Gembala Baik dengan memberi perhatian

dan pelayanan khusus kepada keluarga yang menghadapi dan mengalami berbagai

persoalaan. Keluarga dalam kondisi khusus ini membutuhkan pendampingan,

pelayanan, dan bantuan nyata dalam mendampingi anak-anaknya sehingga

(37)

a) Keluarga ‘Single Parent’

Ayah atau ibu yang mengasuh dan mendidik anaknya sendirian (single

parent) sebaiknya didampingi agar ia mampu mengemban tugas ganda (sebagai

ayah maupun ibu) sehingga anak-anak itu dapat berkembang secara wajar.

b) Keluarga yang Sedang Pisah

Suami-istri yang sedang pisah, misalnya pisah - meja atau pisah ranjang

sebaiknya didampingi sesuai dengan kebutuhan mereka. Mereka harus tetap

memperhatikan dengan baik sustentasi dan pendidikan yang semestinya bagi

anak-anak dan tetap memelihara kemurnian perkawinan.

c) Keluarga yang Mempunyai Anak Berkebutuhan Khusus

Keluarga yang mempunyai satu anak atau lebih yang berkebutuhan khusus

perlu didampingi agar tetap menerima dan mengasihinya, sehingga anak itu tetap

memiliki harga diri karena merasa dihargai dan diterima di dalam keluargnya.

c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga

Persekutuan cinta kasih dalam keluarga yang terdiri dari orang tua dan

anak yang dibaptis menjadi perwujudan ideal yang sering diistilahkan dengan

ecclesia dometica (Gereja Rumah Tangga). Persekutuan itu dibentuk atas dasar

cinta kasih dari suami kepada istri dan begitu juga sebaliknya (Kor 13: 4 - 7),

pasangan suami - istri kepada anak-anaknya. Begitu juga sebaliknya, anak-anak

kepada kedua orangtuanya dan antar saudara dalam satu keluarga (Komisi

Kateketik KAS, 2006: 7).

Sakramen Baptis menjadikan suami-istri dan anak memiliki tiga martabat

(38)

dan terlibat dalam membangun Gereja karena keluarga adalah sebuah komunitas

basis gerejawi yang ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan Allah. Keluarga

sungguh-sungguh adalah Gereja Rumah Tangga karena mengambil bagian dalam

lima tugas Gereja seperti diungkapkan KWI (2011: 15-17) antara lain:

1) Persekutuan (Koinonia)

Keluarga adalah persekutuan seluruh hidup antara seorang laki-laki dan

seorang perempuan yang diperluas dengan kehadiran anak. Ciri pokok

persekutuan tersebut adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta kasih serta

kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sama lain. Persekutuan

dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan saat-saat bersama, misalnya: doa

bersama, kesetiaan dalam suka dan duka baik ketika sehat maupun sakit.

2) Liturgi (Leiturgia)

Kepenuhan hidup Katolik tercapai melalui sakramen dan hidup doa karena

keluarga dapat bertemu dan berdialog dengan Allah. Suami-istri mempunyai

tanggungjawab membangun kesejahteraan jasmani dan rohani bagi keluarganya

dengan doa dan karya. Doa dalam keluarga yang dilakukan setiap hari dengan

setia akan memberi kekuataan iman dalam hidup mereka.

3) Pewartaan Injil (Kerygma)

Keluarga merupakan Gereja Rumah Tangga sehingga ikut ambil bagian

dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Keluarga hendaknya menyadari tugas

perutusan itu dimana semua anggota mewartakan, dan menerima pewartaan Injil.

Orang tua tidak sekadar menyampaikan Injil kepada anak-anak mereka, melainkan

anakpun mempunyai kesempatan untuk menyampaikan Injil. Keluarga sebaiknya

(39)

4) Pelayanan (Diakonia)

Keluarga merupakan persekutuan cinta kasih, maka keluarga dipanggil

untuk mengamalkan cinta kasih. Keluarga Katolik menyediakan diri untuk

melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Pelayanan keluarga

hendaknya bertujuan memberdayakan mereka yang dilayani sehingga mereka

dapat mandiri.

5) Kesaksian Iman (Martyria)

Keluarga hendaknya berani memberi kesaksian imannya dengan perkataan

maupun tindakan. Kesaksian iman itu dilakukan dengan berani menyuarakan

kebenaran, bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan tindak kekerasan

yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum.

d. Pendidikan Iman dalam Keluarga Katolik

Pendidikan sangat penting bagi hidup manusia karena tujuan pendidikan

adalah pembinaan pribadi manusia menuju kedewasaan. Tantangan pendidikan

saat ini adalah pendidikan formal lebih menekankan kemampuan intelektual

sehingga kurang memperhatikan kemampuan lain seperti kurangnya menekankan

solidaritas, kepekaan, dan nilai kemanusiaan.

Melihat situasi pendidikan seperti itu maka Gereja mengingatkan kepada

para orang tua untuk tetap bertanggungjawab dalam memberikan pendidikan iman

kepada anak mereka. Pendidikan dalam keluarga harus memperhatikan pendidikan

iman, karena keluarga adalah sekolah iman Katolik bagi remaja. Sejak dini mereka

perlu dibimbing secara bertahap, sesuai dengan tahap perkembangan

(40)

yang telah mereka terima melalui Sakramen Baptis seperti yang dinyatakan Paus

Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio bahwa

“Karena orang tua telah menyalurkan kehidupan kepada anak-anak, maka terikat kewajiban amat berat untuk mendidik mereka. Oleh karena itu orangtualah yang harus diakui sebagai pendidik mereka yang utama dan pertama” (FC, art. 36).

Salah satu aspek pendidikan iman adalah pemberian dan pengembangan

pengetahuan iman. Orang tua hendaknya mengusahakan sumber pengetahuan

iman dalam keluarga, seperti Kitab Suci. Pendidikan iman dalam keluarga dapat

disyukuri, dipupuk, dan dirayakan melalui doa dan ibadat yang bersifat liturgis

maupun devosional, misalnya melalui kegiatan rohani seperti liturgi, doa bersama,

devosi dan sebagainya.

Cara-cara konkret memberikan pendidikan iman Katolik pada anak

ditegaskan KWI (2011: 31-33) sebagai berikut:

1) Doa Pribadi dan Doa Bersama

Anak-anak sebaiknya dibiasakan berdoa secara teratur baik secara pribadi,

bersama keluarga, maupun komunitas basis gerejawi. Anak perlu diajak untuk

menyadari bahwa berdoa adalah berkomunikasi dengan Tuhan. Melalui doa dalam

keluarga, anak semakin diberi teladan konkret tentang berdoa karena pada

awalnya mereka hanya meniru tetapi secara bertahap anak perlu didorong untuk

mengungkapkan isi hati secara spontan dalam berdoa.

2) Mengikuti Perayaan Ekaristi

Anak-anak perlu diajak untuk terlibat dalam perayaan Ekaristi supaya

mereka mengenal dan mencintai Tuhan. Perayaan Ekaristi khusus untuk anak-anak

(41)

lebih terlibat di dalamnya. Jika anak sudah mampu memahami perayaan Ekaristi,

maka orang tua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi.

3) Membaca dan Merenungkan Kitab Suci

Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dalam

mengembangkan iman anak. Dengan membaca dan mendengarkan serta

merenungkan Kitab Suci, hati mereka diarahkan kepada Allah yang hadir melalui

sabda-Nya. Membaca Kitab Suci mengajak anak-anak untuk menemukan dasar

iman, yaitu ajaran Tuhan Yesus Kristus dan menimba inspirasi untuk hidup iman

mereka melalui teladan-Nya dan tokoh iman dalam Kitab Suci.

4) Ikut aktif dalam kelompok Pembinaan Iman

Keluarga hendaknya senantiasa mendorong anak-anak untuk aktif dalam

kelompok pembinaan iman, misalnya: Pembinaan Iman Anak, dan Pembinaan

Iman Remaja. Dalam pertemuan kelompok tersebut, anak-anak dibantu untuk

memperkembangkan iman dan menghayati kebersamaan sebagai Gereja.

5) Ikut ambil bagian dalam Rekoleksi, Retret, Ziarah, dan sebagainya

Orang tua hendaknya mendorong dan mendukung anak-anaknya untuk

mengambil bagian dalam kegiatan tersebut demi pengembangan hidup beriman

mereka, misalnya: rekoleksi, retret dan sebagainya. Pendidikan iman yang

dilakukan dalam keluarga Katolik dapat menjadikan anak semakin menghayati

pentingngnya doa bersama dalam keluarga.

3. DOA BERSAMA DALAM KELUARGA KATOLIK

Keluarga Katolik terkadang mengalami kesulitan dalam berdoa, sedangkan

(42)

kegiatan pokok dalam hidup umat Katolik. Penghayatan serta pengalaman

imanpara anggota keluarga akan bertambah subur apabila doa bersama dalam

keluarga terpelihara dan terlaksana.

a. Pengertian Doa Bersama dalam Keluarga

Doa bersama adalah bagian penting dari hidup menggereja dan pribadi.

Doa bersama membangun dan menyatukan kita dalam iman yang satu. Doa ini

memberi rasa damai yang melebihi akal pikiran dan kebahagiaan seperti yang

telah Yesus janjikan orang yang berdoa kepada kepada-Nya (KWI, 1996: 195).

Paus Yohanes Paulus II dalam Familiaris Consortio, art. 59 menegaskan

demikian:

“Doa keluarga memiliki ciri- cirinya sendiri. Doa itu dipanjatkan bersama: suami isteri bersama-sama, orang tua dan anak-anak bersama-sama”

Doa bersama dalam keluarga tidak mudah dipahami, bila orang berdoa

terpisah-pisah, ataupun sendiri-sendiri sekalipun berkali-kali karena dalam doa

bersama kita telah merasakan dan menghayati rahasia Allah di tengah-tengah

keluarga. Melalui doa bersama dalam keluarga kita saling menghibur, saling

menguatkan dalam iman (Martini. C. M, 1987: 91).

b. Isi Doa Bersama dalam Keluarga

Doa bersama dalam keluarga senantiasa dilaksanakan di dalam keluarga

yang mana Kitab Suci perlu ditekankan peranannya dalam penghayatan iman,

misalnya: membaca Kitab Suci dalam lingkungan keluarga disertai sekedar

(43)

Darminta (1983: 83) menambahkan doa Katolik pada hakekatnya

mendengarkan sapaan keselamatan Tuhan dan membuka diri kepada ajakan Tuhan

yang mengandung janji keselamatan. Doa merupakan permohonan untuk

diselamatkan, tanpa sikap ini orang akan merasa sukar berdoa. Doa Katolik

merupakan ungkapan iman dan penyerahan diri secara total kepada Allah yang

menyapa dan bertindak demi kepentingan manusia.

Kesempatan untuk berdoa bersama cukup banyak misalnya mendoakan

anggota keluarga yang sedang sakit, merayakan ulang tahun, menghadapi

peristiwa penting (ujian, melamar kerja, atau perjalanan jauh). Kehidupan

sehari-hari dapat mendorong setiap anggota keluarga untuk mendoakan satu sama lain

(Heuken, 1979: 18).

Kebiasaan berdoa pada saat-saat tertentu, baik secara bersama maupun

sendirian perlu dihidupkan kembali atau dipelihara. Hendaknya diusahakan

buku-buku doa yang dapat dipakai dalam lingkungan keluarga dan mencari atau

mencoba manakah cara berdoa yang sesuai.

c. Waktu Doa Bersama dalam Keluarga

Proses komunikasi Yesus menjadi Sang Teladan ditujukkan dengan

melaksanakan doa sebanyak tiga kali setiap hari yaitu waktu fajar, siang dan

malam (Kallor, 1993: 13).

Kesempatan paling baik bagi seluruh anggota keluarga melaksanakan doa

bersama adalah malam hari. Kesempatan ini juga membantu para orang tua untuk

menghaturkan kepada Tuhan kegembiraan maupun masalah-masalah yang sedang

(44)

sebagian besar anggota keluarga mempunyai waktu, merasa lebih bersatu dan

tidak terganggu. Anak-anak diikutsertakan secara aktif dengan diberi kesempatan

atau bergiliran untuk memimpin doa bersama, saling membagikan pengalaman

(Heuken, 1979: 20).

d. Macam-Macam Doa Bersama dalam Keluarga

Sebagian besar keluarga menanggapi berbagai kebutuhan serta situasi

hidup dengan menghadap Tuhan dalam doa. Banyak hal yang dapat dilakukan

untuk menanamkan kebiasaan doa bersama dalam keluarga tidak hanya doa pagi

dan doa malam, tetapi masih banyak berbagai bentuk doa yang mendapat

dukungan menurut petunjuk para Bapa Sinode, misalnya: membaca dan

merenungkan sabda Allah, menyiapkan penerimaan Sakramen, persembahan

kepada Hati Kudus Yesus, berbagai bentuk kebaktian kepada Santa Perawan

Maria, doa sebelum atau atau sesudah makan, dan praktek devosi-devosi umat

(FC,art. 61).

Doa bersama dalam keluarga dapat menjadi kesempatan untuk

menyelesaikan banyak persoalaan yang timbul dalam hidup keluarga, misalnya:

jika pada siang hari ada dua anak berselisih dan bertengkar sehingga alangkah

baiknya didamaikan saat doa malam. Dalam doa bersama dalam keluarga juga

merenungkan bersama mengenai kewajiban untuk memelihara kesatuan dan

keakraban serta kedamaian dalam keluarga, misalnya: anak yang bersalah bersedia

minta maaf, dan yang tidak bersalah bersedia memaafkan. Dengan demikian akan

lahir suatu ikatan kasih yang mesra di antara anak-anak, hal ini mutlak diperlukan

(45)

Paus Yohanes Paulus II, dalam Ajuran Apostoliknya Rosarium Virginis

Mariae, art. 41 menegaskan bahwa:

Keluarga yang berdoa bersama akan tetap utuh. Doa Rosario suci, lewat tradisi yang sudah berabad-abad, telah menunjukkan diri sebagai doa yang sangat manjur untuk menghimpun keluarga. Setiap anggota keluarga, dengan mengarahkan tatapan matanya pada Yesus, akan memperoleh kemampuan untuk saling memandang, untuk saling berkomunikasi, saling menunjukkan kesetiakawanan, saling mengampuni, dan bersama-sama menyaksikan janji kasih mereka dibarui dalam Roh Allah.

Darmawijaya (1994 a: 32) menegaskan bahwa alangkah baiknya keluarga

memiliki kesadaran untuk menutup kegiatan harian dengan doa penutup bersama

seluruh keluarga. Doa seperti itu terkumpul dalam doa Ofisi (buku doa resmi

Gereja), maka baik jika keluarga membiasakan doa tersebut.

Paus Yohanes Paulus II, dalam ajuran apostoliknya Rosarium Virginis

Mariae, art. 41menegaskan bahwa:

Sebagai doa untuk perdamaian, Rosario juga, dan selalu, adalah doa oleh dan untuk keluarga. Sekali waktu doa ini sangat digemari oleh keluarga Kristiani, dan tentu saja doa ini membuat persekutuan mereka semakin erat. Sangatlah disayangkan kalau kita kehilangan warisan berharga ini. Kita perlu kembali ke praktik doa keluarga dan doa untuk keluarga, sambil melestarikan penggunaan Rosario.

Keluarga yang mendaras Rosario bersama-sama akan menikmati suasana

rumah tangga seperti suasana rumah tangga seperti keluarga Nazaret karena para

anggota keluarga menempatkan Yesus di tengah keluarga.

e. Suasana Doa Bersama dalam Keluarga

Kita hanya dapat berdoa bila kita percaya, yaitu percaya akan kebaikan dan

kekuasaan Tuhan. Kepercayaan dapat dibangun dalam lingkungan keluarga. Anak

(46)

Tuhan ialah Bapa yang Mahabaik. Doa bersama dalam keluarga akan mendapat

tempat dalam hidup keluarga (Heuken, 1979: 18).

Suasana yang penuh keterbukaan dan kebersamaan diharapkan membantu

anak untuk menemukan perhatian, kehangatan dan cinta kasih melalui doa

bersama dalam keluarga. Anak ingin merasa senang di rumah, maka dalam

keluarga tidak hanya dibina kemesraan antara ayah dan ibu, tetapi juga antara

ayah, ibu dan anak (Heuken, 1979: 3).

f. Pembina Doa Bersama dalam Keluarga

Paus Paulus Yohanes II dalam Ajuran Apostoliknya Familiaris Consortio,

menegaskan bahwa:

“Karena martabat serta perutusannya, orang tua Kristen mengemban tanggung jawab khas membina anak-anak mereka dalam doa, sambil mengajak mereka menemukan berangsur-angsur misteri Allah” (FC, art. 60).

Kewajiban yang dilaksanakan oleh orang tua untuk membina anaknya

merupakan tanggungjawab kepada Tuhan. Orang tua mempunyai tanggungjawab

untuk memelihara dan mendidik anaknya sehingga dapat tumbuh menjadi manusia

yang mengarahkan hidupnya kepada Tuhan. Orang tua menjadi teladan bagi

anak-anak dalam hidupnya sehingga mereka mempercayakan hidup pada kehendak

Tuhan.

g. Tempat Doa Bersama dalam keluarga

Orang dapat berdoa di mana saja, tetapi alangkah baiknya dapat memilih

(47)

perayaan Ekaristi, sedangkan tempat lain yang dapat membantu doa bersama

dalam keluarga adalah ruang doa khusus di rumah. Melaksanakan doa pribadi

biasanya di suatu sudut doa dengan Kitab Suci dan ikon, supaya disana dalam

tempat yang tersembunyi berada di hadirat Bapa kita. Tempat berdoa seperti itu

akan memudahkan doa bersama bagi keluarga Katolik (KGK, art. 6).

B.KARAKTER REMAJA 1. Karakter

Masa remaja mengalami perkembangan baik jasmani maupun rohani .

Perkembangan remaja menimbulkan permasalahan yang mempengaruhi

pembentukan karakter. Ketika menghadapi permasalahan, para remaja kurang

mampu menemukan jalan keluarnya sehingga diperlukan suatu pembinaan untuk

pembentukan karakter. Keluarga mempunyai peranan yang cukup penting karena

keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi setiap remaja.

a. Pengertian Karakter

Triyana menguntip pendapat Riyan dan Bohlin (2001) secara etimologis

menerangkan bahwa karakter berasala dari bahasa Yunani yaitu charassin yang

berarti menuliskan pada permukaan lempengan batu atau logam. Berangkat dari

akar kata tersebut berkembang pengertian bahwa karakter adalah sebuah tanda

atau ciri yang sangat khas (Triyana, 2010: 5).

Istilah karakter sering dipersamakan dengan kepribadian, seperti apa yang

diuraikan oleh Allport bahwa ilmu yang mempelajari personalitas disebut dengan

(48)

modern dewasa ini, pemakaian istilah karakter dan personalitas perlu dibedakan

karena karakter hanya beberapa fase dari pribadi manusia. Witherington melihat

character sebagai aspek moral daripada kepribadian (Patty, 1983: 153).

Kepribadian adalah satu totalitas yang menjadi sentrum, sedang karakter

adalah satu bagian atau satu faset dari kepribadian manusia. Karakter ialah suatu

bentuk dari perasaan, dan kehendak yang diarahkan pada sistem nilai dan

diekspresikan pada perbuataan yang sesuai dengan suatu nilai yang hendak

dikejar. Jadi sifat hakiki dari karakter ialah dinamis dan berkembang

terus-menerus sepanjang hidup manusia (Kartono, 1974: 56).

Watak (karakter atau tabiat) adalah sifat yang berhubungan dengan

nilai-nilai, misalnya: jujur, pembohong, rajin, pemalas, dan lain-lain. Sifat itu bukan

bawaan lahir saja tetapi diperoleh sejak lahir yaitu hasil dari kebiasaan sejak dari

kecil atau sebagian dari pengaruh pendidikan atau lingkungan sejak kecil. Sifat

seperti itu terbentuk terutama pada masa anak-anak dan berkembang terus sampai

masa sekolah dan remaja. Dengan demikian, kepribadian mengandung arti yang

luas dari karakter karena karakter adalah sebagian dari kepribadian (Munawar,

2005: 159).

b. Jenis Karakter

Keating (2001: 23-31) mengungkapkan delapan karakter dengan

definisinya masing-masing adalah sebagai berikut:

1) Ekstrover

Orang yang bersifat ekstrover menampilkan diri apa adanya, misalnya: jika

(49)

pemikir. Orang ekstrover tidak mempunyai kecenderungan mengatur jarak atau

menahan diri apabila harus berhadapan dengan orang lain sehingga ekstrover lebih

pandai dan mampu bergaul.

2) Introver

Seorang introver mengungkapkan diri secara bertahap, pada awalnya dia

menyembunyikan kemampuan yang dimilikinya dan menutup-nutupi diri sampai

benar-benar mempunyai hubungan yang erat dengan orang lain. Orang introver

cenderung menahan diri, walaupun hal ini di luar kemampuannya.

3) Pengindra

Orang-orang yang memiliki kepekaan inderawi (sensing personalities)

segera akan memahami keadaan sekitarnya jauh sebelum orang lain dapat

merasakannya. Orang ini termasuk corak manusia cermat dan peka.

4) Intuitif

Orang intuitif lebih banyak memperhatikan masa yang akan datang

daripada masa kini. Mereka tidak pernah merasa tenang dengan kehadirannya

pada masa kini. Orang seperti ini adalah perencana yang memimpikan bagaimana

segala sesuatu dapat berubah menjadi lebih baik.

5) Perasa

Perasa menampung informasi dan mengambil keputusan berdasarkan

pertimbangan terhadap perasaan pribadi dan orang lain. Orang perasa ingin

menjaga perasaan orang lain, maka keputusannya bisa jadi tidak obyektif,

walaupun tidak dimaksudkan demikian. Mereka dapat menilai secara logis dan

sensitivitas tertentu, tetapi emosi tetap sangat menentukan proses pengambilan

(50)

6) Pemikir

Pemikir memanfaatkan informasi yang mereka peroleh, entah lewat kelima

indra atau dengan intuisi untuk menentukan keputusan berdasarkan hukum yang

logis dan rasional. Mereka juga bisa tampil acuh tak acuh atau dingin karena

keterpusatannya pada rasionalitas. Para pemikir lebih berdasarkan hukum logis

dan rasional.

7) Pengamat

Para pengamat lebih menikmati hidup dan tidak terlalu peduli dengan tata

tertib (aturan) serta pembagian waktu. Mereka tidak merasa terikat untuk membuat

keputusan berkaitan dengan apa yang mereka ketahui. Mereka hanya merasa puas

dengan kehidupan ini dan tidak butuh suatu kontrol.

8) Penilai

Para penilai membutuhkan kontrol diri karena mereka ingin tahu apa yang

dikerjakan dan kapan dikerjakan. Mereka menyukai jadwal dan aturan, serta

membutuhkan ketegasan perencanaan, walaupun tidak berarti harus selalu

dilaksanakan.

c. Sumber Pembentuk Karakter

Orang tua hendaknya sejak dini secara sederhana menanamkan kebiasaan

doa bersama dalam keluarga kepada remaja sehingga seluruh anggota keluarga

semakin menyadari bahwa doa menjadi suatu bagian dari hidup.

Doni Koesoema (2007: 93) mengungkapkan bahwa faktor yang

mempengaruhi pembentukan karakter antara lain faktor yang sifatnya keturunan

(51)

sifat anak tidak jauh berbeda dengan orangtuanya. Proses pewarisan genetis yang

sifatnya keturunan ini tidak hanya dipakai untuk menjelaskan karakter seseorang

berdasarkan latar belakang sejarah keluarga, namun juga untuk menjelaskan

karakter seseorang dengan memakai paradigma gender.

Triyana (2010: 6-7) menyatakan bahwa sumber utama pembentukan

karakter adalah keluarga terutama kedua orang tua. Proses tersebut berlangsung

melalui interaksi antara orang tua dan anak. Triyana mengutip pendapat Damon

bahwa sumber utama pembentukan karakter adalah keluarga, terutama kedua

orang tua. Berdasarkan beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter

seseorang sangat dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Orang tua yang

memberikan pendampingan dengan baik cenderung membentuk anak yang taat,

memiliki orientasi sosial, dan harga diri yang positif. Orang tua yang

membesarkan anak dengan rasa cinta cenderung mengembangkan anak dengan

karakter kuat. Anak yang tumbuh dalam keluarga yang demokratis dan terbuka

cenderung berkembang menjadi pribadi yang taat, memiliki harga diri yang kuat,

penalaran moral yang kokoh, dan kepekaan suara hati.

Peran sekolah dalam membentuk karakter anak selalu bersifat sekunder.

Proses pembentukan karakter di sekolah diwarnai oleh situasi interaksi antar

teman. Selama berinteraksi dengan teman sebaya para siswa dapat belajar

memecahkan masalah, membangun persahabatan, melatih kejujuran, dan

menanamkan rasa setia kawan. Selain itu, pengaruh masyarakat pada

pembentukan karakter berlangsung melalui media massa, nilai kultural, dan

suasana hidup secara umum. Karakter anak sangat dipengaruhi oleh suasana

(52)

d. Proses Pembentukan Karakter

Pembentukan karakter dalam diri remaja dipengaruhi oleh pergaulaan

dengan teman dan lingkungan sekitar, khususnya lingkungan keluarga.

Perkembangan dalam diri remaja menimbulkan permasalahan yang mempengaruhi

pembentukan karakter.

1) Aspek Karakter

Manusia rupanya tidak sekadar memiliki tantangan berhadapan dengan

determinasi yang berasal dari luar dirinya, seperti kultur, kekuatan alam, struktur

sosial, dan lain-lain tetapi juga dianugerahi kekuatan internal yaitu sebuah

kesadaran akan batas sekaligus kemungkinan akan pengembangan yang mampu

mengatasi kelemahannya. Triyana (2010: 8-9) mengutip pendapat Lickiona

(1991) yang mengemukakan bahwa karakter memiliki tiga unsur yang meliputi

pengetahuan, perasaan dan tindakan moral. Ketiganya sering dilambangkan

sebagai kepala, hati dan tangan.

a) Pengetahuan Moral

Pengetahuan moral merupakan pemahaman seseorang mengenai hal yang

berkaitan dengan masalah moral. Orang yang memiliki pengetahuan moral yang

kokoh adalah mereka yang memahami secara jernih apa yang baik dan buruk.

Pengetahuan moral terdiri dari enam unsur yang sangat penting yaitu kesadaran

moral, nilai moral, mengambil persepektif, berpikir secara moral, pengambilan

keputusan, dan pengendalian diri.

b) Perasaan Moral

Perasaan moral adalah ketertarikan seseorang terhadap apa yang baik dan

(53)

yang buruk. Pengetahuan mengenai apa yang baik belum menjamin terwujudnya

tindakan moral atau pribadi berkarakter. Bentuk tertinggi dari karakter adalah

mencintai kebaikan secara murni. Selain itu, sisi afektif (dunia perasaan) dari

karakter sangat penting. Aspek afektif perlu dikembangkan oleh keluarga dan

sekolah. Unsur afektif tersebut mencakup suasana hati, harga diri, empati,

mencintai kebaikan, pengendalian diri, dan kerendahan hati.

c) Tindakan Moral

Tindakan moral adalah perbuatan seseorang yang dilakukan demi sesuatu

yang baik. Tindakan moral merupakan hasil dari dua aspek karakter. Orang yang

mengetahui dan mencintai kebaikan akan melakukan kebaikan. Untuk memahami

apa yang mendorong orang melakukan tindakan bermoral itu perlu mempelajari

tiga unsur dari karakter yaitu kompetensi, kehendak, dan kebiasaan.

Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang saling mendukung

dan mempengaruhi satu sama lain. Dengan demikian orang yang memiliki

karakter selalu memahami dan mengerti apa yang baik, menginginkan yang baik,

dan melakukan yang baik. Keputusan moral yang terjadi melalui pikiran dapat

membangkitkan perasaan moral dan perasaan moral juga dapat mempengaruhi

pikiran moral seseorang. Selanjutnya, keputusan dan perasaan moral

mempengaruhi tindakan moral seseorang. Karakter merupakan perpaduan antara

pikiran, hati, dan perbuatan untuk mewujudkan kebaikan. Orang yang berkarakter

selalu condong untuk memilih kebaikan (Triyana, 2010: 8-15).

2) Karakter Mengarahkan Individu Ke Masa Depan

Perspektif masa depan yang membuat manusia bergulat untuk mengatasi

(54)

yang mampu menyempurnakan diri terus menerus. Doni Koesoema (2001:

98-100) mengutip pendapat Mounier yang menegaskan bahwa individu selalu

bergerak maju mengarah ke masa depan. Apa yang ada sejak dari kecil merupakan

sebuah awal panggilan bagi tiap manusia untuk mengatasi diri. Pengembangan

karakter merupakan proses terus menerus karena karakter bukanlah hasil atau

produk melainkan usaha hidup. Manusia mampu memodifikasi hidupnya dan

membuat sebuah proyek bagi masa depannya. Selain itu, Patty (1982: 180-181)

mengutip pendapat William Stern bahwa setiap individu dilahirkan dengan sifat

dan potensi tertentu (hereditas) yang berlangsung sepanjang waktu dengan

dipengaruhi oleh faktor lingkungan (environment) yang berlangsung terus

menerus selama manusia itu hidup.

2. REMAJA

Masa remaja unsur mencari arti hidup sangatlah tampak dan mereka

mengalami perubahan yang mendalam, baik dalam bidang fisik maupun psikis.

a. Pengertian Remaja

Masa remaja tidak dapat disebut suda

disebut

menuju dewasa.

Elizabeth Hurlock (1980: 206) mengatakan bahwa awal masa remaja

berlangsung kira-kira dari usia tiga belas tahun sampai enam belas atau tujuh belas

tahun, dan akhir masa remaja bermula dari usia 16 atau 17 sampai 18 tahun yaitu

Gambar

gambar dalam ukuran besar dan biasanya digunakan sebagai alat
Tabel 1: Peranan Orang tua dalam Keluarga
Tabel 2: Faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanan doa
Tabel 3: Peranan doa bersama dalam keluarga bagi pembentukan
+7

Referensi

Dokumen terkait