• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh doa Bersama dalam keluarga bagi perkembangan iman remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh doa Bersama dalam keluarga bagi perkembangan iman remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

i

DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS POJOK

PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU

S K R I P S I

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Martinus Nanang Adi Saputra

NIM: 101124041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

Dengan sangat bangga, skripsi ini saya persembahkan kepada

(5)

v

“ Sebab di mana dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, di situ Aku ada di tengah-tengah mereka”

(6)
(7)
(8)

viii

Judul skripsi ini adalah “PENGARUH DOA BERSAMA DALAM KELUARGA BAGI PERKEMBANGAN IMAN REMAJA DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS, POJOK, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS KLEPU. Adapun yang melatarbelakangi penulisan skripsi ini oleh karena keprihatinan penulis akan situasi kehidupan keluarga yang ada di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok pada saat ini. Persoalan pokok dalam skripsi ini adalah sejauh mana keluarga melaksanakan dan memahami akan pengaruh doa dalam keluarga sebagai upaya perkembangan iman remaja. Selain itu juga bagaimana setiap keluarga dapat meluangkan waktu untuk berdoa bersama sebagai suatu bentuk pembinaan iman dalam keluarga, sehingga pada akhirnya dapat membantu kaum remaja dalam perkembangan iman, saling terbuka dan saling mendukung dalam menjalani kesehariannya. Untuk mengkaji masalah tersebut, penulis melaksanakan penelitian di stasi Yohanes Chrisostomus, pojok, dengan cara menyebarkan kuesioner sebanyak 40 remaja yang ada di Stasi Chrisostomus, Pojok, sehingga diperoleh data dari hasil penelitian tersebut.

Doa keluarga adalah doa yang dipersembahkan bersama, suami bersama istri, bapak-ibu bersama remaja sebagai keseluruhan anugerah dari Allah. Melalui hidup doa itulah orang tua dan remaja dapat meningkatkan kekuatan dan kesatuan rohani keluarga serta dapat ikut ambil bagian dalam kekuatan Allah sendiri yang hadir dan berkarya ditengah-tengah keluarga. Doa bersama dalam keluarga memberikan dampak yang positif yaitu perkembangan iman remaja melalui tindakan dan tingkah laku remaja dalam kehidupan sehari-hari. Kehidupan doa bersama keluarga akan terbina dengan baik apabila dari masing-masing anggota keluarga memiliki sikap untuk saling mendukung, memotivasi di dalam iman yang teguh kepada Tuhan, selain itu juga menyadari dengan kesungguhan hati untuk selalu terlibat dalam setiap kegiatan doa bersama yang dijalankan di dalam keluarga tanpa paksaan. Dengan demikian terciptanya kehidupan doa bersama dalam keluarga yang terbina dengan baik, inilah yang memberi kekuatan dalam mengembangkan benih-benih iman dalam diri remaja.

(9)

ix

This undergraduated thesis entitles “THE IMPACT OF PRAYING TOGETHER IN THE FAMILY FOR OF TANAGERS FAITH DEVELOPMENT IN THE DISTRICT OF YOHANES CHRISOSTOMUS POJOK, ST. PETRUS DAN PAULUS PARISH KLEPU”. This undergraduated thesis is written because of the author’s concern of family life situation in the district of Yohanes Chrisostomus Pojok nowadays. The main isssue in this undergraduated thesis is how far the family understands and implements the impact of praying together in the family as an effort of tanagers faith development. Besides that how every family spares their time for praying together as a faith reforming in the family, and at the end they would help the teenagers in faith development, open and support each other in daily life. For reviewing the case, the author did a research in the district of Yohanes Chrisostomus Pojok by spreading questionnaires for 40 tanagers in the district, so data is collected from the research result.

Family prayer is a prayer which is devoted together, husband and wife, parents and teenagers as the whole grace from God. By living in prayer, parents and teenagers would improve the religious strength and unity of the family, and also would participate in God’s divine power which living in the middle of the family. Praying together in family is giving a positive impact for teenager faith development through their behaviour and action in the daily life. The life of praying together in the family will be guided well if each family member has an attitude to support each other, motivating in faith to God, and then wholely realize to always involve in every praying together activity which enacted without forced. Thus the life of praying together in the family will be guided well created, this will give strength in developing seeds of faith in teenagers.

(10)

x

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yesus dan Bunda Maria atas segala cinta dan berkat, serta kasih setia-Nya yang senantiasa membimbing dan menyertai penulis setiap waktu, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Meskipun dalam proses penulis merasakan dan menemui banyak kesulitan, hambatan tetapi semuanya dapat dilalui dengan sikap sabar, tenang dan selalu bersyukur untuk semua itu.

Skripsi berjudul “PENGARUH DOA BERSAMA DALAM KELUARGA

BAGI PERKEMBANGAN IMAN REMAJA DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS POJOK, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS, KLEPU”. Penulis mencoba mengetengahkan tentang permasalahan yang

berkaitan dengan doa bersama dalam keluarga sebagai upaya perkembangan iman remaja, sehingga dengan demikian setiap anggota keluarga dapat menyadari bahwa doa bersama dalam keluarga memiliki pengaruh yang baik dalam menumbuhkambangan iman.

(11)

xi terima kasih kepada :

1. Drs. F.X. Heryatno W.W.,S.J., M.Ed., selaku kaprodi yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk menyususun skripsi ini.

2. Dr. B. Agus Rukiyanto, S.J., selaku dosen pembimbing utama, yang dengan sabar telah meluangkan waktu, tanaga dan pikiran dalam membimbing penulis dari awal penyusunan sampai dengan pertanggungjawaban skripsi ini. 3. YH. Bintang Nusantara, SFK, M.Hum., selaku dosen penguji kedua dan

sebagai dosen pembimbing akademik yang dengan sabar telah membimbing dan menuntun penulis selama penyusunan sampai pada pertanggungjawaban skripsi ini.

4. Yoseph Kristianto, SFK., M.Pd., selaku dosen penguji ketiga yang telah merelakan waktu, pikiran dan tenaga dalam membimbing dan mengoreksi sampai pada pertanggungjawaban penulisan ini.

5. Romo Fx. Mardi Susanto, Pr., selaku romo paroki St. Petrus dan Paulus, Klepu yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Stasi St. Yohanes Chrisostomus Pojok.

6. Bapak CB. Sumarto selaku katua stasi St. Yohanes Chrisostomus Pojok yang telah memberikan ijin penyebaran angket.

(12)
(13)

xiii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vii

ABSTRAK ... viii

A. Doa Bersama Dalam Keluarga Kristiani ... 9

(14)

xiv

3) Doa Kontemplatif... 22

2. Pengertian Keluarga... 23

a. Keluarga ... 23

b. Pengertian Keluarga Kristiani ... 25

c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga ... 28

a. Pengertian Doa Bersama dalam Keluarga Kristiani ... 35

b. Waktu Doa Bersama dalam Keluarga Kristiani ... 37

B. Remaja ... 38

e. Peranan Keluarga dalam Perkembangan Iman ... 48

(15)

xv

E. Gambaran Umum Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo

Petrus dan Paulus Klepu, Yogyakarta ... 53

1. Sejarah Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu ... 53

2. Letak Geografis Paroki Santo Petrus dan Paulus Klepu ... 56

3. Jumlah Umat Paroki Santo Petus dan Paulus Klepu ... 56

4. Perkembangan Umat Katolik di Stasi Yohanes Charisostomus Pojok ... 57

a. Sejarah Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 57

b. Situasi Sosial dan Ekonomi Umat Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok 57

c. Kehidupan Beriman Umat Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok ... 58

BAB III METODOLOGI PENELITIAN, HASIL PENELITIAN, DAN PEMBAHASAN ... 59

3. Pengaruh Doa Bersama dalam Keluarga bagi Perkembangan Iman Remaja 68

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 71

1. Orang Tua ... 71

2. Remaja Katolik Usia 14 sampai 21 Tahun ... 72

3. Pengaruh Doa Bersama dalam Keluarga bagi Perkembangan Iman Remaja ... 73

(16)

xvi

BAB IV USULAN PROGRAM KATEKESE KELUARGA SEBAGAI UPAYA PEMBINAAN IMAN REMAJA MELALUI DOA BERSAMA DI STASI YOHANES CHRISOSTOMUS, POJOK,

PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS, KLEPU ... 78

A. Katekese Model Shared Christian Praxis (SCP) ... 79

1. Introduksi ... 80

2. Penyajian Suatu Pengalaman Hidup ... 80

3. Pendalaman Pengalam Hidup ... 80

4. Rangkuman Pendalaman Pengalaman Hidup ... 81

5. Pembacaan Kitab Suci atau Tradisi Gereja ... 81

6. Pendalaman teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja ... 81

7. Rangkuman teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja ... 87

8. Penerapan dalam Hidup Konkret ... 82

1. Katua Dewan Stasi Santo Yohanes Chrisostomus, Pojok... 107

2. Pastor Paroki Gereja Santo Petrus dan Paulus Klepu ... 107

3. Umat (orang tua) Stasi Yohanes Chrisostomus, Pojok ... 107

4. Remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus, Pojok ... 108

DAFTAR PUSTAKA ... 109

LAMPIRAN ... 111

Lampiran 1 : Surat Permohanan Izin Penelitian ... (1)

(17)

xvii

Lampiran 3 : Kuisioner ... (3)

Lampiran 4 : Teks Kitab Suci ... (7)

Teks Lagu “Hari Ini Kurasa Bahagia” ... (8)

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan dari Kitab Suci dalam skripsi ini mengikut Kitab Suci Perjanjian Baru yang diselenggarakan oleh Lembaga Biblika Indonesia (Konferensi Wali Gereja, 1993).

B. Singkatan Dokumen Gereja

CT : Catechesi Tradendae, Ajaran Apostolik Bapa Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Klerus, dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979

KGK : Katekismus Gereja Katolik, Paus Yohanes Paulus II diterbitkan lewat konstitusi Apostolik Fidei Depositum,tanggal 11 Oktober 1992.

FC : Familiaris Consortio, Ajaran Apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II kepada para Uskup, Imam-imam dan Umat beriman seluruh Gereja Katolik tentang Perananan keluarga kristen dalam dunia modern 22 November 1981.

C. Singkatan Lain

(19)

xix SCP : Shared Christian Praxis

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia SMA : Sekolah Menengah Atas

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keluarga adalah sekolah nilai-nilai kemanusiaan dan iman, tempat anak-anak belajar hidup bersama sesama dan bersama Tuhan dalam iman dan doa. Orang tua adalah pendidik yang pertama dan utama bagi anak-anak dalam nilai-nilai kemanusiaan dan iman itu. Dalam keluarga yang memberikan pendidikan iman yang baik, dengan berdoa bersama dalam keluarga secara tidak langsung akan mengembangkan iman anggota keluarganya terkhusus iman anak mereka. Dengan mengajarkan kebiasaan untuk berdoa keluarga diharapkan mampu untuk mengembangkan iman anak karena itu tidak terlepas dari tanggungjawab orang tua untuk bertanggungjawab akan iman mereka

Pertumbuhan dan perkembangan seorang anak dalam keluarga tidak lepas dari perhatian orang tua dalam membina iman mereka sesuai dengan nilai-nilai ajaran kristiani. Agar keluarga mampu mancapai kepenuhan hidup terutama dalam hal mengembangkan iman bagi anak-anaknya, hendaknya diperlukan komunikasi hati penuh kebaikan dan kerjasama orang tua yang tekun dalam proses pembinaan iman bagi anak-anak.

(21)

keluarga hendaknya dilakukan secara terus-menerus dan berkesinambungan. Maka dari itu diperlukan relasi yang bersifat terbuka antara orang tua dan anak-anak serta iman yang dewasa dan semakin kuat agar iamannya tidak goyah. Melalui proses pembinaan hendaknya anak-anak dibina sedemikian rupa, sehingga bila nanti mereka sudah dewasa, mereka mampu bersikap bijaksana dan bertanggung jawab atas hidup mereka kelak, khususnya bagi gereja dan masyarakat.

Dunia modern saat ini banyak menawarkan seribu kemungkinan bagi anak zaman sekarang untuk memilih jalan hidupnya sendiri. Bidang-bidang profesionalitas menjamur dan memikat banyak generasi muda pada saat ini. Dunia semacam itu memiliki pesonanya sendiri, yang pada akhirnya turut membentuk mentalitas dan cara pandang kawula muda. Hingar bingar dunia hiburan dan semangat berpacu dalam konsumsi kadang membenamkan orang-orang muda. Cita-cita mereka tentu saja hidup dengan karir yang bagus, punya kedudukan, punya harta, dan tentu wanita/pria idaman mereka, tentusaja ini mempunyai daya tarik bagi anak-anak muda sekarang khususnya yang berasal dari kota-kota besar, sehingga akan berakibat pada memudarnya nilai-nilai religius dan moral dalam kehidupan mereka. Hal inilah yang menjadi suatu tantangan bagi orang tua dalam proses meningkatkan doa bersama untuk mengembangkan benih-benih iman bagi putera-puterinya didalam keluarga masing-masing.

(22)

melaksanakan doa bersama, hal ini disebabkan kesibukan masing-masing pribadinya, selain itu juga orang tua belum menyadari sepenuhnya akan pentingnya doa bersam dalam keluarga. Kesibukan bekerja untuk mengejar materi supaya dapat memenuhi kabutuhan hidup sehari-hari dan adanya proses hidup bermasyarakat ternyata lebih menuntut keluarga dalam menggunakan seluruh pikiran, tenaga, dan waktu untuk menjalankan kegiatan-kagiatan diluar rumah tangganya. Kesibukan-kesibukan tersebut cukup menyita waktu mereka, sehingga mereka tidak dapat meluangkan waktu untuk berdoa. Dengan kata lain, boleh dikatakan bahwa doa bersama dalam keluarga katolik di Stasi St. Yohanes Chrisostomus, Pojok masih kurang.

Doa menjadikan orang memiliki cinta penuh pembelaan terhadap kehidupan. Dia percaya bahwa Allah yang hidup pasti menang berhadapan dengan kematian. Bila itu menjadi keyakinan dan daya penggerak hidup, maka orang akan semakin berani dan mampu seperti Yesus, memikul kelemahan dan menanggung kerapuhan sesama, tanpa terseret oleh arus situasi kelemahan dan kerapuhan, yang membuat manusia kurang pengampunan atau bahkan sukar dan tidak dapat mengampuni. Maka dari itu doa sangat penting bagi perkembangan iman.

(23)

dengan mengajarkan dan melaksanakan doa bersama dalam keluarga sangat berperan untuk mengambangkan iman serta mewartakan Yesus Krustus didalam anggota keluarga dan masyarakat.

Maka dari itu agar doa bersama dalam keluarga katolik Stasi St. Yohanes Chrisostomus Pojok dapat semakin meningkatkan serta mengembangkan benih-benih iman maka perlu diadakannya rekoleksi keluarga. Doa bersama dalam keluarga sebagai cara mendekatkan diri kepada Tuhan. Dengan dorongan dan semangat diharapkan mampu meningkatkan kehidupan yang baik, tepat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh Allah.

Atas dasar keprihatinan diatas itulah, maka penulis memilih judul skripsi :

PENGARUH DOA BESAMA DALAM KELUARGA BAGI

PERKEMBANGAN IMAN REMAJA DI STASI YOHANES

CHRISOSTOMUS, POJOK, PAROKI SANTO PETRUS DAN PAULUS, KLEPU

(24)

B. Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka permasalahan dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa pengaruh doa bersama dalam keluarga terhadap perkembangan iman remaja?

2. Sejauh mana pengaruh doa bersama dalam keluarga terhadap perkembangan iman remaja di Wilayah Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, paroki St. Petrus dan Paulus, Klepu?

3. Usaha apa yang dapat dilakukan untuk mewujudkan doa besama dalam keluarga di Wilayah Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, paroki St. Petrus dan Paulus, Klepu, agar dapat membantu perkembangan iman remaja?

C. Tujuan penulisan

Skripsi ini ditulis dengan tujuan:

1. Membantu para orang tua di Wilayah Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, paroki St. Petrus dan Paulus, Klepu, mengetahui pengaruh doa bersama dalam keluarga terhadap perkembangan iman remaja.

(25)

3. Membantu para orang tua dalam menemukan bentuk-bentuk pendampingan yang sesuai dan tepat sebagai sarana perkembangan iman remaja di Wilayah Stasi Yohanes Chrisostomus pojok, paroki St. Petrus dan Paulus, Klepu dengan rekoleksi keluarga.

4. Untuk memenuhi salah satu syarat gelar sarjana pendidikan Program Studi Pendidikan Agama Katolik Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Manfaat Penulisan

Penulisan ini diharapkan dapat:

1. Memperoleh gambaran yang jelas mengenai Apa pengaruh doa bersama dalam keluarga terhadap perkembangan iman remaja

2. Memberikan masukan kepada orang tua di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, paroki St. Petrus dan Paulus, Klepu, dalam mengetahui Sejauh mana doa bersama dalam keluarga dapat mempengaruhi perkembangan iman remaja?

(26)

E. Metode Penulisan

Metode yang akan digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah metode deskriptif analitis yang bertujuan untuk membuat dan menggambarkan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta serta sifat populasi atau daerah tertentu. Dan untuk melengkapi data digunakan penelitian kualitatif, yaitu memaparkan, menguraikan, serta menganalisis peran orang tua dalam membina iman remaja dalam menumbuhkan iman di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, paroki St. Petrus dan Paulus, Klepu, sesuai dengan maksud dan tujuan. Data yang akan didapatkan yaitu melalui penyebaran angket.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini akan diuraikan dalam lima bab yang akan diuraikan sebagai berikut:

Bab I Adalah bagian pendahuluan yang menguraikan gambaran penulisan skripsi, meliputi latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, kajian pustaka, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

(27)

dalam keluarga bagi perkembangan iman remaja. Gambaran umum Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, Paroki Santo Petrus dan Paulus, Klepu.

Bab III Pada bab ini penulis memaparkan mengenai metodologi penelitian yang meliputi jenis penelitian, desain penelitian, tempat dan waktu penelitian, populasi dan sampel, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, teknik analisis data dan uji hipotesis. Hal ini diperlukan supaya instrumen valid dan data yang didapat akurat serta terpercaya. pembahasan penelitian meliputi definisi hasil dari data yang diperoleh. Penulis menguraikan hasil penelitian tentang pengaruh doa bersama dalam keluarga bagi perkembangan iman remaja di Stasi Yohanes Chrisostomus Pojok, paroki St. Petrus dan Paulus, Klepu. Untuk mendapatkan gambaran tersebut, penulis membagikan kuesioner kepada kaum remaja sebagai responden.

Bab IV Pada bab ini penulis memberikan usulan kegiatan tentang rekoleksi keluarga sebagai upaya memperkembangan iman remaja melalui doa bersama dalam keluarga.

(28)

BAB II

DOA BERSAMA DALAM KELUARGA DAN PERKEMBANGAN IMAN

REMAJA

A. Doa Bersama Dalam Keluarga Kristiani

Di zaman yang semakin maju seperti sekarang ini banyak sekali keluarga katolik yang kurang menyadari pentingnya doa bersama dalam keluarga. Doa bersama dalam keluarga sangatlah penting bagi perkembangan iman remaja tetapi kurang mendapatkan perhatian yang lebih, hal ini dikarenakan kesibukan anggota keluarga, kurangnya pemahaman dan penghayatan tentang doa dalam keluarga bagi perkembangan iman remaja.

1. Doa

a. Pengertian Doa

(Hadrys, 2007: 1) menyatakan bahwa Doa adalah pertemuan antar pribadi Allah dan manusia yang saling mengasihi, saling mancari dan saling merindukan. Doa adalah bersatu dengan Allah, membangun persahabatan dengan-Nya, menyampaikan permohonan kepada-Nya. Bagi jiwa, doa mirip dengan makanan bagi tubuh. Bagi para pengikut Yesus, doa adalah kehidupan.

Paus Benediktus XVI, dalam Youcat (2012:469) menyatakan bahwa:

“Doa berarti mengarahkan hati kepada Allah. Ketika seseorang berdoa, ia

(29)

Doa adalah pintu gerbang untuk berkomunikasi dengan Allah. Seorang yang berdoa tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri dan oleh kekuatannya sendiri. Dia tahu ada Allah tempat dia dapat bercakap-cakap. Orang yang berdoa semakin memercayakan diri kepada Allah. Selama hidup didunia, manusia mencari kesatuan dengan Allah yang suatu hari nanti akan dijumpai muka dengan muka. Maka, usaha untuk berdoa setiap hari adalah bagian dari kehidupan orang kristen. Tentu, seseorang tidak dapat belajar berdoa dengan cara yang sama seperti balajar teknik, betapapun aneh kedengarannya, namun harus dikatakan bahwa doa adalah anugerah yang dapat diperoleh melalui doa.

Doa pertama-tama dan terutama suatu pernyataan iman di hadapan Allah (KWI, 1996: 194), sama halnya seperti yang telah diingatkan St. Agustinus bahwa doa mempersiapkan kita untuk menerima karunia dari Tuhan yang ditawarkan kepada kita: “...Allah Bapa kita tidak meminta kita untuk

menunjukkan hasrat kita kepada-Nya, karena kita pasti tidak akan menyadarinya. Akan tetapi Ia meminta, bahwa melalui doa, kemampuan kita untuk berhasrat kepada-Nya akan tumbuh”. Demikian halnya melalui doa manusia menyatakan imannya kepada Allah menjadikan diri lebih siap dekat dengan-Nya.

(30)

meditasi, dan doa kontemplatif.” Ketiga cara doa tersebut menyatukan

kembali pikiran dan hati setiap orang.”

Doa pada dasarnya berarti mengangkat hati, mengarahkan hati kepada Tuhan, menyatakan diri anak Allah, mengakui Allah sebagai Bapa. Doa adalah cara kata cinta seorang anak kepada Bapanya. Namun, pengungkapan doa tersebut tidak perlulah dengan menggunakan banyak kata (lih, Mat 6:7) akan tetapi juga dapat menjadi pendukung olehnya.

Darminta (1982: 42) mengatakan doa sebagai ungkapan normal dari cinta manusia kepada Allah. Dalam hal ini mempunyai suatu kerinduan untuk hidup dalam hadirat Allah. Tetapi tidak cukup untuk kehidupan rohani bila kerinduan itu hanya dipenuhi dengan berfikir terus tentang Allah. Tetapi yang lebih penting ialah “melaksanakan dengan penuh cinta kehenak Allah.

Mengenal, mencintai dan melaksanakan kehendak Allah merupakan pokok hidup iman, harapan dan cinta”.

Seperti halnya juga Sr. Theresia Lisiux dalam Youcat (art. 264) menyatakan bahwa “Doa adalah ayunan hati; suatu pandangan sederhana ke

surga, seruan syukur dan cinta kasih, baik di tengah percobaan maupun kegembiraan.” Doa menjadi suatu ungkapan dari dalam hati yang sederhana

sebagai bentuk syukur atas hidup yang masih di dapat.

Sedangkan Emboiru dalam buku Katekismus Gereja Katolik (art. 2559) mengatakan bahwa:

(31)

atau “dari jurang” (Mzm 130:1) hati yang rendah dan penuh sesal? Siapa yang merendahkan diri akan ditinggikan (Bdk. Luk 18:9-14).

Kerendahan hati adalah dasar doa, karena “kita tidak tahu bagaimana

sebenarnya harus berdoa” (Rm 8:26). Supaya mendapat anugerah doa, kita harus bersikap rendah hati: Di depan Allah, manusia adalah seorang pengemis.

Itulah sebuah pemahaman tentang arti doa dari ajaran Gereja Katolik. Berdoa adalah getaran hati suara nurani yang menyapa Allah. Suatu permohonan dan syukur kepada Allah. Oleh karena itu tidaklah dapat dipungkiri bahwa berdoa merupakan suatu bagian penting bagi orang beriman. Tanpa doa iman kita akan lemah tanpa daya, kering dan tidak berbobot, tapi dengan berdoa iman kita dikuatkan, diteguhkan, ditopang hingga kokoh kuat tak tergoyahkan. Maka kebiasaan berdoa bagi umat Katolik sangatlah penting mulai dari anak-anak hingga orang tua dan kakek nenek tak terkecuali wajib berdoa.

b. Doa sebagai anugerah Allah

Emboiru dalam buku Katekismus Gereja Katolik, art.2559-2560 mengatakan bahwa:

Doa adalah pengakuan jiwa kepada Tuhan, atau satu permohonan kepada Tuhan, atau satu permohonan kepada Tuhan dalam hal-hal baik” (Yohanes dari Damaskus, f.o.3,24). Dari mana kita berbicara, kalau kita berdoa? Dari ketinggian kesombongan dan kehendak kita kabawah atau “dari jurang”(Mzm 130. 1) hati yang rendah dan penuh sesal? Siapa yang merendahkan diri akan ditinggikan. Kerendahan hati adalah dasar doa, karena “kita tidak tahu bagaiamana sebenarnya harus berdoa” (Rm 8.26). Supaya mendapat anugerah doa, kita harus bersikap rendah hati: Di depan Allah, manusia adalah seorang pengemis.

(32)

kita, sebelum kita mencari Dia, dan Ia meminta: “Berilah Aku minum!” Yesus kehausan; permohonan-Nya datang dari kedalaman Allah yang merindukan kita. Entah kita tahu atau tidak, di dalam doa kehausan Allah menemui kehausan kita. Allah merasa haus akan kehausan kita akan Dia.

Rumusan tersebut menjelaskan bahwa dalam berdoa perlu adanya kerendahan hati. Berdoa berarti meminta ini atau itu atau meminta seseorang, untuk dikabulkan. Sebetulnya yang berdoa bukanlah manusia, melainkan Roh Allah sendiri. Itu berarti bahwa kita berdoa bukan berdasarkan jasa-jasa kita,tetapi berdasarkan kasih sayang Allah yang berlimpah-limpah. Di depan Allah, manusia adalah seorang pengemis. Mengemis anugerah/rahmat. Supaya mendapakan rahmat/anugerah doa, maka kita harus bersikap rendah hati. Karena Kerendahan hati adalah dasar doa, karena “kita tidak tahu bagaimana sebenarnya harus berdoa”

(Rm 8:26).

c. Arti Berdoa

Hadrys, (2007: 1) mengatakan bahwa:

Berdoa berarti berpikir tentangAllah sambil mengasihi-Nya, mengahdapi-Nya dengan sikap siap dipakai oleh-Nya, berjumpa dengan-Nya, bercakap-cakap dengan-dengan-Nya, terutama mendengarkan-Nya.

Berdoa juga melampaui kehidupan fana ini, „mengintip‟ kedalam

surga, „menerobos‟ kedalam alam yang kekal.

(33)

aku berada dan tempat aku tinggal. Inilah pusat kita yang tersembunyi, yang tidak dapat dimengerti baik oleh akal budi kita maupun oleh orang lain. Hanya Roh Allah dapat menyelami dan mengetahuinya. Dalam kedalaman cita-cita kita, hati adalah tempat keputusan. Ia adalah tempat kebenaran, di mana kita memilih antara hidup dan mati. Ia adalah tempat pertemuan karena kita hidup dalam hubungan dengan citra Allah. Hati adalah tempat perjanjian. Doa Kristen adalah hubungan perjanjian antara Allah dan manusia di dalam Kristus. Ia adalah tindakan Allah dan tindakan manusia. Ia berasal dari Roh Kudus dan dari kita. Dalam persatuan dengan kehendak manusiawi Putera Allah terjelma, doa mengarahkan diri sepenuhnya kepada Bapa.

d. Doa dalam Kitab Suci

(34)

Bila kita sudah masuk kedalam Kitab Suci, maka akan lebih mudah bagi kita menerima petunjuk guru-guru rohani, dan dengan begitu kita akan dapat mengatasi semangat setengah-setengah dalam hidup rohani. Satu hal yang tidak dapat kita lupakan ialah bahwa Kitab Suci membarikan kepada semua pembinaan religius, apapun aliran yang diikutinya, suatu keseimbangan dan kelurusan yang tak ditemukan dimanapun juga. Hal itu akan kita lihat, bila kita nantinya memperhatikan kepuasan, realisme dan kesatuan hidup rohani yang dicapai oleh hidup mereka, yang setia mengikuti ajaran-ajaran Kitab Suci (Darminta, 1985:13-18).

Menurut Kitab Suci, manuasia tidak boleh meremehkan rasa persaan dalam menghayati hubungannya dengan Allah. Doa tidak sekedar merupakan tindak bakti kepada Allah belaka, meskipun itu dilakukan dengan tekun dan setia.

Pada waktu itu berkatalah Yesus: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa,

Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak seorangpun mengenal Anak selain Bapa, dan tidak seorangpun mengenal Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakannya (Mat 11:25-27).

(35)

itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu. Semua telah diserahkan kepada-Ku oleh Bapa-Ku dan tidak ada seorangpun yang tahu siapakah Anak selain Bapa, dan siapakah Bapa selain Anak dan orang yang kepadanya Anak itu berkenan menyatakan hal itu.” Sesudah itu berpalinglah Yesus kepada murid-murid-Nya tersendiri dan berkata:

“Berbahagialah mata yang melihat apa yang kamu lihat (Luk 10:21-23).

Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan

berkata: “Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah

mendengarkan Aku. Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku (Yoh 11:41-42).

Dari ketiga penginjil diatas doa Kristus semasa karya-Nya secara eksplisit. ketiganya mulai dengan ucapan terima kasih. Seluruh doa Yesus mendapat tempatnya dalam persetujuan hati manusiawi-Nya yang penuh kasih terhadap Bapa dan rahasia kehendak-Nya. Doa Yesus yang didukung oleh ucapan terima kasih, mengatakan kepada kita bagaimana kita harus berdoa: malahan sebelum anugerah diberikan, Yesus menyetujui Allah yang memberi dan yang menganugerahkan Diri sendiri di dalam anugerah-Nya. Pemberi lebih bernilai daripada anugerah yang diberikan. Ia adalah “harta”,

(36)

e. Sumber Doa

Menurut agama Kristen, sebetulnya yang berdoa bukan manusia, melainkan Roh Allah sendiri. “Kita tidak tahu,bagaimana sebenarnya harus

berdoa, tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita” (Rm 8:2).

Paulus tidak hanya berkata bahwa Roh berdoa untuk kita. Tetapi ia

menambahkan: “Allah yang menyelidiki hati nurani, menetahui maksud Roh,

yaitu bahwa Ia, sesuai dengan kehendak Allah, berdoa untuk orang-orang kudus” (Rm 8:27). Rohlah yang berdoa sesuai dengan kehandak Allah,

“dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan” (ay.26) dengan permohonan

Ilahi (bdk. 2Kor 12:4). Maka dengan tugas Paulus juga berani berkata bahwa tidak ada seorangpun yang dapat mengaku: Yesus adalah Tuhan”, selain oleh

Roh Kudus” (1Kor12:3). Doa hanya mungkin dalam dan oleh Roh Kudus,

“karena kasih Allah telah tercurahkan didalam hati kita oleh Roh Kudus yang

dikaruniakan kepada kita (Rm 5:5). Kita adalah anak Allah tercinta oleh Roh Kudus. Maka oleh roh kudus pula kita harus menyapa Allah sebagai Bapa.

Doa mengungkapkan apa yang hidup didalam hati orang beriman. Maka untuk seluruh umat beriman, paulus berdo: “semoga Allah memenuhi kamu

(37)

Dan sikap dasar itu, sebagai tanggapan manusia terhadap kasih-karunia Allah merupakan sumber doa.

Dari penjelasan di atas kita berdoa bukan berdasarkan jasa-jasa kita, tetapi berdasarkan kasih sayang Allah yang berlimpah-limpah. Doa merupakan pernyataan kepercayaan akan kasih sayang Allah. Maka hanyalah doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan manusia.

f. Bentuk Doa

Karena bentuk doa yang begitu luas, tidak mengherankan bahwa orang menghadap Tuhan dengan aneka cara dan kata. Didalam kebiasaan gereja dibedakan dua bentuk doa yang pokok, yaitu Puji-syukur dan permohonan. Puji-syukur yang dalam bahasa kuno Eukharistia, merupakan tanggapan manusia atas segala anugerah Tuhan. Puji-syukur itu tidak sama dengan

“terima kasih”. Puji-syukur pertama-tama mengungkapkan rasa heran dan

kagum atas kebaikan Tuhan. Maka dalam “kemuliaan” gereja juga dapat

berdoa; “kami bersyukur kepada-Mu”, karena kemuliaan-Mu yang besar”.

(38)

Doa permohonan bukanlah minta-minta. Puji-syukur berarti memuliakan kebaikan dan keluhuran Allah; dalam permohonan diakui dan dinyatakan kelemahan dan kemiskinan manusia. Maka yang pertama-tama dimohon adalah pengampunan dan belas kasih Tuhan, sebab dosa manusia merupakan sumber kemalangan yang terbesar. Manusia memohon kekuatan untukmenerima hidup seadanya, baik dirinya sendiri maupun orang lain. Permohonan dan puji-syukur tidak bertentangan, melainkan dua segi dari satu

kenyataan hidup. Maka tepatlah nasehat ini: “Bertekunlah dalam doa dan

berjaga-jagalah sambil mengucap syukur” (Kol 4:2) KWI (2010: 197-198).

Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa doa puji-syukur suatu doa dimana manusia mengucap syukur kepada Allah karena rahmat-Nya yang begitu besar kepada manusia. Sedangkan doa permohonan adalah doa dimana manusia meminta belas kasih Allah agar dosa-dosanya diampuni serta diberikan kehidupan yang lebih layak dihadapan Allah.

g. Cara Berdoa

Paus Benediktus XVI, (art 499-504) dalam bukunya Katekismus Populer mengatakan bahwa:

Sejak awal mula, orang-orang kristen berdoa paling sedikit pada pagi hari, sebelum dan sesudah makan, setiap pada malam hari. Seseorang yang tidak berdoa secara teratur cepat atau lambat tidakakan berdoa sama sekali.

(39)

kita. Dan satu kesempatan lain, Ia adalah pribadi yang diam, orang asing yang jauh. Bagi setiap orang, doa tetap dalam variasinya yang tak terbatas. Ini merupakan jalan kepada hidup yang tidak datang dari diri kita sendiri, tetapi dari suatu tempat yang lain.

Ada beberapa cara berdoa diantaranya doa lisan, doa meditasi, dan doa kontemplatif.

1) Doa Lisan

Paus Benediktus XVI, (art 501) dalam bukunya Youcat Indonesia mengatakan bahwa:

Doa adalah mengangkat hati kepada Allah. Dan Yesus sendiri mengajarkan kepada para rasul-Nya untuk berdoa dengan kata-kata. Dengan Bapa Kami, dia memberikan kepada kita.

(40)

2) Doa Meditasi

Kata meditatio juga berasal dari bahasa Latin. Kata kerjanya adalah meditari. Meditari berarti merenungkan secara mendalam, mempersiapkan, mempelajari, dan melatih diri. Kata benda meditatio menunjukkan proses usaha permenungan, persiapan, latihan dan mempertimbangkan segala sisi dengan cermat (Darmawijaya, 1999: 24). Sedangkan jika dilihat dari kata Latin meditare berarti berpikir-pikir sampai menemukan permukaan hingga menemukan yang di pusat atau inti (medium) (Heuken, 2005: 119). Sedangkan menurut Sardjono (2012: 6) mendefinisikan meditasi adalah bagian dari relaksasi, pengaturan napas yang berpengaruh pada pengendalian emosi.

Adapula pengartian Meditasi adalah jalan yang dimaksudkan untuk “melampaui” dunia yang kelihatan ini untuk masuk ke dalam diri kita ke

dasar diri kita yang kita sebut Allah (Bede, 2011:7-8). Seperti halnya dalam tradisi Kristiani bahwa memang meditasi dimaksudkan berdoa dengan berpikir, membandingkan serta membangkitkan rasa-perasaan tentang kebenaran iman (Heuken, 2005: 119). Dilihat dari pengertian di atas, kata meditasi ialah doa dengan pemusatan diri untuk bertemu dengan Allah sendiri.

(41)

Youcat (art. 504) tentang doa meditasi diungkapkan bahwa:

Dalam Meditasi, seorang Kristen mencari keheningan sedemikian rupa untuk mengalami keakraban dengan Allah dan untuk menemukan kedamaian dalam hadirat-Nya. Ia mengharapkan pengalaman yang menyentuh dari kehadiran Allah, yang merupakan rahmat dari hasil teknik tanpa syarat. Rahmat itu tidak muncul dari hasil teknik meditasi, namun sungguh dari kemurahan kasih Allah.

Melihat pengertian meditasi di atas dapat dimengerti bahwa meditasi adalah merenungkan, mempersiapkan, pelatihan secara rileks dan pikiran dibiarkan untuk tenang dan terpusat dengan pengaturan nafas yang dapat

dimaksudkan untuk “melampaui” dunia yang tidak kelihatan untuk masuk

dalam diri kita, kesadaran diri kita yang kita sebut Allah.

3) Doa Kontemplatif

Paus Benediktus XVI, (art 501) dalam bukunya Youcat Indonesia mengatakan bahwa: “Doa kontemlpalif adalah kasih, keheningan,

mendengarkan, dan berada di hadirat Allah”.

Untuk melakukan doa batin, orang memerlukan waktu, niat, dan terutama hati yang murni. Doa batin merupakan doa mendalam yang didorong oleh sikap rendah hati sebagai ciptaan yang melepaskan topeng, mempercayai cinta kasih, dan mencari Allah dari hati doa batin biasa disebut doa hati atau doa kontemplasi.

(42)

“pengertian batin mengenai Tuhan”, untuk mencintai-Nya lebih sungguh dan

mengikuti-Nya dengan lebih baik lagi (Emboiru, 1995:681).

Melihat pengertian kontemplatif diatas dapat dimengerti bahwa doa kontemplatif adalah ungkapan sederhana tentang misteri doa. Ia memandang Yesus dengan penuh iman, mendengarkan sabda Allah dan mencintai tanpa banyak kata. Ia mempersatukan kita dengan doa Kristus, sejauh ia mngikutsertakan kita dala misteri-Nya.

2. Pengertian Keluarga

a. Keluarga

(43)

Dalam masyarakat Indonesia, pengertian “keluarga” seringkali juga

menunjuk pada “keluarga besar”, yang terdiri dari keluarga inti (suami-istri

dan anak-anak), orang tua dan mertua, serta sanak saudara. Dalam kehidupan sehari-hari relasi antara keluarga inti dan keluarga besar sangat erat dan saling mempengaruhi satu sama lain. Ketika kaluarga inti menghadapi suatu persoalan, keluarga besar juga ikut merasakan dan terlibat didalamnya. Baik keluarga inti maupun keluarga besar hendaknya membangun relasi yang tidak hanya berdasarkan hubungan darah, tetapi lebih dari itu berdasarkan dan bersumber pada cinta-kasih. Perwujudan dari relasi-relasi tersebut dipengaruhi oleh budaya dan tradisi setempat yang tetap pantas diperhatikan, dipelihara, dan dihargai dengan sikap kritis, dan kreatif (KWI, 2011: 27).

Dalam pikiran dan bahasa kita, “keluarga”mempunyai banyak arti: tentu

saja ibu dan ayah dan saudara-saudara kandung termasuk “keluarga”; dengan mereka kita hidup bersama-sama setiap hari. Keluarga juga bisa menjadi besar karena hadirnya sanak saudara lain. Keluarga besar memberikan rasa aman karena di sana orang dapat memperoleh ruang gerak dan status sosial.

“keluarga inti” menjamin kepastian hidup, karena disana tugas hidup sehari

-hari, yang makin rumit itu, dapat diselesaikan. Kedua bentuk keluarga itu saling berkaiatan satu sama lain (KWI, 1996: 54-55).

(44)

memanusiakan dan mempribadikan masyarakat, memberikan keutamaan-keutamaan (kebijakan) dan nilai-nilai, menghormati hak-hak dan martabat pribadi, yang demikian penting bagi masyarakat modern yang anonim”

(Eminyan, 2001: 13).

Keluarga sebagai komunitas antar pribadi-pribadi, dengan demikian merupakan “masyarakat” manusiawi yang pertama. “Keluarga merupakan

suatu sekolah untuk memperkaya kemanusiaan. Supaya keluarga mampu mancapai kepenuhan hidupdan misinya, diperlukan komunikasi hati penuh kabaikan, kesepakatan suami-isteri, dan kerjasama orang tua yang tekun dalam pendidikan anak-anak. Kehadiran aktif ayah sangat membantu pembinaan mereka, tetepi juga pengaruh rumah tangga oleh ibu, yang terutama dibutuhkan oleh anak-anak yang masih muda, perlu dijamin, tanpa maksud supaya pengembangan peranan sosial wanita yang sewajarnya dikesampingkan (Eminyan, 2001: 153).

b. Pengertian Keluarga Kristiani

(45)

memperjuangkan hari-harinya sebagai ungkapan syukur sebagai penyelenggaraan Ilahi, yang mengawal hidup ini. Maka orang kristen yang membangun keluarga meletakkan dasar utama dan pertama bagi pengalaman Allah yang menyelamatkan itu. Pengalaman iman itu menjadi salah satu warisan yang amat berharga, bagi hidup selanjutnya (Darmawijaya, 1994: 9-10).

Keluarga adalah komunitas cinta yang alami, dan yang sangat intim. Cinta antara pasangan suami dan istri dan antara mereka dengan anak-anaknya merupakan representasi duniawi yang peling sempurna dari cinta triniter. Haring juga menekankan bahwa cinta didalam keluarga, dari hakikatnya sendiri, cenderung menjadi triniterian, sebab keluarga merupakan suatu pembenaran terhadap kehadiran Allah yang kreatif, yang dari-Nya pasangan suami-istri ingin agar Dia memberkati cinta mereka dengan anak. Jadi, keistimewaan keluarga yang terbesar dan terindah hanya dapat ditemukan bila orang melihat keluarga sebagai komunitas cinta triniter didalam Tuhan, sebagaimana Hering tulis: “semua yang hidup benar dalam komunitas

manusiawi, teristimewa dalam komunitas keluarga, sungguh merupakan manifestasi sah dari misteri api cinta kasih Allah Tritunggal yang tak dapat dimasuki dan selalu membangkitkan semangat” (Eminyan, 2001: 49).

(46)

berkarya, menebus, dan menguduskan pasangan-pasangan suami-istri tidak hanya sebagai individu, tetapi sebagai anggota-anggota unit keluarga yang dikehendaki oleh Allah dan dibentuk menurut gambar dan citra-Nya sendiri (Eminyan, 2001: 177).

Keluarga kristiani, sebagai kenyataan yang kelihatan, adalah tempat anggota-anggotanya dapat menjumpai Allah serta memperoleh berkat dari rahmat keselamatan Yesus Kristus. Berkat sakramen perkawinan, yang dilayani oleh gereja, pasangan suami-istri tidak hanya menerima kelimpahan rahmat pengudusan, yang juga ada dalam ketujuh sakramen, tetapi juga merupakan jaminan memperoleh bantuan khusus dari Allah serta semua rahmat yang mereka butuhkan untuk menghidupi statusnya yang baru, yakni sebagai suami dan istri, sebagai ayah dan ibu. Dapat dikatakan bahwa keluarga kristiani itu, sendiri merupakan sakramen karena merupakan sarana atau saluran rahmat bagi setiap anggota keluarganya (Eminyan, 2001: 178-179).

(47)

dan mengasilkan buah. Oleh karena itu, partisipasi keluarga dalam Imamat, raja dan kenabian Kristus sebenarnya juga direalisasikan dan di ekspresikan secara khas pula sesuai dengan statusnya sebagai bapak-ibu, suami-isteri,serta anak-anak yang bersama-sama hidup dalam keluarga yang adalah komunitas terkecil orang beriman (FC 50), (Hardiwiratno, 1994: 22).

c. Keluarga adalah Gereja Rumah Tangga

Berkat sakramen babtis, suami-istri dan anak menerima dan memiliki tiga martabat Kristus, yakni martabat kenabian, imamat, dan rajawi. Dengan martabat kenabian, mereka mampunyai tugas mewartakan Injil; dengan martabat imamat, mereka mempunyai tugas menguduskan hidup, terutama dengan menghayati sakramen-sakramen dan hidup doa; dan dengan martabat rajawi, mereka mempunyai tugas untuk melayani sesama.

(48)

Keluarga adalah Gereja rumah tangga karena mengambil bagian dalam lima tugas gereja yaitu:

1) Persekutuan (Koinonia)

Keluarga adalah persekutruan seluruh hidup (Cosortium totius vitae) antara seorang laki-laki dan seorang perempuan berlandaskan perjanjian antara kedua pihak dan diteguhkan melalui kesepakatan perkawinan. Persekutuan antara mereka berdua diperluas dengan kehadiran anak-anak dan keluarga besar. Ciri pokok dari persekutuan tersebut adalah hidup bersama berdasarkan iman dan cinta-kasih serta kesediaan untuk saling mengembangkan pribadi satu sam lain. Persekutuan dalam keluarga diwujudkan dengan menciptakan saat-saat bersama, doa bersama, kesetiaan dalam suka dan duka, untung dan malang, ketika sehat maupun sakit.

2) Liturgi (Leiturgia)

(49)

menghadapi dan mengalami persoalan sulit dan berat, dan membuahkan berkat rohani, yaitu relasi yang mesra dengan Allah.

3) Pewartaan Injil (Kerygma)

Karena keluarga merupakan Gereja Rumah-tangga, keluarga mengambil bagian dalam tugas Gereja untuk mewartakan Injil. Tugas itu dilaksanakan terutama dengan mendengarkan, menghayati, melaksanakan, dan mewartakan Sabda Allah. Dari hari kehari mereka semakin berkembang sebagai persekutuan yang hidup dan dikuduskan oleh Sabda. “Keluarga seperti

Gereja, harus menjadi tempat injil disalurkan dan memancarkan sinarnya. Dalam keluarga, yang menyadari tugas perutusan itu, semua anggota mewartakan dan menerima pewartaan Injil. Orang tua tidak sekedar menyampaikan pewartaan Injil kepada anak-anak mereka, melainkan dari anak-anak mereka sendiri, mereka dapat menerima injil itu juga, dalam bentuk penghayatan mereka yang mendalam. Dan keluarga seperti itu menjadi pewarta Injil bagi banyak keluarga lain dan bagi lingkungan disekitarnya.

Sabda Allah itu termuat dalam Kitab Suci, yang tidak selalu mudah dipahami, maka keluarga sebaiknya ikut mengambil bagian secara aktif dalam kegiatan-kegiatan pendalaman Kitab Suci.

4) Pelayanan (Diakonia)

(50)

terutama bagi mereka yang papa. Dijiwai oleh cinta-kasih dan semangat pelayanan, keluarga katolik menyediakan diri untuk melayani setiap orang sebagai pribadi dan anak Allah. Pelayanan keluarga hendaknya bertujuan memberdayakan mereka yang dilayani, sehingga mereka dapat mandiri.

5) Kesaksian Iman (Martyria)

Keluarga hendaknya berani memberikan kesaksian imannya dengan perkataan maupun tindakan serta siap menanggung resiko yang muncul dari imannya itu. Kesaksian iman itu dilakukan dengan berani menyuarakan kebenaran bersikap kritis terhadap berbagai ketidakadilan dan tindakan kekerasan yang merendahkan martabat manusia serta merugikan masyarakat umum.

d. Keluarga Tempat Pendidikan Iman

Peranan orangtua didalam pendidikan iman (religius) adalah juga esensial. Keluarga adalah pusat katekese sakramental (Johanes Paulus II, Ad Limina Uskup-uskup USA, 24-9-1983). Para orangtualah yang pertama-tama memperkenalkan Tuhan kepada Anak-anaknya. Ayah duniawi hendaknya memperkenalkan Bapa Surgawi (Hardiwiratno, 1994: 24).

(51)

Pimpinan gereja sangat menekankan pentingnya pendidikan iman bagi anak-anak dan remaja. Berkat penerimaan sakramen babtis, mereka menjadi ciptaan baru dan menjadi putra-putri Allah. Karena itu, mereka berhak menerima pendidikan agama katolik untuk mengembangkan rahmat sakraman babtis agar sampai pada kedewasaan iman. Sejak dini mereka perlu dibimbing secara bertahap, sesuai dengan tahap perkembangan kepribadiannya, sehingga semakin mengahayati dan mengembangkan kurnia iman yang telah mereka terima. Pendidikan iman bertujuan menumbuhkan sikap beriman dalam diri anak. Dengan sikap beriman itu anak-anak siap menyambut kasih Allah dan membalasnya, serta aktif mengambil bagian dalam hidup gereja.

Orangtua adalah pendidik iman yang pertama dan utama bagi anak-anak. Malalui keteladanannya mereka berkatekese agar anak-anak menghayati hidup iman katoliknya. Maka, perenan orang tua dalam hal ini taktergantikan oleh siapapun.

Salah satu aspek pendidikan iman adalah pemberian dan pengembangan pengetahuan iman. Sumber-summber pengetahuan iman itu adalah Kitab Suci, Katekismus, Dokumen-dokumen Gereja, dan buku-buku Katekese. Orang tua hendaknya berusaha mengusahakan sumber-sumber pengetahuan iman itu dalam keluarga. Bila orangtua tidak mampu menyediakannya, hendaknya mereka memenfaatkan fasilitas-fasilitas yang ada di luar rumah.

(52)

pendidikan iman itu dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan rohani, seperti liturgi, doa bersama, devosi, dan sebagainya. Keluarga sebagai gereja rumahtangga mempersiapkan anak-anak untuk menerima

sakramen-sakramen. Dengan demikian, keluarga menjadi pusat katekese “sakramental”

bagi anak-anak.

Cara-cara konkret dalam memberikan pendidikan iman Katolik kepada anak-anak, yang hendaknya dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh orang tua adalah sebagai berikut:

1. Doa pribadi dan doa bersama

Anak-anak sebaiknya dibiasakan berdoa secara teratur, baik secara pribadi, bersamakeluarga maupun komunitas basis gerejawi. Perlu dijelaskan kepada mereka bahwa berdoa adalah berkomunikasi dengan Tuhan. Mereka perlu diberi teladan konkret dalam hidup doa melalui doa keluarga itu sendiri. Mereka yang masih kecil pada awalnya hanya meniru sikap orang tua saja dalam berdoa, namun secara bertahap sesuai dengan perkembangan umur dan pemahamannya, merekaperlu didorong untuk mengungkapkan isi hati secara sepontan dalam berdoa. Selain itu, dalam berdoa mereka dilatih untuk menggunakan secara tepat benda-benda rohani seperti salib, patung, gambar, rosario, dan lain-lain.

2. Mengikuti Perayaan Liturgi

(53)

Tuhan. Perayaan Ekaristi khusus untuk anak-anak dapat diselanggarakan, karena perayaan Ekaristi tersebut membantu mereka untuk lebih terlibat didalamnya. Bila mereka sudah mampu memahami, orang tua sebaiknya menjelaskan makna perayaan Ekaristi, yaitu perjamuan kasih Tuhan. Dalam perjamuan itu Tuhan memberikan Diri-Nya dan memanggil manusia untuk bersatu dengan-Nya. Maka, menyambut Tubuh Kristus dalam komuni berarti bersatu dengan Tuhan dan gereja yang adalah tubuh mistik Kristus.

3. Membaca dan Merenungkan Kitab Suci

Kitab Suci memuat kekayaan iman yang sangat baik dan efektif untuk mengambangkan iman anak-anak. Melalui membaca Kitab Suci anak-anak menganal Allah yang menyelamatkan manusia dalam sejarah keselamatan terutama dalam diri Yesus Kristus. Dengan membaca dan mendengarkan serta merenungkan Kitab Suci, hati mereka diarahkan kepada Allah yang hadir melalui Sabda-Nya. Melalui membaca Kitab Suci itu anak-anak menamukan dasar iman, yaitu ajaran-ajaran Tuhan Yesus Kristus dan menimba inspirasi untuk hidup iman mereka melalui teladan hidup-Nya dan tokoh-tokoh iman dalam Kitab Suci.

4. Ikut Aktif dalam Kelompok Pembinaan Iman

(54)

Pembinaan Iman Remaja (PIA dan PIR). Dalam pertemuan kelompok-kelompok tersebut anak-anak dibantu untuk memperkembangkan iman dan dilatih untuk menghayati kebersamaan sebagai Gereja.

5. Ikut Ambil Bagian dalam Kegiatan Rohani

Rekoleksi, retret, ziarah,dan sebagainya sudah dikembangkan cukup lama dalam gereja dan menghasilkan buah-buah yang baik. Maka, orang tua hendaknya mendorong dan mendukung anak-anaknya untuk mengambil bagian dalam kegiatan-kegiatan tersebut demi pengembangan beriman mereka (KWI dalam Pedoman Pastoral Keluarga, 2011: 31-33).

Kegiatan rohani seperti ini memang sangat penting untuk dilaksanakan. Dalam suatu kesempatan mereka dapat bertemu untuk membagikan pengalaman mereka masing-masing. Dengan adanya kegiatan rohani ini mereka juga memperoleh pengalaman iman dari hasil sharing serta dari materi yang diberikan.

3. Doa Bersama dalam Keluarga Kristiani

a. Pengertian Doa Bersama dalam Keluarga Kristiani

Keluarga Kristiani harus menjadi sekolah doa yang sejati, dimana perjumpaan dengan Kristrus tidak hanya merupakan moment untuk memohon dan mengaku tetapi terutama untuki mendengarkan, merenungkan, memuji,menyembah dan bersyukur, hingga hatinya sungguh “jatuh cinta” dan

(55)

untuk mencintai sesama, dan memampukan kita untuk menjalani liku-liku hidup ini seturut rencana dan tuntutan kasih-Nya.

Dalam keluarga, para orang tua bertanggung jawab untuk mengajarkan hal doa kepada anak-anaknya, mengajak mereka mengenal secara bertahap misteri Allah dan membangun relasi personal dengan-Nya. Justru dalam keluarga Kristen, sedari masa kecil, anak-anak seturut iman yang telah dinyatakan dalam pembabtisan, harus diajarkan pengetahuan akan Allah, menyembah Dia, dan mencintain sesamanya.

Doa keluarga mempunyai cirinya yang khusus: bahwa doa itu dihaturkan oleh ayah, ibu, anak-anak bersama-sama sebagai satu keluarga. Bersekutu dan bersatu dalam doa bersama merupakan konsekuensi dan tuntutan dari sakramen babtis dan perkawinan. Teladan konkret dan kesaksian hidup dari orang tua memang sangat penting dan tak tergantikan dalam rangka mendidik anak-anak untuk berdoa. Doa bersama justru memberikan kesan dan dampak mendalam yang takkan terhapus di hati anak-anak. Anak-anak dibiasakan sedari kecil ambil bagian dalam Ekaristi dan sakramen-sakramen. Selanjutnya doa bersama menambah kekuatan dan kebersatuan keluarga dan membantu keluarga ambil bagian dalam kuasa-kuasa Allah sendiri (Pito Duan, 2003:70-73).

Injil Mat 18:19-20 menegaskan bahwa:

(56)

Bapa-Ku yang di surga. Sebab, dimana ada dua atau tiga orang berkumpul dalam Nama-Ku, disitu Aku ada ditengah-tengah mereka.

Kutipan Injil diatas menegaskan bahwa janji Yesus senantiasa hadir dan tinggal bersama kita dan keluarga, bila kita pun tinggal bersatu dalam Dia dalam doa bersama.

b. Waktu Doa Bersama dalam Keluarga Kristiani

Kesempatan untuk doa bersama cukup banyak. Setiap hari ada: pagi, sebelum dan sesudah makan, malam hari. Lagi: bila seorang anggota keluarga adalah sakit, merayakan hari ulang tahun, menghadapi peristiwa penting ( ujian, melamar kerja, perjalanan jauh, tunangan, operasi/pembedahan dan masih banyak lagi). Kehidupan sehari-hari dapat mendorong setiap anggota keluarga untuk mendoakan yang lain.

(57)

mutlak diperlukan dalam hidup mereka di kemudian hari ( Heuken 1979:18-20).

B. REMAJA

1. Siapa Remaja Itu?

Mereka adalah pemuda pemudi yang berada pada masa perkembangan yang disebut masa “adolesensi” (masa remaja masa menuju kedewasaan).

Masa ini merupakan taraf perkembangan dalam kehidupan manusia, dimana seseorang sudah tidak dapat disebut anak kecil lagi, tetapi juga belum bisa disebut orang dewasa. Taraf perkembangan ini biasanya disebut masa pancaroba atau masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju kearah kedewasaan. Ditinjau dari sudut kronologis pada suatu pembatasan yang relatif fleksibel, masa remaja ini terjadi sekitar umur 12-20 tahun.

Masa adolesendi ini disebut juga masa “physiological learning” dan

social learning”, hal ini berarti bahwa pada masa ini pemuda pemudi remaja

sedang mengalami suatu pematanga pisik dan pematanga sosial. Kedua hal ini serempak terjadi pada waktu yang bersamaan. Dalam kematangan fisik ini remaja mengalami proses perubahan struktur dan /fungsi jasmaniah (psikologis) mengarah pada kedewasaan fisik timbulnya kemungkinan reproduksi.

Dalam pematangan sosial remaja mengahadapi prosesn belajar mengadakan penyesuaian diri atau “adjustment” pada kehidupan sosial orang

(58)

pola-pola tingkah laku sosial yang dilakukan orang dewasa dalamlingkungan kebudayaan pada masyarakat dimana mereka hidup (Melly,1984:1).

2. Perkembangan Remaja

Robert Y. Havighurst dalam bukunya Human Development and Education menyebutkan adanya sepuluh tugas perkembangan remaja yaitu: a. Mencapai hubungan sosial yang lebih matang dengan teman-teman

sebayanya, baik dengan teman-teman sejenis maupun dengan jenis kelamin lain. Artinya para remaja memandang gadis-gadis sebagai wanita dan laki-laki sebagai pria, menjadi manusia dewasa diantara orang dewasa. Mereka dapat bekerjasama dengan orang lain dengan tujuan-tujuan bersama, dapat menahan dan mengendalikan perasaan-perasaan pribadi dan belajar memimpin orang lain dengan atau tanpa dominasi. b. Dapat menjalankan peran-peran sosial menurut jenis kelamin

masing-masing, artinya mempelajari dan menerima peran masing-masing sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau norma-norma masyarakat.

c. Menerima keyataan (realitas) jasmaniah serta menggunakannya seefektif mungkin dengan perasaan puas.

d. Mencapai kebebasan emosional dari orang tua atau orang dewasa lainnya. Ia tidak kekanak-kanakan lagi, yang selalu terikat pada orang tuanya. Ia membebaskan diri dari ketergantungannya terhadap orang tua atau orang lain.

(59)

Akan tetapi dewasa ini bagi kaum wanita pun tugas ini berangsur-angsur menjadi tambah penting.

f. Memilih dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan atau jabatan. Artinya belajar memilih satu jenis pekerjaan sesuai dengan bakatnya dan mempersiapkan diri untuk pekerjaan tersebut.

g. Mempersiapkan untuk melakukan perkawinan dan hidup berumah tangga. Mengembangkan sikap yang positif terhadap kehidupan keluarga dan memiliki anak. Bagi wanita hal ini harus dilengkapi dengan pengetahuan dan ketrampilan bagaimana mengurus rumah tangga dan mendidik anak.

h. Mengembangkan kecakapan intelektual serta konsep-konsep yang diperlukan untuk kepentingan hidup bermasyarakat maksudnya ialah, bahwa untuk menjadi warganegara yang baik perlu memiliki pengetahuan tentang hukum, pemerintah, ekonomi, politik, geografi, tentang hakikat manusia dan lembaga-lembaga kemasyarakatan.

i. Memperlihatkan tingkah laku yang secara sosial dapat dipertanggungjawabkan. Artinya, ikut serta dalam kegiatan-kegiatan sosial sebagai orang dewasa yang bertanggung jawab, menghormati serta mentaati nilai-nilai sosial yang berlaku dalam lingkungannya, baik regional maupun nasional.

(60)

kedudukan manusia dalam hubungannya dengan Sang pencipta, alam semesta dan dalam hubungannya dengan manusia-manusia lain; membentuk suatu gambaran dunia dan memelihara harmoni antara nilai-nilai pribadi dan dengan orang lain (Melly, 1984:2-3).

Dari sepuluh tugas perkembangan ini, dapat dilihat hubungan yang cukup erat antara lingkungan kehidupan sosial dan tugas-tugas yang harus diselesaikan remaja dalam hidupnya. Hal ini merupakan pondasi supaya mereka dapat hidup dalam masyarakatnya.

C. Perkembangan Iman

1. Iman

Iman, yang adalah bahasa Yunani disebut “Pistis” atau bahasa Latin

“Fides” dan bahasa Inggris “Faith” biasanya diartikan sebagai keyakinan dan penerimaan akan Wahyu Allah. Dalam bahasa Indonesia “beriman”

biasanya lebih dimaksudkan dalam hubungan dengan Allah (Sutrisnaatmaka, 2002:47).

Iman adalah satu ikatan pribadi manusia seutuhnya kepada Allahyang mewahyukan diri. Didalamnya terdapat persetujuan akal budi dan kehendak terhadapwahyu diri Allah melalui perbuatan dan perkataan-Nya.Iman adalah anugerah adikodrati dari Allah. Supaya dapat percaya manusia membutuhkan pertolongan batin dari Roh Kudus.

(61)

mengakui bahwa Yesus adalah Mesias, Putera Allah yang hidup, berkatalah Yesus kepadanya: “bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu,

melainkan Bapa-Ku yang ada di surga” (Mat 16:17). Iman adalah satu anugerah Allah,satu kebijakan dikodrati yang dicurahkan oleh-Nya. “supaya orang dapat percaya seperti itu, diperlukan rahmat Allah yang mendahului serta menolong, pun juga bantuan batin Roh Kudus, yang menggerakkan hati dan membalikkannya kepada Allah, membuka mata budi, dan menimbulkan pada semua orang rasa manis dalam menyetujui dan mempercayai kebenaran (Katekismus Gereja Katolik artikel 4).

2. Perkembangan

Perkembangan adalah suatu proses untuk menuju kedewasaan pada mahluk hidup yang bersifat kualitatif, artinya tidak dapat dinyatakan dengan suatu bilangan tetapi dapat diamati dengan mata telanjang (www.kamusq.com/ diambil pada tanggal 19 November 2015/).

3. Perkembangan Iman

(62)

penanaman iman kepada anak-anak itu. Didalam proses pembinaan iman itu, pembinaan iman itu, isi pengajaran tidak diurutkan menurut urutan dan sistem teologi, melainkan menurut kronologi pertumbuhan anak dan kebutuhan spiritual berdasarkan usia. Sebab tujuan pembinaan itu bukan sebatas pengetahuan saja, lebih dari itu untuk membantu anak mengalami pengalaman persatuan dengan Allah.

Di dalam proses ini anak dibimbing untuk menerima dan mengerti pewahyuan Allah. Di dalam proses ini anak dibimbing untuk menerima dan mengerti pewahyuan Allah, dalam Yesus Kristus. Kemudian mereka dibimbing untuk menanggapi pewahyuan Allah itu dengan mengungkapkan iman kepercayaan mereka, baik melalui perayaan-perayaan liturgis, dan doa maupun perbuatan konkret dalam kehidupan sehari-hari.

Oleh kerenanya, orang tua sebagai pendidik dan pewarta iman yang pertama mempuyai tanggung jawab memberikan pendidikan iman, baik melalui kata-kata maupun teladan dan kesaksian hidup iman. Anak-anak akan sangat terbantu untuk mengungkapkan imannya bila merekamelihat teladan dan kesaksian hidup iman yang konkret dari orang tuanya (Prihartama, 2008: 54-55).

4. Perkembangan Iman Remaja

(63)

antara lain: tahap 0: Kepercayaan Elementer Awal (Primal Faith); tahap 1: Kepercayaan Intuitif-Proyektif (Intuitive-Projective-Faith); tahap 2: Kepercayaan Mitis-Harfiah (Mithic-Literal-Faith); tahap 3: kepercayaan Sintetis-Konvensional (Synthetic-Conventional Faith); tahap 4: Kepercayaan Individuatif-Reflektif (Individuatife-Reflektive Faith); tahap 5: Kepercayaan Eksistensial Konjungtif (Conjunctive Faith); tahap 6: Kepercayaan Eksistensial yang Mengacu pada Universalitas (Univerzalizing Faith).

Kepercayaan iman remaja masuk dalam tahap kepercayaan Konvensional (Synthetic-Conventional Faith). Gaya kepercayaan Sintetis-Konvensional timbul dalam tahap ketiga, yaitu pada masa adolosen (umur 12 tahun sampai dengan sekitar umur 20 tahun). Di sekitar umur 12 tahun, remaja biasanya mengalami suatu perubahan radikal dalam caranya memberi arti.

Karena munculnya kemampuan kognitif baru, yaitu operasi-operasi formal, maka remaja mulai mengambil alih pandangan pribadi orang lain menurut pola “pengambilan perspektif antarpribadi secara timbal balik” (Aku

lihat engkau melihat diriku; dan aku melihat diriku sebagaimana, menurut hematku, engkau melihat diriku. Sepadan dengan hal itu: engkau melihat dirimu sendiri sesuai pandanganku tentangmu; dan enhgkau melihat dirimu sendiri sebagai mana , menurut hematku, aku melihat dirimu).

(64)

pokok tahap ini adalah upaya menciptakan sentesis identitas. Oleh sebab itu, tahap ini disebut “sintesis”.

Tetapi sintesis identitas ini baru didukung sesudah tercipta sintesis seperangkat arti yang baru. Berkat munculnya operasi-opersai logis, remaja sanggup merefleksikan secara kritis riwayat hidupnya dan menggaliarti sejarahj hidupnya bagi dirinya sendiri. Yang dicari ialah suatu sintesis baru atas berbagai arti yang pernah dialami dalam hidup. Namun perjuangan menciptakan identitas pribadi dan seperangkat arti baru ini bersifat asgak

”konformistis” – serupa dengan pandangan dan pengertian orang

lain/masyarakat – karena identitas diri dibentuk berdasarkan rasa dipercaya dan diteguhkan oleh orang lain yang penting baginya. Denhgan demikian, remaja berjuang mencari keseimbangan antara tuntutan menciptakan identitas diri berdasarkan dayanya sendiri dan identitas sebagaimana diharapkan dan didukung oleh orang lain yang dipercayainya.

Pada tahap ini remaja menyusun gambaran yang agak personal mengenai lingkungan akhir. Allah yang ”personal” merupakan seorang pribadi yang

mengenal diri saya secara lebih baik daripada pengenalan diri saya sendiri. Dialah yang mengenal siapa saya ini dan kemungkinan-kemungkinan identitas diri unik apa yang dapat saya wujudkan.

(65)

eksistensial ini ditandai oleh lahirnya refleksi kritis atas seluruh pendapat, keyakinan, dan nilai “religius” lama. Pribadi sudah mampu melihat diri

sendiri dan orang lain sebagai bagian dari suatu sistem kemasyarakatan, tetapi juga yakin bahwa dia sendirilah yang memikul tanggungjawab atas penentuan pilihan ideologis dan gaya hidup yang mambuka jalan baginya untuk mengikutkan diri dengan cara menujukkan kesetiaan pada seluruh hubungan dan panggilan tugas. Refleksi kritis dimungkinkan oleh berkembangnya pola berpikir berdasarkan operasi-operasi formal.

Kepercayaan ini disebut “individuatif” karena baru saat inilah manusia

untuk pertama kalinya dalam refleksi diri tidak semata-mata bergantung pada orang lain, tetapi dengan kesanggupannya sendiri mampu mengadakann dialog antar berbagai “diri sejati” yang hanya dikenal oleh pribadi yang

(66)

kemasyarakatan dan menemukan sendiri panggilan serta tugas pribadi yang khas dalam masyarakat dan kelompoknya.

Dua kata memberikan ciri khas pada tahap ini: “sistem” dan

“pengontrolan”. Menjadi metafor utama tahap ini, karena secara kritis

-reflektif segala-galanya harus masuk kedalam keherensi sestem rasional yangada dibawah kontrol rasio yang sadar. “Pengontrolan” menjadi sasaran yang didambakan. Namun semangat “sistem” dan “pengontrolan rasional” ini

bisa saja terperangkap dalam bahaya pandangan ilusif yang mengaggap kenyataan sebagai suatu sistem rasional yang dapat dikuasai dan dikontrol secara tuntas oleh rasio. Akibatnya pribadi itu melupakan sisi misteri dari kanyataan, bahkan melupakan rahasia ketidaksadarannya sendiri.

Kepercayaan individuatif-reflektif menghasilkan pola kepercayaan yang tidak seluruhnya bersandar pada tradisi religius sebagai instansi kewibawaan ekstern yang tertinggi. Secara kritis dan berdasarkan autoritasnya sendiri, subyek mulai mempertanyakan segala simbol religius, rumusan dogmatis dan pengertian yang lazim diterima umum. Ia menerapkan strategi demitologisasi terhadap simbol dan mitos, yakni secara kritis memeriksa simbol dan mitos seta mengangkat “artinya” pada tingkat rumusan konseptual abstrak, tanpa

menyadari betapa banyak kekayaan yang telah hilang selama proses demitologisasi tersebut (Fowler, 1995: 30-34).

(67)

dan transformasi dari sejumlah struktur pengenalan dan penilaian (penciptaan arti). Dalam tahap perkembangan iman, remaja mulai mengerti apa arti kesetiakawanan, relasi soasial, terwujudnya rasa tanggung jawab sosial ( tempat dan tugasnya dalam masyarakat luas), kesetiaan, komitmen. Dalam perkembangan ini Agamalah yang paling berperan membantu remaja dalam mendukung proses pembentukan identias diri serta memunculkan rasa bersatu dengan orang-orang lain dalam suasana kesetiakawanan. Remaja juga memandang Allah sebagai Allah yang “personal” artinya merupakan seorang

pribadi yang mengenal diri saya secara lebih baik dari pada pengenalan diri saya sendiri. Oleh karena itu remaja memandang Allah sebagai pribadi yang baik yang patut untuk di teladani.

5. Peranan Keluarga dalam Perkembangan Iman

Peranan keluarga (orang tua) amat besar untuk perkembangan iman anak. Pertama-tama keluarga adalah tempat pendidikan iman yang pertama dan terutama. Tanpa pendidikan, mustahil iman anak dapat berkembang. Untuk dapat berkembang dengan baik, maka anak memerlukan lahan yang subur, sehingga benih iman yang telah ditaburkan oleh Allah sendiri dalam diri anak berkembang dan berubah.

Gambar

Pernyataan Positif Tabel 1 Bobot Nilai
Tabel 1: Peran Orang Tua dalam Keluarga
Tabel 2: Pandangan remaja terhadap perkembangan iman mereka
Tabel 3: Pengaruh doa bersama dalam keluarga bagi perkembangan
+2

Referensi

Dokumen terkait

Perobahan itu menurutnya adalah hasil dari meminjam alat-alat elaborasi (teori sosial) yang dimiliki oleh ilmuan di luar Islam. Dari sini muncullah

Dalam pendekatan ini, tidak hanya melihat pada tingkat pendapatan dan pekerjaan dari perempuan saja, tapi juga beban yang dihadapi oleh perempuan dengan melihat seperti

pada Hutan tanaman diberikan melalui penawaran dalam pelelangan ; Meskipun sekarang telah ada PP 6 tahun 2007 tentang TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN,

Mencegah pastinya lebih baik daripada mengobati untuk itu kita harus benar – benar memberikan pengawasan, penjagaan dan perlindungan pada anak agar anak terhindar dari

3(d) terlihat bahwa system dengan nilai CR=1,4 dan CR=0,8 dapat menurunkan PAPR sekitar 8dB dan 10 dB terhadap system tanpa teknik reduksi untuk probabilitas

Pada Tabel 3 ditunjukkan bahwa distribusi permin- taan produk garment tidak berpengaruh terhadap keputusan pendekatan terbaik untuk digunakan dalam menentukan jumlah base-stock

Įsivaizduokime svarstykles. Vienoje jų pusėje įmonės valdomas turtas, kitoje – nurodoma, kam šis turtas priklauso. Įmonės kasdienėje veikloje vyksta dešimtys ar

Metode dokumentasi yaitu melakukan aktivitas pengarsipan dan penyalinan dari sumber-sumber sekunder yang berkaitan dengan tanggal pengumuman buy back mulai dilakukan,